Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PENGANTAR PENDIDIKAN

“LANDASAN FILOSOFIS DALAM PENDIDIKAN”

Kelompok I

Fitria Ningsi Dadu


Miranda N. M. Tendean
Nadya A. Tambaani
Welny M. Ngoryanto

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FISIKA

2017

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 1


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kesehatan dan
kemampuan yang sudah diberikan. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar pendidikan. Makalah ini dibuat dengan
judul “Landasan Filosofis dalam Pendidikan” diharapkan bisa membuat pembaca mengerti
tentang landasan-landasan fiosofis pendidikan,serta mengetahui aliran-aliran pendidikan.

Makalah ini masih sangat sederhana dan masih banyak sekali ditemukan kekurangan
baik isi , atau kata yang kurang tepat dalam penyajiannya dan kami sangat mengharap kritik
dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Walaupun demikian makalah ini juga sangat
bermanfaat bagi kita karena dengan membaca makalah ini kita mengetahui Pengertian
landasan filosofis pendidikan dan aliran alirannya serta implikasinya terhadap pendidikan.
Demikian sebagai pengantar makalah ini.

Tondano, Juni 2017

Kelompok I

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 2


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4

A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................. 4

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 5

C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6

A. Pengertian Landasan Filosofis ........................................................................................ 6

B. Aliran Dalam Landasan Filosofis Pendidikan ................................................................ 8

C. Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan ....................................................................... 11

D. Landasan Filosofis Pendidikan di Indonesia................................................................. 13

E. Rangkuman ................................................................................................................... 21

F. Latihan Soal .................................................................................................................. 22

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 23

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 23

B. Saran ............................................................................................................................. 23

C. Kunci Jawaban .............................................................................................................. 23

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 26

GLOSARIUM .......................................................................................................................... 27

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 3


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan akan dapat dilaksanakan secara mantap, jelas arah tujuannya, relevan isi
kurikulumnya, serta efektif dan efisien metode atau cara-cara
pelaksanaannya hanya apabila dilaksanakan dengan mengacu pada suatu landasan yang
kokoh. Sebab itu, sebelum melaksanakan pendidikan, para pendidik perlu terlebih dahulu
memperkokoh landasan pendidikannya.
Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan
manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan
oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju
pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti.
Mengingat hakikat pendidikan adalah humanisasi, yaitu upaya memanusiakan
manusia, maka para pendidik perlu memahami hakikat manusia sebagai salah satu
landasannya. Konsep hakikat manusia yang dianut pendidik akan berimplikasi terhadap
konsep dan praktek pendidikannya.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang
dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk
memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer
pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai
dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi
kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga tersebut
memberikan pengerian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi
juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadihelper bagi umat
manusia.
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam
berkaitannya dengan dunia pendidikan. Adapun cakupan landasan pendidkan adalah :
landasan hukum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosial budaya, landasan
psikologi, dan landasan ekonomi. Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai
landasan filsafat.
Terdapat banyak alasan untuk mempelajari filsafat pendidikan, khususnya apabila ada
pertanyaan rasional yang seyogyanya tidak dapat dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 4


ilmu pendidikan. Pakar dan praktisi pendidikan memandang filsafat yang membahas
konsep dan praktik pendidikan secara komprehensif sebagai bagian yang sangat penting
dalam menentukan keberhasilan pendidikan. Terlebih lagi, di tengah arus globalisasi dan
modernisasi yang melaju sangat pesat, pendidikan harus diberi inovasi agar tidak
ketinggalan perkembangan serta memiliki arah tujuan yang jelas. Di sinilah perlunya
konstruksi filosofis yang mampu melandasi teori dan praktek pendidikan untuk mencapai
keberhasilan substantif.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas permasalah ini dapat dirumuskan menjadi:
1. Apakah pengertian landasan filosofis pendidikan.
2. Apa saja aliran filsafat dan bagaimana implikasinya terhadap pendidikan
3. Bagaimanakah landasan filosofis pendidikan di indonesia?

C. Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui pengertian landasan filosofis pendidikan
2. Mengetahui berbagai aliran filsafat dan implikasinya terhadap pendidikan
3. Menjelaskan landasan filosofis pendidikan yang diterapkan di Indonesia

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 5


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Landasan Filosofis


Landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan,
menyangkut keyakinan terhadap hakikat manusia, keyakinan tentang sumber nilai,
hakikat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan. Aliran filsafat
yang kita kenal sampai saat ini adalah Idealisme, Realisme, Perenialisme, Esensialisme,
Pragmatisme dan Progresivisme dan Ekstensialisme.
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah pendidikan
itu ? Mengapa pendidikan itu diperlukan? Apa yang seharusnya menjadi tujuanya, dan
sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat
(falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani,
philien berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Cinta berarti hasrat yang besar atau
yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaaan artinya kebenaran
sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi filsafat artinya hasrat atau keinginan yang
sungguh-sungguh akan kebenaran sejati.
Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba
merumuskan citra tentang manusia dan mayarakat, sedangkan pendidikan
berusaha mewujudkan citra itu. Rumusan tentang harkat dan martabat manusia beserta
masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan cara-cara penyelenggaraaan pendidikan, dan
dari sisi lain pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan
merupakan jawaban secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar
pendidikan, seperti apa mengapa, kemana, dan bagaimana, dan sebagainya dari
pendidikan itu. Kejelasan berbagai hal itu sangat perlu untuk menjadi landasan berbagai
keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam pendidikan. Hal itu sangat penting karena
hasil pendidikan itu akan segera tampak, sehingga setiap keputusan dan tindakan itu harus
diyakinkan kebenaran dan ketepatanya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan.
Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan
kebenaran filsafat adalah kebenaran ilmu yang sifatnya relative. Karena kebenaran ilmu
hanya ditinjau dari segi yang biasa diamati hanya sebagian kecil saja. Diibaratkan
mengamati gunung es, kita hanya mampu melihat yang diatas permukaaan laut saja.

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 6


Sementara itu filsafat mencoba menyelami sampai kedasar gunung es itu untuk meraba
segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan renungan yang kritis. Dalam garis besarnya
ada empat cabang filsafat yaitu metafisika, epistimologi, logika, dan etika, dengan
kandungan materi masing-masing sebagai berikut :
1) Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakikat segala sesuatu yang terdapat
di alam ini. Dalam kaitanya dengan manusia, ada dua pandangan yaitu :
(1) Manusia pada hakikatnyanya adalah spiritual. Yang ada adalah jiwa atau
roh, yang lain adalah semu. Pendidikan berkewajiban membebaskan jiwa dari ikatan
semu. Pendidikan adalah untuk mengaktualisasi diri. Pandangan ini dianut oleh kaum
Idealis,Scholastik, dan bebrapa Realis.
(2) Manusia adalah organism materi. Pandangan ini dianut kaum Naturalis,
Materialis,Eksperimentalis, Pragmatis, dan bebrapa realism. Pendidikan adalah untuk
hidup,Pendidikan berkewajiban membuat kehidupan manusia menjadi menyenangkan.
2) Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran, Ada
lima sumber pengetahuan yaitu :
(1) Otoritas, yang terdapat dalam ensiklopedi
(2) Common sense, yang ada pada adat dan tradisi.
(3) Intuisi yang berkaitan dengan perasaan.
(4) Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman.
(5) Pengalaman yan terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.
3) Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan benar.
Dengan memahami filsafat logika di harapkan manusia bisa berpikir
dengan mengemukakan pendapatnya secara tepat dan benar.
4) Etika ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia mengenai nilai dan
norma masyarakat serta ajaran agama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini. Filsafat
etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan pendidikan untuk
mengembangkan perilaku manusia, anatara lain afeksi peserta didik.
Dalam filsafat terdapat empat teori kebenaran yaitu :
(1) Koheren yaitu, sesuatu akan benar bila konsisten dengan kebenaran umum
(2) Koresponden, sesuatu akan benar bila ia tepat dengan fakta yang dijelaskan.
(3) Pragmatisme, sesuatu dipandang benar bila konsekuensinya bermanfaat bagi
kehidupan.
(4) Skeptivisme, kebenaran dicari secara ilmiah dan tidak ada kebenaran yang lengkap.

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 7


Kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat diatas, akan besar pengaruhnya
terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran– kebenaran hasil kajian
tersebut pada umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan.
Peranan filsafat dalam pendidikan tersebut berkaiatan dengan hasil kajian antara lain
tentang :
(1) Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makluk di dunia ini, seperti yang
disimpulkan sebagai zoo politicon ,homo sapiens ,animal educandum dan
sebagainya.
(2) Masyarakat dan kebudayaanya.
(3) Keterbatasan manusia sebagai makluk hidup yang banyak menghadapi tantangan.
(4) Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat
pendidikan

B. Aliran Dalam Landasan Filosofis Pendidikan


Agar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut ini
diuraikan bebrapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini, Aliran itu ialah :
1) Idealisme, 2) Realisme, 3) Perenialisme, 4) Esensialisme, 5) Pragmatisme dan
progresivisme, dan 6) Eksistensialisme
1. Aliran Idealisme
Menegaskan bahwa hakikat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan.
Apa yang dianggap kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide
sebagai kebenaran berfilsafat spiritual atau mental. Ide sebagai gagasan kejiwaan
itulah sebagai kebenararan atau nilai sejati yang obsolut dan abadi.Terdapat variasi
pendapat beserta namanya masing-masing dalam aliran ini seperti spiritualisme,
rasionalisme, neokantianisme, dan sebagainya. Variasi itu antara lain menekankan
pada akal dan rasio pada rasionalisme atau sebaliknya pada ilham untuk irasionalisme,
dan lain-alain. Meskipun terjadi variasi pendapat tersebut, namun pada umunya aliran
itu menekankan bahwa pendidikan merupakan kegiatan intelektual untuk
membangkitkan ide-ide yang masih laten, anatara lain melalui intropeksi dan tanya
jawab. Oleh karena itu sebagai lembaga pendidikan, sekolah berfungsi membantu
siswa mencari dan menemukan kebenaran, keindahan dan kehidupan yang luhur.
2. Aliran Realisme

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 8


Realisme demikian aliran filsafat ini kerap dipandang sebagai sisi keping yang
berbeda dari idealisme,hadir menjadi reaksi corak idealisme yang cenderung abstrak
dan metafisik. Instrumen utama realisme adalah indra dan terlepas dari asumsi
pengetahuan yang di konstruksi akal pikir. Ini menjadi pembeda tegas dengan
idealisme yang justru lebih bepegang pada kondisi-kondisi mental akal pikiran.
Selanjutnya realisme agaknya di pengaruhi dua filsuf terkemuka,yaitu Franci
Bacon (1561-1626) dengan pemikirannya tentang metodologi induktif serta John
Locke tentang konsep akal-pikir jiwa manusia yang disebut “tabula rasa”,ruang
kosong tak ubahnya kertas putih kemudian menerima impresi lingkungan.
3. Aliran Perenialisme
Istilah “perenialisme”berasal dari bahasa latin,yaitu dari akar “perenis” atau
“perenial”(bahasa inggris)yang berarti tumbuh terus melalui waktu ,hidup terus dari
waktu ke waktu atau abadi. Maka, pandangan selalu memercayai mengenai adanya
nilai-nila,norma-norma yang bersifat abadi dalam kehidupan ini. Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan
sekarang. Perenialisme merupakan aliran filsafat mendasarkan pada aturan,bukan
mencerai-beraikan;menemukan persamaan-persamaan, bukan membanding-
bandingkan; serta memahami isi,bukan melihat luar atas berbagai aliran dan
Pemikiran. Dalam pendidikan, kaum perenialis berpandangan bahwa dalam dunia
yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta membahayakan, seperti yang kita
rasakan dewasa ini, tidak ada satupun yang lebih bermanfaat dari pada kepastian
tujuan pendidikan, serta kesetabilan dalam perilaku pendidik. Perensialisme adalah
aliran pendidikan yang megutamakan bahan ajaran konstan (perenial) yakni
kebenaran, keindahan, cinta kepada kebaikan universal.
Perenialisme menekankan keabadian teori kehikmatan yaitu :
 Pengetahuan yang benar (truth)
 Keindahan (beauty)
 Kecintaan kepada kebaikan (goodness)
Oleh karena itu, dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi
yang perennial.
Prinsip pendidikan antara lain:
(1) Konsep pendidikan itu bersifat abadi karena hakikat manusia tidak pernah
berubah.

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 9


(2) Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan makluk manusia yang
unik, yaitu kemampuan berpikir.
(3) Tujuan belajar adalah mengenal kebenaran abadi dan universal
(4) Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya. Yang berarti,
pendidikan sangat berpengaruh pada kehidupan. Contohnya, pada usia dini kita
sudah dikenalkan dengan pendidikan dari orangtua kita sendiri sebelum masuk
sekolah. Karena pendidikan adalah bagian terpenting dari kehidupan yang
sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya.
(5) Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic subject).
4. Aliran Esensialisme
Esensialisme kerap diungkapkan sebagai reaksi kedua terhadap progrevisisme
tahun 1930-an. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-
nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-
nilai terpilih yang memiliki tata yang jelas.Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat
yang membentuk corak esensialisme. Dasar filosofi esensialisme terutama memandang
bahwa setiap jenis tertentu tidak lain adalah entitas yang memiliki seperangkat
karakteristik dan sifat yang bersifat (given)atau terberikan sejak keberadaannya yang
pertama kali. Esensialisme berupaya untuk mengajar siswa dengan berbagai
pengetahuan sejarah melalui mata kuliah inti dalam disiplin akademis
tradisional.Esensialisme juga bermaksud menanamkan pengetahuan sejarah melalui
mata kuliah inti dalam disiplin akademis tradisional.Esensialisme mempunyai tinjauan
mengenai kebudayaan dan pendidikan yang berbeda dangan progresivisme.
Filsafat pendidikan Esensialisme bertitik tolak dari kebenaran yang telah
terbukti berabad-abad lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain
adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja. Kebenaran yang esensial itu ialah
kebudayaan klasik yang muncul pada zaman romawi yang menggunakan buku-buku
klasik ditulis dengan bahasa latin yang dikenal dengan nama Great Book. Buku ini
sudah berabad-abad lamanya mampu membentuk manusia –manusia berkaliber
internasional. Inilah bukti bahwa kebudayaan ini merupakan suatu kebenaran
yang esensial. Tokohnya antara lain Brameld. Esensialisme adalah mashab pendidikan
yang mengutamakan pelajaran teoretik (liberal arts) atau bahan ajar esensial.
5.Aliran Pragmatisme dan progresivisme
Aliran progresivisme lahir di amerika, akhir abad 19 menjelang awal abad 20.
Mula-mula ,istilah ini bersifat sosiologi guna menyebut gerakan sosial politik di

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 10


amerika, ketika proses indrustrialisasi dan urbanisasi menjadi gejala yang begitu massif.
John dewey(1859-1952) adalah satu tokoh yang kerap di pandang menjadi pelopor
lahirnya aliran progrevisisme. Sementara Dewey tidak lain adalah filsuf beraliran
pragmatisme. Bisa dikatakan bahwa progresivisme sangat di pengaruhi filsafat
pragmatisme,yang lebih banyak terpusat pada eksperimentasi-eksperimentasi yang
berdasarkan investigasi-investigasi ilmiah sains modern yang memandang betapa
pengalaman selalu menjadi hal yang pokok dan utama. Dalam gerakan pendidikan
ini,sekolah-sekolah menjadi ruang yang benar-benar bebas gejala-gejala indoktrinisasi
dan praktik-praktik otoritatif.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala
sesuatu harus dinilai dari segi kegunaan pragtis, dengan kata lain paham ini menyatakan
yang berfaedah itu harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan pada kemanfaatan
dari sesuatu itu kepada manusia .aliran ini melahirkan progresivisme yang menentang
pendidikan tradisional.
6. Aliran Eksistensialisme
Eksistensialisme termasuk filsafat pendatang baru. Eksistensialisasi selalu
menjadi pemikiran filsafat yang berupaya untuk agar manusia menjadi
dirinya,mengalami individualitas. Eksistensi berarti berdiri sebagai diri sendiri. Aliran
eksistensialisme terbagi dua sifat, yaitu teistik(bertuhan)dan atteistik. Menurut
eksistensialisme. Ada dua jenis filsafat tradisional, yaitu filsafat spekulatif dan filsafat
skeptis.
Eksistensi membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya,mampu
berada,eksis. Oleh eksistensi,kursi dapat berada di tempat. Membuat sebuah pilihan atas
dasar keinginan sendiri dan sadar akan tanggung jawabnya di masa depan adalah inti
eksistensialisme.

C. Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan


1. Implikasi Bagi Guru
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru
maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai
pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang
harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru
tercerminpada kompetensi seorang tukang.

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 11


Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang
guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya
itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap
pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru didalam
menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-
tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional
maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan
serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-
tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat
dipertanggungjawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan
dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalam perspektif yang lebih luas dari
pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus. Perlu digarisbawahi di
sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakikat.
Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakikatnya adalah bentuk
yang diharapkan mewadahi hakikat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena
itu maka gerakan ini hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana
sedangkan transaksi personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik
yang satu dengan subjek didik yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat
di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan tidak
terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada
kedaulatan subjek didik akan melahirkan anarki, sedangkan pemberian bobot yang
berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan.
Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.
2. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum
punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak
mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya.
Bahkan salah satu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagimaana
diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil
memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan pembaharuan
pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan
bangunan dasarnya.

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 12


Hal tersebut dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan bahwa
belum ada diantara kita yang memikirkan masalah pendidikan guru itu. Pikiran-
pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi praktis tanpa kecuali
dapat dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris, tidak menyeluruh. Misalnya, ada yang
menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih cepat, menolak program-
program pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang diperkenalkan didalam
beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan perlunya ditingkatkan
mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada yang menyoroti
pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan
perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan
jabtan-jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut di atas
memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila
di implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem
pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif
adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai di dalam merancang serta
mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang
lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan di dalam konteks pendidikan
(tugas professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-rambu yang dimaksud disusun
dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat
ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah, analisis tugas kelulusan
serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu yang dimaksud yang
mencerminkan hasil telaah interpretif, normative dan kritis itu, seperti telah
diutarakan di dalam bagian uraian dimuka, dirumuskan ke dalam perangkat asumsi
filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta
implementasi program yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu
yang dimaksud merupakan batu ujian di dalam menilai perancang dan implementasi
program, maupun di dalam “mempertahankan” program dari penyimpngan-
penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-serangan konseptual

D. Landasan Filosofis Pendidikan di Indonesia


Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai
bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdsarkan kenyataan objektif

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 13


bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Syarat mutlak suatu negara
adalah persatuan yang terwujudkan sebagai rakyat (merupakan unsur pokok negara),
sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan berkerakyatan. Konsekuensinya rakyat
adalah merupakan dasar ontologis demokrasi, karena rakyat merupakan asal mula
kekuasaan negara. Atas dasar pengertian itulah maka nilai pancasila merupakan dasar
filosofis negara.
Pancasila yang dimaksud adalah Pancasila yang rumusannya terdapat dalam
“Pembukaan” Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa,
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3. Persatuan Indonesia,
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila menjadi acuan untuk berkarya pada segala bidang. Sejalan dengan ini,
pasal 2 Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang “Sistem Pendidikan Nasional”
menyatakan bahwa “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila
dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Rincian selanjutnya tentang hal itu tercantum dalam penjelasan UU- RI No. 20
Tahun 2003 yang menegaskan bahwa pembangunan nasional termasuk di bidang
pendidikan adalah pengalaman pancasila dan untuk itu pendidikan nasional
mengusahakan antara lain: “Pembentukan manusia Pancasila sebagai manusia
pembangunan yang berkualitas tinggi dan mampu mandiri”. Sedangkan ketetapan MPR-
RI No. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengalaman Pancasila mengaskan
bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyar Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia,
pandngan hidup bangsa Indonesia dan Dasar Negara Republik Indonesia. Sehubungan
dengan hal ini, bangsa Indonesia memiliki landasan filosofis pendidikan tersendiri dalam
sistem pendidikan nasionalnya,yaitu Pancasila.

1. Konsep Pancasila Sebagai Landasan Filosofis Pendidikan Terhadap Filsafat


Pendidikan Secara Umum
Metafisika (Hakikat Realitas). Bangsa Indonesia meyakini bahwa realitas atau
alam semesta tidaklah ada dengan sendirinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk)

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 14


Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan adalah Sumber Pertama dari segala yang ada, Ia adalah
Sebab Pertama dari segala sebab, tetapi Ia tidak disebabkan oleh sebab-sebab yang
lainnya,dan Ia juga adalah tujuan akhir segala yang ada.
Di alam semesta bukan hanya realitas fisik atau hanya realitas non fisik yang ada,
realitas yang bersifat fisik dan/atau non fisik tampak dalam pluralitas fenomena alam
semesta sebagai keseluruhan yang integral. Terdapat alam fana dengan segala isi, nilai,
norma atau hukum di dalamnya. Alam tersebut adalah tempat/prasarana dan sarana bagi
manusia dalam rangka hidup dan kehidupannya, dalam rangka melaksanakan tugas hidup
untuk mencapai tujuan hidupnya. Di balik itu, terdapat alam akhir yang abadi dimana
setelah mati manusia akan dimintai pertanggung jawaban dan menerima imbalan atas
pelaksanaan tugas hidup dari Tuhan YME. Dalam uraian di atas tersurat dan tersirat
makna adanya realitas yang bersifat absolut dan relatif, terdapat realitas
yang bersifat abadi dan realitas yang bersifat fana.
Termaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, bahwa hakikat hidup bangsa Indonesia adalah berkat rakhmat Allah Yang
Maha Kuasa dan perjuangan yang didorong oleh keinginan luhur untuk mencapai dan
mengisi kemerdekaan. Adapun yang menjadi keinginan luhur tersebut yaitu:
a. Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur
b. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
c. Memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
d. Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial.
Dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa realitas juga tidak bersifat given
(terberi) dan final, melainkan juga “mewujud” sebagaimana kita manusia dan semua
anggota alam semesta berpartisipasi“mewujudkannya”.
Hakikat Manusia. Manusia adalah makhluk Tuhan YME. Manusia adalah
kesatuan badani-rohani yang hidup dalam ruang dan waktu, memiliki kesadaran
(consciousness) dan penyadaran diri (self-awareness), mempunyai berbagai kebutuhan,
dibekali naluri dan nafsu, serta memiliki tujuan hidup. Manusia dibekali potensi untuk
mampu beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan untuk berbuat baik, namun di
samping itu karena hawa nafsunya manusia pun memiliki kemungkinan untuk berbuat
jahat. Selain itu, manusia memiliki potensi untuk : mampu berpikir (cipta), berperasaan
(rasa), berkemauan (karsa), dan berkarya. Adapun dalam eksistensinya manusia
berdimensi individualitas /personalitas, sosialitas, kultural, moralitas, dan religius.

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 15


Adapun semua itu menunjukkan dimensi interaksi atau komunikasi (vertikal maupun
horisontal), historisitas, dan dinamika.
Menurut BP-7 Pusat, 1995 yang dikutip kembali oleh Tatang, Sy (2010),
Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat mono-pluralis tetapi bersifat
integral, artinya bahwa manusia yang serba dimensi itu hakikatnya adalah satu kesatuan
utuh. Pancasila menganut Asas Ketuhanan Yang Maha Esa, dimana manusia diyakini
sebagai makhluk Tuhan YME, mendapat panggilan tugas dari-Nya, dan harus
mempertanggung jawabkan segala amal pelaksanaan tugasnya terhadap Tuhan YME
(aspek religius). Asas mono dualisme, manusia adalah kesatuan badani-ruhani, ia adalah
pribadi atau individual tetapi sekaligus insan sosial. Asas mono-pluralisme:
meyakini keragaman manusia, baik suku bangsa, budaya, Tetapi adalah satu kesatuan
sebagai bangsa Indonesia (Bhineka tunggal Ika). Asas nasionalisme: dalam eksistensinya
manusia terikat oleh ruang dan waktu, maka ia mempunyai relasi dengan daerah, jaman,
dan sejarahnya yang diungkapkan dengan sikapnya mencintai tanah air, nusa, dan
bangsa. Asas internasionalisme: manusia Indonesia tidak meniadakan eksistensi
manusia lain baik sebagai pribadi, kelompok, atau bangsa lain; asas demokrasi: dalam
mencapai tujuan kesejahteraan bersama, kesamaan hak dan kewajiban menjadi dasar
hubungan antara warga negara, dan hubungan antara warga negara dan negara dan
sebaliknya. Asas keadilan sosial: dalam merealisasikan diri manusia harus senantiasa
menjunjung tingi tujuan kepentingan bersama dalam membagi hasil pembudayaannya
Epistemologi (Hakikat Pengetahuan). Segala pengetahuan hakikatnya bersumber
dari Sumber Pertama yaitu Tuhan YME. Tuhan telah menurunkan pengetahuan baik
melalui Utusan-Nya (berupa wahyu) maupun melalui berbagai hal yang digelarkanNya
di alam semesta termasuk hukum-hukum yang terdapat didalamnya. Manusia dapat
memperoleh pengetahuan melalui keimanan/ kepercayaan, berpikir, pengalaman empiris,
penghayatan, dan intuisi.
Kebenaran pengetahuan ada yang bersifat mutlak (seperti dalam pengetahuan
keagamaan/revealed knowledge yang diimani), tetapi ada pula yang bersifat relatif
(seperti dalam pengetahuan ilmiah sebagai hasil upaya manusia melalui riset, filsafat,
dsb). Pengetahuan yang bersifat mutlak (ajaran agama/wahyu Tuhan) diyakini mutlak
kebenarannya atas dasar keimanan kepada Tuhan YME. Pengetahuan yang bersifat relatif
(filsafat, sains, dll) diuji kebenarannya melalui uji konsistensi logis ide-idenya,
kesesuainya dengan data atau fakta empiris, dan nilai kegunaannya bagi kesejahteraan
manusia dengan mengacu kepada kebenaran dan nilai-nilai yang bersifat mutlak.

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 16


Aksiologi (Hakikat Nilai). Sumber Pertama segala nilai hakikatnya adalah Tuhan
YME. Karena manusia adalah makhluk Tuhan, pribadi/individual dan sekaligus insan
sosial, maka hakikat nilai diturunkan dari Tuhan YME, masyarakat dan individu.
Secara metafisis dan aksologis tujuan pendidiak nasional harus menghasilkan
manusia Indonesia yang :
1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia yang berkeprimanusiaan yang adil dan beradab, yang ditunjukkan
dalam perilaku manusia yang tidak hanya mengutamakan dan
mementingkan kehidupan jasmanaih dan lahiriah saja, tetapi juga kehidupan
rohaniah batiniah. Begitu juga yang diutamakan bukan hanya kepentingan
diri sendiri secara pribadi, tetapi juga kepentingan masyarakat, kepentingan
hidup bersama.
3. Berkemampuan untuk mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa
Indonesia.
4. Demokratis, hidup bermasyarakat dengan pengakuan terhadap eksistensi
manusia, berarti harus menyadari bahwa ia tidak bisa berbuat semaunya.
Manusia hidup dibatasi oleh berbagai faktor yaitu dirinya sendiri, orang lain,
alam sekitar, dan Tuhan.
5. Berkeadilan sosial yang adil, seimbang antara hak dan kewajiban, suatu
keadilan yang menyangkut hubungannya dengan dirinya sendiri, dengan
orang lain atau masyarakat, dan dengan alam sekitar, serta dengan Tuhan.
Secara epistemologis pendidikan nasional bertujuan :
1. Menghasilkan manusia berpengetahuan, mampu mengolahnya, dan
mengembangkannya.
2. Menghasilkan manusia yang mampu mencari pengetahuan dan kebenaran
melalui berbagai sumber, yaitu : Pengetahuan wahyu, pengetahuan intuitif,
pengetahuan rasional, dan pengetahuan empiris.
3. Menghasilkan manusia berpengalaman dan berpengetahuan secara hierarkis
mencangkup dunia realitas, dunia ilmiah, dunia nilai filosofis, dan dunia nilai
religius.
4. Menghasilkan manusia yang terampil dalam menghadapi dunia realitas,
sehingga mencapai kehidupan yang seimbang antara kehidupan jasmani dan
rohani, antara kehidupan dunia nyata dan dunia rohaniah, kehidupan dunia dan
akhirat.

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 17


2. Implikasi Landasan Filosofis Pancasila Terhadap Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara ( Pasal I
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
Sebagai usaha sadar dan terencana, pendidikan tentunya harus mempunyai
dasar dan tujuan yang jelas, sehingga dengan demikian baik isi pendidikan
maupun cara-cara pembelajarannya dipilih,diturunkan
dan dilaksanakan dengan mengacu kepada dasar dan tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan. Selain itu, pendidikan bukanlah proses pembentukan peserta
didik untuk menjadi orang tertentu sesuai kehendak sepihak dari
pendidik. Karena manusia (peserta didik) hakikatnya
adalah pribadi yang memiliki potensi dan memiliki keinginan untuk menjadi
dirinya sendiri, maka upaya pendidikan harus dipandang sebagai upaya bantuan
dan memfasilitasi peserta didik dalam rangka mengembangkan potensi dirinya.
Upaya pendidikan adalah pemberdayaan peserta didik. Hal ini hendaknya tidak
dipandang sebagai upaya dan tujuan yang bersifat individualistik semata, sebab
sebagaimana telah dikemukakan bahwa kehidupan manusia itu multi dimensi dan
merupakan kesatuan yang integral.
Selain hal di atas, dimensi hitorisitas, dinamika, perkembangan
kebudayaan dan tugas hidup yang diemban manusia mengimplikasikan bahwa
pendidikan harus diselenggarakan sepanjang hayat. Pendidikan hendaknya
diselenggarakan sejak dini, pada setiap tahapan perkembangan hingga akhir hayat.
Sebab itu, pendidikan hendaknya diselenggarakan baik pada jalur pendidikan
informal, formal, maupun nonformal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya.
Tujuan Pendidikan. Pandangan manusia tentang hakikat realitas, manusia,
pengetahuan dan hakikat nilai mengimplikasikan bahwa pendidikan seyogyanya
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 18


yang demokratis serta bertangung jawab. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam
Pasal 3 UU RI No.20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional.
Tujuan pendidikan tersebut hendaknya kita sadari betul, sehingga pendidikan
yang kita selenggarakan bukan hanya untuk mengembangkan salah satu potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu saja, bukan hanya untuk terampil
bekerja saja, dsb., melainkan demi berkembangnya seluruh potensi peserta
didik dalam konteks keseluruhan dimensi kehidupannya secara integral.
Kurikulum Pendidikan. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan : a) peningkatan iman dan takwa; b)
peningkatan akhlak mulia; c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik; d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; e)
tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f) tuntutan dunia kerja; g)
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h) agama; I)dinamika
perkembangan global; dan J) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud di atas
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 36 UU RI No. 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Metode Pendidikan. Berbagai metode pendidikan yang ada merupakan
alternatif untuk diaplikasikan. Sebab, tidak ada satu metode mengajar pun yang
terbaik dibanding metode lainnya dalam segala konteks pendidikan.
Pemilihan dan aplikasi metode pendidikan hendaknya dilakukan
dengan mempertimbangkan tujuan pendidikan yang hendak dicapai, hakikat
manusia atau peserta didik, karakteristik isi/materi pendidikan, dan fasilitas alat
bantu pendidikan yang tersedia.
Peranan Pendidik dan Peserta Didik. Ada berbagai peranan pendidik dan
peserta didik yang haruis dilaksanaknya, namun pada dasarnya berbagai peranan
tersebut tersurat dan tersirat dalam semboyan:“ing ngarso sing tulodo” artinya
pendidik harus memberikan atau menjadi teladan bagi peserta
didiknya;“ing madya mangun karso”, artinya pendidik harus mampu
membangun karsa pada diri peserta didiknya; dan“tut wuri handayani”
artinya bahwa sepanjang tidak berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau
kesempatan kepada peserta didik untuk belajar mandiri.

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 19


Orientasi Pendidikan. Pendidikan memiliki dua fungsi utama, yaitu fungsi
konservasi dan fungsi kreasi. Fungsi konservasi dilandasi asumsi bahwa
terdapat nilai-nilai, pengetahuan, norma, kebiasaan-kebiasaan yang dijunjung
tinggi dan dipandang berharga untuk tetap dipertahankan. Contoh: pengetahuan
dan nilai-nilai yang bersifat mutlak tentunya tetap harus dipertahankan, demikian
juga pengetahuan dan nilai-nilai budaya yang masih dipandang benar dan baik
juga perlu dikonservasi. Adapun fungsi kreasi dilandasi asumsi bahwa
realitas tidaklah bersifat terberi (given) dan telah selesai sebagaimana diajarkan
oleh sains modern. Tetapi realitas “mewujud” sebagaimana kita manusia dan
semua anggota alam semesta berpartisipasi “mewujudkannya”. Semua anggota
semesta ikut berpartisipasi dalam mewujudkan realitas. Sebab itu, peran
manusia baik sebagai individu maupun kelompok adalah merajut realitas yang
diinginkannya yang dapat diterima oleh lingkungannya. Dalam hal ini hakikat
pendidikan seyogyanya diletakkan pada upaya-upaya untuk menggali dan
mengembangkan potensi para pelajar agar mereka tidak saja mampu memahami
perubahan tetapi mampu berperan sebagai agen perubahan atau perajut realitas
(A.Mappadjantji Amien, 2005). Perubahan merupakan suatu keharusan atau
kenyataan yang tidak dapat kita tolak, sehingga pelajar-pelajar harus kita didik
untuk menguasainya dan bukan sebaliknya, mereka menjadi dikuasai oleh
perubahan.
3. Permasalahan Pendidikan di Indonesia
Walaupun secara umum sistem pendidikan di indonesia dan pembangunan
pendidikan nasional yang dilaksanakan selama ini telah mencapai berbagai
keberhasilan, namun masih banyak permasalahan pendidikan yang tampak sangat
nyata dalam kehidupan masyarakat, seperti tingkat kualitas sekolah yang berbeda
beda antara perkotaan dan pedesaan yang disebabkan oleh rendahnya pemerataan
dan akses pendidikan, banyaknya kurang fasilitas pendidikan yang disediakan
disekolah-sekolah, tenaga pendidik yang kurang memadai dan masih banyak
masalah lainnya.
Hal ini sesuai dengan yang diidentifikasi dan dijelaskan dalam rencana
Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005-2009 tentang
permasalahan pendidikan, yaitu meliputi:
(1) Masih rendahnya pemerataan dan akses pendidikan

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 20


Pemerintah telah menempuh banyak cara agar pendidikan merata di setiap
daerah namun pemerataan pendidikan masih belum tercapai. Selain sarana dan
prasarana yang belum memadai di berbagai daerah-daerah, kurangnya
kesadaran masyarakat Indonesia tentang pendidikan juga merupakan hal yang
mempengaruhi belum tercapainya pemerataan dalam pendidikan.
(2) Masih rendahnya mutu, relevansi dan daya saing pendidikan, serta
(3) Masih lemahnya tatakelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan
pendidikan.
Pemerintah telah berusaha mengatasi berbagai masalah pendidikan tersebut
dengan berbagai cara, salah satunya Renstra Depdiknas 2005-2009 telah merumuskan
tiga pilar kebijakan umum pembangunan pendidikan nasional yaitu: (a) Peningkatan
pemerataan dan perluasan akses pendidikan, (b) Peningkatan mutu, relevansi, dan
daya saing pendidikan, serta (c) Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik
pengelolaan pendidikan.
Kebijakan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia dalam sudut pandang
pragmatis teoritis baik. Persoalannya terletak pada aspek-aspek praksisnya. Sebaik
apapun konsep undang-undang jika tidak terlaksana dengan baik di lapangan akan
kehilangan makna pragmatisnya. Karena kemanfaatan kebijakan pendidikan benar
jika memberi nilai.

E. Rangkuman
 Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau
hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok dalam
pendidikan.
 Aliran Idealisme menegaskan bahwa hakikat kenyataan adalah ide sebagai
gagasan kejiwaan yang juga sebagai kebenararan atau nilai sejati yang obsolut dan
abad.
 Instrumen utama dari aliran realisme adalah indra dan terlepas dari asumsi
pengetahuan yang di konstruksi akal pikir.
 Aliran perenialisme merupakan pandangan selalu mempercayai mengenai adanya
nilai-nila,norma-norma yang bersifat abadi dalam kehidupan ini.

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 21


 Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai
terpilih yang memiliki tata yang jelas.
 Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu
harus dinilai dari segi kegunaan praktis. Aliran ini menghasilkan progresivisme
yang menentang pendidikan tradisional.
 Eksistensialisme termasuk filsafat pendatang baru yang pemikirannya agar
manusia menjadi dirinya, mengalami individualitas.
 Pancasila mengajarkan bahwa eksistensi manusia bersifat mono-pluralis tetapi
bersifat integral, artinya bahwa manusia yang serba dimensi itu hakikatnya adalah
satu kesatuan utuh.

F. Latihan Soal
1. Apakah pengertian landasan filosofis pendidikan?
2. Mengapa manusia perlu dididik?
3. Jelaskan Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan bagi Guru.
4. Apa saja peran penting guru di tengah masyarakat?
5. Jelaskan Landasan Filosofis Pendidikan di Indonesia!
6. Jelaskan tentang aksiologi!
7. Jelaskan Implikasi Landasan Filosofis Pancasila Terhadap Pendidikan khususnya
untuk Kurikulum Pendidikan!
8. Jelaskan dasar peranan pendidik dan peserta didik!
9. Sebutkan tiga pilar kebijakan umum pembangunan pendidikan nasional!
10. Sebutkan contoh Permasalahan Pendidikan di Indonesia!

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 22


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam sampai ke
akar-akarnya, sedang kebenaran ilmu itu bersifat relative, karena kebenaran
ilmu hanya ditinjau dari segi yang diamati dan hanya sebagian kecil saja.
b. Untuk mengembangkan ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia
secara valid, terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan itu adalah
filsafat yang khusus membahas pendidikan yang tepat diterpkan dibumi
Indonesia.
c. Di Indonesia belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga
kependidikanyang bercorak Indonesia.

B. Saran
a. Makalah ini merupakan resume dari berbagai sumber, untuk lebih mendalami
isi makalah kiranya dapat merujuk pada sumber aslinya yang tercantum dalam
daftar pustaka.
b. Kritik dan saran yang membangun tentunya sangat diharapkan untuk
kesempurnaan makalah ini.

C. Kunci Jawaban
1. Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau
hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok dalam
pendidikan. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat
filsafat (falsafah).Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani,
philien berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Cinta berarti hasrat yang
besar atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaaan
artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi filsafat artinya
hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati.
2. Manusia perlu dididik karena sebagai mhluk sosial dan mempunyai agama,
manusia dididik tentang tujuan hidup sehingga perkembangan hidupnya pun akan

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 23


terarah, sifat dan sikapnya dapat dikembangkan menjadi lebih baik, karakter atau
bakat yang dimilikinya dapat di wujudkan.
3. Implikasi Bagi Guru
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru
maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya,
sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai
apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan
ini baru tercermin pada kompetensi seorang tukang.
4. Guru memiliki beberapa peran penting dalam masyarakat antara lain;
a. Pendidik
b. Penggerak potensi
c. Pengatur irama
d. Penengah konflik
e. Pemimpin kultural
5. Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai
bangsa yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdsarkan kenyataan
objektif bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Syarat mutlak
suatu negara adalah persatuan yang terwujudkan sebagai rakyat (merupakan unsur
pokok negara), sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan berkerakyatan.
Konsekuensinya rakyat adalah merupakan dasar ontologis demokrasi, karena
rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Atas dasar pengertian itulah maka
nilai pancasila merupakan dasar filosofis negara.
6. Aksiologi (Hakikat Nilai) merupakan sumber pertama segala nilai hakikatnya
adalah Tuhan YME. Karena manusia adalah makhluk Tuhan, pribadi/individual
dan sekaligus insan sosial, maka hakikat nilai diturunkan dari Tuhan YME,
masyarakat dan individu.
7. Kurikulum Pendidikan. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
dengan memperhatikan: a) peningkatan iman dan takwa; b)
peningkatan akhlak mulia; c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan
minat peserta didik; d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; e)
tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f) tuntutan dunia kerja; g)
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h) agama; I)dinamika
perkembangan global; dan J) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud di atas

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 24


diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 36 UU RI No. 20 Tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
8. Ada berbagai peranan pendidik dan peserta didik yang haruis dilaksanaknya,
namun pada dasarnya berbagai peranan tersebut tersurat dan tersirat dalam
semboyan:“ing ngarso sing tulodo” artinya pendidik harus memberikan atau
menjadi teladan bagi peserta didiknya; “ing madya mangun
karso” artinya pendidik harus mampu membangun karsa pada diri peserta
didiknya; dan“tut wuri handayani” artinya bahwa sepanjang tidak berbahaya
pendidik harus memberi kebebasan atau kesempatan kepada peserta didik untuk
belajar mandiri.
9. Tiga pilar kebijakan umum pembangunan pendidikan nasional yaitu:
(a) Peningkatan pemerataan dan perluasan akses pendidikan,
(b) Peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing pendidikan, serta
(c) Penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pengelolaan pendidikan.
10. Contoh Permasalahan Pendidikan di Indonesia :
1. Tingkat kualitas sekolah yang berbeda beda antara perkotaan dan pedesaan
yang disebabkan oleh rendahnya pemerataan dan akses pendidikan,
2. Banyaknya kurang fasilitas pendidikan yang disediakan disekolah-sekolah,
3. Tenaga pendidik yang kurang memadai dan masih banyak masalah lainnya.

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 25


DAFTAR PUSTAKA

Bahri, Syamsul. 2007. Landasan Pendidikan. (http://www.wordpress.com/syamsulbolg.html)

Fadli, 2010, Landasan Filsafat Dalam Pendidikan, (http://fadlibae.wordpress.com/)

Setiawan, Muhammad. 2007. Filsafat Pendidikan dan Implikasinya. RBI-Online.(www.rbi-


online.com/filsafat-pendidikan-dan-implikasinya.html)

Landasan Filsafat Pendidikan di Indonesia


(http://wulandhary.blogspot.com/2012/06/landasan-filsafat-pendidikan-di.html)

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 26


GLOSARIUM

 Efektif : pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan yang tepat dari
serangkaian alternatif, membuat keputusan yang tepat dan sukses dalam
mengimplementasikannya, melakukan hal yang tepat, dengan tepat, di waktu yang
tepat.
 Efisien : penggunaan sumber daya minimal untuk menghasilkan output dengan
volume yang diharapkan (hasil yang optimum), menggunakan sumber daya secara
bijak dan hemat, pengoperasian dengan sesuai sehingga tidak ada sumber daya yang
terbuang.
 Esensial : inti, pokok penitng, sesuatu yang mendasar/hakiki.
 Intuisi : kemampuan memahami sesuatu tanpa melalui penalaran rasional dan
intelektualitas
 Kesahihan : kesesuaian antara objek penelitian dengan data yang dilaporkan
 Otoritas : hak melakukan tindakan atau hak membuat peraturan untuk
memerintah orang lain
 Perspektif : sudut pandang manusia dalam memilih opini, kepercayaan, dan lain-
lain
 Tabula Rasa : pikiran sebelum kelahiran, atau suatu pengalaman khusus ibarat
kertas kosong.

Landasan Filosofis dalam Pendidikan 27

Anda mungkin juga menyukai