Anda di halaman 1dari 11

Resume 1

Rabu, 22 Maret 2017

Konsep dan Prinsip Kegawatdaruratan

1. Konsep Keperawatan gawat-darurat dan keperawatan kritis


Pengertian KGD
Rangkaian kegiatan praktik keperawatan kegawatdaruratan
yang diberikan oleh perawat yang kompeten untuk memberikan
Asuhan keperawatan di ruang gawat darurat.

Pengertian Keperawatan Kritis

 Penilaian dan evaluasi secara cermat dan hati-hati terhadap


suatu kondisi krusial dalam rangka mencari penyelesaian/ jalan
keluar.
 Menangani respon manusia terhadap masalah yang mengancam hidup.
 Keperawatan kritis adalah keahlian khusus di dalam ilmu perawatan yang
menghadapi secara rinci dengan manusia yang bertanggung jawab atas
masalah yang mengancam jiwa. Perawat kritis adalah perawat profesional
yang resmi yang bertanggung jawab untuk memastikan pasien dengan
sakit kritis dan keluarga-keluarga mereka menerima kepedulian optimal
(American Association of Critical-Care Nurses).

Proses KGD dan Keperawatan Kritis

 Pengkajian
 Perecanaan
 Pelaksanaan/implementasi
 Evaluasi
 Dokumentasi
 Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang
meliputi pengkajian, analisa, perencanaan ,implementasi, dan evaluasi.
The American Asosiation of Critical care Nurses (AACN) menyusun
standar proses keperawatan sebagai asuhan keperawatan kritikal.
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
Suatu pertolongan yang cepat dan tepat untuk mencegah maupun
kecacatan. Berasal dari istilah “critical ill patient (pasien kritis/gawat) dan
emergency patient (pasien darurat)”.

Tujuan PPGD

 Mencegah kematian dan kecacatan (to save life and limb)


pada penderita gawat darurat, hingga dapat hidup dan berfungsi
kembali dalam masyarakat sebagaimana mestinya.
 Merujuk penderita gawat darurat melalui sistem rujukan untuk
memperoleh penanganan yang lebih memadai.
 Menanggulangi korban bencana.

Tujuan Keperawatan Kritis

Mempertahankan Hidup (Maintaining Life)

Penderita Gawat Darurat

Kematian dapat terjadi bila seseorang mengalami kerusakan atau


kegagalan dari salah satu sistem/organ di bawah ini yaitu:

 Susunan saraf pusat


 Pernapasan
 Kardiovaskuler
 Hati
 Ginjal
 Pancreas

Penyebab kegagalan Organ:

 Trauma/cedera
 Infeksi
 Keracunan (poisoning)
 Degenerasi (failure)
 Asfiksia
 Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar.

Kegagalan sistem saraf pusat, kardiovaskuler, pernapasan dan hipoglikemia


dapat menyebabkana kematian dalam waktu singkat (4-6 menit),
sedangkna kegagalan sistem/organ yang lain dapat menyebabkan
kematian dalam waktu yang lebih lama.

Mati

 Otak kekurangan Oksigen dalam 6-8 menit


 Terjadi gangguan fungsi
 Sifat Reversible

 Otak kekurangan Oksigen dalam 8-10 menit


 Terjadi kerusakan sel
 Sifat irreversible

Immediately Life Threatening Case:

a. Obstruksi total jalan napas


b. Asphixia
c. Keracunan CO
d. Tension Pneumothorax
e. Henti jantung
f. Tamponade jantung

Potentially Life Threatening Case

a. Ruptura Tracheobronkial
b. Kontusio jantung/paru
c. Perdarahan masif
d. Koma

Kelompok kasus yang perlu penanganan segera karena adanya ancaman


kecacatan

a. Fraktur tulang disertai cedera pada persyarafan


b. Crush Injury
c. Sindroma kompartemen
Faktor Penentu Keberhasilan PPGD

 Kecepatan menemukan penderita gawat darurat


 Kecepatan meminta pertolongan
 Kecepatan dan kualitas pertolongan yang diberikan di
tempat kejadian, dalam perjalanan ke rumah sakit dan
pertolongan selanjutnya di puskesmas atau rumah sakit.

Filosofi Dasar PPGD

 Universal
 Penanganan oleh siapa saja
 Penyelesaian berdasarkan masalah

Prinsip
 Penanganan Cepat dan tepat
 Pertolongan segera diberikan oleh siapa saja yang
menemukan pasien tersebut (awam, perawat, dokter)
Meliputi tindakan:
 Non medis: Cara meminta pertolongan, transportasi, menyiapkan
alat-alat.
 Medis: Kemampuan medis berupa pengetahuan maupun
keterampilan: BLS, ALS, BTCLS, ACLS, dll.

Triage
Tindakan memilih-milah korban sesuai dengan tingkat
kegawatannya untuk memperoleh prioritas tindakan.

a. Gawat darurat – Merah


Kelompok pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan
menjadi gawat dan terancam nyawanya atau anggota tubuhnya (akan
menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secepatnya.
b. Gawat tidak darurat – Putih
Kelompok pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan
tindakan darurat, misalnya kanker stadium lanjut.
c. Tidak gawat, darurat – Kuning
Kelompok pasien akibat musibah yang datang tiba-tiba, tetapi tidak
mengancam nyawa dan anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal.
d. Tidak gawat, Tidak darurat – Hijau
e. Meninggal – Hitam

Lingkup PPGD

 Melakukan Primary Survey, tanpa dukungan alat bantu


diagnostik kemudian dilanjutkan dengan Secondary Survey
 Menggunakan tahapan ABCDE
Airway management
Breathing management
Circulation management
Drug, Defibrilator, Disability
EKG, Exposure
 Resusitasi pada kasus henti napas dan henti jantung
2. Peran dan Fungsi Perawat GADAR dan Perawat Intensive Care
a. Fungsi Independen
Fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan (Care)
b. Fungsi Dependen
Fungsi yang didelegasikan sepenuhnya atau sebagian dari profesi lain
c. Fungsi Kolaboratif
Kerjasama saling membantu dalam program kesehatan (Perawat sebagaia
anggota Tim Kesehatan)

3. Efek situasi krisis dan kritis serta permasalahan yang muncul pada
keluarga dan klien
FENOMENA STRES
ICU seringkali digambarkan sebagai suatu tempat yang penuh dengan
stress, tidak hanya bagi klien dan keluarganya tetapi juga bagi perawat.
Pemahaman yang baik tentang stres dan akibatnya akan membantu ketika
bekerja pada unit keperawatan kritis. Pemahaman ini dapat memungkinkan
perawat untuk mengurangi efek destruktif stress dan meningkatkan potensi
positif dari stress baik pada pasien dan dirinya sendiri.
 Stress
Stress didefinisikan sbg respon fisik dan emosional terhadap tuntutan
yang dialami individu yang diiterpretasikan sebagai sesuatu yang
mengancam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Stres
merupakan suatu fenomena komplek, dimana sekumpulan
komponen saling berinteraksi dan bekerja serentak. Ketika
sesuatu hal mengubah satu komponen subsistem, maka
keseluruhan sistem dapat terpengaruh. Jika tuntutan untuk
berubah menyebabkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada
sistem, maka terjadilah stress. Individu kemudian memobilisasi
sumber-sumber koping untuk mengatasi stress dan mengembalikan
keseimbangan. Idealnya, stress bergabung dengan perilaku koping yang
tepat akan mendorong suatu perubahan positif pada individu. Ketika stress
melebihi kemampuan koping seseorang, maka potensi untuk menjadi krisis
dapat terjadi.
 Stresor
Stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat
mengubah individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress
(Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Sumber stressor dapat berasal dari
subsistem biofisikal, psikososial atau masyarakat. Stressor biofisik
antara lain organisme infeksius, proses penyakit atau nutrisi yang buruk.
Sedangkan contoh stressor psikososial adalah harga diri yang rendah,
masalah hubungan interpersonal, dan krisis perkembangan.
 Respon stress
Respon stress dapat diinduksi oleh stressor biofisik, psikososial atau
stressor social. Hans Selye dalam Emanuelsen & Rosenlicht (1986)
mengemukakan temuanya tentang stress kedalam suatu model stress yang
disebutgeneral adaptation syndrome (GAS). GAS terdiri atas 3
tahap yaitu (a) alarm respon, (b) stage of resistance dan stage of
exhaustion.
a. Alarm respon. Merupakan tahap pertama dan ditandai oleh respon
cepat, singkat, melindungi/memelihara kehidupan dimana
merupakan aktivitas total dari system saraf simpatis. Tahap ini
sering disebut dengan istilah menyerang atau lari (fight-or-flight
response).
b. Stage of resistance. Merupakan tahap kedua, dimana tubuh
beradaptasi terhadap ketidakseimbangan yang disebabkan oleh
stressor. Tubuh bertahan pada tahap ini sampai stressor yang
membahayakan hilang dan tubuh mampu kembali kekeadaan
homeostasis. Jika semua energi tubuh tubuhnya digunakan untuk
koping, maka dapat terjadi tahap yang ketiga yaitu tahap kelelahan.
c. Stage of exhaustion. Saat semua energi telah digunakan untuk
koping, maka tubuh mengalami kelelahan dan berakibat pada
terjadinya sakit fisik, gangguan psikososial dan kematian.

KLIEN

Klien yang sakit dan harus masuk ke ruang ICU tidak saja bertambah
menderita akibat stress sakit fisiknya tetapi juga stress akibat psikososialnya.
Konsekuensinya, perawat yang melakukan asuhan keperawatan pada

unit keperawatan kritis didesign untuk memelihara atau


mengembalikan semua fungsi fisik vital dan fungsi-fungsi psikososial
yang terganggu oleh keadaan sakitnya.

 Respon psikososial
Respon psikososial klien terhadap pengalaman keperawatan kritis
mungkin dimediasi oleh fenomena internal seperti keadaan
emosional dan mekanisme koping atau oleh fenomena
eksternal seperti kuantitas dan kualitas stimulasi
lingkungan.
 Reaksi emosional
Intensitas reaksi emosional dapat mudah dipahami jika menganggap
bahwa ICU adalah tempat dimana klien berusaha menghindari kematian.
Klien dengan keperawatan kritis memperlihatkan reaksi
emosional yang dapat diprediksi dimana mempunyai cirri-ciri
yang umum, berkaitan dengan sakitnya. Takut dan kecemasan
secara umum adalah reaksi pertama yang tampak. Klien mungkin
mengalami nyeri yang menakutkan, prosedur yang tidak nyaman, mutilasi
tubuh, kehilangan kendali, dan/atau meninggal. Depresi seringkali
muncul setelah takut dan kecemasan, depresi seringkali merupakan respon
terhadap berduka dan kehilangan. Pengalaman kehilangan dapat memicu
memori dimasa lalu muncul kembali dengan perasaan sedih yang lebih
hebat. Marah dapat terjadi setelah atau selama depresi. Seringkali marah
menyembunyikan adanya depresi dan dapat mencegah klien jatuh ke
dalam depresi yang lebih dalam. Klien dapat merasa marah atau benci
tentang sakitnya dan seringkali mengeluh bahwa hidup tidaklah adil.
 Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan sekumpulan strategi mental baik
disadari maupun tidak disadari yg digunakan untuk
menstabilkan situasi yang berpotensi mengancam dan membuat
kembali ke dalam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).
Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan
stabilitas emosional, menguasai lingkungan, mendefinisikan
kembali tugas/tujuan hidup, dan memecahkan masalah yang
ditimbulkan oleh karena sakit/penyakit. Beberapa contoh perilaku
koping adalah humor, distraksi, bertanya untuk suatu informasi berbicara
dengan yang lain tentang keluhan/perasaan-perasaannya, mendefinisikan
kembali masalah kedalam istilah yang lebih disukai, menghadapi masalah
dengan dengan melakukan beberapa tindakan, negosiasi kemungkinan
pilihan/alternatif, menurunkan ketegangan dengan minum, makan atau
menggunakan obat, menarik diri, menyalahkan seseorang atau sesuatu,
menyalahkan diri sendiri menghindar dan berkonsultasi dengan ahli agama.

4. Tujuan penatalaksanaan psikologis pada situasi krisis dan kritis


Tujuan penatalaksanaan krisis adalah resolusi, berfokus pada
pemberian dukungan terhadap individu sehingga individu
mencapai tingakat fungsi seperti sebelum krisis, atau
bahkan pada tingkat fungsi yang lebih tinggi. Selain itu juga
untuk membantu individu memecahkan masalah dan mendapatkan kembali
keseimbangan emosionalnya.

5. Penatalaksanaan psikososial pada situasi kritis dan krisis


Tindakan keperawatan yang utama dapat dibagi menjadi 4 tingkatan dari
urutan yang paling dangkal sampai paling dalam, yaitu :
 Manipulasi lingkungan. Ini adalah intervensi dengan merubah secara
langsung lingkungan fisik individu atau situasi interpersonalnya, untuk
memisahkan individu dengan stressor yang menyebabkan krisis.
 Dukungan umum (general support). Tindakan ini dilakukan dengan
membuat pasien merasa bahwa perawat ada disampingnya dan siap
untuk membantu, sikap perawat yang hangat, menerima, empati, serta
penuh perhatian merupakan dukungan bagi pasien.
 Pendekatan genetic (genetic approach). Tindakan ini digunakan
untuk sejumlah besar individu yang mempunyai resiko tinggi, sesegera
mungkin. Tindakan ini dilakukan dengan metode spesifik untuk individu
– individu yang menghadapi tipe krisis dan kombinasi krisis atau jika ada
resiko bunh diri / membunuh orang lain.
 Pendekatan individual (individual approach). Tindakan ini meliputi
penentuan diagnosa, dan terapi terhadap masalah spesifik pada pasien
tertentu. Pendekatan individual ini efektif untuk semua tipe krisis dan
kombinasi krisis atau jika ada resiko bunuh diri/membunuh orang lain.
DAFTAR REFERENSI
 AEP Policy Statements. Association of Emergency Physicians. 1998.
 Dalami, Ermawati, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa Dengan Gangguan
Psikososial. Jakarta : TIM. Isaacs.
 Dr. Muh. N. Mallapassi dan Fuad B.SKM, 2007: Buku Panduan Basic Trauma
Cardiac Life Support, Makassar.
 Edy Hermanto. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat. 2009.
 Kartikaqati N, Dewi. 2013. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat darurat.
Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai