1.PENGARTIAN
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame akut otot
polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi
alveolus.
( Huddak & Gallo, 1997 )
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan
bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
( Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus
mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48)
2. PENYEBAB
a. Faktor Ekstrinsik (asma imunologik / asma alergi)
- Reaksi antigen-antibodi
- Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
b. Faktor Intrinsik (asma non imunologi / asma non alergi)
- Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
- Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
- Iritan : kimia
- Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
- Emosional : takut, cemas dan tegang
- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.
(Suriadi, 2001 : 7)
2. Stadium lanjut/kronik
a. Batuk, ronchi
b. Sesak nafas berat dan dada seolah olah tertekan
c. Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
d. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
e. Thorak seperti barel chest
f. Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
g. Sianosis
h. BGA Pa O2 kurang dari 80%
i. Ro paru terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kanan dan kiri
j. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)
4. PATOFISIOLOGIS
KLIK GAMBAR UNTUK MEMPERBESAR
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Spirometri
- Uji provokasi bronkus
- Pemeriksaan sputum
- Pemeriksaan cosinofit total
- Uji kulit
- Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
- Foto dada
- Analisis gas darah
7. PENGKAJIAN
a. Awitan distres pernafasan tiba-tiba
DP : Kurang pengetahuan
Tujuan : Pengetahuan miningkat
KH :
- Menyatakan pemahaman kondisi / proses penyakit dan tindakan.
- Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubung
dengan faktor penyebab.
- Melakukan perubahan pola hidup dan berparisipasi dalam program pengobatan.
Intervensi:
- Jelaskan proses penyakit individu dan keluarga
- Instrusikan untuk latihan nafas dan batuk efektif.
- Diskusikan tentang obat yang digunakan, efek samping, dan reaksi yang tidak diinginkan
- Beritahu tehnik pengguanaan inhaler ct : cara memegang, interval semprotan, cara
membersihkan.
- Tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi
- Beritahu efek bahaya merokok dan nasehat untuk berhenti merokok pada klien atau orang
terdekat
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansyoer(1999). Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jilid I. Media Acsulapius. FKUI.
Jakarta.
Heru Sundaru(2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. BalaiPenerbit
FKUI. Jakarta.
Askep Asma Bronkiale. Penyakit asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang berkaitan erat
dengan saluran nafas serta pernafasan. Oleh sebab itu bila penyakit paru asma ini kambuh akan
menimbulkan gejala yang khas sekali yaitu bunyi nafas mengi, bengek, batuk dan juga sesak nafas.
Bunyi mengi pada asma terdengar ketika seorang penderita menghembuskan nafasnya. Serangan
asma terjadi secara perlahan dengan gejala yang secara bertahap juga akan semakin memburuk jika
tidak
segera
dilakukan
tindakan
pengobatan
dan
juga
perawatan.
Sepert biasa dalam hal melakukan asuhan keperawatan yang pertama kali dilakukan oleh
seorang perawat adalah melakukan pengkajian. Demikian pula bila kita melakukan pengkajian askep
asma
bronkial ini.
Pada tahap pengkajian askep asma bronkiale menetapkan penatalaksanaan dasar untuk mendapatkan
informasi tentang status terakhir pasien sehingga semua penyimpangan yang terjadi dapat untuk
segera
diketahui
Pengkajian askep asma bronkiale ini juga mencakup dua hal yaitu pengkajian primer dan juga
pengkajian sekunder.
Airway. Yang kita dapatkan pada pengkajian airway ini diantaranya yaitu : batuk kering/tidak
produktif, wheezing yang nyaring, penggunaan otot otot aksesoris pernapasan ( retraksi otot
interkosta).
2.
Breathing. Perpanjangan ekspirasi dan perpendekan periode inspirasi, dypsnea, takypnea,
taktil fremitus menurun pada palpasi, suara tambahan ronkhi, hiperresonan pada perkusi.
3.
Circulation. Yang kita dapatkan pada pengkajian sirkulasi ini adalah adanya hipotensi,
diaforesis, sianosis, gelisah, fatique, perubahan tingkat kesadaran, pulsus paradoxus > 10 mm.
Pengkajian Sekunder pada askep asma bronkial adalah :
1.
Riwayat penyakit sekarang. Yang kita anamnese adalah mengenai lama menderita asma, hal
yang menimbulkan serangan, obat yang pakai tiap hari dan saat serangan.
2.
Riwayat penyakit sebelumnya. Yang kita ananmese adalah mengenai riwayat alergi, batuk
pilek, menderita penyakit infeksi saluran nafas bagian atas
3.
Riwayat perawatan keluarga. Yang kita anamnese adalah adakah riwayat penyakit asma pada
keluarga.
4.
Riwayat sosial ekonomi. Yang kita anamnese adalah lingkungan tempat tinggal dan bekerja,
jenis pekerjaan, jenis makanan yang berhubungan dengan alergen, hewan piaraan yang dimiliki,
dan tingkat stressor.
Melangkah pada tahap selanjutnya yaitu diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan pada askep
asma
bronkiale ini
yaitu
:
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan bronkospasme dan sekresi
kental
berlebihan.
Tujuan
Yang
Diharapkan
:
Pasien
mempertahankan
jalan
nafas
paten.
Kriteria Hasil :
1.
Bunyi nafas bersih
2.
Kecepatan dan kedalaman pernafasan normal
3.
Tak ada dispnea
Intervensi Keperawatan :
Kaji
tanda
dan
gejala
ketidakefektifan
pernapasan
dispnea,
penggunaan
otot-otot
pernapasan
Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas darah arteri
Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada
Berikan terapi oksigen sesuai pesanan
Pertahankan patensi jalan nafas
Berikan obat sesuai pesanan
3. Cemas berhubungan dengan krisis situasi, kesulitan bernafas, takut serangan ulang.
Tujuan
Yang
Diharapkan
:
Rasa
cemas
klien
menjadi
berkurang
sampai
hilang
Kriteria Hasil :
1.
Klien tampak rileks
2.
Mengungkapkan perasaan cemas berkurang
3.
Tanda tanda vital normal
Intervensi Keperawatan :
AsuhanKeperawatanAsmaBronkial
A.
Sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang dimulai dari
hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus. Saluran pernafasan bagian atas
dimulai dari hidung sampai trakea dan bagian bawah dari bronkus sampai alveolus.
Fungsi utama sistem pernafasan adalah menyediakan oksigen untuk metabolisme
jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa metabolisme jaringan.
Sedangkan fungsi tambahan sistem pernafasan adalah mempertahankan keseimbangan asam
basa dalam tubuh, menghasilkan suara, memfasilitasi rasa kecap, mempertahankan kadar
cairan dalam tubuh serta mempertahankan keseimbangan panas tubuh.
Tercapainya fungsi utama pernafasan didasarkan pada empat proses yaitu: ventilasi
(keluar masuknya udara pernafasan), difusi (pertukaran gas di paru-paru), transportasi
(pengangkutan gas melalui sirkulasi) dan perfusi (pertukaran gas di jaringan).
Adapun kondisi yang mendukung dari proses pernafasan adalah tekanan oksigen atau
udara atmosfer harus cukup, kondisi jalan nafas dalam keadaan normal, kondisi otot
pernafasan dan tulang iga harus baik, ekspansi dan rekoil paru, fungsi sirkulasi (jantung),
kondisi pusat pernafasan dan hemoglobin sebagai pengikat oksigen.
Berikut ini dijelaskan lebih rinci mengenai anatomi dan fisiologi dari organ-organ
pernafasan
1.
Hidung, merupakan saluran pernafasan teratas. Ditempat ini udara pernafasan mengalami
proses yaitu penyaringan (filtrasi), penghangatan dan pelembaban (humidifikasi). Ketiga proses
ini merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel thoraks bertingkat,
bersilia dan bersel goblet. Bagian belakang hidung berhubungan dengan pharing disebut
nasopharing.
2.
Pharing, berada di belakang mulut dan rongga nasal. Dibagi dalam tiga bagian yaitu
nasopharing, oropharing, dan laringopharing. Pharing merupakan saluran penghubung antara
saluran pernafasan dan saluran pencernaan. Bila makanan masuk melalui oropharing, epiglotis
akan menutup secara otomatis sehingga aspirasi tidak terjadi.
3.
Laring, berada di atas trakea di bawah pharing. Sering kali disebut sebagai kotak suara
karena udara yang melewati daerah itu akan membentuk bunyi. Laring ditunjang oleh tulangtulang rawan, diantaranya yang terpenting adalah tulang rawan tiroid (Adam Apple) yang khas
pada pria, namun kurang jelas pada wanita. Di bawahnya terdapat tulang rawan krikoid yang
berhubungan dengan trakea.
4.
Trakea, terletak di bagian depan esophagus, dan mulai bagian bawah krikoid kartilago laring
dan berakhir setinggi vertebra torakal 4 atau 5. Trakea bercabang menjadi bronkus kanan dan
kiri. Tempat percabangannya disebut karina yang terdiri dari 6 10 cincin kartilago.
5.
Bronkus, dimulai dari karina, dilapisi oleh silia yang berfungsi menangkap partikel-partikel
dan mendorong sekret ke atas untuk selanjutnya dikeluarkan melalui batuk atau ditelan.
Bronkus kanan lebih gemuk dan pendek serta lebih vertikal dibanding dengan bronkus kiri.
6.
Bronkiolus, merupakan cabang dari bronkus yang dibagi ke dalam saluran-saluran kecil yaitu
bronkiolus terminal dan bronkiolus respirasi. Keduanya berdiameter 1 mm. Bronkiolus
terminalis dilapisi silia dan tidak terjadi difusi di tempat ini. Sebagian kecil hanya terjadi pada
bronkiolus respirasi.
7.
Alveolus
Duktus alveolus menyerupai buah anggur dan merupakan cabang dari bronkiolus respirasi.
Sakus alveolus mengandung alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai tempat
pertukaran gas. Diperkirakan paru-paru mengandung 300 juta alveolus (luas permukaan
100 m2) yang dikelilingi oleh kapiler darah.
Dinding alveolus menghasilkan surfaktan (terbuat dari lesitin) sejenis fosfolipid yang sangat
penting dalam mempertahankan ekspansi dan rekoil paru. Surfaktan ini berfungsi menurunkan
ketegangan permukaan dinding alveoli. Tanpa surfaktan yang adekuat maka alveolus akan
mengalami kolaps.
8.
Paru-paru
Paru merupakan jaringan elastis yang dibungkus (dilapisi) oleh pleura. Pleura terdiri dari pleura
viseral yang langsung membungkus/ melapisi paru dan pleura parietal pada bagian luarnya.
Pleura menghasilkan cairan jernih (serosa) yang berfungsi sebagai lubrikasi. Banyaknya cairan
ini lebih kurang 10 15 cc. Lubrikasi dimaksudkan untuk mencegah iritasi selama respirasi.
Peredaran darah ke paru-paru melalui dua pembuluh darah yaitu : arteri pulmonalis dan arteri
bronkialis.
(Pearce Evelyn C, 2000; 211)
B.
1.
Asma Bronchial adalah penyakit saluran nafas yang dapat pulih yang terjadi karena
spasme bronkus disebabkan oleh berbagai sebab misalnya allergen, infeksi dan latihan. (Hudak
& Gallo, 1997; 225)
Asma Bronkial adalah inflamasi dari plasma akut dari otot halus pada bronkus dan
bronkiolus dengan peningkatan produksi dan pelengketan mukus. (Susan Martin Tucker,et.al,
1998; 2215)
Asma Bronkial adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakea dan
bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan (Soeparman, Sarwono Waspadji, 1999; 71)
Asma Bronkial adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan oleh konstriksi yang dapat
pulih dari otot halus bronkial, hipersekresi mukosa, dan inflamasi mukosa serta edema. Faktor
pencetus termasuk alergen, masalah emosi, cuaca dingin, latihan, obat, kimia, dan infeksi.
(Marilynn E. Doenges, 1999; 152)
Asma Bronkial adalah penyakit jalan nafas obstruksi intermitten, reversibel dimana
trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang
dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan
mengi. (Brunner and Suddarth, 2001; 593)
Asma Bronkial adalah penyakit kronik sistem pernafasan dengan ciri serangan berulang
kesulitan dalam bernafas, wheezing, dan batuk. Selama serangan saluran bronkus kejang,
menjadi lebih sempit dan kurang mampu untuk menggerakkan udara ke paru-paru. Bermacammacam benda yang dapat mengakibatkan alergi seperti bulu binatang, debu, polusi atau
makanan tertentu dapat memicu serangan. (Health Dictionary, 2007).
Asma Bronkial adalah penyakit kronis dengan serangan nafas pendek, wheezing dan
batuk dari konstriksi dan membran mukosa yang bengkak di dalam bronkus (jalan nafas dalam
paru-paru). Hal ini terutama disebabkan oleh alergi atau infeksi saluran pernafasan. Kedua
asap rokok dapat mengakibatkan asma pada anak. (Britannica Concise Encyclopedia, 2007).
Asma Bronkial adalah gangguan pernafasan ditandai dengan serangan berulang
kesulitan bernafas terutama saat menghembuskan nafas oleh karena peningkatan ketahanan
aliran udara melalui pernafasan bronkeolus. (Sports Science and Medicine, 2007).
Asma Bronkial adalah penyakit kronis system pernafasan di tandai dengan serangan
berkala dari wheezing, nafas pendek dan rasa sesak di dada. (Columbia Encyclopedia, 2007).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Asma Bronchial adalah
penyempitan sebagian dari otot halus pada bronkus dan bronkiolus yang bersifat reversibel dan
disebabkan oleh berbagai penyebab seperti alergen, infeksi dan latihan.
2.
Etiologi
Faktor-faktor penyebab dan pemicu asma antara lain debu rumah dengan tungaunya,
bulu binatang, asap rokok, asap obat nyamuk, dan lain-lain. Beberapa makanan penyebab
alergi makanan seperti susu sapi, ikan laut, buah-buahan, kacang juga dianggap berperanan
penyebab asma. Polusi lingkungan berupa peningkatan penetrasi ozone, sulfur dioksida (SO2),
nitrogen oksid (NOX), partikel buangan diesel, partikel asal polusi (PM10) dihasilkan oleh
industri dan kendaraan bermotor. Makanan produk industri dengan pewarna buatan (misalnya
tartazine), pengawet (metabisulfit), dan vetsin (monosodium glutamat-MSG) juga bisa memicu
asma. Kondisi lain yang dapat memicu timbulnya asma adalah aktifitas, penyakit infeksi, emosi
atau stres. (Pdpersi, 2007)
3.
Patofisiologi
Pada penyakit asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan misalnya
stres, udara dingin, latihan dan faktor-faktor lain. Serangan asma merupakan akibat adanya
reaksi antigen antibodi yang menyebabkan dilepaskannya mediator-mediator kimia. Antibodi
yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi yang menyebabkan pelepasan produk sel-sel
mast (mediator) seperti histamin, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dan substansi
yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan nafas yang menyebabkan tiga reaksi utama yaitu:
a.
Konstriksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar maupun saluran nafas yang kecil
yang menimbulkan bronkospasme.
b.
Peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang
menambah sempitnya saluran nafas lebih lanjut.
c.
4.
Klasifikasi
Jenis-jenis asma terdiri atas 3 macam, yaitu :
a.
b.
c.
Asma Gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dan bentuk alergi
maupun bentuk idiopatik atau non alergik. (Brunner and Suddarth, 2001; 534)
5.
a.
b.
e.
f.
6.
Komplikasi
Adapun komplikasi yang mungkin terjadi pada penyakit asma yaitu :
a.
Atelektasis.
b.
c.
Pneumothoraks.
d.
e.
Bronkhitis.
f.
g.
Fraktur iga.
(Soeparman, dkk, 1999; 34)
7.
Pemeriksaan Diagnosis
a.
Pemeriksaan laboratorium
1)
Pemeriksaan sputum
Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.
2)
-
Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan
viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.
Pemeriksaan darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, atau asidosis.
Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.
Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.
Pencetusnya allergen, olahraga, cuaca, emosi (imun respon menjadi aktif, Pelepasan mediator
humoral), histamine, SRS-A, serotonin, kinin, bronkospasme, Edema mukosa, sekresi
meningkat,inflamasi (penghambat kortikosteroid)
b.
Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan
dan menurun pada waktu bebas dari serangan.
Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan
peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat
komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
c.
d.
Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
1)
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise
rotation.
2)
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundle
branch block).
3)
Tanda-tanda hipoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atau
terjadinya depresi segmen ST negative.
e.
Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama
serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
f.
Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat dan
sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.
Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol
(inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari
20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%.
Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting
untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Banyak penderita tanpa keluhan tetapi
pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.
(Dudut Tanjung., Skp, 2007)
8.
Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
a.
b.
c.
a.
-
Pemberian cairan.
Fisiotherapy.
b.
Pengobatan farmakologik :
1)
a)
2)
Santin (teofilin)
Nama obat :
- Aminofilin (Amicam supp)
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara kerjanya berbeda.
Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan asma akut, dan
disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah.Karena sering merangsang lambung
bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita
yang mempunyai sakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga
dalam bentuk suppositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus. Supositoria ini
digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum teofilin (misalnya muntah atau
lambungnya kering).
3)
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan asma. Manfaatnya
adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak. Kromalin biasanya diberikan bersamasama obat anti asma yang lain, dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
4)
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan
dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
(Dudut Tanjung., Skp, 2007)
C.
Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik
keperawatan. Hal ini bisa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan
ilmu, tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien/
keluarga. Proses keperawatan terdiri dari lima tahap yang sequensial dan berhubungan :
pengkajian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (Nursalam, 2001; 2).
Proses keperawatan adalah satu pendekatan untuk pemecahan masalah yang memungkinkan
seorang perawat untuk mengorganisir dan memberikan asuhan keperawatan. Proses
keperawatan merupakan suatu elemen dari pemikiran Kritis yang memperbolehkan perawat
untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan yang didasarkan atas pertimbangan. Suatu
proses adalah satu rangkaian dari langkah-langkah atau komponen-komponen petunjuk /
penentu untuk mencapai tujuan. Tiga karakteristik dari suatu proses adalah Purpose,
Organization dan Creativity ( Bevis,1978). Purpose adalah tujuan atau maksud yang spesifik
dari proses. Proses keperawatan digunakan untuk mendiagnosa dan merawat respon manusia
pada kondisi sehat dan sakit. (American Nurses Association,1980). Organization adalah
tahapan atau langkah-langkah atau komponen-komponen yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan. Proses keperawatan mengandung 5 langkah : Pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Creativity adalah pengembangan lanjut dari proses
itu. Proses keperawatan dinamis dan berlanjut terus menerus. ( Potter Perry, 1997 : 103 )
Asuhan Keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek
pemeliharaan, rehabilitatif dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini,
profesi keperawatan telah mengidentifikasikan proses pemecahan masalah yang
menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang
paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah.
(Doenges, 1999 ; dikutip dari Shore,1998).
Dalam melakukan asuhan keperawatan terdapat beberapa langkah yang harus
ditempuh. Adapun langkah tersebut adalah sebagai berikut :
1.
Pengkajian
Merupakan tahapan awal dari proses keperawatan yang merupakan dasar dari kegiatan
selanjutnya, yang dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan sistematis dalam
mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan klien sesuai
dengan masalah yang ada.
Tahap pengkajian adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan wawancara,
observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta mempelajari cacatan lain tentang
status kesehatan klien.
Dalam tahap ini akan dikumpulkan identitas klien, riwayat kesehatan, riwayat kesehatan
keluarga, riwayat psikososial, pola-pola fungsi kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
Riwayat kesehatan meliputi riwayat penyakit dahulu yang terdiri dari riwayat masuk
rumah sakit, penyakit yang diderita, riwayat alergi dan obat-obatan yang sering digunakan.
Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama dari klien seperti sesak, batuk, demam,
nyeri abdomen, berkeringat serta sejak kapan gejala-gejala tersebut timbul.
Riwayat keluarga meliputi penyakit yang pernah diderita anggota keluarga yang
mungkin ada hubungannya dengan kondisi klien, riwayat penyakit keturunan seperti asma, DM,
penyakit jantung dan genogram keluarga klien.
Riwayat psikososial menyatakan tingkat perasaan/ emosi klien dan keberadaan klien
dalam keluarga.
Pada pola-pola fungsi kesehatan meliputi keadaan nutrisi seperti adanya alergi terhadap
makanan, berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan, apakah ada muntah, mual dan nyeri
abdomen. Pola eliminasi seperti kesulitan miksi dan frekuensinya. Pola tidur yang meliputi
lamanya tidur, apakah susah tidur akibat sesak. Pola aktifitas seperti sesak waktu beraktifitas.
Data dasar yang biasanya didapat pada pasien asma bronkial adalah :
a.
Aktivitas/ Istirahat
Gejala
: Keletihan
Gelisah, insomnia
Kelemahan umum / kehilangan massa otot.
b.
Sirkulasi
Gejala
Tanda
: Peningkatan TD, peningkatan frekuensi jantung/ takikardia berat, distrimia, distensi vena leher
(penyakit berat).
Edema dependen, bunyi jantung redup.
Warna kulit/membran mukosa : normal atau abu-abu/ sianosis, kuku tabuh dan sianosis perifer.
Pucat dapat menunjukkan anemia.
c.
Integritas Ego
Gejala
Tanda
Gejala
Makanan / Cairan
: Mual / Muntah
Nafsu makan buruk
Ketidakmampuan untuk makan karena distres pernafasan
Tanda
Gejala
Hygiene
f.
Gejala
Pernafasan
: Nafas pendek khususnya pada kerja, cuaca atau episode berulangnya sulit nafas, rasa dada
tertekan, ketidakmampuan untuk bernafas
Bunyi nafas : mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi
berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi nafas
Perkusi : bunyi pekak pada paru
g.
Gejala
Keamanan
Seksualitas
Gejala
i.
: Penurunan libido
Interaksi Sosial
Gejala
: Hubungan ketergantungan
Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status
kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok di mana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Carpenito, 2000; 53).
Tujuan diagnosa keperawatan adalah untuk mengidentifikasi :
a.
Masalah dimana adanya respon klien terhadap status kesehatan atau penyakit.
b.
c.
a.
b.
Interpretasi data
c.
Validasi data
d.
a.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi
sekret, penurunan energi/ kelemahan.
b.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan
napas oleh sekresi, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
c.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, anorexia,
mual/ muntah.
d.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama dan
imunitas.
e.
3.
Perencanaan
Hirarki Maslow, membagi kebutuhan dalam lima tahap yaitu : kebutuhan fisiologis, rasa
aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualisasi.
1.
Misalnya : udara segar O2, air (H2O), cairan elektrolit, makan dan seks.
2.
Misalnya : rasa aman terhindar dari penyakit, gangguan pencurian, perlindungan hukum.
3.
Misalnya : ingin dihargai/ menghargai : adanya respek dari orang lain, toleransi dalam hidup
berdampingan.
5.
Misalnya : ingin diakui/ dipuja, ingin berhasil, ingin lebih menonjol lebih dari orang lain.
b.
Hiraki Kalish, menjelaskan kebutuhan Maslow lebih mendalam dengan membagi kebutuhan
fisiologi menjadi kebutuhan untuk bertahan hidup dan stimulasi (Nursalam, 2001; 42).
Setelah penyusunan prioritas perencanaan diatas maka langkah selanjutnya adalah
penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana tindakan dari diagnosa keperawatan yang
muncul pada asma bronkial adalah sebagai berikut :
a.
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan produksi
sekret, penurunan energi/kelemahan.
ujuan
riteria Hasil
: Menunjukan perilaku perbaikan bersihan jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan
sekret.
Intervensi:
Mandiri
1)
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas misalnya : mengi, ronki.
R : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat / tidak
dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
2)
R : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau
selama stres.
3)
Pertahankan polusi lingkungan minimum misalnya : debu, asap yang berhubungan dengan
kondisi individu.
R : Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan yang dapat mentriger episode akut.
4)
R : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan
jebakan udara.
5)
R : Batuk dapat menetap tapi tidak efektif terutama pada lansia, sakit akut atau kelemahan.
Kolaborasi :
6)
a)
R : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan produksi mukus dan
mengi.
b)
R : Menurunkan edema mukosa dan spasme otot polos dengan peningkatan langsung siklus AMP.
7)
b.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen (obstruksi jalan
nafas oleh sekret, spasme bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
ujuan
: Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang
normal dan bebas gejala distres pernafasan.
riteria Hasil
1)
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk
bernafas.
R : Sianosis mungkin perifer (pada kuku) atau sentral (bibir / daun telinga).
4)
R : Kental, tebal dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan
nafas kecil.
Kolaborasi :
5)
c.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, anoreksia,
mual / muntah.
ujuan
riteria Hasil
: Menunjukan perilaku / perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan / atau mempertahankan
berat yang tepat.
Intervensi :
Mandiri
1)
R : pasien distres pernafasan akut sering anoreksia karena dispnea, produksi sputum.
2)
Berikan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
R : Rasa tidak enak, bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan
dapat membuat mual dan muntah.
4)
5)
R : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Kolaborasi
6)
Konsultasi ahli gizi / nutrisi pendukung tim untuk memberikan makanan yang mudah di
cerna.
R : metode makanan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi / kebutuhan individu.
7)
R : menurunkan dispnea dan meningkatkan energi untuk makan dan meningkatkan masukan.
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama dan
imunitas.
ujuan
riteria hasil
Intervensi:
Mandiri
1)
Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif dan masukan cairan adekuat.
R : Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko infeksi
paru.
3)
Dapatkan spesimen batuk atau penghisapan sputum pewarnaan kuman gram negatif.
R : dilakukan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan kerentanan terhadap anti mikrobial.
6)
e.
ujuan
riteria Hasil
: Mengidentifikasi hubungan tanda / gejala yang ada dari proses penyakit dan menghubungkan
dengan faktor penyebab.
Intervensi :
Mandiri
1)
Jelaskan proses penyakit individu, dorong pasien dan keluarga untuk bertanya.
R : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
2)
Instruksikan rasional untuk latihan nafas, batuk efektif dan latihan kondisi umum.
R : nafas abdominal menguatkan otot pernafasan, membantu meminimalkan kolaps jalan nafas
kecil.
3)
R : Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping mengganggu dan efek
samping merugikan.
4)
R : menurunkan pertumbuhan bakteri pada mulut dimana dapat menimbulkan infeksi saluran nafas
atas.
(Marilynn E Doengoes, 1999; 156)
4.
Pelaksanaan
Pelaksanaan tindakan perawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. (Iyer, et.al, 1996; dikutip dari Nursalam, 2001; 53)
Tahap ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh karena itu pelaksanaan
dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai
skala sangat urgen, urgen dan tidak urgen (non urgen).
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu: persiapan, perencanaan
dan pendokumentasian. (Griffith, 1986; dikutip dari Nursalam, 2001; 53).
a.
1) Independen : tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau
tim kesehatan lainnya.
2) Interdependen : tindakan perawat yang memerlukan kerjasama dengan kesehatan lainnya (gizi,
dokter, laboratorium dan lain-lain).
3) Dependen : berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis
dilakukan.
c.
Fase Dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan.
Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan Asma Bronkial,
perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, pemberi support, pendidik, advokasi,
konselor dan pencatat/ penghimpun data.
5.
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang digunakan sebagai alat untuk
menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan dan proses ini berlangsung terus menerus yang
diarahkan pada pencapaian tujuan yang diinginkan.
Ada empat yang dapat terjadi pada tahap evaluasi, yaitu :
a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.
TINJAUAN TEORITIS
Asma Bronkhial
1.
Definisi Asma
Asma adalah kondisi jangka panjang yang mempengaruhi saluran napas-saluran
kecil yang mengalirkan udara masuk ke dan keluar dari paru-paru. Asma adalah
penyakit inflamasi (peradangan). Saluran napas penyandang asma biasanya
menjadi merah dan meradang. Asma sangat terkait dengan alergi. Alergi dapat
memperparah asma. Namun demikian, tidak semua penyandang asma mempunyai
alergi, dan tidak semua orang yang mempunyai alergi menyandang asma (Bull &
Price, 2007).
Pada penderita asma, saluran napas menjadi sempit dan hal ini membuat sulit
bernapas. Terjadi beberapa perubahan pada saluran napas penyandang asma, yaitu
dinding saluran napas membengkak; adanya sekumpulan lendir dan sel-sel yang
rusak menutupi sebagian saluran napas; hidung mengalami iritasi dan mungkin
menjadi tersumbat; dan otot-otot saluran napas mengencang tetapi semuanya
dapat dipulihkan ke kondisi semula dengan terapi yang tepat. Selama terjadi
serangan asma, perubahan dalam paru-paru secara tiba-tiba menjadi jauh lebih
buruk, ujung saluran napas mengecil, dan aliran udara yang melaluinya sangat jauh
berkurang sehingga bernapas menjadi sangat sulit (Bull & Price, 2007).
2.
Klasifikasi Asma
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar, seperti
yang dianut banyak dokter ahli pulmonologi (penyakit paru-paru) dari Inggris, yakni:
a)
Asma Ekstrinsik
Asma ekstrinsik adalah bentuk asma yang paling umum, dan disebabkan karena
reaksi alergi penderitanya terhadap hal-hal tertentu (alergen), yang tidak membawa
pengaruh apa-apa terhadap mereka yang sehat. Kecenderungan alergi ini adalah
kelemahan keturunan. Setiap orang dari lahir memiliki sistem imunitas alami yang
melindungi tubuhnya terhadap serangan dari luar. Sistem ini bekerja dengan
memproduksi antibodi.
Pada saat datang serangan, misalnya dari virus yang memasuki tubuh, sistem ini
akan menghimpun antibodi untuk menghadapi dan berusaha menumpas sang
penyerang. Dalam proses mempertahankan diri ini, gejala-gejala permukaan yang
mudah tampak adalah naiknya temperatur tubuh, demam, perubahan warna kulit
hingga timbul bercak-bercak, jaringan-jaringan tertentu memproduksi lendir, dan
sebagainya (Hadibroto & Alam, 2006).
b)
Asma Intrinsik
Asma intrinsik tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari alergen. Asma
jenis ini disebabkan oleh stres, infeksi, dan kondisi lingkungan seperti cuaca,
kelembapan dan suhu tubuh. Asma intrinsik biasanya berhubungan dengan
menurunnya kondisi ketahanan tubuh, terutama pada mereka yang memiliki
riwayat kesehatan paru-paru yang kurang baik, misalnya karena bronkitis dan
radang paru-paru (pneumonia). Penderita diabetes mellitus golongan lansia juga
mudah terkena asma intrinsik. Penderita asma jenis ini kebanyakan berusia di atas
30 tahun (Hadibroto & Alam, 2006).
Namun penting dicatat, bahwa dalam prakteknya, asma adalah penyakit yang
kompleks, sehingga tidak selalu dimungkinkan untuk menentukan secara tegas,
golongan asma yang diderita seseorang. Sering indikasi asma ekstrinsik dan
intrinsik bersama-sama dideteksi ada pada satu orang.
Sebagai contoh, dalam kasus asma bronkial (termasuk jenis ekstrinsik) yang
kronis, pada saat menangani terjadinya serangan, dokter akan sering mendiagnosa
hadirnya faktor-faktor kecemasan dan rasa panik. Keduanya adalah emosi yang
sifatnya naluriah pada saat seseorang harus berjuang agar bisa bernapas.
Selanjutnya rasa cemas dan panik ini meneruskan lingkaran setan dan
memperparah gejala serangan. Juga akan tercatat, bahwa bahan-bahan iritan
(pengganggu) dari luar seperti asap rokok dan hairspray akan memperparah kondisi
dibagi
berdasarkan
frekuensi
1.
Intermitten, yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang dari 1 kali dalam
seminggu dan gejala asma malam kurang dari 2 kali dalam sebulan. Jika seperti itu
yang terjadi, berarti faal (fungsi) paru masih baik.
2.
Persisten ringan, yaitu gejala asma lebih dari 1 kali dalam seminggu dan
serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam
lebih dari 2 kali dalam sebulan. Semua ini membuat faal paru realatif menurun.
3.
Persisten sedang, yaitu asma terjadi setiap hari dan serangan sudah
mengganggu aktivitas, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih
dari 1-2 kali seminggu. Gejala asma malam lebih dari 1 kali dalam seminggu. Faal
paru menurun.
4.
Persisten berat, gejala asma terjadi terus-menerus dan serangan sering terjadi.
Gejala asma malam terjadi hampir setiap malam. Akibatnya faal paru sangat
menurun.
Klasifikasi tingkat penyakit asma berdasarkan berat ringannya gejala (Hadibroto
& Alam, 2006):
1.
Asma akut ringan, dengan gejala: rasa berat di dada, batuk kering ataupun
berdahak, gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas, mengi tidak ada
atau mengi ringan, APE (Arus Puncak Aspirasi) kurang dari 80%.
2.
Serangan asma akut sedang, dengan gejala: sesak dengan mengi agak nyaring,
batuk kering/berdahak, aktivitas terganggu, APE antara 50-80%.
3.
Serangan asma akut berat, dengan gejala: sesak sekali, sukar berbicara dan
kalimat terputus-putus, tidak bisa barbaring, posisi harus setengan duduk agar
dapat bernapas, APE kurang dari 50%.
3.
Etiologi
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus
asma (Hadibroto & Alam, 2006):
yang orangtuanya tidak menyandang asma. Merokok ketika hamil dimana asap
rokok berhubungan dengan penurunan fungsi paru. Pajanan asap rokok, sebelum
dan sesudah kelahiran berhubungan dengan efek berbahaya yang dapat diukur
seperti meningkatkan risiko terjadinya gejala serupa asma pada usia dini. Baik
perokok aktif maupun pasif semasa kanak-kanan. Selain itu pilek atau infeksi virus
dan terpapar iritan di tempat kerja juga dapat mengakibatkan peradangan
(inflammation) pada saluran pernapasan yang berakibat pada terjadinya serangan
asma (Ayres, 2003).
Aspek-aspek potensi risiko kemunculan penyakit asma (Widjadja, 2009), antara
lain aspek genetik, kemungkinan alergi dan saluran napas yang memang mudah
terserang.
4.
Patofisiologi
Berkaitan dengan gangguan saluran pernapasan yang berupa peradangan dan
bronkokonstriksi, beberapa ahli membagi asma dalam 2 golongan besar yakni asma
ekstriksi dan asma intrinsik (Hadibroto & Alam, 2006). Berdasarkan klasifikasi
tersebut akan dijabarkan masing-masing dari patofisiologinya.
a)
Asma Ekstrinsik
Pada asma ekstrinsik alergen menimbulkan reaksi yang hebat pada mukosa
bronkus yang mengakibatkan konstriksi otot polos, hiperemia serta sekresi lendir
putih yang tebal. Mekanisme terjadinya reaksi ini telah diketahui dengan baik,
tetapi sangat rumit. Penderita yang telah disensitisasi terhadap satu bentuk alergen
yang spesifik, akan membuat antibodi terhadap alergen yang dihirup itu. Antibodi
ini merupakan imunoglobin jenis IgE. Antibodi ini melekat pada permukaan sel mast
pada mukosa bronkus. Sel mast tersebut tidak lain daripada basofil yang kita kenal
pada hitung jenis leukosit. Bila satu molekul IgE yang terdapat pada permukaan sel
mast menangkap satu molekul alergen, sel mast tersebut akan memisahkan diri
dan melepaskan sejumlah bahan yang menyebabkan konstriksi bronkus. Salah satu
contoh yaitu histamin, contoh lain ialah prostaglandin. Pada permukaan sel mast
juga terdapat reseptor beta-2 adrenergik. Bila reseptor beta-2 dirangsang dengan
obat anti asma Salbutamol (beta-2 mimetik), maka pelepasan histamin akan
terhalang.
Pada mukosa bronkus dan darah tepi terdapat sangat banyak eosinofil. Adanya
eosinofil dalam sputum dapat dengan mudah diperlihatkan. Dulu fungsi eosinofil di
dalam sputum tidak diketahui, tetapi baru-baru ini diketahui bahwa dalam butir-
Asma Intrinsik
Terjadinya asma intrinsik sangat berbeda dengan asma ekstrinsik. Mungkin
mula-mula akibat kepekaan yang berlebihan (hipersensitivitas) dari serabut-serabut
nervus vagus yang akan merangsang bahan-bahan iritan di dalam bronkus dan
menimbulkan batuk dan sekresi lendir melalui satu refleks. Serabut-serabut vagus,
demikian hipersensitifnya sehingga langsung menimbulkan refleks konstriksi
bronkus. Atropin bahan yang menghambat vagus, sering dapat menolong kasuskasus seperti ini. Selain itu lendir yang sangat lengket akan disekresikan sehingga
pada kasus-kasus berat dapat menimbulkan sumbatan saluran napas yang hampir
total, sehingga berakibat timbulnya status asmatikus, kegagalan pernapasan dan
akhirnya kematian. Rangsangan yang paling penting untuk refleks ini ialah infeksi
saluran pernapasan oleh flu (common cold), adenovirus dan juga oleh bakteri
seperti hemophilus influenzae. Polusi udara oleh gas iritatif asal industri, asap, serta
udara dingin juga berperan, dengan demikian merokok juga sangat merugikan
(Herdinsibuae dkk, 2005).
5.
Sel Inflamasi
Sel-sel inflamasi yang terlibat dalam patofisiologi asma terutama adalah sel
mast, limfosit, dan eosinofil.
a)
Sel mast
Sel ini sudah lama dikaitkan dengan penyakit asma dan alergi, karena ia dapat
melepaskan berbagai mediator inflamasi, baik yang sudah tersimpan atau baru
disintesis, yang bertanggung-jawab terhadap beberapa tanda asma dan alergi.
Berbagai mediator tersebut antara lain adalah histamine (yang disintesis dan
disimpan di dalam granul sel dan dilepas secara cepat ketika sel mast teraktivasi),
prostaglandin PGD2 dan leukotrien LTC4 (yang baru disintesis setelah ada aktivasi),
dan sitokin (yang disintesis dalam waktu yang lebih lambat dan berperan dalam
reaksi fase lambat). Sel mast diaktivasi oleh alergen melalui ikatan suatu alergen
dengan IgE yang telah melekat pada reseptornya (Fcereceptor) di permukaan sel
mast. Adanya ikatan cross-linking antara alergen dengan IgE tersebut memicu
serangkaian biokimia didalam Sel yang kemudian menyebabkan terjadinya
degranulasi sel mast. Degranulasi adalah peristiwa pecahnya sel mast yang
menyebabkan pelepasan berbagai mediator inflamasi.
Sel mast terdapat pada lapisan epithelial saluran nafas, dan karenanya dapat
berespon terhadap allergen yang terhirup. Terdapatnya peningkatan jumlah sel
mast pada cairan bronkoalveolar pasien asma mengindasikan bahwa sel ini terlibat
dalam patofisiologi asma. Selain itu, pada pasien asma yang dijumpai penigkatan
kadar histamine dan triptase pada cairan bronkoalveolarnya, yang diduga kuat
berasal dari sel mast yang terdegranulasi. Beberapa obat telah dikembangkan
untuk menstabilkan sel mast agar tidak mudah terdegranulasi. Peran sel mast pada
reaksi alergi fase lambat masih belum diketahui secara pasti. Namun,sel mast juga
mengandung faktor kemotatik yang dapat menarik eosinofil dan neutrofil ke saluran
nafas.
b)
Limfosit
Peran limfosit dalam asma semakin banyak mendapat dukungan fakta, antara
lain dengan terdapatnya produk-produk limfosit yaitu sitokin pada biopsy bronchial
pasien asma. Selain itu, sel-sel limfosit juga dijumpai pada cairan bronkoalveolar
pasien asma pada reaksi fase lambat. Limfosit sendiri terdiri dari dua tipe yaitu
limfosit T dan limfosit B. Limfosit T masih terbagi lagi menjadi dua subtipe yaitu Th1
dan Th2 (T helper 1 dan T helper 2). Sel Th2 memproduksi berbagai sitokin yang
berperan dalam reaksi inflamasi sehingga disebut sitokin prainflamasi, seperti IL-3,
IL-4, IL-6, IL-9, dan IL-13. Sitokin-sitokin ini nampaknya berfungsi dalam pertahanan
tubuh terhadap pathogen ekstrasel. IL-4 dan IL-13 misalnya, dia bekerja
mengaktivasi sel limfosit B untuk memproduksi IgE, yang nantinya akan
menempel pada sel-sel inflamasi sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator
inflamasi.
c)
Eosinofil
Banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa eosinofil berkontribusi terhadap
patofisiologi penyakit alergi pada saluran nafas. Dijumpai adanya kaitan yang erat
antara keparahan asma dengan keberadaan eosinofil di saluran nafas yang
terinflamasi, sehiingga inflamasi pada asma atau alergi sering disebut juga
inflamasi eosinofilia. Eosinofil mengandung berbagai protein granul seperti: major
inflamasi eosinifilia (MBP), eosinophil peroxidase(EPO), dan eosinophil cationic
probasic protein (ECP), yang dapat menyebabkan kerusakan epitelium saluran
nafas, menyebabkan hiperresponsivitas bronkus, sekresi mediatorbdari sel mast
dan basofil, serta secara langsung menyebabkan kontraksi otot polos saluran nafas
(Bussed an Reed, 1993). Selain itu, beberapa produk eosinofil seperti LCT4, PAF,
dan metabolit oksigen toksik dapat menambah keparahn asma.
6.
Manifestasi Klinis
a)
Tanda
Sebelum muncul suatu episode serangan asma pada penderita, biasanya akan
ditemukan tanda-tanda awal datangnya asma. Tanda-tanda awal datangnya asma
memiliki sifat-sifat sebagai berikut, yaitu sifatnya unik untuk setiap individu, pada
individu yang sama, tanda-tanda peringatan awal bisa sama, hampir sama, atau
sama sekali berbeda pada setiap episode serangan dan tanda peringatan awal yang
paling bisa diandalkan adalah penurunan dari angka prestasi penggunaan Preak
Flow Meter.
Beberapa contoh tanda peringatan awal (Hadibroto & Alam, 2006) adalah
perubahan dalam pola pernapasan, bersin-bersin, perubahan suasana hati
(moodiness), hidung mampat, batuk, gatal-gatal pada tenggorokan, merasa capai,
lingkaran hitam dibawah mata, susah tidur, turunnya toleransi tubuh terhadap
kegiatan
olahraga
dan
kecenderungan
penurunan
prestasi
dalam
penggunaan Preak Flow Meter.
b)
Gejala
Gejala asma berat (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut yaitu
serangan batuk yang hebat, napas berat ngik-ngik, tersengal-sengal, sesak dada,
susah bicara dan berkonsentrasi, jalan sedikit menyebabkan napas tersengalsengal, napas menjadi dangkal dan cepat atau lambat dibanding biasanya, pundak
membungkuk, lubang hidung mengembang dengan setiap tarikan napas, daerah
leher dan di antara atau di bawah tulang rusuk melesak ke dalam, bersama tarikan
napas, bayangan abu-abu atau membiru pada kulit, bermula dari daerah sekitar
mulut (sianosis), serta angka performa penggunaan Preak Flow Meter dalam
wilayah berbahaya (biasanya di bawah 50% dari performa terbaik individu).
7.
Komplikasi Asma
Penyakit asma yang tidak ditangani dengan baik lambat-laun akan berakibat
pada terjadinya komplikasi (Mansjoer, 2008) dimana dapat menyebabkan beberapa
penyakit sebagai berikut yaitu, terjadinya pneumotorak, pneumomediastinum,
emfisema subkutis, aspergilosis, atelektasis, gagal napas, bronkitis, fraktur iga, dan
bronkopulmonar alergik.
8.
Pemeriksaan Diagnostik
a)
Pemeriksaan Laboratorium
normal antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis
sel eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat (Muttaqin, 2008).
b)
Pemeriksaan Penunjang
Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan penyebab asma. Pemeriksaan darah
IgE Atopi dilakukan dengan cara radioallergosorbent test(RAST) bila hasil uji tusuk
kulit tidak dapat dilakukan (pada dermographism).
(8) Petanda Inflamasi
Derajat berat asma dan pengobatannya dalam klinik sebenarnya tidak
berdasarkan atas penilaian obyektif inflamasi saluran napas. Gejala klinis dan
spirometri bukan merupakan petanda ideal inflamasi. Penilaian semi-kuantitatif
inflamasi saluran napas dapat dilakukan melalui biopsi paru, pemeriksaan sel
eosinofil dalam sputum, dan kadar oksida nitrit udara yang dikeluarkan dengan
napas. Analisis sputum yang diinduksi menunjukkan hubungan antara jumlah
eosinofil dan Eosinophyl Cationic Protein (ECP) dengan inflamasi dan derajat berat
asma. Biopsi endobronkial dan transbronkial dapat menunjukkan gambaran
inflamasi, tetapi jarang atau sulit dilakukan di luar riset.
9.
sensitivitas
saluran
pernapasan
(1) Salmeterol
Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja
dengan mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini
paling efektif bila dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak
dapat berfungsi sebagai pelega seketika dalam hal terjadi serangan asma.
Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan
hingga 12 jam. Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat
hirup bubuk kering. Obat ini tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12
tahun.
(2) Teofilin
Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam
secangkir kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping
obat ini sama seperti kafein sehingga tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.
(3)
c)
d)
membantu mereka yang mengalami serangan asma untuk tidur pada malam
harinya.
Di sisi lain, efek samping penggunaan kortikosteroid oral juga cukup nyata,
seperti perubahan suasana hati (mood changes), meningkatnya selera makan,
perubahan berat badan, dan gejala demam yang ditekan. Akan tetapi, efek samping
dari penggunaan kortikosteroid ini tidak perlu dikhawatirkan jika penggunaannya
hanya dalam jangka pendek dan kadangkala saja.
(1) Prednison (Prednisone)
Prednison adalah preparat kortikosteroid oral yang paling umum digunakan.
Obat ini disajikan dalam bentuk pil maupun sirup.
(2) Prednisolon (Prednisolone)
Prednisolon adalah kortikosteroid oral yang sangat mirip prednisone, dengan
kelebihan rasanya yang lebih bisa diterima anak-anak. Dengan merek Prelone
disajikan sebagai sirup 15 mg per 5 ml. Prediaped disajikan sebagai sirup 5 mg per
5 ml.
(3) Metilprednisolon (Methylprednisolone)
Sangat mirip dengan prednisolon, tetapi harganya lebih mahal. Biasanya
digunakan di rumah sakit dengan cara intravenuous.
(4) Deksametason (Dexamethasone)
Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga
kali lebih lama dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien
anak-anak yang sulit minum obat.
(2) Alat-alat hirup
Alat
hirup
dosis
terukur atau Metered
Dose
Inhaler (MDI)
disebut
juga inhaler ataupuffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk
menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat
ini menyandang sebutan dosis terukur (metered-dose) karena memang menghantar
suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan
oleh segala tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur
memuat obat-obatan dan cairan tekan (pressurized liquid), biasanya
chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang menjadi gas ketika melewati
Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penderita asma
adalah sebagai berikut, yaitu memberikan penyuluhan (pendidikan kesehatan),
pemberian cairan, fisiotherapy, dan beri O 2 bila perlu.
b)
c)
Gangguan pertukaran
(bronkuspasme).
d)
efektif
gas
berhubungan
berhubungan
dengan
dengan
gangguan
suplai
oksigen
gangguan
suplai
oksigen
Diagnosa
Keperawat
an
Tidak
efektifnya
bersihan
jalan nafas
berhubung
an dengan
gangguan
1.
suplai
oksigen
(bronkospa
sme),
penumpuka
n
sekret,
sekret
Tujuan/Kriteri
a Hasil
Intervensi
Pencapaian
Mandiri 1.
bersihan jalan
1. Auskultasi
napas dengan
bunyi
nafas,
kriteria
hasil
catat adanya
sebagai
bunyi
nafas,
berikut:
ex: mengi
Mempertahan
2. Kaji/pantau
kan
jalan
frekuensi
napas
paten
pernafasan,
dengan bunyi
catat
rasio
napas
bersih
2.
inspirasi/ekspir
atau jelas.
asi.
Rasional
Beberapa
derajat spasme
bronkus terjadi
dengan
obstruksi
jalan
nafas
dan
dapat/tidak
dimanifestasikan
adanya
nafas
advertisius.
Tachipnea
biasanya
ada
pada beberapa
derajat
dan
kental
2.
Menunjukan 3.
perilaku untuk
memperbaiki
bersihan jalan
nafas misalnya
batuk
efektif
dan
mengeluarkan
sekret.
4.
Catat adanya
derajat
dispnea,
ansietas,
distress
pernafasan,
penggunaan
obat bantu.
3.
Tempatkan
posisi
yang
nyaman pada
pasien,
contoh:
meninggikan
kepala tempat
tidur,
duduk
pada sandara
4.
tempat tidur.
dapat ditemukan
pada
penerimaan atau
selama
stress/adanya
proses
infeksi
akut.
Disfungsi
pernafasan
adalah variable
yang tergantung
pada
tahap
proses akut yang
menimbulkan
perawatan
di
rumah sakit.
Peninggian
kepala
tempat
5. Pertahankan
tidur
polusi
memudahkan
lingkungan
fungsi
minimum,
pernafasan
contoh: debu, dengan
asap dll.
menggunakan
gravitasi.
6. Tingkatkan
masukan
5. Pencetus
tipe
cairan sampai alergi
dengan 3000 pernafasan
ml/ hari sesuai dapat mentriger
toleransi
episode akut.
jantung
6. Hidrasi
memberikan
membantu
air hangat.
menurunkan
Kolaborasi
kekentalan
sekret,
7. Berikan obat
penggunaan
sesuai indikasi
bronkodilator.
Pola nafas
tidak
efektif
berhubung
an dengan
gangguan
1.
suplai
oksigen
(bronkospa
sme)
2.
cairan
hangat
dapat
menurunkan
kekentalan
sekret,
penggunaan
cairan
hangat
dapat
menurunkan
spasme bronkus.
7.
Merelaksasikan
otot halus dan
menurunkan
spasme
jalan
nafas,
mengi,
dan
produksi
mukosa.
Perbaikan pola
Mandiri 1.
nafas dengan
1. Ajarkan
kriteria
hasil
pasien
sebagai
pernapasan
berikut:
dalam.
Mempertahan
2. Tinggikan
kan
ventilasi
kepala
dan
adekuat
bantu
dengan
2.
mengubah
menunjukan
posisi. Berikan
RR:16-20
posisi
semi
x/menit
dan
fowler.
irama
napas
teratur.
Kolaborasi
Membantu
pasien
memperpanjang
waktu ekspirasi
sehingga pasien
akan
bernapas
lebih efektif dan
efisien.
Tidak
3. Berikan
mengalami
oksigen
sianosis
atau tambahan.
tanda hipoksia
Memaksimalka
n bernapas dan
menurunkan
3.
Duduk
tinggi
memungkinkan
ekspansi
paru
dan
memudahkan
pernapasan.
lain.
3.
Gangguan
pertukaran
gas
berhubung
an dengan
gangguan
1.
suplai
oksigen
(bronkuspa2.
sme)
kerja napas.
Pasien dapat
melakukan
pernafasan
dalam.
Perbaikan
Mandiri 1.
pertukaran gas
1. Kaji/awasi
dengan kriteria
secara
rutin
hasil
sebagai
kulit
dan
berikut:
membrane
Perbaikan
mukosa.
ventilasi.
2. Palpasi
Perbaikan
fremitus.
oksigen
2.
3. Awasi tandajaringan
tanda vital dan
adekuat.
irama jantung.
Kolaborasi
4.
Risiko
tinggi
Tidak
terjadinya
Sianosis
mungkin perifer
atau
sentral
keabu-abuan
dan
sianosis
sentral
mengindikasikan
beratnya
hipoksemia.
Penurunan
getaran vibrasi
diduga
adanya
pengumplan
cairan/udara.
Berikan
3.
oksigen
tambahan
sesuai dengan
indikasi
hasil
AGDA
dan
toleransi
pasien.
Tachicardi,
disritmia,
dan
perubahan
tekanan
darah
dapat
menunjukan
efek hipoksemia
sistemik
pada
fungsi jantung.
4.
Dapat
memperbaiki
atau mencegah
memburuknya
hipoksia.
1.
Demam dapat
terjadi
karena
Mandiri
terhadap
infeksi
berhubung
an dengan
tidak
1.
adekuat
imunitas
2.
infeksi dengan
1. Awasi suhu.
kriteria
hasil
2. Diskusikan
sebagai
adekuat
2.
berikut:
kebutuhan
Mengidentifik nutrisi.
asikan
Kolaborasi
intervensi
untuk
3. Dapatkan
mencegah
specimen
atau
sputum
menurunkan
dengan batuk
3.
resiko infeksi.
atau
Perubahan
pola
hidup
untuk
meningkatkan
lingkungan
yang nyaman.
pengisapan
untuk
pewarnaan
gram,
kultur/sensitifit
as.
BAB III
KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN Nn. G
DENGAN DIAGNOSA ASMA BRONKHIAL
DI RUMAH SAKIT UMUM ARIFIN AHMAD
A. Uraian Kasus
Nn. G 23 tahun suku minang datang dengan keluhan napasnya sesak sewaktu
bangun pagi dan semakin meningkat ketika beraktivitas, klien juga batuk berdahak.
Dari hasil pengkajian klien mengeluh sesak, batuk berdahak dengan dahak
berwarna putih, dan klien merasa sesaknya berkurang setelah dilakukan
pengasapan (nebulizer). Klien juga mengatakan mempunyai riwayat asma sejak
kelas 6 SD dan klien mengatakan bahwa ada salah satu anggota keluarganya yang
memiliki riwayat asma, yaitu ibunya. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan hasil:
rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), taktil fremitus simetris antara kiri
dan kanan, suara napas klien terdengar wheezing, resonan pada perkusi dinding
dada, dan sputum berwarna putih kental. Dari hasil observasi didapatkan hasil:
tingkat kesadaran: kompos mentis, dan hasil TTV: TD = 130/70 mmHg, RR =
36x/menit, HR = 76x/menit, suhu = 37o C. Dari hasil pemeriksaan laboratorium
didapatkan hasil: Hb = 15,5 gr%, leukosit = 17.000/mm 3, trombosit 260.000/mm3,
Ht = 47vol%. Klien saat ini mendapatkan terapi: IVFD RL 20 tts/i, Pulmicort,
Ventolin, Bisolvon dan O2 dengan nasal kanul 2 L. Pada pemeriksaan penunjang Xray dada/thorax, didapatkan hasil paru dalam batas normal.
B.
Pengkajian
1.
Anamnesa
Identitas Klien
Nama
: Nn. G
Umur
: 23 tahun
2.
Pemeriksaan Fisik
a)
b)
TTV:
Hasil pengkajian:
Inspeksi
Rongga dada simetris, retraksi dinding dada (+), dan sputum berwarna putih kental.
Palpasi
Perkusi
Resonan dikedua lapang paru.
Auskultasi
Suara napas klien terdengar wheezing.
3.
Pemeriksaan laboratorium
- Hb = 15,5 gr%
- Leukosit = 17.000/mm3
- Trombosit 260.000/mm3
- Ht = 47vol%.
4.
C. Analisa Data
N
o
1
Data
DS:
1.
2.
Klien
mengatakanba
tuk
berdahak deng
an
dahak
berwarna
putih.
Klien merasa
sesak.
Etiologi
Pencetus serangan
(alergen)
Dikeluarkannya
substansi vasoaktif
(histamin, bradikinin, &
anafilaksin)
Masalah
Keperawata
n
Tidak
efektifnya
bersihan jalan
nafas
DO:
1.
Tanda-tanda
vital:
BP=130/70
mmHg
RR=36 x/menit
HR=76x/menit
T=37oC
2.
permeabilitas kapiler
Klien tampak
sesak
nafas
disertai batuk
berdahak,
berwarna putih
agak kental.
3.
Suara napas
klien terdengar
wheezing.
4.
Terapi
yang
diberikan:
oksigen 2L,
Tidak efektifnya
bersihan jalan nafas
IVFD RL 20
tts/i, Pulmicort,
Ventolin,
Bisolvon.
DS:
1.
Klien
sesak
Pencetus serangan
merasa
DO:
1.
Tanda-tanda
(alergen)
Pola
nafas
tidak efektif
vital:
BP=130/70
mmHg
RR=36 x/menit
HR=76x/menit
T=37oC
2.
3.
4.
Klien tampak
sesak
nafas
disertai batuk
berdahak,
berwarna putih
agak kental.
Suara napas
klien terdengar
wheezing.
Terapi
yang
diberikan:
oksigen 2L,
Dikeluarkannya
substansi vasoaktif
(histamin, bradikinin, &
anafilaksin)
Bronkospasme
Suplai O2 menurun
Merangsang
kemoreseptor sentral
(spons dan medulla
oblongata)
IVFD RL 20
tts/i, Pulmicort,
Ventolin,
Bisolvon.
Hiperventilasi
Sesak
E.
Asuhan Keperawatan
N
o
1.
Diagnosa
Keperawata
n
Tidak
efektifnya
bersihan
jalan nafas
berhubunga
n dengan
gangguan
1.
suplai
oksigen
(bronkospas
me),
penumpuka
n sekret,
sekret
2.
kental.
Tujuan/Krite
ria Hasil
Pencapaian
bersihan jalan
1.
napas dengan
kriteria hasil
sebagai
berikut:
Mempertaha
nkan jalan
napas paten
dengan bunyi
napas bersih
atau jelas.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Auskultasi 1.
bunyi nafas,
catat
adanya
bunyi nafas,
ex: mengi
Menunjukan
perilaku untuk
memperbaiki
bersihan jalan
nafas
2.
misalnya
batuk efektif 2. Kaji/pantau
dan
frekuensi
mengeluarkan pernafasan,
sekret.
catat rasio
inspirasi/eks
pirasi.
Beberapa
derajat
spasme
bronkus
terjadi
dengan
obstruksi
jalan nafas
dan
dapat/tidak
dimanifestasi
kan adanya
nafas
advertisius.
Tachipnea
biasanya ada
pada
beberapa
derajat dan
dapat
ditemukan
pada
penerimaan
atau selama
stress/adanya
proses infeksi
akut.
3.
3.
4.
5.
Catat
adanya
derajat
dispnea,
ansietas,
distress
pernafasan,
penggunaan
obat bantu.
4.
Tempatkan
posisi yang
nyaman
pada
pasien,
contoh:
meninggika
n kepala 5.
tempat
tidur, duduk
pada
sandara
tempat
tidur.
Pertahanka
6.
n polusi
Disfungsi
pernafasan
adalah
variable yang
tergantung
pada tahap
proses akut
yang
menimbulkan
perawatan di
rumah sakit.
Peninggian
kepala
tempat tidur
memudahkan
fungsi
pernafasan
dengan
menggunakan
gravitasi.
Pencetus
tipe alergi
pernafasan
dapat
mentriger
episode akut.
Hidrasi
lingkungan
minimum,
contoh:
debu, asap
dll.
6.
Tingkatkan
masukan
cairan
sampai
dengan
3000 ml/
hari sesuai
toleransi
jantung
memberikan
air hangat.
7.
Kolaborasi
7.
Berikan
obat sesuai
indikasi
bronkodilato
membantu
menurunkan
kekentalan
sekret,
penggunaan
cairan hangat
dapat
menurunkan
kekentalan
sekret,
penggunaan
cairan hangat
dapat
menurunkan
spasme
bronkus.
Merelaksasik
an otot halus
dan
menurunkan
spasme jalan
nafas, mengi,
dan produksi
mukosa.
r.
Pola nafas
tidak efektif
berhubunga
n dengan
suplai
oksigen
berkurang
1.
(bronkospas
me)
Perbaikan
Mandiri
pola nafas
1. Tinggikan 1.
dengan
kepala dan
kriteria hasil
bantu
sebagai
mengubah
berikut:
posisi.
Mempertaha Berikan
nkan ventilasi posisi semi
adekuat
fowler.
dengan
menunjukan
RR=16-20
2. Ajarkan
x/menit dan
pasien
2.
irama napas
pernapasan
teratur.
dalam.
2.
Tidak
mengalami
sianosis atau
tanda
hipoksia lain.
3.
Pasien dapat
melakukan
pernafasan
dalam.
Duduk tinggi
memungkinka
n ekspansi
paru dan
memudahkan
pernapasan.
Membantu
pasien
memperpanja
ng waktu
ekspirasi
sehingga
pasien akan
bernapas
lebih efektif
dan efisien.
3. Memaksimal
Kolaborasi kan bernapas
dan
3. Berikan
menurunkan
oksigen
kerja napas
tambahan.
F.
1.
Penatalaksanan Farmakologi
Belum terlalu lama, yakni baru sejak pertengahan tahun 1990-an mulai
mengental keyakinan di kalangan kedokteran bahwa asma yang tidak terkendali
dalam jangka panjang bisa menyebabkan kerusakan pada saluran pernapasan dan
paru-paru. Cara menangani asma yang reaktif, yakni hanya pada saat datangnya
serangan sudah ketinggalan zaman. Hasil penelitian medis menunjukkan bahwa
para penderita asma yang terutama menggantungkan diri pada obat-obatan pelega
(reliever/bronkodilator) secara umum memiliki kondisi yang buruk dibandingkan
penderita asma umumnya. Selanjutnya prosentase keharusan kunjungan ke unit
gawat daruat (UGD), keharusan mengalami rawat inap, dan risiko kematiannya
karena asma juga lebih tinggi.
Hal ini membuktikan bahwa pasa asma ekstrinsik, penyebab asma yang mereka
derita adalah karena peradangan (inflamasi), dan bukan karena bronkokonstriksi.
Dengan demikian, dokter masa kini menggunakan obat peradangan sebagai
senjata utama, sedang obat-obatan pelega sebagai pendukung. Keyakinan ini
sangat disokong oleh penemuan obat-obatan pencegah peradangan saluran
pernapasan, yang aman untuk digunakan dalam jangka panjang.
Menurut AAAI (Amerika Academy of Allergy, Asthma & Immunology)
penggolongan obat asma (Hadibroto & Alam, 2006) adalah sebagai berikut:
a)
sensitivitas
saluran
pernapasan
biasanya tersedia dalam bentuk inhaler berwarna cokelat, putih, merah, atau
oranye, meskipun beberapa (misalnya montelukast) tersedia dalam tablet.
b)
(1) Salmeterol
Obat ini adalah bronkodilator yang bekerja perlahan dimana obat ini bekerja
dengan mengendurkan oto-otot yang mengelilingi saluran pernapasan. Obat ini
paling efektif bila dikombinasikan dengan suatu obat kortikosteroid hirup, dan tidak
dapat berfungsi sebagai pelega seketika dalam hal terjadi serangan asma.
Obat ini umumnya bekerja setelah setengah jam dan daya kerjanya bertahan
hingga 12 jam. Obat ini disajikan dalam bentuk obat hirup dosis terukut dan obat
hirup bubuk kering. Obat ini tidak dapat digunakan untuk anak-anak di bawah 12
tahun.
(2) Teofilin
Obat ini termasuk satu golongan dengan kafein (zat aktif yang terdapat dalam
secangkir kopi) dan termasuk bronkodilator yang lama daya kerjanya. Efek samping
obat ini sama seperti kafein sehingga tidak dianturkan untuk pasien hiperaktif.
(3) Albuterol Sulfat atau Salbutamol.
Bronkolidarot yang paling populer dan disajikan dalam bentuk obat hirup dosis
terukur, obat hirup bubuk kering, larutan untuk alat nebulizer, sirup, tablet biasa,
tablet lepas-tunda (extended-reliase). Bentuk hirup bekerja lebih karena langsung
menuju saluran pernapasan yang bermasalah, ketimbang harus lewat lambung
dulu. Efek samping obat ini dapat menyebabkan stimulasi, jantung berdebar, dan
pusing.
Merek yang paling populer adalah Ventolin dan Proventil yang disajikan sebagai
obat hirup dosis terukur. Proventil HFA sebagai obat hirup bubuk kering. Ventolin
terdaftar di Indonesia dalam bentuk sediaan tablet, sirup, nebulizer, dan spray.
Merek lain adalah Ascolen.
c)
Dengan merek Decadron, satu dosis tunggalnya berdaya kerja dua hingga tiga
kali lebih lama dibandingkan preparat kortikosteroid yang lain. Cocok untuk pasien
anak-anak yang sulit minum obat.
e)
Alat-alat hirup
Alat
hirup
dosis
terukur atau Metered
Dose
Inhaler (MDI)
disebut
juga inhaler ataupuffer adalah alat yang paling banyak digunakan untuk
menghantar obat-obatan ke saluran pernapasan atau paru-paru pemakainnya. Alat
ini menyandang sebutan dosis terukur (metered-dose) karena memang menghantar
suatu jumlah obat yang konsisten/terukur dengan setiap semprotan.
Sebagai hasil teknologi mutakhir, alat hirup dosis terukur kini bisa digunakan
oleh segala tingkatan usia, mulai dari balita hingga lansia. Alat hirup dosis terukur
memuat obat-obatan dan cairan tekan (pressurized liquid), biasanya
chlorofluorocerbous/CFC, yang mengembang menjadi gas ketika melewati
moncongnya. Cairan yang sebutan populernya adalah propelan tersebut memecah
obat-obatan yang dikandung menjadi butiran-butiran atau kabut halus, dan
mendorongnya keluar dari moncong masuk ke saluran pernapasan atau paru-paru
pemakainya.
f)
Meter seseorang. Ini bahkan sebelum muncul gejala-gejala yang lain seperti batuk,
lendir yang berlebihan, atau sesak napas.
Untuk mengetahui kondisi bukaan saluran pernapasan seseorang, kita
membandingkan hasil pengukuran sesaat dengan patokan ukuran terbaik dari
orang tersebut. Untuk memperoleh patokan terbaik seseorang, lakukan pengukuran
dengan Peak Flow Meterpada waktu orang tersebut berada dalam kondisi asmanya
terkendali dengan baik, dan catat hasilnya.
Kondisi asma seseorang dianggap terkendali baik jika hasil pengukuran sesaat
ada dalam rentang 80-100% dari kondisi terbaiknya (masuk zona hijau); antara 6080% dari kondisi terbaik ia memasuki zona kuning, yang berarti harus waspada
karena terlihat tanda-tanda akan datangnya serangan asma. Pengukuran di bawah
60% kondisi terbaik memasuki zona merah, berarti bahaya, dan orang yang
bersangkutan harus segera ke dokter untuk menghindari keharusan dirawat di UGD.
2.
a)
Resep 1
15 g kulit jeruk mandarin kering
(1)
Cuci bersih semua bahan, iris-iris, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc,
lalu saring.
(2)
(3)
b)
Resep 2
5 g adas
5 batang serai
(1) Cuci bersih semua bahan, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu
saring.
(2) Minum selagi hangat.
(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
c)
Resep 3
(1) Cuci bersih, rebus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, lalu saring.
(2) Minum selagi hangat.
(3) Lakukan secara teratur 2 kali sehari (Wijayakusuma, 2008).
d)
Resep 4
kencur
(1) Cuci bersih semua bahan, lalu jus atau blender dan saring.
(2) Panaskan airnya dengan api kecil hingga mendidih. Minum hangat-hangat.
Resep 6
(1) Ditumbuk semua bahan dan direbus dengan 2 gelas air hingga satu setengah
gelas.
(2) Diminum satu hari 2 kali minum (Widjadja, 2009).
Selain mengunakan ramuan herbal kita juga bisa menggunakan terapi. Salah
satu terapi yang dapat dilakukan adalah terapi pijat (Hartanti, 2003).
waktu. Karena variabilitas ini, sering penanganannya harus ditinjau ulang dan
diubah. Untuk itu dibutuhkan komunikasi yang efektif antara sang pasien dengan
dokternya (Hadibroto & Alam, 2006). Dalam hal ini sebaiknya sang pasien
mempunyai referensi atau pengetahuan tentang:
1.
2.
Seluk beluk pengobatan asma, dan kemungkinan akibat sampingan dari masingmasing obat.
3.
4.
5.
6.
DAFTAR PUSTAKA
Asih, Niluh Gede Yasmin. (2003). Keperawatan Medikal Bedah: Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2.2 Asma bronkial tipe atopi (Ekstrinsik).Pada golongan ini, keluhan ada hubungannya dengan paparan
terhadap alergen lingkungan yang spesifik. Kepekaan ini biasanya dapat ditimbulkan dengan uji kulit atau
provokasi bronkial.Pada tipe ini mempunyai sifat-sifat: timbul sejak kanak-kanak, pada famili ada yang
menderita asma, adanya eksim pada waktu bayi, sering menderita rinitis.Di Inggris jelas penyebabya
House Dust Mite, di USA tepungsari bunga rumput.
2.3 Asma bronkial campuran (Mixed)Pada golongan ini, keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik
maupun ekstrinsik.
4. Beberapa faktor yang sering menjadi pencetus serangan asma ialah:a. Alergen, baik yang berupa
inhalasi seperti debu rumah, tungau, serbuk sari, bulu binatang, bulu kapas, debu kopi/teh, maupun yang
berupa makanan seperti udang, kepiting, zat pengawet, zat pewarna dsb.b. Infeksi saluran napas,
terutama oleh virus seperti Respiratory syncitial, parainfluensa, dsb.c. Ketegangan atau tekanan jiwa.d.
Olahraga/kegiatan jasmani, terutama lari.e. Obat-obatan seperti penyekat beta, salisilat, kodein, dsb.f.
Polusi udara atau bau yang merangsang seperti asap rokok, semprot nyamuk, parfum, asap industri, dsb.
5. Penatalaksanaan:
1. Waktu serangan.
a Bronkodilatora. Golongan adrenergik: Adrenalin larutan 1 : 1000 subcutan. 0,3 cc ditunggu selama 15
menit, apabila belum reda diberi lagi 0,3 cc jika belum reda, dapat diulang sekali lagi 15 menit kemudian.
Untuk anak-anak diberikan dosis lebih kecil 0,1 0,2 cc.
b. Golongan methylxanthine: Aminophilin larutan dari ampul 10 cc berisi 240 mg. Diberikan secara
intravena, pelan-pelan 5 10 menit, diberikan 5 10 cc. Aminophilin dapat diberikan apabila sesudah 2
jam dengan pemberian adrenalin tidak memberi hasil.
c. Golongan antikolinergik: Sulfas atropin, Ipratroprium Bromide. Efek antikolinergik adalah menghambat
enzym Guanylcyclase.
Antihistamin.Mengenai pemberian antihistamin masih ada perbedaan pendapat. Ada yang setuju tetapi
juga ada yang tidak setuju.
Kortikosteroid.Efek kortikosteroid adalah memperkuat bekerjanya obat Beta Adrenergik. Kortikosteroid
sendiri tidak mempunayi efek bronkodilator.
Antibiotika.Pada umumnya pemberian antibiotik tidak perlu, kecuali: sebagai profilaksis infeksi, ada infeksi
sekunder.
Ekspektoransia. Memudahkan dikeluarkannya mukus dari saluran napas. Beberapa ekspektoran adalah:
air minum biasa (pengencer sekret), Glyceril guaiacolat (ekspektorans)
2. Diluar seranganDisodium chromoglycate. Efeknya adalah menstabilkan dinding membran dari cell mast
atau basofil sehingga: mencegah terjadinya degranulasi dari cell mast, mencegah pelepasan histamin,
mencegah pelepasan Slow Reacting Substance of anaphylaksis, mencegah pelepasan Eosinophyl
Chemotatic Factor).
2. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama serangan akut.
3. Ansietas berhubungan dengan kesulitan bernapas, takut menderita, dan /atau takut serangan
berulang.
4. Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penatalaksanaan
perawatan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Karnen G. Baratawidjaya, Samsuridjal. (1994). Pedoman Penatalaksanaan Asma Bronkial. CV
Infomedika Jakarta.
Muhamad Amin. Hood Alsagaff. W.B.M. Taib Saleh. (1993). Pengantar Ilmu Penyakit Paru. Airlangga
University Press.
Tucker S.M. (1993). Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. EGC.
Posted by Nightingale at 11:21 AM
Labels: otot - otot bantu nafas, rongga dada, wheezing
Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang reversibel yang disebabkan oleh :
1) Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas.
2) Pembengkakan membran bronkus.
3) Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
Patofisiologi
Proses perjalanan penyakit asma dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu alergi dan psikologis, kedua faktor
tersebut dapat meningkatkan terjadinya kontraksi otot-otot polos, meningkatnya sekret abnormal mukus
pada bronkiolus dan adanya kontraksi pada trakea serta meningkatnya produksi mukus jalan nafas,
sehingga terjadi penyempitan pada jalan nafas dan penumpukan udara di terminal oleh berbagai macam
sebab maka akan menimbulkan gangguan seperti gangguan ventilasi (hipoventilasi), distribusi ventilasi
yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru, gangguan difusi gas di tingkat alveoli.
Tiga kategori asma alergi (asma ekstrinsik) ditemukan pada klien dewasa yaitu yang disebabkan alergi
tertentu, selain itu terdapat pula adanya riwayat penyakit atopik seperti eksim, dermatitis, demam tinggi
dan klien dengan riwayat asma. Sebaliknya pada klien dengan asma intrinsik (idiopatik) sering ditemukan
adanya faktor-faktor pencetus yang tidak jelas, faktor yang spesifik seperti flu, latihan fisik, dan emosi
(stress) dapat memacu serangan asma.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing.
Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas serangan
tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam,
gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja
dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di
laboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda
obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.
3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat
refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi.
Klasifikasi Asma
Asma dibagi atas dua kategori, yaitu ekstrinsik atau alergi yang disebabkan oleh alergi seperti debu,
binatang, makanan, asap (rokok) dan obat-obatan. Klien dengan asma alergi biasanya mempunyai
riwayat keluarga dengan alergi dan riwayat alergi rhinitis, sedangkan non alergi tidak berhubungan
secara spesifik dengan alergen.
Faktor-faktor seperti udara dingin, infeksi saluran pernafasan, latihan fisik, emosi dan lingkungan dengan
polusi dapat menyebabkan atau sebagai pencetus terjadinya serangan asma. Jika serangan non alergi
asma menjadi lebih berat dan sering dapat menjadi bronkhitis kronik dan emfisema, selain alergi juga
dapat terjadi asma campuran yaitu alergi dan non alergi.
Penatalaksanaan
Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale :
a. Menghilangkan obstruksi jalan nafas
b. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma.
c. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan
penyakit.
Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas :
a. Pengobatan dengan obat-obatan
Seperti :
1) Beta agonist (beta adrenergik agent)
2) Methylxanlines (enphy bronkodilator)
3) Anti kolinergik (bronkodilator)
4) Kortikosteroid
5) Mast cell inhibitor (lewat inhalasi)
b. Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya :
1) Oksigen 4-6 liter/menit.
2) Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan
pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg
dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan.
3) Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam.
4) Kortikosteroid hidrokortison 100-200 mg itu jika tidak ada respon segera atau klien sedang
menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat.
c.Pemeriksaan Penunjang :
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan
inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis, gagal nafas,
bronkhitis dan fraktur iga.
Pengkajian
a. Identitas klien
1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental : lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan fisik
Dada
1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3) Keabnormalan struktur Thorax
4) Contour dada simetris
5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna merata
6) RR dan ritme selama satu menit.
Palpasi :
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
Auskultasi
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
c. Pemeriksaan penunjang
1) Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2) Tes provokasi :
a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
c) Tes provokasi bronkial
Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test
spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan
jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa 1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital
dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup
dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama
strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang
dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan
memperbaiki upaya batuk.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi obat sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva 11 (inhalasi).
Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa 2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi
paru mengembang.
Intervensi :
1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk
penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal
nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing.
Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak
nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
- Berikan oksigen tambahan
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada
membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan
porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
1. Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya.
2. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan
keperawatan.
3. Timbang berat badan dan tinggi badan.
Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
4. Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Rasional : air hangat dapat mengurangi mual.
5. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering
Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien.
6. Kolaborasi
- Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 21.
Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 21
Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah.
Diagnosa 4 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala
sedang
Intervensi :
1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan
dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan
istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik,
menghemat energi untuk penyembuhan.
3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase
penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Diagnosa 5 :
Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
Kriteria hasil :
Mencari tentang proses penyakit :
- Klien mengerti tentang definisi asma
- Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma
- Klien mengerti komplikasi dari asma
Intervensi :
1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan.
Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah
berlebihan.
2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal.
Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau
mengikuti program medik.
3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan.
Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari
penyakitnya.
4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan.
Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi.
5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan
aktivitas seimbang, diet baik.
Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen.
Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif.
b. Pola nafas kembali efektif.
c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah.
GOMBONG
Disusun oleh :
Ari Pamungkas
10.100
A. DEFINISI
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh spame
akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan obsktrusi aliran udara dan penurunan
ventilasi alveolus.( Huddak & Gallo, 1997 )
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana
trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
( Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika
bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48)
B. PATHOFISIOLOGI
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus reversibel. Obstruksi disebabkan oleh
satu atau lebih dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot otot yang mengelilingi bronkus, yang menyempitkan jalannafas.
2.Pembegkakan membran yang melapisi bronkus
3.Pengisian bronkus dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar ; sputum yang kental
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara tertangkap kedalam
jaringan paru. Mekanisme yang terjadi dari perubahn ini tidak diketahui, tetapi apa
yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem imunologis dan sistem saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan
mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel sel mast dalam paru.
Pemajan ulang terhadap anti gen mengakibatkan ikatan anti gen dengan antibodi,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast( disebut mediator) seperti histamin,
bradikinin dan prostaglandin. Stimulasi reseptor beta mengakibatkan peningkatan
tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan
bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah penyekatan b-adrenergik terjadi pada
individu dengan asma. Akibatnya asmatik rentan terhadap peningkatana pelepasan
mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.
C. PATHWAY
kurang pengetahuan
Reaksi antigen-antibodi
Bronkospasme
peningkatan permeabilitis
peningkatan
kapiler
edema mukosa
sekresi
penyumbatan
Jalan nafas
oleh secret
inflamasi
mukosa
bersihkan
resiko
jalan nafas
tinggi
tidak efektif
infeksi
ekspirasi terhambat
- sesak nafas
cemas
-wheezing
CO2 meningkat
-kontraksi otot-otot
Pernafasan
Ggn.pertukaran gas
gangguan
Istirahat tidur
Kelelahan
anoreksia
Intoleransi aktivitas
dium dini
um patologis
b.
Whezing
c.
d.
2. Stadium lanjut/kronik
a.
Batuk, ronchi
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Sianosis
(Halim Danukusumo, 2000, hal 218-229)
E. PEMERIKASAAN PENUNJANG
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
a. Spirometri :
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
b. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan
udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh.
c. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g. Pemeriksaan sputum.
h. Komplikasi
F. PENGKAJIAN
a.
c.
d.
Diaforesis
e.
f.
g.
h.
i.
Hipokria
j.
Hipotensi
k.
Dehidrasi
l.
Bersikan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2.
3.
4.
H. INTERVENSI
I.
Bersikan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
a.
kriteria hasil
-mempertahankan jalan nafas pasien dengan bunyi nafas jelas/bersih
-menunjukan perilaku untuk memperbaiki bersihkan jalan nafas,misalnya : batuk efektif
dan mengeluarkan secret.
b.
intervensi
- Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, mis; mengi, krekels, ronki
- Kaji/pantau frekuensi pernafasan
- Catat adanya/derajat diespnea misalnya : gelisah, ansietas, distres pernafasan,
penggunaan otot bantu
- kaji pasien untuk posisi yang nyaman (semi fowler)
- pertahankan polusi lingkungan minimum
- observasi karakteristik batuk,misalnya : menetap,batuk pendek,basah
- tingkatkan masukan cairan sampai 3000ml/hari
- berikan obat sesuai indikasi.
c. rasional
- mengetahui bunyi nafas wheezing(mengi),krekels,ronki
- mengetahui frekuensi pernafasan
- mengetaui derajat diespnea
- posisi semi fowler dapat mengurangi sesak nafas
- menghindari polusi lingkungan
- mengetahui karakteristik batuk
- masukan cairan dapat mengurangi sesak nafas pasien
- memberikan obat sesuai indikasi
2.
a.
kriteria hasil
-menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat yang rentang normal dan
bebas gejala distress penafasan
- berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan
b. intervensi
- kaji frekuensi,kedalaman pernafasan,catat penggunaan otot
bibir,ketidakmampuan bicara/berbincang.
aksesori,nafas
3.
a.
Kriteria hasil
4.
a.
Kriteria hasil
-menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
- mengidentifikasi hubungan tanda/gejala
- melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
b. intervensi
- jelaskan proses penyakit kepada pasien maupun keluarga pasien.
- instruksikan untuk latihan nafas dalam dan batuk efektif.
- diskusikan tentang obat yang digunakan,efek samping,dan reaksi yang tidak
diinginkan.
- tekankan pentingnya perawatan oral/kebersihan gigi.
- beritahu efek bahaya merokok kepada pasien.
- berikan informasi tentang pembatasan aktivitas.
c. rasional
- agar pasien mengerti tentang penyakit yang di derita pasien.
- agar pasien mengerti cara latihan nafas dan batuk efektif.
- agar pasien mengerti obat yang digunakan.
- agar pasien mengerti perawatan oral.
- agar pasien tidak / berhenti merokok.
- agar pasien mengerti untuk membatasi aktivitasnya.
I.
PENGKAJIAN
Ruang
: Yoseph
No.Register
: -
Dx.Medis
: Asma Bronkial
Tanggal Pengkajian
II.
IDENTITAS KLIEN
-
Nama
: Tn.S
Umur
: 44 tahun
Jenis Kelamin
: laki-laki
Agama
: islam
Suku / bangsa
: jawa
Bahasa
: jawa , Indonesia
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: tani
Status
: sudah menikah
Alamat
: Pohkumbang,Karanganyar
:
Penanggung jawab
Nama
: Ny.T
Alamat
: Pohkumbang,Karanganyar
III.
RIWAYAT PENYAKIT
1.
-
Keluhan Utama
pasien datang dari IGD dengan keluhan dadanya sesak dan batuk,pasien
juga mengatakan tubuhnya lemas.
3. Riwayat penyakit dahulu
sejak dulu pernah mengalami alergi terhadap asap dan debu yang
berkelebihan
4. Diagnosa medik pada saat masuk RS,pemeriksaan penunjang,tindakan yang
telah dilakukan.
-
Diagnosa medis
: Asma Bronkial
Pemeriksaan penunjang
: -
IV.
1.
-
Program diit RS
Intake makanan :
Sebelum sakit
ma sakit
: bubur kasar
Intake cairan :
Sebelum sakit
Selama sakit
3.Pola eliminasi
a.
b.
selama sakit
MAKAN/MINUM
MANDI
TOILETING
BERPAKAIAN
BERPINDAH
AMBULASI / ROM
Ket :
0 =mandiri.
1 =alat bantu.
2 =dibantu oranglain.
3 =dibantu orang lain dan alat.
4 =tergantung total .
Selama sakit :
KEMAMPUAN PERAWATAN DIRI
MAKAN/MINUM
MANDI
TOILETING
BERPAKAIAN
BERPINDAH
AMBULASI / ROM
Ket :
0 =mandiri.
1 =alat bantu.
2 =dibantu oranglain.
3 =dibantu orang lain dan alat.
4 =tergantung total .
5.Pola tidur dan istirahat
PEMERIKSAAN FISIK
-Kesadaran
: compos metis
-Tanda-tanda vital
: TD
= 105 x/menit
RR
= 30x/menit
= 36,8C
=110 / 70 mmHg,
men
paru
: bentuk mesochepal, rambut hitam , tidak ada lesi pada kepala, keadaan
rambut pasien juga bagus, tidak rontok, tidak ada benjolan.
: - mata klien simetris, mata tidak bengkak,tidak memakai alat bantu
penglihatan.
-Hidung
: - ada septum,
: - ada serumen
- fungsi pendengaran masih baik.
-Mulut
-Leher
-Thorak
: -payudara
-jantung
:I
:-
: - laki-laki
mitas
Oral Ambroxol
Injeksi ranitidine
: 3x1 (50mg)
Injeksi cefotaxime
:3x1 (gr)
: 3x1 (30mg)
Hasil
Normal
Satuan
94
<200
mg/dl
0.9
0,7 1,2
mg/dl
15,0
L = 13,6
gr%
Gula Darah
Sewaktu
Kimia
Creatinin
Hemoglobin
P = 12 - 14
Jumlah
lekosit
4.100
4.000
11.000
/mmk
Keteranga
n
ANALISA DATA
NO
.
1
DATA
DS : - Pasien mengatakan
dadanya sesak
ETIOLOGI
PROBLEM
-peningkatan
produksi sekret
-bersihkan jalan
nafas tidak
efektif.
-gangguan
suplai oksigen
-gangguan
kerusakan
pertukaran gas.
-Anoreksia.
-perubahan
nutrisi kuang
dari kebutuhan
tubuh.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Bersihkan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
2.
3.
INTERVENSI KEPERAWATAN
N
O.
DX.KEPERAWA
TAN
TUJUAN
INTERVEN
SI
Bersihkan jalan
nafas tidak efektif
berhubungan
dengan
peningkatan
produksi
secret,ditandai
dengan : DS :
-klen mengatakan
dadanya sesak.
Setelah
dilkukan
tind.kep slama
3x24jam,dhrap
kan klien :
-auskultasi
bunyi nafas
DO:
-TD=110/70mmH
g
S = 36,8 C
N = 105x/menit
RR= 30x/ menit
-klien merasa
nyaman
- mengetahui
adanya bunyi
wheezing.ronki
- kaji
frekuensi
pernafasan
-sesak nafas
berkurang/hila
ng
- posisikan
-mukus
berkurang
pasien semi
fowler.
-tidak terdapat
bunyi wheezing
-tidak ada
cuping hidung
RASIONAL
- berikan
obat sesuai
indikasi
- observasi
karakteristi
k batuk
- mengetahui
frekuensi
pernafasan
- semi fowler
dapat
mengurangi
sesak
- untuk
mengurangi
sesak
- mengetahui
karakteristik
batuk.
Gangguan
kerusakan
pertukaran gas
berhubungan
dengan
gangguan suplai
oksigen.ditandai
dengan :
Setelah
dilkukan
tind.kep slama
3x24jam,dihrpk
an
Klien bernafas
dengan
baik,dengan
kriteria hasil:
DS: klien
mengatakan
sesak
-klien tidak
menggunakan
oksigen
DO: terpasang
oksigen 2 liter
- klien tidak
sesak lagi
-kaji
frekuensi
kedalaman
pernafasan
- atur posisi
semi fowler
- dorong
pengeluara
n sputum
- auskultasi
bunyi nafas
- observasi
tanda-tanda
vital dan
irama
-mengetahui
frekuensi,kedala
man pernafasan
- semi fowler
dapat
mengurangi
sesak
- untuk
mengeluarkan
sputum
- mengetahui
bunyi nafas
jantung
- berikan
oksigen
sesuai
indikasi
- mengetahui
tanda-tanda
vital pasien dan
irama jantung
pasien
- terapi oksigen
dapat
mengurangi
sesak
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
berhubungan
dengan
anoreksia.
Ditandai dengan:
DS: pasien
mengatakan
tidak nafsu
makan.
-pasien
mengatakan
makan hanya
habis 3-4 sendok
saja
DO: makanan
tidak habis
Setelah
-auskultasi
dilkukan
bunyi usus
tind.kep slama
3x24jam,dihrap
kn
- kaji
Nutrisi pasien
kebiasaan
terpenuhi,deng diet
an kriteria
hasil:
-nutrisi pasien
terpenuhi
- nafsu makan
pasien
bertambah
- berat badan
pasien
bertambah
- anjurkan
pasien
untuk
makan
sedikit tapi
sering
- hindari
makanan
yang
Merangsang
-mengetahui
bunyi usus
- mengetahui
kebiasaan diet
- makan sedikit
tapi
sering dapat
menambah
nutrisi pasien
- makanan yang
merangsang
dapat
memberukan
rasa sakit pada
perut.
-timbang
berat badan
pasien
-mengetahui
berat badan
pasien
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO.DIAG
NOSA
HARI/TGL/J
AM
Selasa,31/1/
2012
IMPLEMENTASI
09.00
- mengkaji frekuensi
pernafasan
1
09.05
09.10
EVALUAS
I
RESPON
- Pasien
terlihat
sesak
-RR =
30x/menit
-Terdengar
bunyi
wheezing
-pasien
mnegatak
an lebih
nyaman
PAR
AF
1,2
09.15
terpasang
oksigen 2
liter,
09.20
- mengkaji kebiasaan
diet(masukan oral)
10.00
- menganjurkan pasien untuk
tidak makan makanan yang
merangsang(pedas,panas,dingi
n)
10.05
10.10
10.15
terdengar
bising
usus
-pasien
tidak
nafsu
makan
-pasien
mau
melakuka
nnya
-pasien
mengerti
dan mau
melakuka
nnya
-berat
badan
pasien
58kg
TD=110/7
0
S = 36,8
C
N
=105x/mn
it
10.20
RR= 30x/
menit
11.00
Rabu,1/2/20
12
-pasien
terlihat
lebih
tenang
RR=25x/
mnit
07.00
08.00
- memberikan obat
ambroxol(oral),inj.cefotaxime,r
anitidine(IV)
1,2,3
08.05
-pasien
mau
diberi
obat
-masien
masih
menggun
akan
oksigen
-pasien
mengatak
an mulai
nafsu
makan
08.10
08.15
TD=110/7
0
11.00
S = 36,8
C
N
=98x/mni
t
RR= 25x/
menit
-pasien
beristirah
at
11.05
Kamis,2/2/2
012
21.00
- memonitor oksigen
21.05
- mengkaji frekuensi
pernafasan
1,2
21.10
23.00
23.05
- memberikan obat
cefotaxime(IV)
-pasien
mengatak
an
sesaknya
berkurang
- pasien
tidak
menggun
akan
slang
oksigen
RR=23x/
mnit
- masien
mau
diberi
obat
-pasien
mau
istirahat
dan tidur
kembali
TD=110/8
0
S= 36,5C
05.00
RR=23x/
mnit
N=
95x/mnit
06.30
- menimbang berat badan
pasien
- pasien
menhatak
an mulai
nafsu
makan,ha
bis
porsi
-berat
badan
pasien
58,2kg
06.35
CATATAN PERKEMBANGAN
TANGGAL/JA
M
31/1/2012
14.00
NO.DX.KEP
1
CATATAN PERKEMBANGAN
S = pasien mengatakan masih
sesak nafas
O = pasien terlihat
PARA
F
sesak,RR=30x/menit
A = masalah belum teratasi
P = lanjutkan intervensi
keperawatan
1/2/1012
14.00
14.00
14.00
2/2/2012
07.00
S = pasien mengatakansesaknya
berkurang
O = pasien terlihat lebih
tenang,RR=24x/menit
A = masalah teratasi sebagian
P = lanjutkan intervensi
keperawatan
07.00
S = pasien mengatakansesaknya
berkurang ,sudah lebih nyaman
O = pasien tidak menggunakan
oksigen
A = masalah teratasi sebagian
P = lanjutkan intervensi
keperawatan
07.00
keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
http://ariebencolenk.blogspot.com/2012/01/asma-bronkial.html
Judith M.Wilkinson,2007,Diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan Kriteria
hasil NOC
NANDA,2001-2002,Diagnosis keperawatan Nanda,Yogyakarta;UGM