Anda di halaman 1dari 16

“Asuhan Keperawatan Pada Pasien Batu Ureter”

Di Ruang Cempaka

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah

Di Susun Oleh :

SRI WAHYUNINGSIH

Nim : P180747

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA

SAMARINDA

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Anatomi dan fisiologi

Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang menghantarkan urin dari ginjal
menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah sekitar 20-30 cm dengan diameter maksimum sekitar
1,7 cm di dekat kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih. Ureter dibagi
menjadi pars abdominalis, pelvis,dan intravesikalis. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh

sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan

peristaltik (berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke buli-buli. Secara anatomis terdapat beberapa

tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit daripada di tempat lain Sehingga batu atau

benda-benda lain yang berasal dari ginjal seringkali tersangkut. Tempat-tempat penyempitan itu

antara lain adalah : a. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction b.
Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis c. Pada saat ureter masuk ke buli-buli Sistem

perdarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh arteri ginjal, gonad, dan buli-buli
dengan hubungan kolateral kaya sehingaa umumnya perdarahan tidak terancam pada tindak bedah

ureter. Persyarafan ureter bersifat otonom (Sjamsuhidajat, 2011).

B. Pengertian

Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter (Sue Hinchliff, 2000). Batu ureter

pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat
sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke

kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu kandung yang besar. Batu juga tetap bisa

tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang

mungkin asimtomatik. Tidak jarang hematuria yang didahului oleh serangan kolik (R. Samsuhidajat,
2011).

C. Klasifikasi

Berikut ini beberapa klasifikasi batu saluran kemih (Sjamsuhidajat, 2011):


1. Batu Kalsium adalah jenis batu yang paling banyak menyebabkan BSK yaitu sekitar 70%-80% dari
seluruh kasus BSK. Batu ini kadang-kadang di jumpai dalam bentuk murni atau juga bisa dalam

bentuk campuran, misalnya dengan batu kalsium oksalat, batu kalsium fosfat atau campuran dari
kedua unsur tersebut. Terbentuknya batu tersebut diperkirakan terkait dengan kadar kalsium
yang tinggi di dalam urine atau darah dan akibat dari dehidrasi. Batu kalsium terdiri dari dua tipe
yang berbeda, yaitu:
a. Whewellite (monohidrat) yaitu , batu berbentuk padat, warna cokat/ hitam dengan

konsentrasi asam oksalat yang tinggi pada air kemih.


b. Kombinasi kalsium dan magnesium menjadi weddllite (dehidrat) yaitu batu berwarna kuning,
mudah hancur dari pada whewellite.

2. Batu Asam Urat Lebih kurang 5-10% penderita BSK dengan komposisi asam urat. Pasien
biasanya berusia > 60 tahun. Batu asam urat dibentuk hanya oleh asam urat. Kegemukan,
peminum alkohol, dan diet tinggi protein mempunyai peluang lebih besar menderita penyakit
BSK, karena keadaan tersebut dapat meningkatkan ekskresi asam urat sehingga pH air kemih

menjadi rendah. Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar

sehingga membentuk staghorn (tanduk rusa). Batu asam urat ini adalah tipe batu yang dapat

dipecah dengan obat-obatan. Sebanyak 90% akan berhasil dengan terapi kemolisis.

3. Batu Struvit Batu struvit disebut juga batu infeksi, karena terbentuknya batu ini disebabkan oleh

adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea
atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine menjadi

bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Kuman yang termasuk pemecah urea
di antaranya adalah : Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas, dan

Staphiloccocus. Ditemukan sekitar 1520% pada penderita BSK Batu struvit lebih sering terjadi

pada wanita daripada laki-laki. Infeksi saluran kemih terjadi karena tingginya konsentrasi

ammonium dan pH air kemih >7. Pada batu struvit volume air kemih yang banyak sangat

penting untuk membilas bakteri dan menurunkan supersaturasi dari fosfat.

4. Batu Sistin terjadi pada saat kehamilan, disebabkan karena gangguan ginjal. Merupakan batu
yang paling jarang dijumpai dengan frekuensi kejadian 1-2%. Reabsorbsi asam amino, sistin,

arginin, lysin dan ornithine berkurang, pembentukan batu terjadi saat bayi. Disebabkan faktor

keturunan dan pH urine yang asam. Selain karena urine yang sangat jenuh, pembentukan batu

dapat juga terjadi pada individu yang memiliki riwayat batu sebelumnya atau pada individu yang
statis karena imobilitas. Memerlukan pengobatan seumur hidup, diet mungkin menyebabkan

pembentukan batu, pengenceran air kemih yang rendah dan asupan protein hewani yang tinggi

menaikkan ekskresi sistin dalam air kemih.

D. Etiologi
1. Teori Pembentukan Inti

Teori ini mengatakan bahwa pemebentukan batu berasal dari kristal atau benda asing yang
berada dalam urin yang pekat. Teori ini ditentang oleh beberapa argumen, dimana dikatakan
bahwa batu tidak selalu terbentuk pada pasien dengan hipereksresi atau mereka dengan resiko
dehidrasi. Teori inti matrik dimana pembentukan batu saluran kemih membutuhkan adanya
substansi organik terutama muko protein A mukopolisakarida yang akan mempermudah

kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.


2. Teori Supersaturasi Peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urin seperti
sistin, xastin, asam urat, kalsium oksalat mempermudah terbentuknya batu. Kejenuhan ini juga

sangat dipengaruhi oelh pH dan kekuatan ion.


3. Teori Presipitasi-kristalisasi Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas susbstansi dalam
urin. Di dalam urin yang asam akan mengendap sistin, zastin, asam urat, sedangkan didalam urin
yang basa akan mengendap garam garam fosfat.

4. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat Tidak adanya atau berkurangnya substansi penghambat

pembentukan batu seperti fosfopeptida, pirofosfat, polifosfat, asam mukopolisakarida dalam urin

akan mempermudah pembentukan batu urin. Akan tetapi teori ini tidaklah benar secara absolut,

karena banyak orang yang kekurangan zat penghambat tak pernah menderita batu, dan

sebaliknya mereka yang memiliki faktor penghambat malah membentuk batu. e. Teori Lain
Berkurangnya volume urin. Dimana kekurangan cairan akan menyebabkan peningkatan

konsentrasi zat terlarut (misal kalsium, natrium, oksalat dan protein) yang mana ini dapat
menimbulkan pembentukan kristal urin. Selain itu juga terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi pembentukan batu ureter, yaitu:

a. Genetik

Anggota keluarga penderita batu urin lebih banyak kemungkinan menderita penyakit yang

sama dibanding dengan keluarga bukan penderita batu urin. Lebih kurang 30% sampai 40%

penderita batu kalsium oksalat mempunyai riwayat famili yang positif menderita batu.
b. Jenis Kelamin

Pria lebih banyak menderita batu saluran kemih dibanding wanita (3-4:1). Disebabkan oleh

anatomis saluran kemih pada laki-laki lebih panjang dibandingkan perempuan, secara

alamiah didalam air kemih laki-laki kadar kalsium lebih tinggi dibanding perempuan. Dan
pada air kemih perempuan kadar sitrat (inhibitor) lebih tinggi, laki-laki memiliki hormon

testosteron yang dapat meningkatkan produksi oksalat endogen di hati,

serta adanya hormon estrogen pada perempuan mampu mencegah agregasi garam kalsium.

c. Pekerjaan
Kejadian batu kemih lebih banyak terjadi pada orang-orang yang banyak duduk dalam
melakukan pekerjaannya.

d. Air
Banyak minum air meningkatkan diuresis sehingga mencegah pembentukan batu. Kurang
minum dapat mengurangi diuresis, kadar substansi dalam urin meningkat, mempermudah
pembentukan batu.
e. Diet

Konsumsi makanan tinggi protein yang akan meningkatkan resiko terjadinya batu. Konsumsi
makanan tinggi protein yang berlebihan dan garam atau antasida yang mengandung
kalsium, produk susu, makananan yang mengandung oksalat (misalnya teh, kopi instan,

coklat, kacang-kacang, bayam), vitamin C, atau vitamin D akan meningkatkan pembentukan


batu kalsium. Pemakaian vitamin D akan meningkatkan absobsi kalsium diusus dan tubulus
ginjal sehingga dapat menyebabkan hiperkalsemia dan penumpukan kalsium di ginjal dan
untuk konsumsi vitamin D ini harus digunakan dengan perawatan. Makan makanan dan

minuman yang mengandung purin yang berlebihan (kerangkerangan, anggur) akan

menyebabkan pembentukan batu asam urat Makanan makanan yang banyak mengandung

serat dan protein nabati mengurangi resiko batu urin, sebaliknya makanan yang

mengandung lemak dan protein hewani akan meningkatkan resiko batu urin.

f. Infeksi
Hampir terbentuknya batu jenis struvit didahului oleh infeksi saluran kemih yang disebabkan

oleh bakteri pemecah urea, namun jenis batu lain tidak jelas apakah batu sebagai penyebab
infeksi atau infeksi sebagai penyebab batu.

g. Obat-obatan

Penggunaan obat anti hipertensi (Dyazide) berhubungan dengan peningkatan frekuensi batu

urin, begitu juga penggunaan antasida yang mengandung silica berhubungan dengan

perkembangan batu silica (pramod, 2009).

E. Manifestasi Klinis

1. Nyeri

Batu yang berada di ureter dapat menyebabkan nyeri yang luar biasa, akut dan kronik. Nyeri

ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan
sampai ke kemaluan. Penderita sering ingin merasa berkemih, namun hanya sedikit urine yang

keluar, dan biasanya air kemih disertai dengan darah, maka penderita tersebut mengalami kolik

ureter.

2. Hematuri
Penderita sering mengeluh hematuria atau urin berwarna seperti teh. Namun lebih kurang
10-15% penderita batu saluran kemih tidak menderita hematuria.

3. Infeksi
Biasanya dengan gejala-gejala menggigil, demam, nyeri pinggang, nausea serta muntah dan
disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit (batu infeksi) berhubungan dengan infeksi dari
Proteus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella sp, dan jarang dengan E.colli.
4. Demam

Hubungan batu urin dengan demam adalah merupakan kedaruratan medik relatif. Tanda-tanda
klinik sepsis adalah bervariasi termasuk demam, takikardi, hipotensi dan vasodilatasi perifer.
Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan dekompresi segera.

5. Mual dan Muntah


Obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan ureter) seringkali menyebabkan mual dan
muntah (Sjamsuhidajat, 2011).

F. Patofisiologi

Komposisi batu saluran kemih yang dapat ditemukan adalah dari jenis urat, asam urat,

oksalat, fosfat, sistin, dan xantin. Batu oksalat kalsium kebanyakan merupakan batu idiopatik. Batu

campuran oksalat kalsium dan fosfat biasanya juga idiopatik; di antaranya berkaitan dengan sindrom

alkali atau kelebihan vitamin D. Batu fosfat dan kalsium (hidroksiapatit) kadang disebabkan
hiperkalsiuria (tanpa hiperkalsemia). Batu fosfat amonium magnesium didapatkan pada infeksi kronik

yang disebabkan bakteria yang menghasilkan urease sehingga urin menjadi alkali karena pemecahan
ureum. Batu asam urin disebabkan hiperuremia pada artritis urika. Batu urat pada anak terbentuk

karena pH urin rendah. Pada kebanyakan penderita batu kemih tidak ditemukan penyebab yang

jelas. Faktor predisposisi berupa stasis, infeksi, dan benda asing. Infeksi, stasis, dan litiasis merupakan

faktor yang saling memperkuat sehingga terbentuk lingkaran setan atau sirkulus visiosus. Jaringan

abnormal atau mati seperti pada nekrosis papila di ginjal dan benda asing mudah menjadi nidus dan

inti batu. Demikian pula telor sistosoma kadang berupa nidus batu (R. Sjamsuhidajat, 2011).
G. Pathway

Infeksi saluran kemih kronis, gangguan metabolisme (Hiperparatiroidisme, hiperuresemia,

hiperkalsiuria). Dehidrasi, benda asing, jaringan mati, inflamasi usus, masukkan


vitamin D yang berlebihan

Pengendapan garam mineral, mengubah

PH urin dari asam menjadi alkalis

Pembentukan batu

Obstrusi saluran kemih

Obstruksi diureter Peningkatan distensi abdomen Kurang pengetahuan

Kalkulus berada diureter Anoreksia


Cemas

Gesekan pada Mual/ Muntah

Dinding ureter
Out put berlebihan
Gangguan rasa
nyaman, nyeri
Gangguan
pemenuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Intoleransi aktivitas
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi : Terlihat pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas.

Pembesaran ini mungkin karena hidronefrosis


b. Palpasi : Ditemukan nyeri tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri, kanan atau dikedua
belah daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual dengan memakai dua tangan atau dikenal
juga dengan tes Ballotement, ditemukan pembesaran ginjal yang teraba disebut Ballotement

positif.

c. Perkusi : Ditemukan nyeri ketok pada sudut kostovertebra yaitu sudut yang dibentuk oleh

kosta terakhir dengan tulang vertebra.

2. Pemeriksaan Diagnostik

a. Air kemih
- Mikroskopis endapan: sedimen urin yang menunjukkkan adanya leukosituria, hematuria,

kristal-kristal pembentuk batu.


- Makroskopis: didapatkan gross hematuri

- Biakan: menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.

- Sensitivitas kuman

b. Faal Ginjal

Pemeriksaan ureum dan kreatinin adalah untuk melihat fungsi ginjal baik atau tidak.

Pemeriksaan elektrolit untuk memeriksa factor penyebab timbulnya batu antara lain kadar
kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam urin.

3. Radiologis

Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi bendungan atau tidak.

Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan; pada keadaan ini dapat dilakukan
retrograd pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi, bila hasil retrograd pielografi

tidak memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu yang dapat dilihat disebut

sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak disebut sebagai batu radiolusen,

berikut ini adalah urutan batu menurut densitasnya, dari yang paling opaq hingga yang paling
bersifat radiolusent; calsium fosfat, calsium oxalat, magnesium amonium fosfat, sistin, asam urat,
xantine.

4. Foto polos perut (90% batu kemih radioopak)


5. Foto pielogram intravena (adanya efek obstruksi)
6. Ultrasonografi ginjal (Hidronefrosis)
7. Foto Kontras Khusus Retrograd dan perkerutan

8. Analisis biokimia batu


9. Pemeriksaan kelainan metabolic

10. Pemeriksaan kimiawi


Ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan
kemungkinan terbentuk batu fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk

batu asam urat.


11. Pemeriksaan darah lengkap
Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun akibat terjadinya hematuria. Bisa juga
didapatkat jumlah lekosit yang meningkat akibat proses peradangan di ureter. (Pramod. 2009).

I. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Ditujukan untuk batu yang ukurannya < 5 mm, karena batu diharapkan dapat keluar spontan.

Terapi yang diberikan bertujuan mengurangi nyeri, memperlancar aliran urine dengan
pemberian diuretikum, dan minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar.

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsi)


Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980.

Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli tanpa melalui

tindakan invasif atau pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil dengan

menggunakan gelombang kejut sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Terdapat 3

teknik yang digunakan untuk membangkitkan gelombang kejut, yaitu elektrohidrolik,

pizoelektrik dan energi elektromagnetik.


a. Energi elektrohidrolik.

Teknik ini paling sering digunakan untuk membangkitkan gelombang kejut. Pengisian arus

listrik voltase tinggi terjadi melintasi sebuah elektroda spark-gap yang terletak dalam

kontainer berisi air. Pengisian ini menghasilkan gelembung uap, yang membesar dan
kemudian pecah, membangkitkan gelombang energi bertekanan tinggi.

b. Energi pizoelektrik.

Pada teknik ini, ratusan sampai ribuan keramik atau kristal pizo dirangsang dengan denyut

listrik energi tinggi. Ini menyebabkan vibrasi atau perpindahan cepat dari kristal sehingga
menghasilkan gelombang kejut.
c. Energi elektromagnetik. Aliran listrik di alirkan ke koil elektromagnet pada silinder berisi air.

Lapangan magnetik menyebabkan membran metalik di dekatnya bergetar sehingga


menyebabkan pergerakan cepat dari membran yang menghasilkan gelombang kejut.
Indikasi:
1) Ukuran batu antara 1-3 cm atau 5-10 mm dengan gejala yang mengganggu - Lokasi

batu di ginjal atau ureter


2) Tidak adanya obstruksi ginjal distal dari batu

3) Kondisi kesehatan pasien memenuhi syarat


Kontraindikasi Absolut:
Kontraindikasinya adalah infeksi saluran kemih akut, gangguan perdarahan yang tidak

terkoreksi, kehamilan, sepsis serta obstruksi batu distal.


Kontraindikasi Relatif:
1) Status mental : Meliputi kemampuan untuk kerja sama dan mengerti prosedur
2) Berat badan : >150 kg tidak memungkinkan gelombang kejut mencapai batu, karena

jarak antara F1 dan F2 melebihi spesifikasi lothotriptor. Pada penderita seperti ini

sebaiknya dilakukan simulasi lithotriptor terlebih dahulu

3) Penderita dengan deformitas spinal atau orthopedik, ginjal ektopik dan atau malformasi

ginjal (meliputi ginjal tapal kuda) mungkin mengalami kesulitan dalam pengaturan posisi

yanng sesuai untuk ESWL. Selain itu, abnormalitas drainase intrarenal dapat
menghambat pengeluaran fragmen yang dihasilkan oleh eswl

4) Masalah paru dan jantung yang sudah ada sebelumnya dan dapat diatasi dengan
anastesi

5) Pasien dengan pacemaker (alat pacu jantung) aman diterapi dengan ESWL, tetapi

dengan perhatian dan pertimbangan khusus.

6) Pasien dengan riwayat hipertensi, karena telah ditemukan peningkatan insidens

hematom perirenal pasca terapi.

7) Pasien dengan gangguan gastrointestinal, karena dapat mengalami eksaserbasi pasca


terapi walaupun jarang terjadi Persiapan sebelum ESWL: - harus melalui serangkaian

pemeriksaan laboratorium baik darah maupun urin untuk melihat fungsi ginjal, jenis

batu, dan kesiapan fisik pasien - Pemeriksaan yang paling penting adalah rontgen atau

USG untuk menentukan lokasi batu dan kemungkinan jenisnya. - meminum antibiotik
untuk mencegah infeksi dan puasa minimal 4 jam sebelumnya. - hidrasi yang baik untuk

memperlancar keluarnya batu yaitu minimal 2 liter air sehari. (Pramod, 2009).

3. Endourologi

Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih
yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat
yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau

melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara
mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.
Beberapa tindakan endourologi antara lain:
a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) : mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal

dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi kulit. Batu kemudian
dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu.
b. Litotripsi : memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah batu

(litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator Ellik.


c. Ureteroskopi atau uretero-renoskopi : memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna
melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu
yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan

ureteroskopi atau uretero-renoskopi ini.

d. Ekstraksi Dormia : mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya dengan keranjang

Dormia.

4. Bedah Laparoskopi

Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang berkembang.
Cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter

5. Uroterolitotomi
Ureterolitotomi adalah suatu tindakan operasi yang bertujuan untuk mengambil batu ureter baik

ureter proksimal (atas) ataupun distal (bawah). Operasi ini dengan menggunakan sayatan di

kulit. Letak irisan sangat bergantung letak batu. Untuk batu di ureter atas, irisan berada di

pinggang berbentuk garis lurus yang oblik. Untuk batu di ureter bawah maka irisan di perut

bawah garis lurus yang sejajar tubuh. Panjang irisan sangat bergantung gemuk tidaknya pasien.

Semakin gemuk maka irisan makin panjang. Semakin kecil batu irisan juga makin panjang.
Seandainya batu tersebut bergerak gerak maka sangat mungkin irisan lebih lebar (Franzoni,

2009).

J. Komplikasi
1. Obstruksi urine dapat terjadi di sebelah hulu dari batu dibagian mana saja di saluran kemih.

Obstruksi diatas kandung kemih dapat menyebabkan hidroureter, yaitu ureter membengkak oleh

urine. Hidoureter yang tidak diatasi, atau obstruksi pada atau atas tempat ureter keluar dari

ginjal dapat menyebabkan hidronefrosis yaitu pembengkakan pelvis ginjal dan sistem duktus
pengumpul. Hidronefrosis dapat menyebabkan ginjal tidak dapat memekatkan urine sehingga
terjadi ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.

2. Obstruksi menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatistik intersium dan dapat menyebabkan


penurunan GFR. Obstruksi yang tidak diatasi dapat menyebabkan kolapsnya nefron dan kapiler
sehingga terjadi iskemia nefron karena suplai darah terganggu. Akhirnya dapat terjadi gagal
ginjal jika kedua ginjal terserang.
3. Komplikasi batu saluran kemih biasanya obstruksi, infeksi sekunder, dan iritasi yang

berkepanjangan pada urothelium yang dapat menyebabkan tumbuhnya keganasan yang sering
berupa karsinoma epidermoid.
4. Sebagai akibat obstruksi, khususnya di ginjal atau ureter, dapat terjadi hidronefrosis dan

kemudian berlanjut dengan atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal
yang terkena. Bila terjadi pada kedua ginjal, akan timbul uremia karena gagal ginjal total. Hal
yang sama dapat juga terjadi akibat batu kandung kemih, lebih-lebih bila batu tersebut
membesar sehingga juga mengganggu aliran kemih dari kedua orifisium ureter. Khusus pada

batu uretra, dapat terjadi diverticulum uretra. Bila obstruksi berlangsung lama, dapat terjadi

ekstravasasi kemih dan terbentuklah fistula yang terletak proksimal dari batu ureter (Corwin,

2009).

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan di mana klien terpajan pada lingkungan bersuhu

tinggi, keterbatasan aktivitas / mobilitas sehubungan kondisi sebelumnya.

b. Sirkulasi

Tanda : peningkatan TD / nadi, (nyeri, obstruksi oleh kalkulus) kulit hangat dan kemerahan,

pucat.

c. Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi vesica urinaria, rasa

terbakar, dorongan berkemih, diare.

Tanda : oliguria, hematuria, piuruia, perubahan pola berkemih

d. Makanan / cairan
Gejala : mual / muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat / fosfat,

ketidakcukupan intake cairan

Tanda : Distensi abdominal, penurunan / tidak ada bising usus , muntah

e. Nyeri / kenyamanan
Gejala : episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu, nyeri dapat
digambarkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan perubahan posisi atau tindakan lain.

Tanda : melindungi, prilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen


f. Keamanan
Gejala : pengguna alkohol, demam, menggigil
g. Penyuluhan dan Pembelajaran

Gejala : riwayat kalkulus dalam keluarga, penyakit ginjal, ISK, paratiroidisme,


hipertensi, pengguna antibiotik, antihipertensi, natrium bikarbonat, allopurinol, fosfat,
tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan vitamin h.

h. Pemeriksaan diagnostik Urinalisis, urine 24 jam, kultur urine, survey biokimia, foto Rontgen,
IVP, sistoureteroskopi, scan CT, USG

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Nyeri akut

b. Gangguan Eliminasi Urin

c. Defisit pengetahuan

d. Ansietas

3. INTERVENSI

No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1 Nyeri Akut Tujuan: Setelah dilakukan 1. Catat lokasi, karakteristik, durasi,


tindakan keperawatan selama frekuensi, kualitas, skala nyeri (0-

1x24 jam skala nyeri pasien 10), penyebaran dan faktor

menurun presipitasi. Perhatikan tanda non

Kriteria Hasil: verbal, contoh peninggian TD dan

- Nadi 60-100x/menit, RR 16- nadi, gelisah, merintih

20 x/menit 2. Jelaskan penyebab nyeri dan

- skala nyeri 1-3 pentingnya melaporkan ke staf

- pasien tampak rileks terhadap perubahan karakteristik


- keluhan pasien tentang nyeri
nyeri menurun 3. Bantu atau dorong penggunaan
napas berfokus, bimbingan

imajinasi, dan aktivitas terapeutik

4. Tingkatkan istirahat
5. Kolaborasi: -berikan obat sesuai
indikasi: Narkotik, contoh
meperidin (Demerol), morfin

Antispasmodik, contoh flavoksat


(Uripas); oksibutin (Ditropan)

Kortikosteroid
2 Gangguan Eliminasi Tujuan: Setelah dilakukan 1. Awasi pemasukan dan pengeluaran

Urin tindakan keperawatan selama serta karakteristik urin


1x24 jam skala nyeri pasien 2. Dorong meningkatkan pemasukan
menurun cairan

Criteria hasil: 3. Periksa semua urin. Catat adanya


- Tidak mengalami tanda keluaran batu dan kirim ke
obstruksi laboratorium untuk dianalisa

- Jumlah dan konsistensi urin 4. Selidiki kandung kemih penuh:

normal palpasi untuk distensi suprapubik.

- Tidak ada peningkatan Perhatikan penurunan keluaran

kalsium pada urin urin, adanya

edema periorbital/tergantung

5. Observasi perubahan status

mental, perilaku atau tingkat

kesadaran

6. Kolaborasi:

- Awasi pemeriksaan

laboratorium, contoh elektrolit,

BUN, kretinin
- Ambil urine untuk kultur dan

sensitivitas

- Pielolitotomi terbuka

atau perkutaneus,
nefrolitotomi, ureterolitotomi
- ESWL

3 Defisit Pengetahuan Tujuan: Setelah dilakukan 1. Berikan penilaian tentang

tindakan keperawatan selama tingkat pengetahuan pasien


1x24 jam gangguan eliminasi tentang proses penyakit yang

pasien dapat teratasi spesifik


Criteria hasil: 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit

- Pasien mampu mengenali dan bagaiman hal ini berhubungan


tanda dan gejala penyakit dengan anatomi dan fisiologi

dan faktor penyebabnya, 3. Gambarkan tanda dan gejala

- Pasien mampu mengetahui yang biasa muncul pada penyakit


faktor resiko dan yang 4. Identifikasi kemungkinan penyebab

memperberat penyakitnya dengan cara yang tepat


- Pasien mampu mengetahui 5. Diskusikan pilihan terapi
tindakan pencegahan 6. Diskusikan perubahan gaya hidup

terhadap kondisi buruk (tidak konsumsi vit D terlalu sering


penyakitnya dan tidak minum air terlalu sedikit)
untuk mencegah komplikasi di

masa yang akan datang dan atau

proses pengontrolan penyakit

4 Ansietas Tujuan: setelah dilakukan 1. Kaji tingkat kecemasan pasien baik

tindakan keperawatan selama ringan sampai berat

3x 24jam cemas pasien akan 2. Berikan kenyaman dan


menurun, pasien mempunyai ketentraman hati
koping yang adaptif dalam 3. Kaji intervensi yang dapat

menghadapi kecemasan menurunkan ansietas.


Kriteria hasil: 4. Berikan aktivitas yang dapat

- Pasien mampu mengurangi kecemasan/

mengidentifikasi dan ketegangan.

mengungkapkan gejala 5. Dorong percakapan untuk

cemas mengetahui perasaan dan tingkat

- Pasien mampu kecemasan pasien terhadap

mengidentifikasi dan kondisinya

menunjukkan tekhnik untuk 6. Dorong pasien untuk mengakui


mengontrol cemas masalah dan mengekspresikan
- Ekspresi wajah perasaan.

pasienmenunjukkan 7. Identifikasi sumber / orang yang

berkurangnya kecemasan. dekat dengan klien.

- Vital sign dalam batas


normal:

 TD: 120/80 mmHg


 RR: 20 x/mnt

 Nadi:86 x/mnt
 Suhu : 36, 50 C
DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat, R. & Jong, Wim de. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Susanne, C Smel zer. 2014. Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII, Volume 2,

Jakarta, EGC,
Pramod PR, Barrieras DJ, Bagli DJ, et al. 2010. Initial experience with endoscopic Holmium laser
lithotripsy for pediatric urolithiasis. J Urol 162:1714-1716.
Wehle MJ, Segura JW. In : Belman AB., Eds. 2012. Clinical pediatric urology. Martin Dunitz.:1241.

Basuki B. Purnomo. 2000. Dasar-Dasar Urologi. Malang, Fakultas kedokteran Brawijaya

Franzoni DF, Decter RM. 2009. Percutaneous vesicolithotomy: an alternative to open bladder surgery in

patients with an impassable or surgically ablated urethra. J Urol;162:777-778.

Doenges E. Marilynn. 2010 Rencana Asuhan keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien, Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai