Apa perbedaan dan persamaan pengertian resiko (risk) dalam Manajemen Bencana
dan Manajemen Konstruksi? Jelaskan faktor-faktor yang berpengaruh dalam
menganalisis resiko di kedua bidang keilmuan tersebut!
Alijoyo (2006) dalam Kurniawan (2011) mendefinisikan risiko dari 2 sudut pandang ,
yaitu dari sudut pandang hasil dan proses. Risiko dari sudut pandang hasil adalah sebuah
hasil atau keluaran-keluaran yang tidak dapat diprediksikan dengan pasti, yang tidak disukai
karena akan menjadi kontra-produktif. Sedangkan dari sudut pandang proses, risiko adalah
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan, sehingga terjadinya konsekuensi
yang tidak diinginkan. Pengertian lain menjelaskan bahwa risiko adalah kondisi dimana
terdapat kemungkinan keuntungan / kerugian ekonomi atau finansial, kerusakan atau cedera
fisik, keterlambatan, sebagai konsekuensi ketidakpastian selama dilaksanakannya suatu
kegiatan (Cooper dan Chapman, 1993).
a. Fase mitigasi: upaya untuk memperkecil dampak dari bencana dan meningkatkan
b. Fase kesiapsiagaan: pada fase ini yang dilakukan adalah merencanakan bagaimana
sekolah siaga bencana, early warning system, dll, untuk kemudian diuji coba
c. Fase respon : upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh bencana, pada fase
ini yang dilakukan adalah pencarian dan penyelamatan korban, diantaranya: Triage
korban untuk tindakan rujukan. Selain itu juga memfungsikan pos kesehatan
Peristiwa ini menfokuskan pada perbaikan sarana dan prasarana, yaitu: rehabilitasi
dan rekonstruksi. Adapun rehabilitasi merupakan upaya untuk membantu komunitas
transportasi, komunikasi, listrik, air bersih dan sanitasi, dan pelayanan pemulihan
kemampuan institusi pemerintah, sehingga terjadi perbaikan fisik, sosial dan ekonomi
untuk mengembalikan kehidupan komunitas pada kondisi yang sama atau lebih baik
dari sebelumnya.
Namun, ironisnya, seringkali justru pada tahap kesiapsiagaan, semua pihak tidak siap.
Begitu juga pada tahap tanggap darurat, yang seharusnya semua pihak yang berwenang turun
tangan dengan cekatan menanggulangi, namun justru yang terjadi adalah kekacauan, dimana
tidak jelas pihak mana yang paling bertanggung jawab, semua sibuk. Terlebih lagi ketika
mulai menginjak tahap pasca darurat, dimana rehabilitasi harus segera dilakukan, mulailah
proyek-proyek dilakukan di sana sini, tidak sedikit yang berorientasi uang. Dan pada tahap
yang tidak kalah penting, yaitu tahap mitigasi, dimana seharusnya dilakukan tindakan-
tindakan pencegahan serta penyusunan konsep-konsep mitigasi, namun banyak pihak tidak
peduli. seharusnya, pada tahap mitigasi inilah perlu mendapatkan perhatian serius. Jika pada
tahap mitigasi ini semua pihak telah dapat saling bekerja sama dengan baik, maka kerentanan
dapat diminimalisir, sehingga ketika tahap kesiap siagaan harus dilewati, diharapkan semua
pihak telah siap. Begitu juga pada tahap tanggap darurat dan tahap rehabilitasi.
Adapun perbedaan Disaster Risk Management (DRM) dengan Manajemen yang lain
adalah bahwa pada siklus bencana ini setiap fase saling berkaitan satu sama lain. Tidak
seperti manajemen yang lain, DRM ini dapat dikatakan tidak mempunyai titik akhir, dalam
artian DRM benar-benar sebuah siklus yang dinamis, berlanjut dan terpadu untuk meningkatkan
kualitas langkah-langkah yang dilakukan pada tiap fase dalam siklus bencana.
3
Apa yang dimaksud dengan Force Majeour dalam sebuah kontrak kerja konstruksi,
dan bencana apa yang dapat dikelompokkan dalam kategori tersebut?
Konsep “keadaan memaksa” atau overmacht atau force majeure dalam jasa konstruksi
telah diberi pengertian dalam peraturan perundangan, yaitu Undang-Undang Nomor 18
Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Pada pasal 22, ayat (2) huruf j menyebutkan bahwa
keadaan memaksa (force majeure) sebagai suatu kejadian yang timbul di luar kemauan dan
kemampuan para pihak yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak.
Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, dalam lampirannya mengartikan keadaan kahar sebagai suatu keadaan yang
terjadi di luar kehendak para pihak sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak
menjadi tidak dapat dipenuhi.
Yang dimaksud dengan force majeur dalam kontrak kerja konstruksi adalah :
a. Bencana Alam;
b. Keadaan Perang;
c. Huru Hara; dan/atau
d. Kebijaksanaan Pemerintah dalam bidang keuangan atau moneter dan ekonomi yang
secara langsung mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan.
Bencana alam yang dimaksud adalah : banjir, gempa bumi, tanah longsor, kebakaran, angin
topan, dll.
4
Dalam hal penanggulangan bencana, proses pengadaan barang dan jasa yang dipilih
adalah Penunjukan Langsung, sesuai dengan Perpres no. 172 tahun 2014. Pada pasal 38 ayat
(1) disebutkan :
Lebih lanjut dijelaskan pada ayat (4) mengenai kriteria khusus yang dimaksud pada
ayat (1) tersebut, yaitu :
Penanganan darurat yang tidak bisa direncanakan sebelumnya dan waktu penyelesaian
pekerjaannya harus segera/tidak ditunda untuk :
1) pertahanan negara;
2) keamanan dan ketertiban masyarakat;
3) keselamatan/perlindungan masyarakat yang pelaksanaan pekerjaannya tidak dapat
ditunda/harus dilakukan segera untuk :
a) akibat bencana alam dan/atau bencana non alam dan/atau bencana sosial;
b) dalam rangka pencegahan bencana dan/atau
c) akibat kerusakan sarana/prasarana yang dapat menghentikan kegiatan
pelayanan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Kurniawan, Bagus Yuntar. 2011. Analisa Risiko Konstruksi Pada Proyek Pembangunan
Apartemen Petra Square Surabaya. 9 Juli 2015. http://digilib.its.ac.id/public/ITS-
Undergraduate-15753-Paper-pdf.pdf
http://p2mb.geografi.upi.edu/Mitigasi_Bencana.html
http://thepresidentpostindonesia.com/2013/04/22/force-majeure-keadaan-kahar-dalam-suatu-
kontrak/
https://muntohar.files.wordpress.com