Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM IMUNITAS PADA Ny.

E YANG
MENGALAMI ABSES FEMUR DEXTRA DI RUANGAN DAHLIA

RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA

NAMA : VERA WAHYU UTARI

NIM : P180752

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIYATA HUSADA SAMARINDA


TAAHUN AKADEMIK 2018/2019
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN SISTEM IMUNITAS PADA Ny. E YANG


MENGALAMI ABSES FEMUR DEXTRA DI RUANGAN DAHLIA

RSUD A.W SJAHRANIE SAMARINDA

Di Susun Oleh:

VERA WAHYU UTARI


P180752

Menyetujui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ns. Chrisyen Damanik M.Kep

NIK : 1130728311023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati) yang

terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya oleh bakteri

atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau jarum

suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan untuk mencegah
penyebaran/perluasan infeksi ke bagian lain dari tubuh. Macam-macam abses tergantung

dari posisi atau lokasinya, diantaranya abses abdomen, abses otak, abses gusi, abses femur

dan lain-lain. Abses femur yaitu adanya kumpulan pus pada femur karena infeksi bakteri.
Ada dua jenis abses, septik dan steril. Kebanyakan abses adalah septik, yang berarti

bahwa mereka adalah hasil dari infeksi. Septic abses dapat terjadi di mana saja di tubuh.

Hanya bakteri dan respon kekebalan tubuh yang diperlukan. Sebagai tanggapan terhadap

bakteri, sel-sel darah putih yang terinfeksi berkumpul di situs tersebut dan mulai

memproduksi bahan kimia yang disebut enzim yang menyerang bakteri dengan terlebih

dahulu tanda dan kemudian mencernanya. Enzim ini membunuh bakteri dan

menghancurkan mereka ke potongan-potongan kecil yang dapat berjalan di sistem

peredaran darah sebelum menjadi dihilangkan dari tubuh. Namun, bahan kimia ini juga

mencerna jaringan tubuh. Dalam kebanyakan kasus, bakteri menghasilkan bahan kimia

yang serupa. Hasilnya adalah tebal, cairan-nanah kuning yang mengandung bakteri mati,

dicerna jaringan, sel-sel darah putih, dan enzim.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum :

Dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny. E dengan Abses Femur Dextra di

ruang Dahlia RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

2. Tujuan khusus :
a) Dapat melaksanakan pengkajian keperawatan pada pasien dengan Abses Femur

Dextra dengan benar.

b) Dapat menganalisa dan merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien


dengan Abses Femur Dextra dengan benar.

c) Dapat melaksanakan intervensi keperawatan pada pasien dengan Abses Femur

Dextra dengan benar.


d) Dapat melaksanakan implementasi pada pasien dengan Abses Femur Dextra
dengan benar.
e) Dapat melakukan evaluasi pada klien dengan Abses Femur Dextra dengan

benar.
f) Membahas kesenjangan yang ada dalam melaksanakan asuhan keperawatan

pada pasien dengan Abses Femur Dextra dengan benar.


g) Dapat mengetahui faktor pendukung dan penghambat dalam pengelolaan

kasus dengan Abses Femur Dextra dengan benar.


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Abses
Abses adalah infeksi bakteri setempat yang ditandai dengan pengumpulan pus

(bakteri,jaringan nekrotik dan sel darah putih) (Smelltzer at.al, 2001: 496).

Abses adalah kumpulan nanah (netrofil yang telah mati yang terakumulasi disebuah

kavitas jaringan karena adanya proses infeksi). Proses ini merupakan reaksi perlindungan
oleh jaringan untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi kebagian lain dari tubuh.

(http://id.wikipedia.org/wiki/abses).

B. Etiologi
Sebagian besar abses disebabkan karena infeksi, baik karena mikroba (bakteri, parasit,

jamur) atau karena benda asing misalnya adanya serpihan benda tajam yang tertanam di

bawah kulit. Abses steril kadang-kadang bentuk yang lebih ringan dari proses yang sama

bukan disebabkan oleh bakteri, tetapi oleh non-hidup iritan seperti obat-obatan. Jika

menyuntikkan obat seperti penisilin tidak diserap, itu tetap tempat itu disuntikkan dan

dapat menyebabkan iritasi yang cukup untuk menghasilkan abses steril. Seperti abses steril

karena tidak ada infeksi yang terlibat. Abses steril cukup cenderung berubah menjadi keras,

padat benjolan karena mereka bekas luka, bukan kantong-kantong sisa nanah.

Banyak agen yang berbeda menyebabkan abses. Yang paling umum adalah

pembentuk nanah (piogenik) bakteri seperti Staphylococcus aureus, yang merupakan

penyebab umum abses di bawah kulit. Abses di dekat usus besar, terutama di sekitar anus,
dapat disebabkan oleh bakteri yang banyak ditemukan dalam usus besar. Abses otak dan
abses hati dapat disebabkan oleh organisme yang dapat berjalan di sana melalui aliran

darah. Bakteri, amuba, dan jamur tertentu dapat melakukan perjalanan dengan cara ini.

Abses di bagian lain dari tubuh disebabkan oleh organisme yang biasanya menghuni

struktur terdekat atau yang menginfeksi mereka.

Suatu infeksi bakteri dapat menyebabkan abses melalui beberapa cara, yaitu:
 Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang

tidak steril.

 Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh lain secara limfatogen atau
hematogen.

 Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia atau tidak

menimbulkan gangguan, terkadang menyebabkan terbentuknya abses.


C. Patofisiologi
Kuman yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakanakan jaringan

dengan cara mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik (sintesis),
kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau melepaskan endotoksin

yang ada hubunganya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila ada
perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan perubahan reaksi imun yang merusak

jaringan. Agent fisik dan bahan kimia oksidan dan korosif menyebabkan kerusakan
jaringan,kematian jaringan menstimulus untuk terjadi infeksi. Infeksi merupakan salah

penyebab dari peradangan, kemerahan merupakan tanda awal yang terlihat akibat dilatasi

arteriol akan meningkatkan aliran darah ke mikro sirkulasi kalor terjadi bersamaan dengan

kemerahan bersifat lokal. Peningkatan suhu dapat terjadi secara sistemik.

Akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofag mempengaruhi termoregulasi pada


suhu lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi. Peradangan

terjadi perubahan diameter pembuluh darah mengalir keseluruh kapiler, kemudian aliran

darah kembali pelan. Sel-sel darah mendekati dinding pembuluh darah didaerah zona

plasmatik. Leukosit menempel pada epitel sehingga langkah awal terjadi emigrasi kedalam
ruang ekstravaskuler lambatnya aliran darah yang mengikuti Fase hyperemia meningkatkan

permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarya plasma kedalam jaringan, sedang sel darah

tertinggal dalam pembuluh darah akibat tekanan hidrostatik meningkat dan tekanan

osmotik menurun sehingga terjadi akumulasi cairan didalam rongga ekstravaskuler yang
merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat

edema dan tekanan pus dalam rongga abses menyebabkan rasa nyeri. Mediator kimiawi,

termasuk bradikinin, prostaglandin, dan serotonin merusak ujung saraf sehingga

menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif yang


menimbulkan nyeri. Adanya edema akan mengganggu gerak jaringan sehingga

mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya mobilitas fisik.

Inflamasi terus terjadi selama, masih ada pengrusakan jaringan bila penyabab
kerusakan bisa diatasi, maka debris akan difagosit dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi

resolusi dan kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan menyebabkan debris

terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses di sel jaringan lain membentuk flegmon.
Trauma yang hebat menimbulkan reaksi tubuh yang berlebihan berupa fagositosis debris

yang diikuti dengan pembentukan jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan
yang rusak (fase organisasi), bila fase destruksi jaringan berhenti akan terjadi fase
penyembuhan melalui jaringan granulasi fibrosa. Tapi bila destruksi jaringan berlangsung
terus akan terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak
hilang.

Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan sehingga
terjadi kerusakan Integritas kulit. Sedangkan abses yang diinsisi dapat mengakibatkan

resiko penyebaran infeksi.

D. Manifestasi Klinis
Karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain

yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi, yakni:

kemerahan (rubor), panas (calor), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor), dan hilangnya

fungsi organ. Abses adalah tahap terakhir dari suatu infeksi jaringan yang diawali dengan

proses yang disebut peradangan. Awalnya, seperti bakteri mengaktifkan sistem kekebalan
tubuh, beberapa kejadian terjadi:

 Darah mengalir ke daerah meningkat.

 Suhu daerah meningkat karena meningkatnya pasokan darah (color).

 Wilayah membengkak akibat akumulasi air, darah, dan cairan lainnya (tumor).
 Ternyata merah (rubor).

 Rasanya sakit, karena iritasi dari pembengkakan dan aktivitas kimia (dolor).

Suatu abses yang terbentuk tepat di bawah kulit biasanya tampak sebagai suatu
benjolan. Jika abses akan pecah maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit

atasnya menipis. Suatu abses dalam tubuh sebelum menimbulkan gejala sering kali terlebih

dahulu tumbuh menjadi lebih besar. Abses dalam lebih memungkinkan menyebarkan infksi

ke seluruh tubuh.

E. Komplikasi

Komplikasi mayor abses adalah penyebaran abses ke jaringan sekitar atau jaringan
yang jauh dan kematian jaringan setempat yang ekstensif (gangren). Suatu abses dapat

menimbulkan konsekuensi yang fatal (meskipun jarang) apabila abses tersebut mendesak

struktur yang vital, misalnya abses leher dalam yang dapat menekan trakhea.
F. Pemeriksaan Penunjang
Abses di kulit atau di bawah kulit sering kali mudah dikenali. Termasuk abses femur.
Pada penderita abses biasanya ditemukan peningkatan jumlah sel darah putih. Untuk

menentukkan ukuran dan lokasi abses dalam bisa dilakukan pemeriksaan rontgen, USG,CT
scan atau MRI.

G. Penatalaksanaan

1. Pembedahan
Pada umumnya abses memerlukan tindakan pembedahan, debridement dan

kuretase untuk meringankan nyeri dan mengeluarkan pus atau drainasesehingga

mempercepatpenyembuhan. Abses yang disebabkan oleh benda asing, maka benda

asing tersebut harus diambil terlebih dahulu. Bila tidak maka cukup diambil absesnya

atau dikeluarkan pusnya bersamaan dengan pemberian obat analgesic dan mungkin
antibiotic.

Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya diindikasikan bila

abses telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah

yang lebih lunak. Apabila menimbulkan resiko tinggi, misalnya pada area-area yang
kritis maka tindakan ini dijadikan sebagai alternative terakhir.

2. Konservatif

Penanganan konservatif meliputi pemberian obat antibiotic dan analgesic. Karena

sering kali abses disebabkan oleh staphylococcus aureus, maka


antibiotikantistafilokakus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan.

Dengan adanya hemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang

didapat melalui komunitas, maka antibiotic biasa tersebut menjadi tidakefektif. Untuk

menangani MRSA ini digunakan antibiotic antara lain: clindamycin, trimethoprim,


sulfamethosazole dandoxycyclin. Sedangkan pemberian analgesic hanya diindikasikan

jika klien terasa nyeri dengan adanya abses atau pembedahan yang ada.

Hal yang perlu diperhatikan adalah penanganan dengan antibiotic saja tanpa
drainase pembedahan merupakan tidakan yang tidak efektif.hal ini karena antibiotic

sering tidak mampu masuk ke dalam abses dan antibiotic sering kali tidak dapat

bekerja pada pH yang rendah.


Jika abses secara langsung di bawah kulit, maka akan perlahan-lahan jalan melalui

kulit karena lebih cepat jalannya bekerja di tempat lain. Karena bahan-bahan kimia
bekerja lebih cepat pada temperatur lebih tinggi, aplikasi kompres panas pada kulit di
atas abses akan mempercepat pencernaan kulit dan hasil akhirnya dalam merobohkan
dan pelepasan spontan nanah. Perawatan ini terbaik dicadangkan untuk abses yang
lebih kecil di daerah kurang sensitif dari tubuh seperti tungkai, batang, dan belakang

leher. Hal ini juga berguna untuk semua dangkal abses dalam tahap awal. Ini akan
“mematangkan” mereka. Kontras hidroterapi, bolak-balik kompres panas dan dingin,

juga dapat membantu tubuh dalam reasorbsi dari abses.

H. Prognosis
Setelah abses benar-benar dikeringkan, prognosis sangat baik untuk kondisi itu

sendiri. Alasan untuk abses (penyakit lain seorang individu mempunyai) akan menentukan

hasil keseluruhan. Jika, di sisi lain, abses pecah agen yang menular tumpah ke dalam aliran

darah dapat menjadi masalah yang serius atau mungkin berakibat fatal.
BAB III

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa

a) Identitas

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk rumah

sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur pendidikan,
pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa.

b) Riwayat penyakit sekarang

Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang


disebabkan insisi abdomen.

c) Riwayat penyakit dahulu

Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi

abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan yang

pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang

pernah diderita.

d) Riwayat penyakit keluarga

Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus, hipertensi,

gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang dilakukan dan

bagaimana genogramnya .

e) Pola Fungsi Kesehatan


(1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan

kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status ekonomi

keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan

luka.

(2) Pola Tidur dan Istirahat


Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat

mengganggu kenyamanan pola tidur klien.

(3) Pola aktifitas


Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka

operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu

lamanya setelah pembedahan.


(4) Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan
peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat penderita mengalami

emosi yang tidak stabil.


(5) Pola sensorik dan kognitif

Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta


pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap

orang tua, waktu dan tempat.


(6) Pola penanggulangan stress

Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.

(7) Pola tata nilai dan kepercayaan

Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien

mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.


2. Pemeriksaan

a) Pemeriksaan Fisik

- Status Kesehatan umum. Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah

menahan sakit tanpa sakit ada tidaknya kelemahan.


- Integumen. Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan

pada abdomen sebelah kanan bawah.

- Kepala dan Leher. Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada

warna pucat.
- Torax dan Paru . Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas,

gerakan cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya

normal (16 – 20 kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing, stridor.

- Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus

ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing

spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine
cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika dipasang kateter

periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan

baik.
- Ekstremitas. Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang

hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.


b) Pemeriksaan Penunjang
(1) Pemeriksaan Laboratorium.
 Darah. Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 mn.
 Urine. Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit .

B. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut
2. Hipertermi

3. Ansietas
4. Resiko Infeksi

C. Intervensi Keperawatan

Daftar Diagnosa NOC NIC


Nyeri Akut - Pain Level, Pain Management
Kelas : - pain control, - Lakukan pengkajian nyeri
Domain : - comfort level secara komprehensif
Definisi : setelah dilakukan tindakan termasuk lokasi,
Sensori yang tidak keperawatan selama 1x 24 karakteristik, durasi,
menyenangkan dan jam diharapkan nyeri frekuensi, kualitas dan
pengalaman emosional yang berkurang dengan Kriteria faktor presipitasi
muncul secara aktual atau Hasil: - Observasi reaksi nonverbal
potensial kerusakan jaringan - Mampu mengontrol nyeri dari ketidaknyamanan
atau menggambarkan adanya (tahu penyebab nyeri, - Gunakan teknik
kerusakan (Asosiasi Studi Nyeri mampu menggunakan tehnik komunikasi terapeutik
Internasional): serangan nonfarmakologi untuk untuk mengetahui
mendadak atau pelan mengurangi nyeri, mencari pengalaman nyeri pasien
intensitasnya dari ringan sampai bantuan) - Kaji kultur yang
berat yang dapat diantisipasi - Melaporkan bahwa nyeri mempengaruhi respon
dengan akhir yang dapat berkurang dengan nyeri
diprediksi dan dengan durasi menggunakan manajemen - Evaluasi pengalaman nyeri
kurang dari 6 bulan. nyeri masa lampau
- Mampu mengenali nyeri - Evaluasi bersama pasien
Batasan karakteristik : (skala, intensitas, frekuensi dan tim kesehatan lain
- Laporan secara verbal atau dan tanda nyeri) tentang ketidakefektifan
non verbal - Menyatakan rasa nyaman kontrol nyeri masa lampau
- Fakta dari observasi setelah nyeri berkurang - Bantu pasien dan keluarga
- Posisi antalgic untuk - Tanda vital dalam rentang untuk mencari dan
menghindari nyeri normal menemukan dukungan
- Gerakan melindungi - Kontrol lingkungan yang
- Tingkah laku berhati-hati dapat mempengaruhi nyeri
- Muka topeng seperti suhu ruangan,
- Gangguan tidur (mata sayu, pencahayaan dan
tampak capek, sulit atau kebisingan
gerakan kacau, menyeringai - Kurangi faktor presipitasi
- Terfokus pada diri sendiri nyeri
- Fokus menyempit (penurunan - Pilih dan lakukan
persepsi waktu, kerusakan penanganan nyeri
proses berpikir, penurunan (farmakologi, non
interaksi dengan orang dan farmakologi dan inter
lingkungan) personal)
- Tingkah laku distraksi, contoh : - Kaji tipe dan sumber nyeri
jalan-jalan, menemui orang lain untuk menentukan
dan/atau aktivitas, aktivitas intervensi
berulang-ulang - Ajarkan tentang teknik
- Respon autonom (seperti non farmakologi
diaphoresis, perubahan tekanan - Berikan analgetik untuk
darah, perubahan nafas, nadi mengurangi nyeri
dan dilatasi pupil) - Evaluasi keefektifan
- Perubahan autonomic dalam kontrol nyeri
tonus otot (mungkin dalam - Tingkatkan istirahat
rentang dari lemah ke kaku) - Kolaborasikan dengan
- Tingkah laku ekspresif (contoh dokter jika ada keluhan dan
: gelisah, merintih, menangis, tindakan nyeri tidak berhasil
waspada, iritabel, nafas - Monitor penerimaan
panjang/berkeluh kesah) pasien tentang manajemen
- Perubahan dalam nafsu makan nyeri
dan minum Analgesic Administration
- Tentukan lokasi,
Faktor yang berhubungan : karakteristik, kualitas, dan
- Agen injuri (biologi, kimia, derajat nyeri sebelum
fisik, psikologis) pemberian obat
- Cek instruksi dokter
tentang jenis obat, dosis,
dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesik yang
diperlukan atau kombinasi
dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
- Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
- Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
- Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur
- Monitor vital sign sebelum
dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
- Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat nyeri
hebat
- Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)
hipertermi Thermoregulation Fever treatment
Kelas : - Monitor suhu sesering
Domain : Setelah dilakukan tindakan mungkin
Definisi : suhu tubuh naik diatas keperawatan selama 1x24- Monitor warna dan suhu
rentang normal jam diharapkan suhu tubuh kulit
kembali normal dengan- Monitor tekanan darah,
Batasan Karakteristik: Kriteria Hasil : nadi dan RR
- kenaikan suhu tubuh diatas o Suhu tubuh dalam- Monitor penurunan
rentang normal rentang normal tingkat kesadaran
- serangan atau konvulsi o Nadi dan RR dalam- Monitor WBC, Hb, dan
(kejang) rentang normal Hct
- kulit kemeraha o Tidak ada perubahan- Monitor intake dan
- pertambahan RR warna kulit dan tidak output
- takikardi ada pusing - Berikan anti piretik
- saat disentuh tangan terasa - Berikan pengobatan
hangat untuk mengatasi penyebab
demam
Faktor faktor yang - Selimuti pasien
berhubungan : - Berikan cairan intravena
- penyakit/ trauma - Kompres pasien pada
- peningkatan metabolisme lipat paha dan aksila
- aktivitas yang berlebih - Tingkatkan sirkulasi udara
- pengaruh medikasi/anastesi - Berikan pengobatan
- ketidakmampuan/penurunan untuk mencegah terjadinya
kemampuan untuk berkeringat menggigil
- terpapar dilingkungan panas Temperature regulation
- dehidrasi - Monitor suhu minimal
- pakaian yang tidak tepat tiap 2 jam
- Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
- Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
- Ajarkan pada pasien cara
mencegah keletihan akibat
panas
Vital sign Monitoring
- Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
- Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
- Monitor pola pernapasan
abnormal
- Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
- Monitor sianosis perifer
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
Ansietas - Anxiety control Anxiety Reduction
Kelas : - Coping (penurunan kecemasan)
Domain : - Gunakan pendekatan yang
Definsi : Perasaan gelisah yang Setelah dilakukan tindakan menenangkan
tak jelas dari ketidaknyamanan keperawatan selama 1x24 - Nyatakan dengan jelas
atau ketakutan yang disertai jam diharapkan kecemasan harapan terhadap pelaku
respon autonom (sumner tidak yang dirasakan klien pasien
spesifik atau tidak diketahui berkurang dengan Kriteria - Jelaskan semua prosedur
oleh individu); perasaan Hasil : dan apa yang dirasakan
keprihatinan disebabkan dari - Klien mampu selama prosedur
antisipasi terhadap bahaya. mengidentifikasi dan - Temani pasien untuk
Sinyal ini merupakan peringatan mengungkapkan gejala memberikan keamanan dan
adanya ancaman yang akan cemas mengurangi takut
datang dan memungkinkan - Mengidentifikasi, - Berikan informasi faktual
individu untuk mengambil mengungkapkan dan mengenai diagnosis,
langkah untuk menyetujui menunjukkan tehnik untuk tindakan prognosis
terhadap tindakan mengontol cemas - Dorong keluarga untuk
- Vital sign dalam batas menemani anak
Batasan karakteristik normal - Lakukan back / neck rub
- Gelisah - Postur tubuh, ekspresi wajah, - Dengarkan dengan penuh
- Insomnia bahasa tubuh dan tingkat perhatian
- Resah aktivitas menunjukkan - Identifikasi tingkat
- Ketakutan berkurangnya kecemasan kecemasan
- Sedih - Bantu pasien mengenal
- Fokus pada diri situasi yang menimbulkan
- Kekhawatiran kecemasan
- Cemas - Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien
menggunakan teknik
relaksasi
- Barikan obat untuk
mengurangi kecemasan

Resiko Infeksi - - Immune Status Infection Control (Kontrol


Kelas : -Knowledge : Infection control infeksi)
Domain : - - Risk control - Bersihkan lingkungan
Definisi : Definisi : Peningkatan Setelah dilakukan tindakan setelah dipakai pasien lain
resiko masuknya organisme keperawatan dalam 1x24 jam - Pertahankan teknik
patogen diharapkan klien terhindar isolasi
dari resiko infeksi dengan - Gunakan sabun
Faktor-faktor resiko : Kriteria Hasil : antimikrobia untuk cuci
- Prosedur Infasif -Klien bebas dari tanda dan tangan
- Trauma gejala infeksi - Cuci tangan setiap
- Kerusakan jaringan dan -Jumlah leukosit dalam batas sebelum dan sesudah
peningkatan paparan normal tindakan kperawtan
lingkungan - Gunakan baju, sarung
- Agen farmasi tangan sebagai alat
(imunosupresan) pelindung
- Peningkatan paparan - Pertahankan
lingkungan patogen lingkungan aseptik selama
- Ketidakadekuatan imum pemasangan alat
buatan - Ganti letak IV perifer
- Tidak adekuat pertahanan dan line central dan
sekunder (penurunan Hb, dressing sesuai dengan
Leukopenia, penekanan respon petunjuk umum
inflamasi) - Gunakan kateter
- Tidak adekuat pertahanan intermiten untuk
tubuh primer (kulit tidak utuh, menurunkan infeksi
trauma jaringan, penurunan kandung kencing
kerja silia, cairan tubuh statis, - Tingktkan intake nutrisi
perubahan sekresi pH, - Berikan terapi
perubahan peristaltik) antibiotik bila perlu

Infection Protection
(proteksi terhadap infeksi)
- Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik dan
lokal
- Monitor hitung
granulosit, WBC
- Monitor kerentanan
terhadap infeksi
- Inspeksi kulit dan
membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
- Ispeksi kondisi luka /
insisi bedah
- Laporkan kecurigaan
infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Fahmi,raden. 2010. Abses abdomen. http://community.um.ac.id/showthread.php?54179-

Abses-Abdomen. Diakses tanggal 13 Agustus 2010 jam 17.00 WIB


http://bedahdigesti.wordpress.com/2009/10/10/abdominal-abses/. Diakses tanggal 13

Agustus 2010 jam 17.15 WIB

https://dokumen.tips/documents/lp-abses-femur-14.html. Diakses tanggal 07 Januari 2019

jam 17.15 WITA.

Anda mungkin juga menyukai