Anda di halaman 1dari 9

1

Apa perbedaan dan persamaan pengertian resiko (risk) dalam Manajemen Bencana
dan Manajemen Konstruksi? Jelaskan faktor-faktor yang berpengaruh dalam
menganalisis resiko di kedua bidang keilmuan tersebut!

Alijoyo (2006) dalam Kurniawan (2011) mendefinisikan risiko dari 2 sudut pandang ,
yaitu dari sudut pandang hasil dan proses. Risiko dari sudut pandang hasil adalah sebuah
hasil atau keluaran-keluaran yang tidak dapat diprediksikan dengan pasti, yang tidak disukai
karena akan menjadi kontra-produktif. Sedangkan dari sudut pandang proses, risiko adalah
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan, sehingga terjadinya konsekuensi
yang tidak diinginkan. Pengertian lain menjelaskan bahwa risiko adalah kondisi dimana
terdapat kemungkinan keuntungan / kerugian ekonomi atau finansial, kerusakan atau cedera
fisik, keterlambatan, sebagai konsekuensi ketidakpastian selama dilaksanakannya suatu
kegiatan (Cooper dan Chapman, 1993).

1. Resiko dalam Manajemen Konstruksi


Dalam konteks manajemen konstruksi, Kerzner (2001) menjelaskan konsep risiko
pada proyek sebagai “ukuran probabilitas dan konsekuensi dari tidak tercapainya suatu
sasaran proyek yang telah ditentukan”. Gray dan Larson (2000) mendefinisikan resiko dalam
proyek sebagai suatu penjabaran terhadap konsekuensi yang tidak menguntungkan, secara
finansial maupun fisik, sebagai hasil dari keputusan yang diambil atau akibat kondisi
lingkungan di lokasi suatu kegiatan. Jika dikaitkan dengan konsep peluang, risiko adalah
peluang atau kans / chance terjadinya kondisi yang tidak diharapkan dengan semua
konsekuensi yang mungkin muncul yang dapat menyebabkan keterlambatan atau kegagalan
proyek.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam analisa / pengukuran risiko dalam manajemen
konstruksi adalah (Williams, 1993) :
a. Kemungkinan (Probability) : probabilitas dari suatu kejadian yang tidak diinginkan.
b. Dampak (Impact) : tingkat pengaruh atau ukuran dampak (Impact) pada aktivitas
lain, jika peristiwa yang tidak diinginkan terjadi.
Untuk mengukur resiko, menggunakan rumus :
R=P*I
dimana :
R = Tingkat risiko
P = Kemungkinan (Probability) risiko yang terjadi
I = Tingkat dampak (Impact) risiko yang terjadi

2. Risiko dalam Manajemen Bencana


Resiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam,
hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan
masyarakat akibat kombinasi dari bahaya, kerentanan, dan kapasitas dari daerah yang
bersangkutan. ISDR (2004) dalam Muntohar (2012) menyebutkan bahwa analisa resiko
dalam Manajemen Bencana merupakan suatu metodologi untuk menentukkan proses dan
keadaan risiko melalui analisis potensi bahaya (hazards) dan evaluasi kondisi kini dari
kerentanan yang dapat berpotensi membahayakan orang, harta, kehidupan, dan lingkungan
tempat tinggal.
Dalam menghitung resiko bencana sebuah daerah, terlebih dahulu perlu diidentifikasi
Bahaya (hazard), Kerentanan (vulnerability) dan Kapasitas (capacity) suatu wilayah
berdasarkan karakteristik kondisi fisik dan wilayahnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi analisa risiko pada Manajemen Bencana adalah :
a. Hazard (bahaya) : suatu kondisi, secara alamiah maupun karena ulah manusia, yang
berpotensi menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kehilangan jiwa manusia.
Bahaya berpotensi menimbulkan bencana, tetapi tidak semua bahaya selalu menjadi
bencana.
b. Vulnerability (kerentanan) : sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (factor
fisik, social, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap upaya-upaya
pencegahan dan penanggulangan bencana.
c. Capacity (kapasitas) : kemampuan untuk memberikan tanggapan terhadap situasi
tertentu dengan sumber daya yang tersedia (fisik, manusia, keuangan dan lainnya).
Kapasitas ini bisa merupakan kearifan lokal masyarakat yang diceritakan secara turun
temurun dari generasi ke generasi.
Rumus menghitung resiko bencana adalah :
R=H*V/C
dimana :
R = Resiko Bencana
H = Bahaya
V = Kerentanan
C = Kapasitas

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa risiko dalam Manajemen Konstruksi dan


Manajemen Bencana memiliki pengertian yang sama, bahwa risiko tersebut sama-sama
menimbulkan kerugian atau kegagalan pencapaian tujuan. Sedangkan perbedaannya terletak
pada faktor-faktor yang mempengaruhi analisa risiko pada kedua bidang manajemen tersebut,
dimana factor yang berpengaruh pada analisa risiko Manajemen Konstruksi adalah
Probabilitas dan Dampak, sedangkan pada Manajemen Bencana risiko dipengaruhi oleh
Bahaya, Kerentanan dan Kapasitas.
2

Bagaimana pandangan Saudara tentang siklus Manajemen Bencana atau cyclus of


disaster management, dan apa perbedaannya dengan Manajemen lainnya?

UU No. 24 tahun 2007 menyatakan “Penyelenggaraan penanggulangan bencana


adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi”.
Rumusan penanggulangan bencana dari UU tersebut mengandung dua pengertian dasar yaitu:
a. Penanggulangan bencana sebagai sebuah rangkaian atau siklus.
b. Penanggulangan bencana dimulai dari penetapan kebijakan pembangunan yang
didasari risiko bencana dan diikuti tahap kegiatan pencegahan bencana, tanggap
darurat, dan rehabilitasi.
Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam UU No. 24 tahun 2007 secara
skematis dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Siklus Manajemen Bencana


Sesuai gambar di atas, dapat dilihat bahwa siklus manajemen bencana terdiri dari 4

fase, yaitu fase mitigasi (mitigation), kesiapsiagaan (preparedness), respon (response/tanggap

darurat), pemulihan/perbaikan (recovery). 4 fase tersebut harus dilakukan secara utuh.

a. Fase mitigasi: upaya untuk memperkecil dampak dari bencana dan meningkatkan

kesiapsiagaan masyarakat. Terdapat 2 bentuk mitigasi, yaitu mitigasi struktural dan

mitigasi non struktural. Mitigasi struktural ditempuh dengan cara membangun

lingkungan fisik dengan menggunakan rekayasa struktur, seperti pembangunan

bangunan tahan gempa, pengendalian lingkungan dengan pembuatan kanal banjir,

drainase, dan terasering. Mitigasi non-struktural dilakukan dengan cara merubah

prilaku manusia atau proses alamiah, seperti penyusunan kebijakan, peraturan

perundang-undangan, PRB, pendidikan, dan penyadaran masyarakat, modifikasi non-

struktural, perubahan perilaku masyarakat.

b. Fase kesiapsiagaan: pada fase ini yang dilakukan adalah merencanakan bagaimana

cara menanggapi bencana. Hal tersebut meliputi: merencanakan kesiapsiagaan,

penilaian kerentanan, kelembagaan, sistem informasi, basis sumberdaya, membangun

sekolah siaga bencana, early warning system, dll, untuk kemudian diuji coba

kesiapsiagaan terhadap bencana.

c. Fase respon : upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh bencana, pada fase

ini yang dilakukan adalah pencarian dan penyelamatan korban, diantaranya: Triage

korban bencana dan pemilahan korban, pemeriksaan kesehatan, serta mempersiapkan

korban untuk tindakan rujukan. Selain itu juga memfungsikan pos kesehatan

lapangan, mendistribusikan logistik (obat-obatan, gizi, air bersih, sembako),

menyediakan tempat tinggal sementara dan penanganan pos traumatic stress.

d. Fase recovery : yaitu tindakan mengembalikan masyarakat ke kondisi normal.

Peristiwa ini menfokuskan pada perbaikan sarana dan prasarana, yaitu: rehabilitasi
dan rekonstruksi. Adapun rehabilitasi merupakan upaya untuk membantu komunitas

memperbaiki rumahnya, mengembalikan fungsi pelayanan umum, perbaikan sarana

transportasi, komunikasi, listrik, air bersih dan sanitasi, dan pelayanan pemulihan

kesehatan. Selanjutnya rekonstruksi merupakan upaya jangka menengah dan jangka

panjang seperti pembangunan kembali sarana dan prasarana, serta pemantapan

kemampuan institusi pemerintah, sehingga terjadi perbaikan fisik, sosial dan ekonomi

untuk mengembalikan kehidupan komunitas pada kondisi yang sama atau lebih baik

dari sebelumnya.

Namun, ironisnya, seringkali justru pada tahap kesiapsiagaan, semua pihak tidak siap.
Begitu juga pada tahap tanggap darurat, yang seharusnya semua pihak yang berwenang turun
tangan dengan cekatan menanggulangi, namun justru yang terjadi adalah kekacauan, dimana
tidak jelas pihak mana yang paling bertanggung jawab, semua sibuk. Terlebih lagi ketika
mulai menginjak tahap pasca darurat, dimana rehabilitasi harus segera dilakukan, mulailah
proyek-proyek dilakukan di sana sini, tidak sedikit yang berorientasi uang. Dan pada tahap
yang tidak kalah penting, yaitu tahap mitigasi, dimana seharusnya dilakukan tindakan-
tindakan pencegahan serta penyusunan konsep-konsep mitigasi, namun banyak pihak tidak
peduli. seharusnya, pada tahap mitigasi inilah perlu mendapatkan perhatian serius. Jika pada
tahap mitigasi ini semua pihak telah dapat saling bekerja sama dengan baik, maka kerentanan
dapat diminimalisir, sehingga ketika tahap kesiap siagaan harus dilewati, diharapkan semua
pihak telah siap. Begitu juga pada tahap tanggap darurat dan tahap rehabilitasi.
Adapun perbedaan Disaster Risk Management (DRM) dengan Manajemen yang lain
adalah bahwa pada siklus bencana ini setiap fase saling berkaitan satu sama lain. Tidak
seperti manajemen yang lain, DRM ini dapat dikatakan tidak mempunyai titik akhir, dalam
artian DRM benar-benar sebuah siklus yang dinamis, berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan
kualitas langkah-langkah yang dilakukan pada tiap fase dalam siklus bencana.
3

Apa yang dimaksud dengan Force Majeour dalam sebuah kontrak kerja konstruksi,
dan bencana apa yang dapat dikelompokkan dalam kategori tersebut?

Konsep “keadaan memaksa” atau overmacht atau force majeure dalam jasa konstruksi
telah diberi pengertian dalam peraturan perundangan, yaitu Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Pada pasal 22, ayat (2) huruf j menyebutkan bahwa
keadaan memaksa (force majeure) sebagai suatu kejadian yang timbul di luar kemauan dan
kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, dalam lampirannya mengartikan keadaan kahar sebagai suatu keadaan yang
terjadi di luar kehendak para pihak sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak
menjadi tidak dapat dipenuhi.
Yang dimaksud dengan force majeur dalam kontrak kerja konstruksi adalah :
a. Bencana Alam;
b. Keadaan Perang;
c. Huru Hara; dan/atau
d. Kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang keuangan atau moneter dan ekonomi yang
secara langsung mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan.

Bencana alam yang dimaksud adalah : banjir, gempa bumi, tanah longsor, kebakaran, angin
topan, dll.
4

Bagaimana proses pengadaan barang dan jasa dalam rangka penanggulangan


bencana? Jelaskan jawaban saudara menurut peraturan perundangan yang berlaku di
Indonesia !

Proses pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan melalui :


a. Pelelangan umum
b. Pelelangan terbatas
c. Pemilihan langsung
d. Penunjukan langsung
e. Pengadaan langsung

Dalam hal penanggulangan bencana, proses pengadaan barang dan jasa yang dipilih
adalah Penunjukan Langsung, sesuai dengan Perpres no. 172 tahun 2014. Pada pasal 38 ayat
(1) disebutkan :

Penunjukan langsung terhadap 1 (satu) Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa


Lainnya dapat dilakukan, dalam hal :
a) keadaan tertentu, dan/atau
b) pengadaan Barang khusus/Pekerjaan Konstruksi khusus/Jasa Lainnya yang bersifat
khusus.

Lebih lanjut dijelaskan pada ayat (4) mengenai kriteria khusus yang dimaksud pada
ayat (1) tersebut, yaitu :

Penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian
pekerjaannya harus segera/tidak ditunda untuk :
1) pertahanan negara;
2) keamanan dan ketertiban masyarakat;
3) keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat
ditunda/harus dilakukan segera untuk :
a) akibat bencana alam dan/atau bencana non alam dan/atau bencana sosial;
b) dalam rangka pencegahan bencana dan/atau
c) akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat menghentikan kegiatan
pelayanan publik.

DAFTAR PUSTAKA

Kurniawan, Bagus Yuntar. 2011. Analisa Risiko Konstruksi Pada Proyek Pembangunan
Apartemen Petra Square Surabaya. 9 Juli 2015. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-
Undergraduate-15753-Paper-pdf.pdf

http://p2mb.geografi.upi.edu/Mitigasi_Bencana.html

http://thepresidentpostindonesia.com/2013/04/22/force-majeure-keadaan-kahar-dalam-suatu-
kontrak/

https://muntohar.files.wordpress.com

Anda mungkin juga menyukai