Pengkajian
Perecanaan
Pelaksanaan/implementasi
Evaluasi
Dokumentasi
Proses keperawatan adalah susunan metode pemecahan masalah yang
meliputi pengkajian, analisa, perencanaan ,implementasi, dan evaluasi.
The American Asosiation of Critical care Nurses (AACN) menyusun
standar proses keperawatan sebagai asuhan keperawatan kritikal.
Penanggulangan Penderita Gawat Darurat (PPGD)
Suatu pertolongan yang cepat dan tepat untuk mencegah maupun
kecacatan. Berasal dari istilah “critical ill patient (pasien kritis/gawat) dan
emergency patient (pasien darurat)”.
Tujuan PPGD
Trauma/cedera
Infeksi
Keracunan (poisoning)
Degenerasi (failure)
Asfiksia
Kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar.
Mati
a. Ruptura Tracheobronkial
b. Kontusio jantung/paru
c. Perdarahan masif
d. Koma
Universal
Penanganan oleh siapa saja
Penyelesaian berdasarkan masalah
Prinsip
Penanganan Cepat dan tepat
Pertolongan segera diberikan oleh siapa saja yang
menemukan pasien tersebut (awam, perawat, dokter)
Meliputi tindakan:
Non medis: Cara meminta pertolongan, transportasi, menyiapkan
alat-alat.
Medis: Kemampuan medis berupa pengetahuan maupun
keterampilan: BLS, ALS, BTCLS, ACLS, dll.
Triage
Tindakan memilih-milah korban sesuai dengan tingkat
kegawatannya untuk memperoleh prioritas tindakan.
Lingkup PPGD
3. Efek situasi krisis dan kritis serta permasalahan yang muncul pada
keluarga dan klien
FENOMENA STRES
ICU seringkali digambarkan sebagai suatu tempat yang penuh dengan
stress, tidak hanya bagi klien dan keluarganya tetapi juga bagi perawat.
Pemahaman yang baik tentang stres dan akibatnya akan membantu ketika
bekerja pada unit keperawatan kritis. Pemahaman ini dapat memungkinkan
perawat untuk mengurangi efek destruktif stress dan meningkatkan potensi
positif dari stress baik pada pasien dan dirinya sendiri.
Stress
Stress didefinisikan sbg respon fisik dan emosional terhadap tuntutan
yang dialami individu yang diiterpretasikan sebagai sesuatu yang
mengancam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Stres
merupakan suatu fenomena komplek, dimana sekumpulan
komponen saling berinteraksi dan bekerja serentak. Ketika
sesuatu hal mengubah satu komponen subsistem, maka
keseluruhan sistem dapat terpengaruh. Jika tuntutan untuk
berubah menyebabkan ketidakseimbangan (disequilibrium) pada
sistem, maka terjadilah stress. Individu kemudian memobilisasi
sumber-sumber koping untuk mengatasi stress dan mengembalikan
keseimbangan. Idealnya, stress bergabung dengan perilaku koping yang
tepat akan mendorong suatu perubahan positif pada individu. Ketika stress
melebihi kemampuan koping seseorang, maka potensi untuk menjadi krisis
dapat terjadi.
Stresor
Stressor merupakan faktor internal maupun eksternal yang dapat
mengubah individu dan berakibat pada terjadinya fenomena stress
(Emanuelsen & Rosenlicht, 1986). Sumber stressor dapat berasal dari
subsistem biofisikal, psikososial atau masyarakat. Stressor biofisik
antara lain organisme infeksius, proses penyakit atau nutrisi yang buruk.
Sedangkan contoh stressor psikososial adalah harga diri yang rendah,
masalah hubungan interpersonal, dan krisis perkembangan.
Respon stress
Respon stress dapat diinduksi oleh stressor biofisik, psikososial atau
stressor social. Hans Selye dalam Emanuelsen & Rosenlicht (1986)
mengemukakan temuanya tentang stress kedalam suatu model stress yang
disebutgeneral adaptation syndrome (GAS). GAS terdiri atas 3
tahap yaitu (a) alarm respon, (b) stage of resistance dan stage of
exhaustion.
a. Alarm respon. Merupakan tahap pertama dan ditandai oleh respon
cepat, singkat, melindungi/memelihara kehidupan dimana
merupakan aktivitas total dari system saraf simpatis. Tahap ini
sering disebut dengan istilah menyerang atau lari (fight-or-flight
response).
b. Stage of resistance. Merupakan tahap kedua, dimana tubuh
beradaptasi terhadap ketidakseimbangan yang disebabkan oleh
stressor. Tubuh bertahan pada tahap ini sampai stressor yang
membahayakan hilang dan tubuh mampu kembali kekeadaan
homeostasis. Jika semua energi tubuh tubuhnya digunakan untuk
koping, maka dapat terjadi tahap yang ketiga yaitu tahap kelelahan.
c. Stage of exhaustion. Saat semua energi telah digunakan untuk
koping, maka tubuh mengalami kelelahan dan berakibat pada
terjadinya sakit fisik, gangguan psikososial dan kematian.
KLIEN
Klien yang sakit dan harus masuk ke ruang ICU tidak saja bertambah
menderita akibat stress sakit fisiknya tetapi juga stress akibat psikososialnya.
Konsekuensinya, perawat yang melakukan asuhan keperawatan pada
Respon psikososial
Respon psikososial klien terhadap pengalaman keperawatan kritis
mungkin dimediasi oleh fenomena internal seperti keadaan
emosional dan mekanisme koping atau oleh fenomena
eksternal seperti kuantitas dan kualitas stimulasi
lingkungan.
Reaksi emosional
Intensitas reaksi emosional dapat mudah dipahami jika menganggap
bahwa ICU adalah tempat dimana klien berusaha menghindari kematian.
Klien dengan keperawatan kritis memperlihatkan reaksi
emosional yang dapat diprediksi dimana mempunyai cirri-ciri
yang umum, berkaitan dengan sakitnya. Takut dan kecemasan
secara umum adalah reaksi pertama yang tampak. Klien mungkin
mengalami nyeri yang menakutkan, prosedur yang tidak nyaman, mutilasi
tubuh, kehilangan kendali, dan/atau meninggal. Depresi seringkali
muncul setelah takut dan kecemasan, depresi seringkali merupakan respon
terhadap berduka dan kehilangan. Pengalaman kehilangan dapat memicu
memori dimasa lalu muncul kembali dengan perasaan sedih yang lebih
hebat. Marah dapat terjadi setelah atau selama depresi. Seringkali marah
menyembunyikan adanya depresi dan dapat mencegah klien jatuh ke
dalam depresi yang lebih dalam. Klien dapat merasa marah atau benci
tentang sakitnya dan seringkali mengeluh bahwa hidup tidaklah adil.
Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan sekumpulan strategi mental baik
disadari maupun tidak disadari yg digunakan untuk
menstabilkan situasi yang berpotensi mengancam dan membuat
kembali ke dalam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).
Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan
stabilitas emosional, menguasai lingkungan, mendefinisikan
kembali tugas/tujuan hidup, dan memecahkan masalah yang
ditimbulkan oleh karena sakit/penyakit. Beberapa contoh perilaku
koping adalah humor, distraksi, bertanya untuk suatu informasi berbicara
dengan yang lain tentang keluhan/perasaan-perasaannya, mendefinisikan
kembali masalah kedalam istilah yang lebih disukai, menghadapi masalah
dengan dengan melakukan beberapa tindakan, negosiasi kemungkinan
pilihan/alternatif, menurunkan ketegangan dengan minum, makan atau
menggunakan obat, menarik diri, menyalahkan seseorang atau sesuatu,
menyalahkan diri sendiri menghindar dan berkonsultasi dengan ahli agama.