Anda di halaman 1dari 102

ASUHAN KEPERAWATAN ASMA BRONKIAL

1.PENGARTIAN
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot
polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi
alveolus.
( Huddak & Gallo, 1997 )
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
( Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus
mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48)

2. PENYEBAB
a. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
- Reaksi antigen-antibodi
- Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
b. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
- Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
- Iritan : kimia
- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
- Emosional : takut, cemas dan tegang
- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(Suriadi, 2001 : 7)

3. TANDA DAN GEJALA


1. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
a. Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul
c. Whezing belum ada
d. Belum ada kelainan bentuk thorak
e. Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
f. BGA belum patologis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan


a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum
b. Whezing
c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
d. Penurunan tekanan parsial O2

2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)

4. PATOFISIOLOGIS

KLIK GAMBAR UNTUK MEMPERBESAR


ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASMA BRONKIAL

5. TANDA DAN GEJALA


- Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/tanpa stetoskop
- Batuk produktif, sering pada malam hari
- Nafas atau dada seperti tertekan, ekspirasi memanjang

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Spirometri
- Uji provokasi bronkus
- Pemeriksaan sputum
- Pemeriksaan cosinofit total
- Uji kulit
- Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
- Foto dada
- Analisis gas darah

7. PENGKAJIAN
a. Awitan distres pernafasan tiba-tiba
- Perpanjangan ekspirasi mengi
- Penggunaan otot-otot aksesori
- Perpendekan periode inpirasi
- Sesak nafas
- Restraksi interkostral dan esternal
- Krekels
b. Bunyi nafas : mengi, menurun, tidak terdengar
c. Duduk dengan posisi tegak : bersandar kedepan
d. Diaforesis
e. Distensi vera leher
f. Sianosis : area sirkumoral, dasar kuku
g. Batuk keras, kering : batuk produktif sulit
h. Perubahan tingkat kesadaran
i. Hipokria
j. Hipotensi
k. Pulsus paradoksus > 10 mm
l. Dehidrasi
m. Peningkatan anseitas : takut menderita, takut mati
8. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN TIMBUL
- Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d bronkospasme : peningkatan produksi sekret,
sekresi tertahan, tebal, sekresi kental : penurunan energi/kelemahan
- Kerusakan pertukaran gas b.d gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli
- Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan masukan oral
- Kurang pengetahuan b.d kurang informasi/tidak mengenal sumber informasi
9. INTERVENSI KEPERAWATAN
DP : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas
Tujuan : Bersihan jalan nafas efektif
KH :
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/jelas
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas
mis : batuk efektif dan mengeluarkan sekret
Intervensi
 Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels, ronki
 Kaji/pantau frekuensi pernafasan
 Catat adanya/derajat diespnea mis : gelisah, ansietas, distres pernafasan, penggunaan
otot bantu
 Kaji pasien untuk posisi yang nyaman mis : peninggian kepala tempat tidur, duduk pada
sandaran tempat tidur
 Pertahankan polusi lingkungan minimum
 Dorong/bantu latihan nafas abdomen/bibir
 Observasi karakteristik batuk mis : menetap, batuk pendek, basah
 Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hr ss toleransi jantung dan memberikan air
hangat, anjurkan masukkan cairan sebagai ganti makanan
 Berikan obat sesuai indikasi
 Awasi/buat grafik seri GDA, nadi oksimetri, foto dada

DP : Kerusakan pertukaran gas


Tujuan : Pertukaran gas efektie dan adekuat
KH :
-Menunjukkan perbaikan vertilasi dan oksigen jaringan adekuat dalam rentang normal dan
bebas gejala distres pernafasan
-Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan /situasi
Intervensi
 Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, catat penggunaan otot aksesori, nafas bibir,
ketidak mampuan bicara/berbincang
 Tingguikan kepala tempat tidur, pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas,
dorong nafas dalam perlahan / nafas bibir sesuai kebutuhan / toleransi individu.
 Dorong mengeluarkan sputum : penguapan bila diindikasikan.
 Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan / bunyi tambahan.
 Awasi tingkat kesadaran / status mental, selidiki adanya perubahan.
 Evaluasi tingkat toleransi aktivitas.
 Awasi tanda vital dan irama jantung.
 Awasi / gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.
 Berikan oksigen yang ssi idikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
DP : Perubahan nutrisi kurang dari tubuh
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kh :
- Menunjukan peningkatan BB
- Menunjukan perilaku / perubahan pada hidup untuk meningkatkan dan / mempertahanka
berat yang tepat.
Intervensi :
- Kaji kebiasaan diet, masukan makanan, catat derajat kesulitan makan, evaluasi BB.
- Avskultasi bunyi usus.
- Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
- Dorong periode istirahat, 1jam sebelum dan sesudah makan berikan makan porsi kecil
tapi sering.
- Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
- Hindari maknan yang sangat panas / dingin.
- Timbang BB sesuai induikasi.
- Kaji pemeriksaan laboratorium, ex : alb.serum.

DP : Kurang pengetahuan
Tujuan : Pengetahuan miningkat
KH :
- Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan.
- Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubung
dengan faktor penyebab.
- Melakukan perubahan pola hidup dan berparisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
- Jelaskan proses penyakit individu dan keluarga
- Instrusikan untuk latihan nafas dan batuk efektif.
- Diskusikan tentang obat yang digunakan, efek samping, dan reaksi yang tidak diinginkan
- Beritahu tehnik pengguanaan inhaler ct : cara memegang, interval semprotan, cara
membersihkan.
- Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi
- Beritahu efek bahaya merokok dan nasehat untuk berhenti merokok pada klien atau orang
terdekat
- Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas.

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media Acsulapius.
FKUI. Jakarta.

Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit
FKUI. Jakarta.

Hudack&gallo(1997). Keperawatan Kritis Edisi VI Vol I. Jakarta. EGC.

Doenges, EM(2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta. EGC.

Tucker, SM(1998). Standar Perawatan Pasien. Jakarta. EGC.

Askep Asma Bronkial


Posted by Ferry NurseJun 7, 201214 komentar

Askep Asma Bronkiale. Penyakit asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang berkaitan erat
dengan saluran nafas serta pernafasan. Oleh sebab itu bila penyakit paru asma ini kambuh akan
menimbulkan gejala yang khas sekali yaitu bunyi nafas mengi, bengek, batuk dan juga sesak nafas.
Bunyi mengi pada asma terdengar ketika seorang penderita menghembuskan nafasnya. Serangan
asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap juga akan semakin memburuk jika
tidak segera dilakukan tindakan pengobatan dan juga perawatan.

Sepert biasa dalam hal melakukan asuhan keperawatan yang pertama kali dilakukan oleh
seorang perawat adalah melakukan pengkajian. Demikian pula bila kita melakukan pengkajian askep
asma bronkial ini.

Pada tahap pengkajian askep asma bronkiale menetapkan penatalaksanaan dasar untuk mendapatkan
informasi tentang status terakhir pasien sehingga semua penyimpangan yang terjadi dapat untuk
segera diketahui
Pengkajian askep asma bronkiale ini juga mencakup dua hal yaitu pengkajian primer dan juga
pengkajian sekunder.
Pengkajian Primer pada askep asma bronkial adalah :

1. Airway. Yang kita dapatkan pada pengkajian airway ini diantaranya yaitu : batuk kering/tidak
produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot –otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot
interkosta).
2. Breathing. Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea, takypnea, taktil
fremitus menurun pada palpasi, suara tambahan ronkhi, hiperresonan pada perkusi.
3. Circulation. Yang kita dapatkan pada pengkajian sirkulasi ini adalah adanya hipotensi, diaforesis,
sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat kesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm.
Pengkajian Sekunder pada askep asma bronkial adalah :

1. Riwayat penyakit sekarang. Yang kita anamnese adalah mengenai lama menderita asma, hal
yang menimbulkan serangan, obat yang pakai tiap hari dan saat serangan.
2. Riwayat penyakit sebelumnya. Yang kita ananmese adalah mengenai riwayat alergi, batuk pilek,
menderita penyakit infeksi saluran nafas bagian atas
3. Riwayat perawatan keluarga. Yang kita anamnese adalah adakah riwayat penyakit asma pada
keluarga.
4. Riwayat sosial ekonomi. Yang kita anamnese adalah lingkungan tempat tinggal dan bekerja,
jenis pekerjaan, jenis makanan yang berhubungan dengan alergen, hewan piaraan yang dimiliki,
dan tingkat stressor.
Melangkah pada tahap selanjutnya yaitu diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan pada askep
asma bronkiale ini yaitu :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme dan sekresi
kental berlebihan.
Tujuan Yang Diharapkan : Pasien mempertahankan jalan nafas paten.
Kriteria Hasil :

1. Bunyi nafas bersih


2. Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal
3. Tak ada dispnea
Intervensi Keperawatan :

 Kaji sputum terhadap warna, kekentalan dan jumlah


 Ausultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas tambahan misalnya: mengi, krekels, dan ronchi
 Kaji kualitas dan kecepatan pernafasan
 Kaji frekuensi dispnea: gelisah, ansietas distress pernapasan, penggunan otot bantu
 Beri klien posisi pada ketinggian yang nyaman dan mengoptimalkan pernafasan : tinggikan kepala
tempat tidur 60 – 90 derajat, sokong punggung dengan bantal
 Berikan oksigen aliran rendah dengan kateter sesuai pesanan
 Pertahankan / bantu batuk efektif dan bantu untuk fisioterapi dada
 Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari dan berikan air hangat
 Berikan obat : epinefrin, aminofilin, antihistamin, ekspektoran, kortikosteroid adrenal
 Nebulisasi isoproterenol atau kromolin
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama
serangan akut.
Tujuan yang Diharapkan : Pasien mempertahankan pola nafas efektif.
Kriteria Hasil :

1. Sesak berkurang atau hilang, RR 18-24x/menit


2. Frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan
3. Tidak ada retraksi otot pernapasan
Intervensi Keperawatan :

 Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot pernapasan
 Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas darah arteri
 Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada
 Berikan terapi oksigen sesuai pesanan
 Pertahankan patensi jalan nafas
 Berikan obat sesuai pesanan
3. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, kesulitan bernafas, takut serangan ulang.
Tujuan Yang Diharapkan : Rasa cemas klien menjadi berkurang sampai hilang
Kriteria Hasil :

1. Klien tampak rileks


2. Mengungkapkan perasaan cemas berkurang
3. Tanda – tanda vital normal
Intervensi Keperawatan :

 Kaji tingkat kecemasan klien (ringan, sedang, berat)


 Ukur tanda-tanda vital
 Berikan dukungan emosional
 Implementasikan teknik relaksasi : petunjuk imajinasi, relaksasi otot
 Jelaskan informasi yang diperlukan klien tentang penyakitnya, perawatan dan pengobatannya
 Ajarkan klien tehnik relaksasi (memejamkan mata, menarik nafas panjang)
 Menganjurkan klien untuk istirahat

Asuhan Keperawatan Asma Bronkial


A. Konsep Dasar Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang dimulai dari
hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus. Saluran pernafasan bagian atas
dimulai dari hidung sampai trakea dan bagian bawah dari bronkus sampai alveolus.

Fungsi utama sistem pernafasan adalah menyediakan oksigen untuk metabolisme


jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa metabolisme jaringan.
Sedangkan fungsi tambahan sistem pernafasan adalah mempertahankan keseimbangan asam
basa dalam tubuh, menghasilkan suara, memfasilitasi rasa kecap, mempertahankan kadar
cairan dalam tubuh serta mempertahankan keseimbangan panas tubuh.

Tercapainya fungsi utama pernafasan didasarkan pada empat proses yaitu: ventilasi
(keluar masuknya udara pernafasan), difusi (pertukaran gas di paru-paru), transportasi
(pengangkutan gas melalui sirkulasi) dan perfusi (pertukaran gas di jaringan).

Adapun kondisi yang mendukung dari proses pernafasan adalah tekanan oksigen atau
udara atmosfer harus cukup, kondisi jalan nafas dalam keadaan normal, kondisi otot
pernafasan dan tulang iga harus baik, ekspansi dan rekoil paru, fungsi sirkulasi (jantung),
kondisi pusat pernafasan dan hemoglobin sebagai pengikat oksigen.

Berikut ini dijelaskan lebih rinci mengenai anatomi dan fisiologi dari organ-organ
pernafasan

1. Hidung, merupakan saluran pernafasan teratas. Ditempat ini udara pernafasan mengalami
proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan dan pelembaban (humidifikasi). Ketiga proses
ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat,
bersilia dan bersel goblet. Bagian belakang hidung berhubungan dengan pharing disebut
nasopharing.

2. Pharing, berada di belakang mulut dan rongga nasal. Dibagi dalam tiga bagian yaitu
nasopharing, oropharing, dan laringopharing. Pharing merupakan saluran penghubung antara
saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Bila makanan masuk melalui oropharing, epiglotis
akan menutup secara otomatis sehingga aspirasi tidak terjadi.

3. Laring, berada di atas trakea di bawah pharing. Sering kali disebut sebagai kotak suara karena
udara yang melewati daerah itu akan membentuk bunyi. Laring ditunjang oleh tulang-tulang
rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang rawan tiroid (Adam Apple) yang khas pada
pria, namun kurang jelas pada wanita. Di bawahnya terdapat tulang rawan krikoid yang
berhubungan dengan trakea.

4. Trakea, terletak di bagian depan esophagus, dan mulai bagian bawah krikoid kartilago laring
dan berakhir setinggi vertebra torakal 4 atau 5. Trakea bercabang menjadi bronkus kanan dan
kiri. Tempat percabangannya disebut karina yang terdiri dari 6 – 10 cincin kartilago.

5. Bronkus, dimulai dari karina, dilapisi oleh silia yang berfungsi menangkap partikel-partikel dan
mendorong sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan melalui batuk atau ditelan. Bronkus
kanan lebih gemuk dan pendek serta lebih vertikal dibanding dengan bronkus kiri.
6. Bronkiolus, merupakan cabang dari bronkus yang dibagi ke dalam saluran-saluran kecil yaitu
bronkiolus terminal dan bronkiolus respirasi. Keduanya berdiameter ≤ 1 mm. Bronkiolus
terminalis dilapisi silia dan tidak terjadi difusi di tempat ini. Sebagian kecil hanya terjadi pada
bronkiolus respirasi.

7. Alveolus

Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan cabang dari bronkiolus respirasi.
Sakus alveolus mengandung alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai tempat
pertukaran gas. Diperkirakan paru-paru mengandung ± 300 juta alveolus (luas permukaan ±
100 m2) yang dikelilingi oleh kapiler darah.

Dinding alveolus menghasilkan surfaktan (terbuat dari lesitin) sejenis fosfolipid yang sangat
penting dalam mempertahankan ekspansi dan rekoil paru. Surfaktan ini berfungsi menurunkan
ketegangan permukaan dinding alveoli. Tanpa surfaktan yang adekuat maka alveolus akan
mengalami kolaps.

8. Paru-paru

Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus (dilapisi) oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura
viseral yang langsung membungkus/ melapisi paru dan pleura parietal pada bagian luarnya.
Pleura menghasilkan cairan jernih (serosa) yang berfungsi sebagai lubrikasi. Banyaknya cairan
ini lebih kurang 10 – 15 cc. Lubrikasi dimaksudkan untuk mencegah iritasi selama respirasi.
Peredaran darah ke paru-paru melalui dua pembuluh darah yaitu : arteri pulmonalis dan arteri
bronkialis.

(Pearce Evelyn C, 2000; 211)

B. Konsep Dasar Asma Bronkial


1. Definisi

Asma Bronchial adalah penyakit saluran nafas yang dapat pulih yang terjadi karena
spasme bronkus disebabkan oleh berbagai sebab misalnya allergen, infeksi dan latihan. (Hudak
& Gallo, 1997; 225)

Asma Bronkial adalah inflamasi dari plasma akut dari otot halus pada bronkus dan
bronkiolus dengan peningkatan produksi dan pelengketan mukus. (Susan Martin Tucker,et.al,
1998; 2215)

Asma Bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan (Soeparman, Sarwono Waspadji, 1999; 71)

Asma Bronkial adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh konstriksi yang dapat
pulih dari otot halus bronkial, hipersekresi mukosa, dan inflamasi mukosa serta edema. Faktor
pencetus termasuk alergen, masalah emosi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia, dan infeksi.
(Marilynn E. Doenges, 1999; 152)
Asma Bronkial adalah penyakit jalan nafas obstruksi intermitten, reversibel dimana
trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang
dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan
mengi. (Brunner and Suddarth, 2001; 593)

Asma Bronkial adalah penyakit kronik sistem pernafasan dengan ciri serangan berulang
kesulitan dalam bernafas, wheezing, dan batuk. Selama serangan saluran bronkus kejang,
menjadi lebih sempit dan kurang mampu untuk menggerakkan udara ke paru-paru. Bermacam-
macam benda yang dapat mengakibatkan alergi seperti bulu binatang, debu, polusi atau
makanan tertentu dapat memicu serangan. (Health Dictionary, 2007).

Asma Bronkial adalah penyakit kronis dengan serangan nafas pendek, wheezing dan
batuk dari konstriksi dan membran mukosa yang bengkak di dalam bronkus (jalan nafas dalam
paru-paru). Hal ini terutama disebabkan oleh alergi atau infeksi saluran pernafasan. Kedua
asap rokok dapat mengakibatkan asma pada anak. (Britannica Concise Encyclopedia, 2007).

Asma Bronkial adalah gangguan pernafasan ditandai dengan serangan berulang


kesulitan bernafas terutama saat menghembuskan nafas oleh karena peningkatan ketahanan
aliran udara melalui pernafasan bronkeolus. (Sports Science and Medicine, 2007).

Asma Bronkial adalah penyakit kronis system pernafasan di tandai dengan serangan
berkala dari wheezing, nafas pendek dan rasa sesak di dada. (Columbia Encyclopedia, 2007).

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Asma Bronchial adalah
penyempitan sebagian dari otot halus pada bronkus dan bronkiolus yang bersifat reversibel dan
disebabkan oleh berbagai penyebab seperti alergen, infeksi dan latihan.

2. Etiologi

Faktor-faktor penyebab dan pemicu asma antara lain debu rumah dengan tungaunya,
bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain. Beberapa makanan penyebab
alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, buah-buahan, kacang juga dianggap berperanan
penyebab asma. Polusi lingkungan berupa peningkatan penetrasi ozone, sulfur dioksida (SO2),
nitrogen oksid (NOX), partikel buangan diesel, partikel asal polusi (PM10) dihasilkan oleh
industri dan kendaraan bermotor. Makanan produk industri dengan pewarna buatan (misalnya
tartazine), pengawet (metabisulfit), dan vetsin (monosodium glutamat-MSG) juga bisa memicu
asma. Kondisi lain yang dapat memicu timbulnya asma adalah aktifitas, penyakit infeksi, emosi
atau stres. (Pdpersi, 2007)

3. Patofisiologi

Pada penyakit asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan misalnya
stres, udara dingin, latihan dan faktor-faktor lain. Serangan asma merupakan akibat adanya
reaksi antigen antibodi yang menyebabkan dilepaskannya mediator-mediator kimia. Antibodi
yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi yang menyebabkan pelepasan produk sel-sel
mast (mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dan substansi
yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan nafas yang menyebabkan tiga reaksi utama yaitu:

a. Konstriksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar maupun saluran nafas yang kecil
yang menimbulkan bronkospasme.

b. Peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang
menambah sempitnya saluran nafas lebih lanjut.

c. Peningkatan sekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus.

4. Klasifikasi

Jenis-jenis asma terdiri atas 3 macam, yaitu :

a. Asma Alergik / Ekstrinsik

Asma ini disebabkan oleh alergen (misal : serbuk sari, binatang, amarah, makanan dan
jamur), kebanyakan alergen terdapat di udara dan musiman.

Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan
riwayat medis masa lalu ekzema atau rhinitis alergik.

b. Asma Idiopatik / Non alergik

Asma ini tidak berhubungan dengan alergi spesifik. Serangan asma ini dicetuskan oleh
beberapa faktor common cold, infeksi traktus, respiratorius, latihan, emosi. Beberapa agen
farmakologi seperti aspirin dan agen anti inflamasi non steroid lain, pewarna rambut, antagonis
beta–adrenergik dan agen sulfit (pengawet makanan) juga mungkin menjadi faktor.

Serangan asma idiopatik/ non alergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan
berlakunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis akut dan emfisema.

c. Asma Gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dan bentuk alergi
maupun bentuk idiopatik atau non alergik. (Brunner and Suddarth, 2001; 534)

5. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul pada asma, antara lain :

a. Sukar bernafas yang timbul intermitten.


b. Terdengar “wheezing” pada waktu ekspirasi.

c. Batuk dengan sputum yang kental.

d. Ekspirasi memanjang dengan hiperinflasi nada.

e. Pernafasan cuping hidung.

f. Sianosis pada permukaan kuku.

(Susan Martin Tucker, et.al, 1998; 2257)

6. Komplikasi

Adapun komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit asma yaitu :

a. Atelektasis.

b. Emfisema dengan hiperinflasi kronis.

c. Pneumothoraks.

d. Gagal pernafasan yang memerlukan bantuan mekanis.

e. Bronkhitis.

f. Aspergilosis bronkopulmoner alergik.

g. Fraktur iga.

(Soeparman, dkk, 1999; 34)

7. Pemeriksaan Diagnosis

a. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

- Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.

- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.

- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

2) Pemeriksaan darah
- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.

- Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan


terdapatnya suatu infeksi.

Pencetusnya allergen, olahraga, cuaca, emosi (imun respon menjadi aktif, Pelepasan mediator
humoral), histamine, SRS-A, serotonin, kinin, bronkospasme, Edema mukosa, sekresi
meningkat,inflamasi (penghambat kortikosteroid)

- Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan
menurun pada waktu bebas dari serangan.

b. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:

1) Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.

2) Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan semakin
bertambah.

3) Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru

4) Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

5) Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat


dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

c. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

d. Elektrokardiografi

Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3


bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

1) Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise
rotation.

2) Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle branch
block).

3) Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
e. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

f. Spirometri

Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari
20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

(Dudut Tanjung., Skp, 2007)

8. Penatalaksanaan

Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :

a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera.

b. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma

c. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai penyakit asma,


baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti
tujuan pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang
merawatnya.

Pengobatan pada asma bronkial terbagi 2, yaitu:

a. Pengobatan non farmakologik:

- Memberikan penyuluhan.

- Menghindari faktor pencetus.

- Pemberian cairan.

- Fisiotherapy.

- Beri O2 bila perlu.

b. Pengobatan farmakologik :

1) Bronkodilator : obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan :

a) Simpatomimetik/ adrenergik (Adrenalin dan efedrin)


Nama obat :

- Orsiprenalin (Alupent)

- Fenoterol (berotec)

- Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose inhaler). Ada juga yang berbentuk
bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan
broncodilator (Alupent, Berotec, brivasma serta Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus) untuk selanjutnya dihirup.

2) Santin (teofilin)

Nama obat :

- Aminofilin (Amicam supp)

- Aminofilin (Euphilin Retard)

- Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda.
Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.

Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah.Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita
yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga
dalam bentuk suppositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau
lambungnya kering).

3) Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya
adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersama-
sama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

4) Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan
dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

(Dudut Tanjung., Skp, 2007)


C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Asma Bronkial
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik
keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan
ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/
keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang sequensial dan berhubungan :
pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Nursalam, 2001; 2).

Proses keperawatan adalah satu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memungkinkan
seorang perawat untuk mengorganisir dan memberikan asuhan keperawatan. Proses
keperawatan merupakan suatu elemen dari pemikiran Kritis yang memperbolehkan perawat
untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan yang didasarkan atas pertimbangan. Suatu
proses adalah satu rangkaian dari langkah-langkah atau komponen-komponen petunjuk /
penentu untuk mencapai tujuan. Tiga karakteristik dari suatu proses adalah Purpose,
Organization dan Creativity ( Bevis,1978). “Purpose” adalah tujuan atau maksud yang spesifik
dari proses. Proses keperawatan digunakan untuk mendiagnosa dan merawat respon manusia
pada kondisi sehat dan sakit. (American Nurses Association,1980). “Organization” adalah
tahapan atau langkah-langkah atau komponen-komponen yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan. Proses keperawatan mengandung 5 langkah : Pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. “Creativity” adalah pengembangan lanjut dari proses
itu. Proses keperawatan dinamis dan berlanjut terus menerus. ( Potter Perry, 1997 : 103 )

Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek
pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini,
profesi keperawatan telah mengidentifikasikan proses pemecahan masalah yang
menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang
paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah.

(Doenges, 1999 ; dikutip dari Shore,1998).

Dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat beberapa langkah yang harus


ditempuh. Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian
Merupakan tahapan awal dari proses keperawatan yang merupakan dasar dari kegiatan
selanjutnya, yang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sistematis dalam
mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan klien sesuai
dengan masalah yang ada.

Tahap pengkajian adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan wawancara,


observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta mempelajari cacatan lain tentang
status kesehatan klien.

Dalam tahap ini akan dikumpulkan identitas klien, riwayat kesehatan, riwayat kesehatan
keluarga, riwayat psikososial, pola-pola fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.

Riwayat kesehatan meliputi riwayat penyakit dahulu yang terdiri dari riwayat masuk
rumah sakit, penyakit yang diderita, riwayat alergi dan obat-obatan yang sering digunakan.
Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama dari klien seperti sesak, batuk, demam,
nyeri abdomen, berkeringat serta sejak kapan gejala-gejala tersebut timbul.

Riwayat keluarga meliputi penyakit yang pernah diderita anggota keluarga yang
mungkin ada hubungannya dengan kondisi klien, riwayat penyakit keturunan seperti asma, DM,
penyakit jantung dan genogram keluarga klien.

Riwayat psikososial menyatakan tingkat perasaan/ emosi klien dan keberadaan klien
dalam keluarga.

Pada pola-pola fungsi kesehatan meliputi keadaan nutrisi seperti adanya alergi terhadap
makanan, berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan, apakah ada muntah, mual dan nyeri
abdomen. Pola eliminasi seperti kesulitan miksi dan frekuensinya. Pola tidur yang meliputi
lamanya tidur, apakah susah tidur akibat sesak. Pola aktifitas seperti sesak waktu beraktifitas.

Data dasar yang biasanya didapat pada pasien asma bronkial adalah :

a. Aktivitas/ Istirahat

Gejala : Keletihan, kelelahan, malaise

Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernafas.

Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.

Dispnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktifitas atau latihan.

Tanda : Keletihan

Gelisah, insomnia

Kelemahan umum / kehilangan massa otot.

b. Sirkulasi

Gejala : Pembengkakan pada ekstremitas bawah

Tanda : Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/ takikardia berat, distrimia, distensi vena leher
(penyakit berat).

Edema dependen, bunyi jantung redup.

Warna kulit/membran mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis, kuku tabuh dan sianosis perifer.

Pucat dapat menunjukkan anemia.

c. Integritas Ego

Gejala : Peningkatan faktor resiko, perubahan pola hidup

Tanda : Ansietas, ketakutan, peka rangsang

d. Makanan / Cairan
Gejala : Mual / Muntah

Nafsu makan buruk

Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernafasan

Tanda : Turgor kulit buruk

Edema dependen

Berkeringat

Penurunan berat badan, penurunan massa otot / lemak subkutan

e. Hygiene

Gejala : Penurunan kemampuan/ peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktivitas sehari-hari

Tanda : Kebersihan buruk, bau badan

f. Pernafasan

Gejala : Nafas pendek khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas, rasa dada
tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas

Lapar udara kronis

Batuk menetap dengan produksi sputum

Tanda : Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang

Penggunaan otot bantu pernafasan misal : meninggikan bahu, retraksi fosa supraklavikula,
melebarkan hidung

Dada : terlihat hiperinflasi dengan peningkatan diameter AP, gerakan diafragma minimal

Bunyi nafas : mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi
berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas

Perkusi : bunyi pekak pada paru

g. Keamanan

Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitif terhadap zat/ faktor lingkungan

Adanya/ berulangnya infeksi, kemerahan / berkeringat

h. Seksualitas

Gejala : Penurunan libido

i. Interaksi Sosial
Gejala : Hubungan ketergantungan

Kurang sistem pendukung

Kegagalan dukungan dari / terhadap pasangan / orang terdekat

Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik

Tanda : Ketidakmampuan untuk membuat/mempertahankan suara karena distres pernafasan

Keterbatasan mobilitas fisik

Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain

j. Penyuluhan / Pembelajaran

Gejala : Penggunaan/ penyalahgunaan obat pernafasan

Kesulitan menghentikan merokok

Penggunaan alkohol secara teratur

Kegagalan untuk membaik

(Marilynn E. Doenges, 1999; 152-155)

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status
kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok di mana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Carpenito, 2000; 53).

Tujuan diagnosa keperawatan adalah untuk mengidentifikasi :

a. Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit.

b. Faktor-faktor yang menunjang atau menyebabkan suatu masalah.

c. Kemampuan klien untuk mencegah atau menyelesaikan masalah.

Langkah-langkah dalam diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi :

a. Klasifikasi dan analisa data

b. Interpretasi data

c. Validasi data

d. Perumusan diagnosa keperawatan

(Nursalam, 2001; 36)


Diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi 5 kategori : aktual, resiko,
kemungkinan, keperawatan wellnes, keperawatan sindrom. (Carpenito, 2000; 55)

Diagnosa yang mungkin timbul pada asma bronkial adalah :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi
sekret, penurunan energi/ kelemahan.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan
napas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, anorexia, mual/
muntah.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama dan
imunitas.

e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan kurang informasi.

(Marilynn E. Doengoes, 1999; 156-163)

3. Perencanaan
Perencanaan merupakan pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi,
mengoreksi, masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. Tahap ini
dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi.

Ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam langkah-langkah penyusunan


perencanaan yaitu : menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana
tindakan dan dokumentasi. (Nursalam, 2001; 41)

Untuk menentukan prioritas ada dua hirarki yang dapat digunakan yaitu :

a. Hirarki “Maslow”, membagi kebutuhan dalam lima tahap yaitu : kebutuhan fisiologis, rasa
aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualisasi.

1. Kebutuhan fisiologis (physiological need) yang merupakan kebutuhan pokok utama.

Misalnya : udara segar O2, air (H2O), cairan elektrolit, makan dan seks.

2. Kebutuhan akan rasa aman (safety need)

Misalnya : rasa aman terhindar dari penyakit, gangguan pencurian, perlindungan hukum.

3. Kebutuhan mencintai dan dicintai (love need)

Misalnya : mendambakan kasih sayang, ingin dicintai/diterima oleh kelompok.

4. Kebutuhan harga diri (esteem need)

Misalnya : ingin dihargai/ menghargai : adanya respek dari orang lain, toleransi dalam hidup
berdampingan.
5. Kebutuhan aktualisasi diri (elf actualization needs)

Misalnya : ingin diakui/ dipuja, ingin berhasil, ingin lebih menonjol lebih dari orang lain.

b. Hiraki “Kalish”, menjelaskan kebutuhan Maslow lebih mendalam dengan membagi kebutuhan
fisiologi menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup dan stimulasi (Nursalam, 2001; 42).

Setelah penyusunan prioritas perencanaan diatas maka langkah selanjutnya adalah


penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana tindakan dari diagnosa keperawatan yang
muncul pada asma bronkial adalah sebagai berikut :

a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi
sekret, penurunan energi/kelemahan.

ujuan : Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi bersih / jelas.

riteria Hasil : Menunjukan perilaku perbaikan bersihan jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan
sekret.

Intervensi:

Mandiri

1) Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya : mengi, ronki.

R : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat / tidak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.

2) Kaji / pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi / ekspirasi.

R : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama stres.

3) Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya : debu, asap yang berhubungan dengan
kondisi individu.

R : Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut.

4) Dorong / bantu latihan nafas abdomen atau bibir.

R : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan
jebakan udara.

5) Observasi karakteristik batuk misal : menetap, batuk pendek dan basah.

R : Batuk dapat menetap tapi tidak efektif terutama pada lansia, sakit akut atau kelemahan.

Kolaborasi :

6) Berikan obat sesuai indikasi.


a) Bronkodilator misal : adrenalin dan profentil.

R : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan produksi mukus dan
mengi.

b) Xantin misal : aminopillin, okstripillin dan teofilin.

R : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan langsung siklus AMP.

7) Berikan humidifikasi tambahan misal : nebulizer ultranik

R : Kelembaban menurunkan sekret dan mempermudah pengeluaran.

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan
nafas oleh sekret, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.

ujuan : Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal dan bebas gejala distres pernafasan.

riteria Hasil : Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam meningkatkan kemampuan / situasi.

Intervensi :

Mandiri

1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan penggunaan otot aksesori.

R : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan.

2) Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.

R : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi.

3) Kaji / awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa.

R : Sianosis mungkin perifer (pada kuku) atau sentral (bibir / daun telinga).

4) Dorong mengeluarkan sputum.

R : Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan
nafas kecil.

Kolaborasi :

5) Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi.

R : dapat memperbaiki / mencegah memburuknya hipoksia.

6) Berikan penekan SSP misal : sedatif atau narkotik dengan hati-hati.

R : digunakan untuk mengontrol ansietas / gelisah yang meningkatkan konsumsi oksigen.


c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, anoreksia, mual
/ muntah.

ujuan : Menunjukan peningkatan BB menuju tujuan yang tepat.

riteria Hasil : Menunjukan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / atau mempertahankan
berat yang tepat.

Intervensi :

Mandiri

1) Kaji kebiasaan diet, masukkan makanan saat ini.

R : pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum.

2) Auskultasi bunyi usus.

R : Penurunan bising usus menunjukkan penurunan motilitas gaster.

3) Berikan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.

R : Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan
dapat membuat mual dan muntah.

4) Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

R : Dapat menghasilkan distensi abdomen yang mengganggu nafas abdomen.

5) Timbang berat badan sesuai indikasi.

R : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.

Kolaborasi

6) Konsultasi ahli gizi / nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di cerna.

R : metode makanan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi / kebutuhan individu.

7) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.

R : menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan dan meningkatkan masukan.

d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama dan
imunitas.
ujuan : Menyatakan pemahaman penyebab / faktor resiko individu.

riteria hasil : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan resiko infeksi. Menunjukan tekhnik,
perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.

Intervensi:

Mandiri

1) Observasi suhu tubuh klien.

R : demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.

2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif dan masukan cairan adekuat.

R : Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko infeksi
paru.

3) Observasi warna, karakter dan bau sputum.

R : sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.

4) Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan tisu dan sputum.

R : Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.

Kolaborasi

5) Dapatkan spesimen batuk atau penghisapan sputum pewarnaan kuman gram negatif.

R : dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap anti mikrobial.

6) Berikan anti mikrobial sesuai indikasi.

R : Dapat diberikan untuk organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.

e. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan berhubungan dengan kurang informasi.

ujuan : Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.

riteria Hasil : Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan
dengan faktor penyebab.

Intervensi :

Mandiri

1) Jelaskan proses penyakit individu, dorong pasien dan keluarga untuk bertanya.
R : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.

2) Instruksikan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.

R : nafas abdominal menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas
kecil.

3) Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang diinginkan.

R : Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan efek
samping merugikan.

4) Diskusikan faktor individu yang meningkatkan kondisi.

R : faktor lingkungan dapat menimbulkan / meningkatkan iritasi bronkial dan menimbulkan


peningkatan produksi sekret dan hambatan jalan nafas.

5) Tekankan pentingnya perawatan oral / kebersihan gigi.

R : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut dimana dapat menimbulkan infeksi saluran nafas
atas.

(Marilynn E Doengoes, 1999; 156)

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan perawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. (Iyer, et.al, 1996; dikutip dari Nursalam, 2001; 53)

Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh karena itu pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai
skala sangat urgen, urgen dan tidak urgen (non urgen).

Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu: persiapan, perencanaan
dan pendokumentasian. (Griffith, 1986; dikutip dari Nursalam, 2001; 53).

a. Fase Persiapan meliputi :

1) Review antisipasi tindakan keperawatan

2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan

3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul

4) Persiapan alat (resources)

5) Persiapan lingkungan yang kondusif

6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik


b. Fase Intervensi terdiri atas :

1) Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau
tim kesehatan lainnya.

2) Interdependen : tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan kesehatan lainnya (gizi,
dokter, laboratorium dan lain-lain).

3) Dependen : berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis
dilakukan.

c. Fase Dokumentasi

Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan.

Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan Asma Bronkial,
perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi,
konselor dan pencatat/ penghimpun data.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan sebagai alat untuk
menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung terus menerus yang
diarahkan pada pencapaian tujuan yang diinginkan.

Ada empat yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu :

a. Masalah teratasi seluruhnya.

b. Masalah teratasi sebagian.

c. Masalah tidak teratasi.

d. Timbul masalah baru.

Evaluasi adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status
kesehatan klien. (Griffith, et. al, 1986; dikutip dari Nursalam, 2001; 71).

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil
dicapai. (Ignatavicius dan Bayne, 1994; dikutip dari Nursalam, 2001; 71).

Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan umpan balik rencana keperawatan, nilai serta
meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan melalui standar yang telah
ditentukan sebelumnya.

Dalam hal ini penilaian yang diharapkan pada klien dengan gangguan sistem pernafasan Asma
Bronkial adalah:

a. Jalan nafas bersih.


b. Pertukaran gas berjalan dengan baik atau normal.

c. Nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan tubuh.

d. Infeksi tidak terjadi atau dapat dicegah.

e. Pengetahuan klien dan keluarga tentang kondisi penyakitnya bertambah.

(Marilynn E. Doengoes, 1999; 155)


Diposkan oleh David Yusuf di 20:14

Asuhan Keperawatan Asma Bronkial ( Askep )


FOREDI UNTUK TAHAN LAMA SEX REKOMENDASI PERUT KEMPES DALAM 3 HARI!
BOYKE!

PENGISI ATM FULL OTOMATIS JADILAH JUTAWAN BARU DARI BISNIS TIKET
PESAWAT

MODAL 50.000 HASIL 1-2JT/HR. KHUSUS PEMULA FOREDI UNTUK TAHAN LAMA SEX REKOM BOYKE,
BPOM.

CARA PEMULA DAPAT UANG DARI INTERNET LOWONGAN KERJA ONLINE 2012

INVESTASI 95 RIBU HASIL 30 JUTA/BULAN, MAU ? TAMBAH UKURAN VITAL METODE ARAB SUDAN

FOREDI ATASI EJAKULASI DINI BIKIN ISTRI MAU GAJI 20 JUTA ? KERJA 2 JAM MODAL CUMA
KETAGIHAN! 95RIBU

GASA REKOMENDASI BOYKE UNTUK EREKSI LEBIH FOREDI UNTUK TAHAN LAMA SEX REKOMENDASI
KENCENG! BOYKE!

KumpulBlogger.com

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

Asma Bronkhial

1. Definisi Asma
Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-saluran kecil yang
mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah penyakit inflamasi (peradangan).
Saluran napas penyandang asma biasanya menjadi merah dan meradang. Asma sangat terkait dengan
alergi. Alergi dapat memperparah asma. Namun demikian, tidak semua penyandang asma mempunyai
alergi, dan tidak semua orang yang mempunyai alergi menyandang asma (Bull & Price, 2007).

Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit bernapas. Terjadi
beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu dinding saluran napas membengkak;
adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang rusak menutupi sebagian saluran napas; hidung mengalami
iritasi dan mungkin menjadi tersumbat; dan otot-otot saluran napas mengencang tetapi semuanya
dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi yang tepat. Selama terjadi serangan asma, perubahan
dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran
udara yang melaluinya sangat jauh berkurang sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Bull & Price,
2007).

2. Klasifikasi Asma

Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan bronkokonstriksi,
beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti yang dianut banyak dokter ahli
pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:

a) Asma Ekstrinsik

Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena reaksi alergi
penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap
mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah “kelemahan keturunan”. Setiap orang dari lahir
memiliki sistem imunitas alami yang melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini
bekerja dengan memproduksi antibodi.

Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini akan menghimpun
antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang penyerang. Dalam proses mempertahankan
diri ini, gejala-gejala permukaan yang mudah tampak adalah naiknya temperatur tubuh, demam,
perubahan warna kulit hingga timbul bercak-bercak, jaringan-jaringan tertentu memproduksi lendir, dan
sebagainya (Hadibroto & Alam, 2006).

b) Asma Intrinsik

Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma jenis ini disebabkan
oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca, kelembapan dan suhu tubuh. Asma intrinsik
biasanya berhubungan dengan menurunnya kondisi ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang
memiliki riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan radang paru-paru
(pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga mudah terkena asma intrinsik. Penderita
asma jenis ini kebanyakan berusia di atas 30 tahun (Hadibroto & Alam, 2006).

Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang kompleks, sehingga
tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas, golongan asma yang diderita seseorang.
Sering indikasi asma ekstrinsik dan intrinsik bersama-sama dideteksi ada pada satu orang.

Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis ekstrinsik) yang kronis, pada saat
menangani terjadinya serangan, dokter akan sering mendiagnosa hadirnya faktor-faktor kecemasan dan
rasa panik. Keduanya adalah emosi yang sifatnya naluriah pada saat seseorang harus berjuang agar bisa
bernapas. Selanjutnya rasa cemas dan panik ini meneruskan lingkaran setan dan memperparah gejala
serangan. Juga akan tercatat, bahwa bahan-bahan iritan (pengganggu) dari luar seperti asap rokok
dan hairspray akan memperparah kondisi penderita. Kesimpulannya adalah, dari asal asma bronkial
(termasuk asma ekstrinsik) akan terlihat juga hadirnya faktor asma intrinsik.

Demikian pula, seseorang yang punya sejarah bronkitis di masa kanak-kanak sering tumbuh menjadi
orang dewasa yang cenderung menderita asma yang alergik, sebagai akibat kelemahan bawaan dari
masa kanak-kanaknya (Hadibroto & Alam, 2006).

Klasifikasi tingkat penyakit asma dapat dibagi berdasarkan frekuensi kemunculan gejala (Hadibroto
& Alam, 2006).

1. Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam seminggu dan gejala
asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru
masih baik.

2. Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan serangannya sampai
mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini
membuat faal paru realatif menurun.

3. Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah mengganggu aktivitas, serta
terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih
dari 1 kali dalam seminggu. Faal paru menurun.

4. Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi. Gejala asma malam
terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat menurun.

Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto & Alam, 2006):
1. Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun berdahak, gangguan tidur
malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi)
kurang dari 80%.

2. Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring, batuk kering/berdahak,
aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.

3. Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan kalimat terputus-putus, tidak
bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar dapat bernapas, APE kurang dari 50%.

3. Etiologi

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma (Hadibroto &
Alam, 2006):

1. Pemicu (trigger) yang mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan


(bronkokonstriksi). Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi termasuk stimulus sehari-
hari seperti perubahan cuaca dan suhu udara dimana cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin
sering mempengaruhi asma. Atmosfer yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya
serangan asma. Serangan asma kadang-kadang berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan,
musim kemarau, musim bunga (serbuk sari beterbangan). Selain itu polusi udara dari luar dan dalam
ruang serta asap rokok yang terhirup oleh penderita asma dapat juga memicu terjadinya serangan asma.
Ditambah lagi penderita asma yang memiliki riwayat infeksi saluran pernapasan misalnya sinusitis dapat
mengakibatkan eksaserbasi serangan asma. Penderita asma harus menjaga kestabilitas dari
emosi/stresnya, karena gangguan emosi/stres dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga
dapat memperberat serangan asma yang sudah ada. Selain itu, jangan berolahraga secara berlebihan.
Bagi beberapa orang, jenis olahraga tertentu dapat menyebabkan udara terperangkap di dalam saluran
napas dan membuat sulit bernapas. Kadang-kadang olahraga dapat menyebabkan serangan asma (Bull
& Price, 2007).

2. Penyebab (inducer) yang mengakibatkan peradangan (inflammation) pada saluran pernapasan.


Umumnya penyebab (inducer) asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan dimana alergen
masuk ke tubuh melalui mulut (dimakan/diminum) terutama makanan dan obat-obatan. Selain itu, bisa
juga dalam bentuk inhalan yaitu alergen yang masuk ke tubuh melalui hidung atau mulut. Jenis alergen
inhalan yang utama adalah tepung sari (serbuk) bunga, tanaman, pohon, tungau, serpihan dan kotoran
binatang, serta jamur. Bentuk lainnya yaitu kontak langsung dengan kulit seperti memakai perhiasan,
logam dan jam tangan.

Beberapa faktor orang memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menyandang asma
dibandingkan orang lain (Bull & Price, 2007), di antaranya memiliki riwayat asma atau alergi lainnya
dalam keluarga (keturunan) karena asma dapat diwariskan-diturunkan dari satu anggota keluarga ke
anggota keluarga berikutnya. Beberapa faktor genetik (keturunan) dapat mempengaruhi perkembangan
asma. Jika salah satu orangtua menyandang asma, peluang berkembangnya asma pada anak-anaknya
sekitar dua kali dibandingkan anak-anak yang orangtuanya tidak menyandang asma. Merokok ketika
hamil dimana asap rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum
dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur seperti meningkatkan
risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini. Baik perokok aktif maupun pasif semasa kanak-
kanan. Selain itu pilek atau infeksi virus dan terpapar iritan di tempat kerja juga dapat mengakibatkan
peradangan (inflammation) pada saluran pernapasan yang berakibat pada terjadinya serangan asma
(Ayres, 2003).

Aspek-aspek potensi risiko kemunculan penyakit asma (Widjadja, 2009), antara lain aspek genetik,
kemungkinan alergi dan saluran napas yang memang mudah terserang.

4. Patofisiologi

Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan bronkokonstriksi,
beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar yakni asma ekstriksi dan asma intrinsik (Hadibroto
& Alam, 2006). Berdasarkan klasifikasi tersebut akan dijabarkan masing-masing dari patofisiologinya.

a) Asma Ekstrinsik

Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa bronkus yang
mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir putih yang tebal. Mekanisme
terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik, tetapi sangat rumit. Penderita yang telah disensitisasi
terhadap satu bentuk alergen yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup itu.
Antibodi ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast pada
mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain daripada basofil yang kita kenal pada hitung jenis leukosit.
Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel mast menangkap satu molekul alergen, sel mast
tersebut akan memisahkan diri dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus.
Salah satu contoh yaitu histamin, contoh lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast juga
terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2 dirangsang dengan obat anti
asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan histamin akan terhalang.

Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil. Adanya eosinofil dalam
sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu fungsi eosinofil di dalam sputum tidak diketahui,
tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-butir granula eosinofil terdapat enzim yang
menghancurkan histamin dan prostaglandin. Jadi eosinofil memberikan perlindungan terhadap serangan
asma. Dengan demikian jelas bahwa kadar IgE akan meninggi dalam darah tepi (Herdinsibuae dkk,
2005).
b) Asma Intrinsik

Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin mula-mula akibat
kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut nervus vagus yang akan merangsang
bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan menimbulkan batuk dan sekresi lendir melalui satu refleks.
Serabut-serabut vagus, demikian hipersensitifnya sehingga langsung menimbulkan refleks konstriksi
bronkus. Atropin bahan yang menghambat vagus, sering dapat menolong kasus-kasus seperti ini. Selain
itu lendir yang sangat lengket akan disekresikan sehingga pada kasus-kasus berat dapat menimbulkan
sumbatan saluran napas yang hampir total, sehingga berakibat timbulnya status asmatikus, kegagalan
pernapasan dan akhirnya kematian. Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi
saluran pernapasan oleh flu (common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri seperti hemophilus
influenzae. Polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap, serta udara dingin juga berperan, dengan
demikian merokok juga sangat merugikan (Herdinsibuae dkk, 2005).

5. Sel Inflamasi

Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologi asma terutama adalah sel mast, limfosit, dan
eosinofil.

a) Sel mast

Sel ini sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena ia dapat melepaskan berbagai
mediator inflamasi, baik yang sudah tersimpan atau baru disintesis, yang bertanggung-jawab terhadap
beberapa tanda asma dan alergi. Berbagai mediator tersebut antara lain adalah histamine (yang
disintesis dan disimpan di dalam granul sel dan dilepas secara cepat ketika sel mast teraktivasi),
prostaglandin PGD2 dan leukotrien LTC4 (yang baru disintesis setelah ada aktivasi), dan sitokin (yang
disintesis dalam waktu yang lebih lambat dan berperan dalam reaksi fase lambat). Sel mast diaktivasi
oleh alergen melalui ikatan suatu alergen dengan IgE yang telah melekat pada reseptornya (Fcereceptor)
di permukaan sel mast. Adanya ikatan cross-linking antara alergen dengan IgE tersebut memicu
serangkaian biokimia didalam Sel yang kemudian menyebabkan terjadinya degranulasi sel mast.
Degranulasi adalah peristiwa pecahnya sel mast yang menyebabkan pelepasan berbagai mediator
inflamasi.

Sel mast terdapat pada lapisan epithelial saluran nafas, dan karenanya dapat berespon terhadap
allergen yang terhirup. Terdapatnya peningkatan jumlah sel mast pada cairan bronkoalveolar pasien
asma mengindasikan bahwa sel ini terlibat dalam patofisiologi asma. Selain itu, pada pasien asma yang
dijumpai penigkatan kadar histamine dan triptase pada cairan bronkoalveolarnya, yang diduga kuat
berasal dari sel mast yang terdegranulasi. Beberapa obat telah dikembangkan untuk menstabilkan sel
mast agar tidak mudah terdegranulasi. Peran sel mast pada reaksi alergi fase lambat masih belum
diketahui secara pasti. Namun,sel mast juga mengandung faktor kemotatik yang dapat menarik eosinofil
dan neutrofil ke saluran nafas.

b) Limfosit

Peran limfosit dalam asma semakin banyak mendapat dukungan fakta, antara lain dengan
terdapatnya produk-produk limfosit yaitu sitokin pada biopsy bronchial pasien asma. Selain itu, sel-sel
limfosit juga dijumpai pada cairan bronkoalveolar pasien asma pada reaksi fase lambat. Limfosit sendiri
terdiri dari dua tipe yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T masih terbagi lagi menjadi dua subtipe yaitu
Th1 dan Th2 (T helper 1 dan T helper 2). Sel Th2 memproduksi berbagai sitokin yang berperan dalam
reaksi inflamasi sehingga disebut sitokin prainflamasi, seperti IL-3, IL-4, IL-6, IL-9, dan IL-13. Sitokin-
sitokin ini nampaknya berfungsi dalam pertahanan tubuh terhadap pathogen ekstrasel. IL-4 dan IL-13
misalnya, dia bekerja mengaktivasi sel limfosit B untuk memproduksi IgE, yang nantinya akan
menempel pada sel-sel inflamasi sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator inflamasi.

c) Eosinofil

Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa eosinofil berkontribusi terhadap patofisiologi penyakit
alergi pada saluran nafas. Dijumpai adanya kaitan yang erat antara keparahan asma dengan keberadaan
eosinofil di saluran nafas yang terinflamasi, sehiingga inflamasi pada asma atau alergi sering disebut
juga inflamasi eosinofilia. Eosinofil mengandung berbagai protein granul seperti: major inflamasi
eosinifilia (MBP), eosinophil peroxidase(EPO), dan eosinophil cationic probasic protein (ECP), yang dapat
menyebabkan kerusakan epitelium saluran nafas, menyebabkan hiperresponsivitas bronkus, sekresi
mediatorbdari sel mast dan basofil, serta secara langsung menyebabkan kontraksi otot polos saluran
nafas (Bussed an Reed, 1993). Selain itu, beberapa produk eosinofil seperti LCT4, PAF, dan metabolit
oksigen toksik dapat menambah keparahn asma.

6. Manifestasi Klinis

a) Tanda

Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan ditemukan tanda-
tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma memiliki sifat-sifat sebagai berikut,
yaitu sifatnya unik untuk setiap individu, pada individu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa
sama, hampir sama, atau sama sekali berbeda pada setiap episode serangan dan tanda peringatan awal
yang paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi penggunaan “Preak Flow Meter”.

Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah perubahan dalam pola
pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati (moodiness), hidung mampat, batuk, gatal-gatal
pada tenggorokan, merasa capai, lingkaran hitam dibawah mata, susah tidur, turunnya toleransi tubuh
terhadap kegiatan olahraga dan kecenderungan penurunan prestasi dalam penggunaan Preak Flow
Meter.

b) Gejala

(1) Gejala Asma Umum

Perubahan saluran napas yang terjadi pada asma menyebabkan dibutuhkannya usaha yang jauh
lebih keras untuk memasukkan dan mengeluarkan udara dari paru-paru. Hal tersebut dapat
memunculkan gejala berupa sesak napas/sulit bernapas, sesak dada, mengi/napas berbunyi (wheezing)
dan batuk (lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa).

Tidak semua orang akan mengalami gejala-gelaja tersebut. Beberapa orang dapat mengalaminya
dari waktu ke waktu, dan beberapa orang lainya selalu mengalaminya sepanjang hidupnya. Gelaja asma
seringkali memburuk pada malam hari atau setelah mengalami kontak dengan pemicu asma (Bull &
Price, 2007). Selain itu, angka performa penggunaan Preak Flow Meter menunjukkan rating yang
termasuk “hati-hati” atau “bahaya” (biasanya antara 50% sampai 80% dari penunjuk performa terbaik
individu) (Hadibroto & Alam, 2006).

(2) Gejala Asma Berat

Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu serangan batuk yang
hebat, napas berat “ngik-ngik”, tersengal-sengal, sesak dada, susah bicara dan berkonsentrasi, jalan
sedikit menyebabkan napas tersengal-sengal, napas menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding
biasanya, pundak membungkuk, lubang hidung mengembang dengan setiap tarikan napas, daerah leher
dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak ke dalam, bersama tarikan napas, bayangan abu-abu
atau membiru pada kulit, bermula dari daerah sekitar mulut (sianosis), serta angka performa
penggunaan Preak Flow Meter dalam wilayah berbahaya (biasanya di bawah 50% dari performa terbaik
individu).

7. Komplikasi Asma

Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat-laun akan berakibat pada terjadinya
komplikasi (Mansjoer, 2008) dimana dapat menyebabkan beberapa penyakit sebagai berikut yaitu,
terjadinya pneumotorak, pneumomediastinum, emfisema subkutis, aspergilosis, atelektasis, gagal
napas, bronkitis, fraktur iga, dan bronkopulmonar alergik.

8. Pemeriksaan Diagnostik

a) Pemeriksaan Laboratorium

(1) Pemeriksaan Sputum


Adanya badan kreola adalah karakteristik untuk serangan asma yang berat, karena hanya reaksi
yang hebat saja yang menyebabkan transudasi dari edema mukosa, sehingga terlepaslah sekelompok
sel-sel epitel dari perlekatannya. Pewarnaan gram penting untuk melibat adanya bakteri, cara tersebut
kemudian diikuti kultur dan uji resistensi terhadap beberapa antibiotik (Muttaqin, 2008).

(2) Pemeriksaan Darah (Analisa Gas Darah/AGD/astrub)

(a) Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau
asidosis.

(b) Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

(c) Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya
suatu infeksi.

(3) Sel Eosinofil

Sel eosinofil pada klien dengan status asmatikus dapat mencapai 1000-1500/mm3 baik asma
intrinsik ataupun ekstrinsik, sedangkan hitung sel eosinofil normal antara 100-200/mm3. Perbaikan
fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat
(Muttaqin, 2008).

b) Pemeriksaan Penunjang

(1) Pemeriksaan Radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan
gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga
intercostalis, serta diafragma yang menurun.

(2) Pemeriksaan Tes Kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan reaksi yang
positif pada asma.

(3) Scanning Paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan
asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

(4) Spirometer

Alat pengukur faal paru, selain penting untuk menegakkan diagnosis juga untuk menilai beratnya
obstruksi dan efek pengobatan.
(5) Peak Flow Meter/PFM

Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana, alat tersebut digunakan untuk
mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam
menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer
lebih diutamakan dibanding PFM karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis
obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan
dan bukan alat diagnostik, APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak dapat
melakukan pemeriksaan FEV1.

(6) X-ray Dada/Thorax

Dilakukan untuk menyingkirkan penyakit yang tidak disebabkan asma.

(7) Pemeriksaan IgE

Uji tusuk kulit (skin prick test) untuk menunjukkan adanya antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji
tersebut untuk menyokong anamnesis dan mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu
merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE Atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent
test(RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan (pada dermographism).

(8) Petanda Inflamasi

Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak berdasarkan atas penilaian
obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi.
Penilaian semi-kuantitatif inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel
eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan napas. Analisis sputum
yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP)
dengan inflamasi dan derajat berat asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan
gambaran inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.

9. Web of Caution (WOC) secara Teorits

10. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

a) Penatalaksanaan Medis

(1) Terapi Obat

Penatalaksanaan medis pada penderita asma bisa dilakukan dengan pengguaan obat-obatan asma
dengan tujuan penyakit asma dapat dikontrol dan dikendalikan. Karena belum terlalu lama ini, yakni
baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan di kalangan kedokteran bahwa asma
yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan
paru-paru.

Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya serangan sudah ketinggalan
zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa para penderita asma yang terutama
menggantungkan diri pada obat-obatan pelega (reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi
yang buruk dibandingkan penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan ke
unit gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma juga
lebih tinggi.

Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita adalah
karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian, dokter masa
kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan pelega sebagai
pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah peradangan saluran
pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.

Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan obat asma
(Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:

a) Obat-obat anti peradangan (preventer)

(1) Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang

(2) Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran napas, dan produksi
lendir

(3) Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap pemicu asma yang
berupa alergen.

(4) Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang

(5) Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat efektivitasnya
ayang terukur.

Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide®], budesonide [Pulmicort®],


fluticasone [Flixotide®], mometasone [Asmanex®], dan montelukast [Singulair®] secara bertahap
mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan secara teratur) akan mengontrol penyakit
asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau
oranye, meskipun beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam tablet.

b) Obat-obat pelega gejala berjangka panjang

Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran adalah
salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline).
(1) Salmeterol

Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan mengendurkan
oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila dikombinasikan dengan suatu
obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai pelega seketika dalam hal terjadi serangan
asma.

Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12 jam. Obat ini
disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk kering. Obat ini tidak dapat
digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.

(2) Teofilin

Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir kopi) dan
termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama seperti kafein sehingga
tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.

(3) Albuterol Sulfat atau Salbutamol.

Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur, obat hirup
bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda (extended-reliase).
Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan yang bermasalah, ketimbang
harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat menyebabkan stimulasi, jantung berdebar, dan
pusing.

Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat hirup dosis
terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di Indonesia dalam bentuk
sediaan tablet, sirup, nebulizer, dan spray. Merek lain adalah Ascolen.

c) Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)

Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®, Oxis®], dan


salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang menyempit yang terjadi selama
serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna
biru atau abu-abu.

d) Obat-obatan kortikosteroid oral

Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan peradangan yang
mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan jam untuk bekerja, sehingga
makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan.

Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi paru-paru
berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian terbukti bahwa dosis
kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang mengalami serangan asma
untuk tidur pada malam harinya.

Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti perubahan
suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat badan, dan gejala demam
yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kortikosteroid ini tidak perlu dikhawatirkan
jika penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja.

(1) Prednison (Prednisone)

Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini disajikan
dalam bentuk pil maupun sirup.

(2) Prednisolon (Prednisolone)

Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan rasanya
yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15 mg per 5 ml.
Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.

(3) Metilprednisolon (Methylprednisolone)

Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di rumah sakit
dengan cara intravenuous.

(4) Deksametason (Dexamethasone)

Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih lama
dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang sulit minum obat.

(2) Alat-alat hirup

Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler ataupuffer adalah alat
yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru
pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis terukur (metered-dose) karena memang menghantar
suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.

Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala tingkatan
usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan cairan tekan
(pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang menjadi gas ketika melewati
moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelantersebut memecah obat-obatan yang
dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong masuk ke
saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.

b) Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita asma adalah sebagai berikut,
yaitu memberikan penyuluhan (pendidikan kesehatan), pemberian cairan, fisiotherapy, dan beri O2 bila
perlu.

11. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan

a) Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme),
penumpukan sekret, sekret kental.

b) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkospasme).

c) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (bronkuspasme).

d) Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuat imunitas.

Diagnosa Tujuan/Kriteria
No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil

1 Tidak efektifnya Pencapaian Mandiri 1. Beberapa derajat


bersihan jalan bersihan jalan spasme bronkus
1. Auskultasi bunyi
nafas napas dengan terjadi dengan
nafas, catat adanya
berhubungan kriteria hasil obstruksi jalan nafas
bunyi nafas, ex:
dengan sebagai berikut: dan dapat/tidak
mengi
gangguan suplai dimanifestasikan
1. Mempertahankan
oksigen 2. Kaji/pantau adanya nafas
jalan napas paten
(bronkospasme), frekuensi advertisius.
dengan bunyi napas
penumpukan pernafasan, catat
bersih atau jelas. 2. Tachipnea biasanya
sekret, sekret rasio
ada pada beberapa
kental 2. Menunjukan inspirasi/ekspirasi.
derajat dan dapat
perilaku untuk
3. Catat adanya ditemukan pada
memperbaiki
derajat dispnea, penerimaan atau
bersihan jalan nafas
ansietas, distress selama stress/adanya
misalnya batuk
pernafasan, proses infeksi akut.
efektif dan
penggunaan obat
mengeluarkan 3. Disfungsi pernafasan
bantu.
sekret. adalah variable yang
4. Tempatkan posisi tergantung pada
yang nyaman pada tahap proses akut
pasien, contoh: yang menimbulkan
meninggikan perawatan di rumah
kepala tempat sakit.
tidur, duduk pada
4. Peninggian kepala
sandara tempat tempat tidur
tidur. memudahkan fungsi
pernafasan dengan
5. Pertahankan polusi
menggunakan
lingkungan
gravitasi.
minimum, contoh:
debu, asap dll. 5. Pencetus tipe alergi
pernafasan dapat
6. Tingkatkan
mentriger episode
masukan cairan
akut.
sampai dengan
3000 ml/ hari 6. Hidrasi membantu
sesuai toleransi menurunkan
jantung kekentalan sekret,
memberikan air penggunaan cairan
hangat. hangat dapat
menurunkan
Kolaborasi
kekentalan sekret,
7. Berikan obat sesuai penggunaan cairan
indikasi hangat dapat
bronkodilator. menurunkan spasme
bronkus.

7. Merelaksasikan otot
halus dan
menurunkan spasme
jalan nafas, mengi,
dan produksi mukosa.

2 Pola nafas tidak Perbaikan pola Mandiri 1.


Membantu pasien
efektif nafas dengan memperpanjang
1. Ajarkan pasien
berhubungan kriteria hasil waktu ekspirasi
pernapasan dalam.
dengan sebagai berikut: sehingga pasien akan
gangguan suplai 2. Tinggikan kepala bernapas lebih efektif
1. Mempertahankan
oksigen dan bantu dan efisien.
ventilasi adekuat
(bronkospasme) mengubah posisi.
dengan 2. Duduk tinggi
Berikan posisi semi
menunjukan RR:16- memungkinkan
20 x/menit dan fowler. ekspansi paru dan
irama napas memudahkan
Kolaborasi
teratur. pernapasan.
3. Berikan oksigen
2. Tidak mengalami 3. Memaksimalkan
tambahan.
sianosis atau tanda bernapas dan
hipoksia lain. menurunkan kerja
napas.
3. Pasien dapat
melakukan
pernafasan dalam.

3 Gangguan Perbaikan Mandiri 1. Sianosis mungkin


pertukaran gas pertukaran gas perifer atau sentral
1. Kaji/awasi secara
berhubungan dengan kriteria keabu-abuan dan
rutin kulit dan
dengan hasil sebagai sianosis sentral
membrane
gangguan suplai berikut: mengindikasikan
mukosa.
oksigen beratnya hipoksemia.
1. Perbaikan ventilasi.
(bronkuspasme) 2. Palpasi fremitus.
2. Penurunan getaran
2. Perbaikan oksigen
3. Awasi tanda-tanda vibrasi diduga adanya
jaringan adekuat.
vital dan irama pengumplan
jantung. cairan/udara.

Kolaborasi 3. Tachicardi, disritmia,


dan perubahan
4. Berikan oksigen tekanan darah dapat
tambahan sesuai menunjukan efek
dengan indikasi hipoksemia sistemik
hasil AGDA dan pada fungsi jantung.
toleransi pasien.
4. Dapat memperbaiki
atau mencegah
memburuknya
hipoksia.

4 Risiko tinggi Tidak terjadinya Mandiri 1. Demam dapat terjadi


terhadap infeksi infeksi dengan karena infeksi dan
1. Awasi suhu.
berhubungan kriteria hasil atau dehidrasi.
dengan tidak sebagai berikut: 2. Diskusikan adekuat
2. Malnutrisi dapat
adekuat
1. Mengidentifikasikan mempengaruhi
imunitas intervensi untuk kebutuhan nutrisi. kesehatan umum dan
mencegah atau menurunkan tahanan
Kolaborasi
menurunkan resiko terhadap infeksi.
infeksi. 3. Dapatkan specimen
3. Untuk
sputum dengan
2. Perubahan pola mengidentifikasi
batuk atau
hidup untuk organisme penyabab
pengisapan untuk
meningkatkan dan kerentanan
pewarnaan gram,
lingkungan yang terhadap berbagai
kultur/sensitifitas.
nyaman. anti microbial.

BAB III

KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN Nn. G

DENGAN DIAGNOSA ASMA BRONKHIAL

DI RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN AHMAD

A. Uraian Kasus

Nn. G 23 tahun suku minang datang dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi dan semakin
meningkat ketika beraktivitas, klien juga batuk berdahak. Dari hasil pengkajian klien mengeluh sesak,
batuk berdahak dengan dahak berwarna putih, dan klien merasa sesaknya berkurang setelah dilakukan
pengasapan (nebulizer). Klien juga mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD dan klien
mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki riwayat asma, yaitu ibunya. Dari
hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil: rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), taktil fremitus
simetris antara kiri dan kanan, suara napas klien terdengar wheezing, resonan pada perkusi dinding
dada, dan sputum berwarna putih kental. Dari hasil observasi didapatkan hasil: tingkat kesadaran:
kompos mentis, dan hasil TTV: TD = 130/70 mmHg, RR = 36x/menit, HR = 76x/menit, suhu = 37 o C. Dari
hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil: Hb = 15,5 gr%, leukosit = 17.000/mm3, trombosit
260.000/mm3, Ht = 47vol%. Klien saat ini mendapatkan terapi: IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin,
Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L. Pada pemeriksaan penunjang X-ray dada/thorax, didapatkan
hasil paru dalam batas normal.

B. Pengkajian

1. Anamnesa

 Identitas Klien

Nama : Nn. G

Umur : 23 tahun

 Alasan Masuk (Keluhan Utama)

Klien masuk rumah sakit dengan keluhan napasnya sesak sewaktu bangun pagi dan semakin meningkat
ketika beraktivitas, serta batuk berdahak.

 Riwayat Penyakit Dahulu

Klien mengatakan mempunyai riwayat asma sejak kelas 6 SD

 Riwayat penyakit Sekarang

Klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih.

 Riwayat Penyakit Keluarga

Klien mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang memiliki riwayat asma, yaitu ibunya.

2. Pemeriksaan Fisik

a) Tingkat Kesadaran: Compos mentis

b) TTV:

(1) BP : 130/70 mmHg


(2) RR: 36 x/menit

(3) HR: 76 x/menit

(4) T : 37oC

c) Hasil pengkajian:

 Inspeksi

Rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), dan sputum berwarna putih kental.

 Palpasi

Taktil fremitus simetris antara kiri dan kanan.

 Perkusi

Resonan dikedua lapang paru.

 Auskultasi

Suara napas klien terdengar wheezing.

3. Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium

 Pada pemeriksaan penunjang

X-ray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.

 Pemeriksaan laboratorium

- Hb = 15,5 gr%

- Leukosit = 17.000/mm3

- Trombosit 260.000/mm3

- Ht = 47vol%.
4. Terapi Pengobatan Saat Ini

IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort, Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L.

C. Analisa Data

Masalah
No Data Etiologi
Keperawatan

1 DS: Pencetus serangan Tidak efektifnya


bersihan jalan
1. Klien (alergen)
nafas
mengatakanbatuk

berdahak dengan
dahak berwarna Reaksi antigen & antibodi
putih.

2. Klien merasa
sesak. Dikeluarkannya substansi
vasoaktif (histamin, bradikinin,
& anafilaksin)

DO: ↓

1. Tanda-tanda vital: ↑ permeabilitas kapiler

BP=130/70 mmHg ↓

RR=36 x/menit Kontraksi otot polos

HR=76x/menit Edema mukosa

T=37oC Hipersekresi

2. Klien tampak sesak ↓


nafas disertai
batuk berdahak, Obstruksi jalan nafas
berwarna putih

agak kental.
Tidak efektifnya bersihan jalan
3. Suara napas klien
nafas
terdengar
wheezing.

4. Terapi yang
diberikan: oksigen
2L,

IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort,
Ventolin, Bisolvon.

2 DS: Pencetus serangan Pola nafas tidak


efektif
1. Klien merasa sesak (alergen)

DO: ↓

1. Tanda-tanda vital: Reaksi antigen & antibodi

BP=130/70 mmHg ↓

RR=36 x/menit Dikeluarkannya substansi


vasoaktif (histamin, bradikinin,
HR=76x/menit
& anafilaksin)
T=37oC

2. Klien tampak sesak
Kontraksi otot polos
nafas disertai
batuk berdahak, ↓
berwarna putih
Bronkospasme
agak kental.

3. Suara napas klien
terdengar Suplai O2 menurun
wheezing.

4. Terapi yang
diberikan: oksigen Merangsang kemoreseptor
2L, sentral (spons dan medulla
oblongata)
IVFD RL 20 tts/i,
Pulmicort, ↓
Ventolin, Bisolvon. Hiperventilasi

Sesak

Pola nafas tidak efektif

D. Web of Caution (WOC)


E. Asuhan Keperawatan

Diagnosa Tujuan/Kriteria
No Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil

1. Tidak efektifnya Pencapaian Mandiri


bersihan jalan bersihan jalan
1.
Auskultasi 1. Beberapa derajat
nafas napas dengan
bunyi nafas, spasme bronkus
berhubungan kriteria hasil
catat adanya terjadi dengan
dengan sebagai berikut:
bunyi nafas, ex: obstruksi jalan
gangguan suplai
1. Mempertahankan mengi nafas dan
oksigen
jalan napas paten dapat/tidak
(bronkospasme),
dengan bunyi dimanifestasikan
penumpukan
napas bersih atau adanya nafas
sekret, sekret
jelas. advertisius.
kental.
2. Menunjukan
perilaku untuk
2. Tachipnea
memperbaiki
biasanya ada
bersihan jalan
pada beberapa
nafas misalnya
derajat dan
batuk efektif dan
dapat ditemukan
mengeluarkan
pada penerimaan
sekret. 2. Kaji/pantau atau selama
frekuensi stress/adanya
pernafasan, proses infeksi
catat rasio akut.
inspirasi/ekspir
asi.
3. Disfungsi
pernafasan
adalah variable
yang tergantung
pada tahap
proses akut yang
menimbulkan
perawatan di
rumah sakit.

4. Peninggian
3. Catat adanya
kepala tempat
derajat
tidur
dispnea,
memudahkan
ansietas,
fungsi
distress
pernafasan
pernafasan,
dengan
penggunaan
menggunakan
obat bantu.
gravitasi.

5. Pencetus tipe
4. Tempatkan alergi pernafasan
posisi yang dapat mentriger
nyaman pada episode akut.
pasien, contoh:
meninggikan
kepala tempat
tidur, duduk
pada sandara
6. Hidrasi
tempat tidur.
membantu
menurunkan
kekentalan
5. Pertahankan
sekret,
polusi
penggunaan
lingkungan
cairan hangat
minimum,
dapat
contoh: debu,
menurunkan
asap dll.
kekentalan
sekret,
penggunaan
6. Tingkatkan cairan hangat
masukan cairan dapat
sampai dengan menurunkan
3000 ml/ hari spasme bronkus.
sesuai toleransi
jantung
memberikan
7. Merelaksasikan
air hangat.
otot halus dan
menurunkan
spasme jalan
nafas, mengi, dan
produksi mukosa.

Kolaborasi

7. Berikan obat
sesuai indikasi
bronkodilator.

2 Pola nafas tidak Perbaikan pola Mandiri


efektif nafas dengan
1. Tinggikan 1. Duduk tinggi
berhubungan kriteria hasil
kepala dan memungkinkan
dengan suplai sebagai berikut:
bantu ekspansi paru
oksigen
1. Mempertahankan mengubah dan
berkurang
ventilasi adekuat posisi. Berikan memudahkan
(bronkospasme)
dengan posisi semi pernapasan.
menunjukan fowler.
RR=16-20
x/menit dan
irama napas 2. Ajarkan pasien
teratur. pernapasan
dalam. 2. Membantu
2. Tidak mengalami
sianosis atau pasien
tanda hipoksia memperpanjang
lain. waktu ekspirasi
sehingga pasien
3. Pasien dapat akan bernapas
melakukan lebih efektif dan
pernafasan efisien.
dalam.

3. Memaksimalkan
Kolaborasi bernapas dan
menurunkan
3. Berikan
kerja napas
oksigen
tambahan.

F. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


1. Penatalaksanan Farmakologi

Belum terlalu lama, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai mengental keyakinan di
kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali dalam jangka panjang bisa menyebabkan
kerusakan pada saluran pernapasan dan paru-paru. Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya
pada saat datangnya serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa
para penderita asma yang terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega
(reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi yang buruk dibandingkan penderita asma
umumnya. Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan ke unit gawat daruat (UGD), keharusan
mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya karena asma juga lebih tinggi.

Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka derita adalah
karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi. Dengan demikian, dokter masa
kini menggunakan obat peradangan sebagai senjata utama, sedang obat-obatan pelega sebagai
pendukung. Keyakinan ini sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah peradangan saluran
pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.

Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology) penggolongan obat asma
(Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:

a) Obat-obat anti peradangan (preventer)

(1) Usaha pengendalian asma dalam jangka panjang

(2) Golongan obat ini mencegah dan mengurangi peradangan, pembengkakan saluran napas, dan produksi
lendir

(3) Cara kerjanya adalah dengan mengurangi sensitivitas saluran pernapasan terhadap pemicu asma yang
berupa alergen.

(4) Penggunaannya harus teratur dalam jangka panjang

(5) Daya kerja lambat/gradual, biasanya mengambil waktu sekitar dua minggu baru terlihat efektivitasnya
ayang terukur.

Contoh obat anti peradangan adalah beclometasone [Becotide®], budesonide [Pulmicort®],


fluticasone [Flixotide®], mometasone [Asmanex®], dan montelukast [Singulair®] secara bertahap
mengurangi peradangan saluran napas dan (jika digunakan secara teratur) akan mengontrol penyakit
asma. Obat pencegah biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau
oranye, meskipun beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam tablet.

b) Obat-obat pelega gejala berjangka panjang


Obat-obat pelega gejala berjangka panjang dalam nama generik yang ada di pasaran adalah
salmeterol hidroksi naftoat (salmeterol xinafoate) dan teofilin (theophylline).

(1) Salmeterol

Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja dengan mengendurkan
oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini paling efektif bila dikombinasikan dengan suatu
obat kortikosteroid hirup, dan tidak dapat berfungsi sebagai pelega seketika dalam hal terjadi serangan
asma.

Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan hingga 12 jam. Obat ini
disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat hirup bubuk kering. Obat ini tidak dapat
digunakan untuk anak-anak di bawah 12 tahun.

(2) Teofilin

Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam secangkir kopi) dan
termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping obat ini sama seperti kafein sehingga
tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.

(3) Albuterol Sulfat atau Salbutamol.

Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukur, obat hirup
bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa, tablet lepas-tunda (extended-reliase).
Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung menuju saluran pernapasan yang bermasalah, ketimbang
harus lewat lambung dulu. Efek samping obat ini dapat menyebabkan stimulasi, jantung berdebar, dan
pusing.

Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai obat hirup dosis
terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin terdaftar di Indonesia dalam bentuk
sediaan tablet, sirup, nebulizer, dan spray. Merek lain adalah Ascolen.

c) Obat-obat pelega gejala asma (reliever/bronkodilator)

Misalnya salbutamol [Ventolin®], terbutaline [Bricanyl®], formoterol [Foradil®, Oxis®], dan


salmeterol [Serevent®] secara cepat mengembalikan saluran napas yang menyempit yang terjadi selama
serangan asma ke kondisi semula. Obat pereda/pelega biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna
biru atau abu-abu.

d) Obat-obatan kortikosteroid oral

Kortikosteroid oral adalah obat yang ampuh untuk mengatasi pembengkakan dan peradangan yang
mencetuskan serangan asma. Obat ini membutuhkan enam hingga delapan jam untuk bekerja, sehingga
makin cepat digunakan makin cepat pula daya kerja yang dirasakan.
Malam hari termasuk waktu dimana serangan asma paling sering terjadi, karena fungsi paru-paru
berada pada titik yang paling rendah di tengan malam. Dari hasil penelitian terbukti bahwa dosis
kortikosteroid oral yang diberikan di siang hari bisa membantu mereka yang mengalami serangan asma
untuk tidur pada malam harinya.

Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata, seperti perubahan
suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan, perubahan berat badan, dan gejala demam
yang ditekan. Akan tetapi, efek samping dari penggunaan kortikosteroid ini tidak perlu dikhawatirkan
jika penggunaannya hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja.

(1) Prednison (Prednisone)

Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan. Obat ini disajikan
dalam bentuk pil maupun sirup.

(2) Prednisolon (Prednisolone)

Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan kelebihan rasanya
yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone disajikan sebagai sirup 15 mg per 5 ml.
Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per 5 ml.

(3) Metilprednisolon (Methylprednisolone)

Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya digunakan di rumah sakit
dengan cara intravenuous.

(4) Deksametason (Dexamethasone)

Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga kali lebih lama
dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien anak-anak yang sulit minum obat.

e) Alat-alat hirup

Alat hirup dosis terukur atau Metered Dose Inhaler (MDI) disebut juga inhaler ataupuffer adalah alat
yang paling banyak digunakan untuk menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru
pemakainnya. Alat ini menyandang sebutan dosis terukur (metered-dose) karena memang menghantar
suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.

Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan oleh segala tingkatan
usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur memuat obat-obatan dan cairan tekan
(pressurized liquid), biasanya chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang menjadi gas ketika melewati
moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelan tersebut memecah obat-obatan yang
dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan mendorongnya keluar dari moncong masuk ke
saluran pernapasan atau paru-paru pemakainya.

f) Peak Flow Meter

Alat ini memegang peranan yang sangat penting dalam usaha dan program pengendalian asma,
terutama untuk mendeteksi gejala akan datangnya serangan asma. Berpegang pada prinsip bahwa
untuk menatalaksana segala sesuatu dengan baik harus ada tolok ukurnya, maka orangtua anak
penderita asma, maupun anak-anak dan orang dewasa penderita asma sendiri harus menguasai cara
mengukur fungsi paru-paru mereka. Tindakan selanjutnya kemudian adalah mengambil langkah yang
sesuai dengan hasil pengukuran tersebut.

Peak Flow Meter adalah alat sederhana yang bisa digunakan di rumah, termasuk oleh anak-anak
berumur lima tahun ke atas. Alat ini mengukur kekuatan embusan napas pemakainya. Ada tiga hal yang
mempengaruhi kekuatan embusan napas seseorang, yaitu ukuran paru-parunya, besar usahanya dalam
mengembus; dan bukaan (lebar atau sempitnya) saluran pernapasannya. Untuk menggunakannya, si
pemakai menarik napas dan mengisi paru-parunya sepenuh mungkin, kemudian meniup ke dalam Peak
Flow Meter secepatnya dengan sekuat-kuatnya. Seseorang yang saluran pernapasannya menyempit,
tidak akan bisa meniup sekuat bila saluran pernapasannya terbuka sempurna. Pertanda pertama dari
datangnya serangan asma bisanya terlihat dari menurunnya ukuran catatan Peak Flow Meter seseorang.
Ini bahkan sebelum muncul gejala-gejala yang lain seperti batuk, lendir yang berlebihan, atau sesak
napas.

Untuk mengetahui kondisi bukaan saluran pernapasan seseorang, kita membandingkan hasil
pengukuran sesaat dengan patokan ukuran terbaik dari orang tersebut. Untuk memperoleh patokan
terbaik seseorang, lakukan pengukuran dengan Peak Flow Meterpada waktu orang tersebut berada
dalam kondisi asmanya terkendali dengan baik, dan catat hasilnya.

Kondisi asma seseorang dianggap terkendali baik jika hasil pengukuran sesaat ada dalam rentang 80-
100% dari kondisi terbaiknya (masuk zona hijau); antara 60-80% dari kondisi terbaik ia memasuki zona
kuning, yang berarti harus waspada karena terlihat tanda-tanda akan datangnya serangan asma.
Pengukuran di bawah 60% kondisi terbaik memasuki zona merah, berarti bahaya, dan orang yang
bersangkutan harus segera ke dokter untuk menghindari keharusan dirawat di UGD.

2. Penatalaksanan Non Farmakologi

Penatalaksanaan secara non farmakologi dapat memanfaatkan tanaman-tanaman herbal dalam


penyembuhan berbagai penyakit pasien. Pengobatan yang menggunakan tanaman herbal sebagai
medianya biasa disebut sebagai pengobatan secara tradisional atau pengobatan menggunakan ramuan
herbal. Berikut ini beberapa ramuan herbal yang dapat dimanfaatkan dalam penanganan asma, yaitu:

a) Resep 1
15 g kulit jeruk mandarin kering

(1) Cuci bersih semua bahan, iris-iris, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.

(2) Minum selagi hangat.

(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

b) Resep 2

5 g adas

5 batang serai

20 jari kayu manis

20 g jahe merah

30 g pegagan segar (15 g keringi)

Gula aren secukupnya

(1) Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.

(2) Minum selagi hangat.

(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

c) Resep 3

3 g bunga melati kering (10 g segar)

6 lembar daun jinten

(1) Cuci bersih, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.

(2) Minum selagi hangat.

(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

d) Resep 4
200 g lobak putih

3 siung bawang putih

30 kencur

(1) Cuci bersih semua bahan, lalu jus atau blender dan saring.

(2) Panaskan airnya dengan api kecil hingga mendidih. Minum hangat-hangat.

(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

e) Resep 5 (pemakaian luar)

Jahe secukupnya, iris dengan ketebalan 3-5 mm

(1) Tempelkan jahe dengan menggunakan koyo hangat pada titik dazhui, yaitu ruas tulang paling menonjol
yang terletak antara ruas tulang belakang leher ketujuh dan ruas tulang belakang dada yang pertama.

(2) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).

f) Resep 6

 6 buah biji cermai merah

 8 butir buah lengkeng

 4 potong akar kara

 8 butir bawang merah

(1) Ditumbuk semua bahan dan direbus dengan 2 gelas air hingga satu setengah gelas.

(2) Diminum satu hari 2 kali minum (Widjadja, 2009).


Selain mengunakan ramuan herbal kita juga bisa menggunakan terapi. Salah satu terapi yang dapat
dilakukan adalah terapi pijat (Hartanti, 2003).

G. Health Education (Pendidikan Kesehatan)

Pendidikan bagi pasien adalah suatu bagian yang penting dalam usaha meningkatkan cara
penanganan asma. Dasar pemikirannya, asma adalah suatu penyakit biasa yang bisa dikendalikan.
Namun, asma juga penyakit yang bersifat Variabel, dalam arti gejala-gejalanya bisa membaik dan
memburuk dari waktu ke waktu. Karena variabilitas ini, sering penanganannya harus ditinjau ulang dan
diubah. Untuk itu dibutuhkan komunikasi yang efektif antara sang pasien dengan dokternya (Hadibroto
& Alam, 2006). Dalam hal ini sebaiknya sang pasien mempunyai referensi atau pengetahuan tentang:

1. Apakah asma itu, beserta faktor-faktor pemicunya, terutama yang menyangkut dirinya sendiri.

2. Seluk beluk pengobatan asma, dan kemungkinan akibat sampingan dari masing-masing obat.

3. Cara menggunakan alat-alat pengobatan asma secara benar.

4. Tujuan pengobatan dan penatalaksanaan.

5. Pengenalan tanda-tanda dan gejala awal datangnya serangan.

6. Penulisan rencana tindakan (Action Plan).


Rencana tindakan adalah suatu rencana mengatasi kondisi asma yang memburuk, dan rencana ini
harus dimiliki oleh setiap penderita asma. Rencana tindakan menyesuaikan dengan tingakat keparahan
gejala, sehingga si penderita punya pegangan dalam usaha mengendalikan asmanya (Hadibroto & Alam,
2006). Lengkapnya rencana ini bisa:

a) Memberi pengarahan kapan waktunya untuk mengubah, meningkatkan atau mengurangi, dan
menambah obat-obatan yang digunakan.

b) Memberitahukan apa yang harus dilakukan, juka kondisi sang pasien tidak membaik.

c) Memberikan kesempaatan bagi penderita asma untuk segera dan lebih awal memulai penanganan,
menghadapi gejala asma yang memburuk, untuk mencegah serangan yang lebih gawat.

Memberi arahan akan kapan dan bagaimana usaha mengurangi penggunaan obat-obatan hingga
dosis seminimal mungkin, begitu asma sudah terkendali.

7. Pengisian Buku Harian asma.

Buku harian asma adalah sarana yang sangat penting untuk mencatat gejala-gejala asma, obat-
obatan yang digunakan, dan catatan prestasi Peak Flow Meter. Jika gejala-gejala semuanya tercatat,
sang pasien akan lebih sadar akan perubahan-perubahan yang mengindikasikan bahwa asmanya mulai
lepas kendali. Dengan demikian ia bisa menyesuaikan pengobatannya berdasarkan Rencana Tindakan.
Buku Harian asma digunakan bersama dengan Rencana Tindakan, yang disiapkan di bawah pengawasan
dan persetujuan dokter yang merawat.

DAFTAR PUSTAKA

Asih, Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Ayres, Jon. (2003). Asma. Jakarta: PT Dian Rakyat

Bull, Eleanor & David Price. (2007). Simple Guide Asma. Jakarta: Penerbit Erlangga
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. (2006). Asma. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama

Hartanti, Vien. (2003). Jadi Dokter di Rumah Sendiri dengan Terapi Herbal dan Pijat. Jakarta: Pustaka Anggrek

Herdinsibuae, W dkk. (2005). Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: PT Rineka Cipta

Mansjoer, Arif dkk. (2008). Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Muttaqin, Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.

Widjadja, Rafelina. (2009). Penyakit Kronis: Tindakan, Pencegahan, & Pengobatan secara Medis maupun
Tradisional. Jakarta: Bee Media Indonesia.

Wijayakusuma, Hembing. (2008). Ramuan Lengkap Herbal Taklukkan Penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda.

ASKEP PADA KLIEN ASMA BRONKIAL


1. Definisi:
Asma bronkial merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakhea
dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang manifestasinya berupa kesukaran bernapas,
karena penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajad
penyempitannya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat-obatan.
Kelainan dasarnya, tampaknya suatu perubahan status imunologis si penderita. (United States Nasional
Tuberculosis Assosiation 1967).

2. Klasifikasi
Secara etiologis asma bronkial dibagi dalam 3 tipe:
2.1 Asma bronkial tipe non atopi (intrinsik)Pada golongan ini, keluhan tidak ada hubungannya dengan
paparan (exposure) terhadap alergen dan sifat-sifatnya adalah: serangan timbul setelah dewasa, pada
keluarga tidak ada yang menderita asma, penyakit infeksi sering menimbulkan serangan, ada hubungan
dengan pekerjaan atau beban fisik, rangsangan psikis mempunyai peran untuk menimbulkan serangan
reaksi asma, perubahan-perubahan cuaca atau lingkungan yang non spesifik merupakan keadaan peka
bagi penderita.

2.2 Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan
terhadap alergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau
provokasi bronkial.Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada famili ada yang
menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering menderita rinitis.Di Inggris jelas penyebabya
House Dust Mite, di USA tepungsari bunga rumput.

2.3 Asma bronkial campuran (Mixed)Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik
maupun ekstrinsik.
4. Beberapa faktor yang sering menjadi pencetus serangan asma ialah:a. Alergen, baik yang berupa
inhalasi seperti debu rumah, tungau, serbuk sari, bulu binatang, bulu kapas, debu kopi/teh, maupun yang
berupa makanan seperti udang, kepiting, zat pengawet, zat pewarna dsb.b. Infeksi saluran napas,
terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial, parainfluensa, dsb.c. Ketegangan atau tekanan jiwa.d.
Olahraga/kegiatan jasmani, terutama lari.e. Obat-obatan seperti penyekat beta, salisilat, kodein, dsb.f.
Polusi udara atau bau yang merangsang seperti asap rokok, semprot nyamuk, parfum, asap industri, dsb.

5. Penatalaksanaan:
1. Waktu serangan.
a Bronkodilatora. Golongan adrenergik: Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15
menit, apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian.
Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 – 0,2 cc.
b. Golongan methylxanthine: Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara
intravena, pelan-pelan 5 – 10 menit, diberikan 5 – 10 cc. Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2
jam dengan pemberian adrenalin tidak memberi hasil.
c. Golongan antikolinergik: Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat
enzym Guanylcyclase.

Antihistamin.Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang setuju tetapi
juga ada yang tidak setuju.

Kortikosteroid.Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik. Kortikosteroid


sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.

Antibiotika.Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis infeksi, ada
infeksi sekunder.

Ekspektoransia. Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa ekspektoran adalah:
air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans)

2. Diluar seranganDisodium chromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dinding membran dari cell
mast atau basofil sehingga: mencegah terjadinya degranulasi dari cell mast, mencegah pelepasan
histamin, mencegah pelepasan Slow Reacting Substance of anaphylaksis, mencegah pelepasan
Eosinophyl Chemotatic Factor).

Pengobatan Non Medikamentosa:


1. Waktu serangan:
1.1 pemberian oksigen, bila ada tanda-tanda hipoksemia, baik atas dasar gejala klinik maupun hasil
analisa gas darah.
1.2 pemberian cairan, terutama pada serangan asma yang berat dan yang berlangsung lama ada
kecenderungan terjadi dehidrasi. Dengan menangani dehidrasi, viskositas mukus juga berkurang dan
dengan demikian memudahkan ekspektorasi.
1.3 drainase postural atau chest physioterapi, untuk membantu pengeluaran dahak agar supaya tidak
timbul penyumbatan.
1.4 menghindari paparan alergen.

2. Diluar serangan
2.1 Pendidikan/penyuluhan.Penderita perlu mengetahui apa itu asma, apa penyebabnya, apa
pengobatannya, apa efek samping macam-macam obat, dan bagaimana dapat menghindari timbulnya
serangan. Menghindari paparan alergen. Imti dari prevensi adalah menghindari paparan terhadap
alergen.
2.2 Imunoterapi/desensitisasi.Penentuan jenis alergen dilakukan dengan uji kulit atau provokasi bronkial.
Setelah diketahui jenis alergen, kemudian dilakukan desensitisasi.
2.3 Relaksasi/kontrol emosi.untuk mencapai ini perlu disiplin yang keras. Relaksasi fisik dapat dibantu
dengan latihan napas.

6. Pengkajian.
6.1 Anamnesis.
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan berbagai informasi yang
diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan. Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu
maupun pada diri individu itu sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai
kepada sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.Keluhan dan gejala tergantung berat
ringannya pada waktu serangan. Pada serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya
komplikasi, keluhan dan gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi,
Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan spontan atau dengan
pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk waktu yang lama.
6.2 Pemeriksaan Fisik.
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis asma dan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma
6.2.1 Sistim Pernapasan:
• Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan seterusnya menjadi produktif yang
mula-mula encer kemudian menjadi kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan
atau kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
• Frekuensi pernapasan meningkat
• Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi
• Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang disertai ronchi kering dan
wheezing.
• Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi bahkan mungkin lebih.
• Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter anteroposterior rongga dada yang pada
perkusi terdengar hipersonor.
- Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot bantu napas (antar iga,
sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta
pernapasan cuping hidung.
• Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan dangkal dengan bunyi
pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent chest), sianosis.

6.2.2 Sistem Kardiovaskuler:


• Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
• Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
- Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik lebih dari 10 mmHg pada
waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5 mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau
lebih.
• Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama jantung.
6. 2.3 Sistem persarafan:
• Komposmentis
• Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
- cemas/gelisah/panik
- sukar tidur, banyak berkeringat dan susah berbicara
• Pada keadaan yang lebih berat kesadaran menurun, dari disorientasi dan apati sampai koma. Pada
pemeriksaan mata mungkin ditemukan miosis dan edema papil.

6.3 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


6.3.1 Laboratorium:
• Lekositosis dengan neutrofil yang meningkat menunjukkan adanya infeksi
• Eosinofil darah meningkat > 250/mm3 , jumlah eosinofil ini menurun dengan pemberian kortikosteroid.
6.3.2 Analisa gas darah:Hanya dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status
asmatikus. Pada keadaan ini dapat terjadi hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Pada asma
ringan sampai sedang PaO2 normal sampai sedikit menurun, PaCO2 menurun dan terjadi alkalosis
respiratorik. Pada asma yang berat PaO2 jelas menurun, PaCO2 normal atau meningkat dan terjadi
asidosis respiratorik.

6.3.3 Radiologi: Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak
menunjukkan adanya kelainan. Beberapa tanda yang menunjukkan yang khas untuk asma adanya
hiperinflasi, penebalan dinding bronkus, vaskulasrisasi paru.
6.3.4 Faal paru: Menurunnya FEV1
6.3.5 Uji kulit: Untuk menunjukkan adanya alergi
6.3.6 Uji provokasi bronkus: Dengan inhalasi histamin, asetilkolin, alergen. Penurunan FEV 1 sebesar
20% atau lebih setelah tes provokasi merupakan petanda adanya hiperreaktivitas bronkus.

7. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekrit dan
bronchospasme
2. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama serangan akut.
3. Ansietas berhubungan dengan kesulitan bernapas, takut menderita, dan /atau takut serangan
berulang.
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan
perawatan diri.

DAFTAR PUSTAKA
Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1994). Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial. CV
Infomedika Jakarta.

Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (1993). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press.

Tucker S.M. (1993). Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. EGC.

Posted by Nightingale at 11:21 AM

Labels: otot - otot bantu nafas, rongga dada, wheezing


RABU, 12 OKTOBER 2011

askep asma bronchial


Pengertian
Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode
bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996).
Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang
reversibel. (Joyce M. Black : 1996).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon
secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001).
Dari ketiga pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas
obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme,
peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan
jalan nafas.

Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.

Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor
tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus
pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas,
sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam
sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi
yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi
tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi
dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan
adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi
(stress) dapat memacu serangan asma.

Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing.
Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan
tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam,
gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda
obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat
refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.

Klasifikasi Asma
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu,
binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai
riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan
secara spesifik dengan alergen.
Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan lingkungan dengan
polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi
asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi juga
dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.

Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan
penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan obat-obatan
Seperti :
1) Beta agonist (beta adrenergik agent)
2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3) Anti kolinergik (bronkodilator)
4) Kortikosteroid
5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1) Oksigen 4-6 liter/menit.
2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan
pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg
dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan.
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang
menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
c.Pemeriksaan Penunjang :
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan
inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.

Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas,
bronkhitis dan fraktur iga.

Pengkajian
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental : lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik
Dada
1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3) Keabnormalan struktur Thorax
4) Contour dada simetris
5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6) RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
Auskultasi
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c) Tes provokasi bronkial
Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test
spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan
jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8) Pemeriksaan sputum.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital
dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup
dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama
strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan
memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi
paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk
penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal
nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak
nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan
porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan
keperawatan.
3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6. Kolaborasi
- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 2×1.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 2×1
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.
Diagnosa 4 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada
skala sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan
dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan
istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase
penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Diagnosa 5 :
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
- Klien mengerti tentang definisi asma
- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien mengerti komplikasi dari asma
Intervensi :
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah
berlebihan.
2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau
mengikuti program medik.
3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari
penyakitnya.
4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan
aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.

Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif.
b. Pola nafas kembali efektif.
c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S


DENGAN ASMA BRONKIAL
DI RUANG YOSEPH
RS PALANG BIRU
GOMBONG

Disusun oleh :
Ari Pamungkas
10.100

AKADEMI PERAWATAN SERULINGMAS


MAOS – CILACAP
2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. DEFINISI

Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame
akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan
ventilasi alveolus.( Huddak & Gallo, 1997 )

Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana


trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.(
Smeltzer, 2002 : 611)

Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika
bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48)

B. PATHOFISIOLOGI

Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh
satu atau lebih dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot –otot yang mengelilingi bronkus, yang menyempitkan jalannafas.
2.Pembegkakan membran yang melapisi bronkus
3.Pengisian bronkus dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar ; sputum yang kental
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara tertangkap kedalam
jaringan paru. Mekanisme yang terjadi dari perubahn ini tidak diketahui, tetapi apa
yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan
mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel –sel mast dalam paru.
Pemajan ulang terhadap anti gen mengakibatkan ikatan anti gen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast( disebut mediator) seperti histamin,
bradikinin dan prostaglandin. Stimulasi reseptor –beta mengakibatkan peningkatan
tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan
bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah penyekatan b-adrenergik terjadi pada
individu dengan asma. Akibatnya asmatik rentan terhadap peningkatana pelepasan
mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.

C. PATHWAY

Factor dasar dan pencetus kurang pengetahuan

Reaksi antigen-antibodi

Dilepaskan mediator-mediator kimia

Kontraksi otot-otot polos peningkatan permeabilitis peningkatan

Pada saluran pernafasan kapiler sekresi

Bronkospasme edema mukosa penyumbatan

Jalan nafas

oleh secret

inflamasi
mukosa

pola nafas tdk efektif obstruksi jalan nafas bersihkan resiko

jalan nafas tinggi

tidak efektif infeksi

ekspirasi terhambat - sesak nafas cemas

-wheezing

CO2 meningkat -kontraksi otot-otot

Pernafasan gangguan

Ggn.pertukaran gas Istirahat tidur

Kelelahan anoreksia

Intoleransi aktivitas ggn. Pemenuhan keb.nutrisi

D. TANDA DAN GEJALA / MANIFESTASI KLINIS

m dini

an dahak bisa dengan maupun tanpa pilek

b. Rochi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya hilang timbul

elum ada

kelainan bentuk thorak

katan eosinofil darah dan IG E


patologis

FAKTOR SPASME BRONCHIOLUS DAN EDEMA YANG LEBIH DOMINAN


a. Timbul sesak napas dengan atau tanpa sputum

b. Whezing

c. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi

d. Penurunan tekanan parsial O2

2. Stadium lanjut/kronik

a. Batuk, ronchi

b. Sesak nafas berat dan dada seolah –olah tertekan

c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan

d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)

e. Thorak seperti barel chest

f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus

g. Sianosis

(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)

E. PEMERIKASAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan
udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
h. Komplikasi

F. PENGKAJIAN

a. Awitan distres pernafasan tiba-tiba

- Perpanjangan ekspirasi mengi

- Penggunaan otot-otot aksesori

- Perpendekan periode inpirasi

- Sesak nafas

- Restraksi interkostral dan esternal

- Krekels

b. Bunyi nafas : mengi, menurun, tidak terdengar

c. Duduk dengan posisi tegak : bersandar kedepan

d. Diaforesis

e. Distensi vera leher

f. Sianosis : area sirkumoral, dasar kuku

g. Batuk keras, kering : batuk produktif sulit

h. Perubahan tingkat kesadaran

i. Hipokria

j. Hipotensi

k. Dehidrasi

l. Peningkatan anseitas : takut menderita, takut mati

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Bersikan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2. Gangguan kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

4. Kurang pengetahuan nerhubungan dengan kurang informasi / tidak mengenal informasi.

H. INTERVENSI

I. Bersikan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.

a. kriteria hasil

-mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi nafas jelas/bersih

-menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihkan jalan nafas,misalnya : batuk efektif


dan mengeluarkan secret.

b. intervensi

- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels, ronki

- Kaji/pantau frekuensi pernafasan

- Catat adanya/derajat diespnea misalnya : gelisah, ansietas, distres pernafasan, penggunaan otot
bantu

- kaji pasien untuk posisi yang nyaman (semi fowler)

- pertahankan polusi lingkungan minimum

- observasi karakteristik batuk,misalnya : menetap,batuk pendek,basah

- tingkatkan masukan cairan sampai 3000ml/hari

- berikan obat sesuai indikasi.

c. rasional

- mengetahui bunyi nafas wheezing(mengi),krekels,ronki

- mengetahui frekuensi pernafasan

- mengetaui derajat diespnea

- posisi semi fowler dapat mengurangi sesak nafas


- menghindari polusi lingkungan

- mengetahui karakteristik batuk

- masukan cairan dapat mengurangi sesak nafas pasien

- memberikan obat sesuai indikasi

2. Gangguan kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.

a. kriteria hasil

-menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat yang rentang normal dan
bebas gejala distress penafasan

- berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan

b. intervensi

- kaji frekuensi,kedalaman pernafasan,catat penggunaan otot aksesori,nafas bibir,ketidakmampuan


bicara/berbincang.

- tinggikan kepala tempat tidur / semi fowler.

- dorong pengeluaran sputum

- auskultasi bunyi nafas

- awasi tingkat kesadaran

- awasi tanda vital dan irama jantung

- berikan oksigen sesuai indikasi.

c. rasional

- mengetahui frekuensi,kedalaman nafas,catat penggunaan otot aksesori,nafas bibir,ketidakmampuan


bicara/berbincang.

- semi fowler dapat mengurangi sesak.

- untuk mengeluarkan sputum

- mengetahui bunyi nafas.


- mengetahui tingkat kesadaran pasien.

- mengetahiu tanda-tanda vital dan irama jantung.

- oksigen dapat menguangi sesak nafas pasien.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

a. Kriteria hasil

-menunjukan peningkatan berat badan.

- menunjukan perilaku/perubahan pada hidup untuk meningkatkan dan/mempertahankan


berat badan yang ideal.

b. intervensi

- kaji kebiasaan diet,masukan oral,catat derajat kesulitan makan.

- evaluasi BAB.

- auskultasi bunyi usus

- berikan perawatan oral sering,buang secret.

- dorong pasien untuk istirahat.

- anjurkan pasien untuk makan sedikit tapi sering.

- hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

- hindari makanan yang sangat panas/ dingin.

- timbang berat badan pasien.

c. rasional.

- mengetahui kebiasaan diet, masukan oral

- mengetahui hasil BAB.

- mengetahui bunyi usus pasien.

- untuk membersikan mulut pasien agar merasa lebih nyaman.

- agar pasien beristirahat.


- makan sedikit tapi sering dapat memeuhi kebutuhan pasien.

- makanan penghasil gas dan minuman berkarbonat dapat mengembungkan perut pasien.

- makanan yang panas dan dingin dapat merusak mulut pasien maupun lambung pasien.

- mengetahui berat badan pasien.

4. Kurang pengetahuan nerhubungan dengan kurang informasi / tidak mengenal informasi.

a. Kriteria hasil

-menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.

- mengidentifikasi hubungan tanda/gejala

- melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.

b. intervensi

- jelaskan proses penyakit kepada pasien maupun keluarga pasien.

- instruksikan untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif.

- diskusikan tentang obat yang digunakan,efek samping,dan reaksi yang tidak diinginkan.

- tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi.

- beritahu efek bahaya merokok kepada pasien.

- berikan informasi tentang pembatasan aktivitas.

c. rasional

- agar pasien mengerti tentang penyakit yang di derita pasien.

- agar pasien mengerti cara latihan nafas dan batuk efektif.

- agar pasien mengerti obat yang digunakan.

- agar pasien mengerti perawatan oral.

- agar pasien tidak / berhenti merokok.

- agar pasien mengerti untuk membatasi aktivitasnya.


ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S
DENGAN ASMA BRONKIAL
DI RUANG YOSEPH
RS PALANG BIRU
GOMBONG

I. PENGKAJIAN

- Tanggal / jam MRS : 29 Januari 2012, pukul 13.50 WIB

- Ruang : Yoseph

- No.Register : -

- Dx.Medis : Asma Bronkial

- Tanggal Pengkajian : 31 Januari 2012. Pukul 09.00 WIB

II. IDENTITAS KLIEN

- Nama : Tn.S

- Umur : 44 tahun

- Jenis Kelamin : laki-laki


- Agama : islam

- Suku / bangsa : jawa

- Bahasa : jawa , Indonesia

- Pendidikan : SD

- Pekerjaan : tani

- Status : sudah menikah

- Alamat : Pohkumbang,Karanganyar

Penanggung jawab :

- Nama : Ny.T

- Alamat : Pohkumbang,Karanganyar

- Hubungan dengan klien : istri

III. RIWAYAT PENYAKIT

1. Keluhan Utama
- Klien mengeluh dadanya sesak dan batuk.

2. Riwayat penyakit sekarang


- pasien datang dari IGD dengan keluhan dadanya sesak dan batuk,pasien juga mengatakan
tubuhnya lemas.
3. Riwayat penyakit dahulu

- sejak dulu pernah mengalami alergi terhadap asap dan debu yang berkelebihan

4. Diagnosa medik pada saat masuk RS,pemeriksaan penunjang,tindakan yang telah dilakukan.

- Diagnosa medis : Asma Bronkial

- Pemeriksaan penunjang : -

- Tindakan yg telah dilakukan : infus D5% + Aminophilin 20tpm


IV. PENGKAJIAN SAAT INI
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Apabila sakit,klien segera berobat ke Rumah Sakit/puskesmas
2. Pola nutrisi / metabolik

- Program diit RS : bubur kasar

- Intake makanan :

Sebelum sakit : 3x sehari,makan habis 1 porsi,sayur,laukpauk

sakit : 3x sehari makan habis 3 – 4sendok sayur,laukpauk

- Intake cairan :

Sebelum sakit : 5 - 7 gelas sehari,air putih

Selama sakit : 3 – 4 gelas sehari, air putih

3.Pola eliminasi

a. Buang air besar :


Sebelum sakit : 1x sehari, warna kuning
Selama sakit : 1x sehari, warna kuning.

b. Buang air kecil :

Sebelum sakit : 6-7x sehari,warna kuning.

selama sakit : 3 – 4x sehari, warna kuning,tidak terpasang DC

4.pola aktivitas dan latihan

Sebelum sakit :

KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI 0 1 2 3 4

MAKAN/MINUM V

MANDI V
TOILETING V

BERPAKAIAN V

MOBILITAS DITEMPAT TIDUR V

BERPINDAH V

AMBULASI / ROM V

Ket :

0 =mandiri.

1 =alat bantu.

2 =dibantu oranglain.

3 =dibantu orang lain dan alat.

4 =tergantung total .

Selama sakit :

KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI 0 1 2 3 4

MAKAN/MINUM V

MANDI V

TOILETING V

BERPAKAIAN V

MOBILITAS DITEMPAT TIDUR V

BERPINDAH V

AMBULASI / ROM V

Ket :

0 =mandiri.

1 =alat bantu.

2 =dibantu oranglain.

3 =dibantu orang lain dan alat.


4 =tergantung total .

5.Pola tidur dan istirahat

- Lama tidur siang 2 jam.

- Lama tidur malam 7 jam.

- Pasien mengatakan tidak ada masalah dengan tidurnya.

6.Pola persepsual

- Penglihatan : pandangan masih baik,tidak menggunakan alat bantu

- Pendengaran : pendengaran masih baik,tidak menggunakan alat bantu

- Pengecapan : pengecapan masih berfungsi dengan baik.

7.Pola persepsi diri.

- Pasien yakin penyakitnya akan sembuh.

8.Pola Seksualitas Dan Reproduksi

- Pasien sudah menikah dan mempunyai 2 orang anak.

9. Pola Peran Hubungan

-pasien sebagai kepala keluarga ,dan mempunyai hubungan baik dengan keluarganya.

10. Pola management koping - stress

- Pasien mengatakan apabila ada masalah selalu dibicarakan dengan keluarganya.

11. Sistem Nilai Dan Kepercayaan

-pasien beraga islam dan selalu berdo’a untuk kesembuhannya.

PEMERIKSAAN FISIK

-Kesadaran : compos metis

-Tanda-tanda vital : TD =110 / 70 mmHg,

N = 105 x/menit

RR = 30x/menit
S = 36,8ᵒC

: bentuk mesochepal, rambut hitam , tidak ada lesi pada kepala, keadaan rambut pasien juga bagus, tidak
rontok, tidak ada benjolan.

: - mata klien simetris, mata tidak bengkak,tidak memakai alat bantu penglihatan.

-Hidung : - ada septum,

- ada cuping hidung

- terpasang slang oksigen 2 liter

-Telinga : - ada serumen

- fungsi pendengaran masih baik.

-Mulut : - gigi klien bersih

- warna bibir pucat

- mukosa bibir kering.

-Leher : - tidak ada pembesaran kelenjar tiroid .

-Thorak : -payudara :-

-jantung : - saat dilakukan auskultasi jantung di dapatkan S1 < S2

n :I : bentuk simetris,tidak ada lesi

A : terdengar bising usus 12x / menit

P : terdengar bunyi timpani.

P : tidak ada nyeri tekan pada 4 kuadran

paru : I : bentuk simetris,tetapi saat klien bernafas klien terlihat pengembangan dada yang tidak simetris.

A : terdapat bunyi wheezing(mengi)

P : bunyi pekak,menunjukan adanya penumpukan secret.

P : saat dilakukan palpasi taktil fremitus dapat terasa getaran yang berat.

-genetalia : - laki-laki

- tidak terpasang dower cateter (DC)

-punggung : - tidak ada lesi/jejes pada punggung


as : - atas : tangan kanan terpasang infus D5% 20tpm + aminophilin

- bawah: tidak ada edema

PROGRAM TERAPI (31 Januari 2012)

- Infus D5% + aminophilin 20 tpm

- Oral Ambroxol : 3x1 (30mg)

- Injeksi dexametason : 3x1 (5mg)

- Injeksi ranitidine : 3x1 (50mg)

- Injeksi cefotaxime :3x1 (gr)

HASIL PEMERIKSAAN PENUNJANG (30 januari 2012, pukul 13.00)

Pemeriksaan Hasil Normal Satuan Keterangan

Gula Darah

Sewaktu 94 <200 mg/dl

Kimia

Creatinin 0.9 0,7 – 1,2 mg/dl

Hemoglobin 15,0 L = 13,6 gr%

P = 12 - 14

Jumlah lekosit 4.100 4.000– 11.000 /mmk

ANALISA DATA
NO. DATA ETIOLOGI PROBLEM

1 DS : - Pasien mengatakan dadanya -peningkatan -bersihkan jalan


sesak produksi sekret nafas tidak efektif.

- Klien mengatakan dirinya


menderita batuk yang disertai
dahak yang kental

DO : TD : 110/70mmHg

S : 36,8ᵒC

N : 105x / menit

RR : 30x / menit

- Pasien terlihat sesak

2 DS : - klien mengatakan sesak -gangguan suplai -gangguan


oksigen kerusakan
pertukaran gas.

DO : terpasang oksigen 2 liter

3 DS : - klien mengatakan tidak nafsu -Anoreksia. -perubahan nutrisi


makan. kuang dari
- Klien mengatakan makan hanya kebutuhan tubuh.
habis 3 – 4 sendok.

- Klien mengatakan minum hanya


habis 3 – 4 gelas sehari

DO : - makanan tidak habis.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.

2. Gangguan kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen.


3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

INTERVENSI KEPERAWATAN
NO. DX.KEPERAWATAN TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1 Bersihkan jalan nafas Setelah dilkukan -auskultasi - mengetahui


tidak efektif tind.kep slama bunyi nafas adanya bunyi
berhubungan dengan 3x24jam,dhrapkan wheezing.ronki
peningkatan produksi klien :
secret,ditandai
dengan : DS : -klen -klien merasa - kaji frekuensi
mengatakan dadanya nyaman pernafasan
sesak.
-sesak nafas - mengetahui
DO: - berkurang/hilang
TD=110/70mmHg frekuensi
- posisikan
-mukus berkurang pernafasan
S = 36,8 C
pasien semi
-tidak terdapat fowler.
N = 105x/menit
bunyi wheezing
RR= 30x/ menit
-tidak ada cuping
hidung - berikan obat - semi fowler dapat
sesuai indikasi mengurangi sesak

- observasi
karakteristik
batuk
- untuk mengurangi
sesak

- mengetahui
karakteristik batuk.
2 Gangguan kerusakan Setelah dilkukan -kaji frekuensi -mengetahui
pertukaran gas tind.kep slama kedalaman frekuensi,kedalaman
berhubungan dengan 3x24jam,dihrpkan pernafasan pernafasan
gangguan suplai Klien bernafas
oksigen.ditandai dengan
dengan : baik,dengan - atur posisi
kriteria hasil: semi fowler
DS: klien mengatakan - semi fowler dapat
sesak -klien tidak mengurangi sesak
menggunakan
DO: terpasang oksigen - dorong
oksigen 2 liter pengeluaran
- klien tidak sesak sputum - untuk
lagi
mengeluarkan
sputum
- auskultasi
bunyi nafas
- mengetahui bunyi
nafas
- observasi
tanda-tanda
vital dan irama - mengetahui tanda-
tanda vital pasien
jantung dan irama jantung
pasien

- berikan
oksigen sesuai - terapi oksigen
indikasi dapat mengurangi
sesak

3 Perubahan nutrisi Setelah dilkukan -auskultasi -mengetahui bunyi


tind.kep slama bunyi usus usus
kurang dari
3x24jam,dihrapkn
kebutuhan tubuh
berhubungan dengan Nutrisi pasien
anoreksia. Ditandai terpenuhi,dengan - kaji - mengetahui
dengan: kriteria hasil: kebiasaan diet kebiasaan diet

-nutrisi pasien
DS: pasien
terpenuhi
mengatakan tidak
- anjurkan - makan sedikit tapi
nafsu makan. - nafsu makan pasien untuk
pasien bertambah makan sedikit sering dapat
-pasien mengatakan menambah nutrisi
tapi sering
makan hanya habis 3- - berat badan pasien
4 sendok saja pasien bertambah

DO: makanan tidak - hindari


habis makanan yang - makanan yang
merangsang dapat
Merangsang memberukan rasa
sakit pada perut.

-timbang berat
badan pasien -mengetahui berat
badan pasien
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO.DIAGNOS HARI/TGL/JAM IMPLEMENTASI EVALUASI PARA
A RESPON F

1 Selasa,31/1/201 - mengkaji keadaan umum pasien. - Pasien


2 terlihat sesak

09.00
- mengkaji frekuensi pernafasan
-RR =
1 30x/menit

- mengauskultasi bunyi paru


09.05
-Terdengar
bunyi
- memposisikan pasien semi fowler
wheezing

1 -pasien
09.10 mnegatakan
- memonitor oksigen pasien
lebih nyaman

-terpasang
oksigen 2
1,2 liter,
09.15
- mengauskultasi bunyi usus

-terdengar
- mengkaji kebiasaan diet(masukan oral) bising usus
2
09.20

- menganjurkan pasien untuk makan -pasien tidak


sedikit tapi sering. nafsu makan

- menganjurkan pasien untuk tidak -pasien mau


makan makanan yang melakukanny
2 merangsang(pedas,panas,dingin) a
10.00
- menimbang berat badan pasien.

-pasien
mengerti dan
3 10.05 - mengukur tanda-tanda vital pasien mau
melakukanny
a

3 10.10

-berat badan
pasien 58kg

-TD=110/70
3 10.15
S = 36,8 C

N =105x/mnit

RR= 30x/
menit

3 10.20

2 11.00
1 Rabu,1/2/2012 -mengkaji keadaan umum pasien -pasien
terlihat lebih
07.00 tenang

-mengkaji frekuensi pernafasan -


RR=25x/mnit
1 08.00

- memberikan obat
ambroxol(oral),inj.cefotaxime,ranitidine(I -pasien mau
V) diberi obat

1,2,3

08.05 - memonitor oksigen pasien

-masien
masih
menggunaka
n oksigen
2 -mengkaji masukan oral

08.10
-pasien
mengatakan
mulai nafsu
makan
- mengukur tanda-tanda vital pasien
- TD=110/70
3 08.15 S = 36,8 C

N =98x/mnit

RR= 25x/
menit

- menganjurkan pasien untuk istirahat -pasien


beristirahat
2 11.00

2 11.05
1 Kamis,2/2/2012 -mengkaji keadaan umum pasien -pasien
mengatakan
21.00 sesaknya
berkurang

- pasien tidak
- memonitor oksigen menggunaka
n slang
2 21.05 oksigen

-
RR=23x/mnit
- mengkaji frekuensi pernafasan

- masien mau
1,2 21.10 - memberikan obat cefotaxime(IV) diberi obat

- menganjurkan pasien untuk istirahat -pasien mau


kembali istirahat dan
3 23.00 tidur kembali

-TD=110/80
- mengukur tanda-tanda vital pasien
2 23.05 S= 36,5C

RR=23x/mnit

N= 95x/mnit

- mengkaji masukan oral


- pasien
menhatakan
05.00 mulai nafsu
2
makan,habis
½ porsi

-berat badan
pasien 58,2kg
3 06.30 - menimbang berat badan pasien

3 06.35

CATATAN PERKEMBANGAN
TANGGAL/JAM NO.DX.KEP CATATAN PERKEMBANGAN PARAF

31/1/2012 1 S = pasien mengatakan masih sesak nafas

14.00 O = pasien terlihat sesak,RR=30x/menit

A = masalah belum teratasi


P = lanjutkan intervensi keperawatan

S = pasien mengatakan sesak

14.00 2 O = pasien menggunakan oksigen

A = masalah belum teratasi

P = lanjutkan intervensi keperawatan

S = pasien mengatakan tidak nafsu makan

14.00 3 O = pasien masih terlihat lemas,makanan


tidak habis

A = masalah belum teratasi

P = lanjutkan intervensi keperawatan

1/2/1012 1 S = pasien mengatakan sesaknya berkurang

14.00 O = pasien terlihat lebih


tenang,RR=25x/menit

A = masalah teratasi sebagian

P = lanjutkan intervensi keperawatan

14.00 2 S = pasien mengatakan sesaknya berkurang

O = pasien masih menggunakan oksigen

A = masalah teratasi sebagian

P = lanjutkan intervensi keperawatan


14.00 3 S = pasien mengatakanmulai nafsu makan

O = makanan habis ¼ porsi

A = masalah teratasi sebagian

P = lanjutkan intervensi keperawatan

2/2/2012 1 S = pasien mengatakansesaknya berkurang

07.00 O = pasien terlihat lebih


tenang,RR=24x/menit

A = masalah teratasi sebagian

P = lanjutkan intervensi keperawatan

07.00 2 S = pasien mengatakansesaknya berkurang


,sudah lebih nyaman

O = pasien tidak menggunakan oksigen

A = masalah teratasi sebagian

P = lanjutkan intervensi keperawatan

07.00 3 S = pasien mengatakan mulai nafsu makan


kembali

O = pasien makan habis ½ porsi

A = masalah teratasi sebagian

P = lanjutkan intervensi keperawatan

DAFTAR PUSTAKA

http://ariebencolenk.blogspot.com/2012/01/asma-bronkial.html

Judith M.Wilkinson,2007,Diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC

NANDA,2001-2002,Diagnosis keperawatan Nanda,Yogyakarta;UGM

Anda mungkin juga menyukai