Anda di halaman 1dari 3

Situs Biostatistik

http://www.konsultanstatistik.com/2009/03/pengujian-satu-arah-dan-dua-arah.html

http://winnerstatistik.blogspot.com/2008/02/hipotesis-1-arah-vs-2-arah-one-tailled.html

http://statistikian.blogspot.com/2012/11/odds-ratio.html

Tekhnis Mandi Besar (Junub)

A. Niat dalam hati dan tidak perlu dilafadzkan. Sabda Nabi SAW: “Semua perbuatan itu
tergantung dari niatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

B. Mengucapkan Bismillah. Hukumnya sebagaimana membaca basmalah ketika akan


berwudhu.

C. Meratakan air ke seluruh tubuh (termasuk rambut) Sabda Nabi SAW: “Setiap bagian di
bawah rambut adalah janabah, maka basahkanlah rambutmu dan bersihkanlah
kulit.” Adapun urutan-urutan tata cara mandi junub, adalah sebagai berikut

1. Mencuci kedua tangan dengan tanah atau sabun lalu mencucinya sebelum dimasukan
ke wajan tempat air
2. Menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri
3. Membersihkan kemaluan dengan tangan kiri
4. Berwudhu sebagaimana untuk sholat, dan menurut jumhur disunnahkan untuk
mengakhirkan mencuci kedua kaki
5. Memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air ke sela-sela rambut, sampai ia
yakin bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah
6. Menyiram kepala dengan 3 kali siraman
7. Membersihkan seluruh anggota badan

Mencuci kaki Dalil: Aisyah RA berkata ”Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya
dengan mencuci kedua tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke
tangan kiri lalu ia mencuci kemaluannya kemudian berwudu seperti wudhu‘ orang shalat.
Kemudian beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya,
dan apabila ia yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali,
kemudia beliau membersihkan seluruh tubuhnya dengan air kemudian diakhir beliau
mencuci kakinya(HR Bukhari/248 dan Muslim/316)

Yang perlu diperhatikan ketika mandi junub, antara lain:

A. Mendahulukan anggota kanan dari anggota kiri seperti dalam berwudhu‘. Hal tersebut
sebagaimana ditegaskan oleh hadits dari Aisyah, ia berkata: “Rasulullah SAW menyenangi
untuk mendahulukan tangan kanannya dalam segala urusannya; memakai sandal, menyisir
dan bersuci” (HR Bukhori/5854 dan Muslim/268)

B. Tidak perlu berwudhu lagi setelah mandi. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits
dari Aisyah RA, ia berkata: Rasulullah SAW mandi kemudian sholat dua rakaat dan sholat
shubuh, dan saya tidak melihat beliau berwudhu setelah mandi (HR Abu Daud, at-Tirmidzy
dan Ibnu Majah)

C. Selain untuk ‘mengangkat’ hadats besar, maka mandi janabah ini juga bersifat sunnah –
bukan kewajiban-untuk dikerjakan (meski tidak berhadats besar), terutama pada keadaan
berikut: – Shalat Jumat – Shalat hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha – Shalat Gerhana
Matahari (Kusuf) dan Gerhana Bulan (Khusuf) – Shalat Istisqa‘ – Sesudah memandikan
mayat – Masuk Islam dari kekafiran – Sembuh dari gila – Ketika akan melakukan ihram. –
Masuk ke kota Mekkah – Ketika Wukuf di Arafah – Ketika akan Thawaf, menurut Imam
Syafi‘i itu adalah salah satu sunnah dalam berthawaf.

Tata cara berdo’a

SEBAGAI umat Islam, kita harus selalu berdo’a. Allah menyukai orang-orang yang dekat
dengan-Nya dengan cara berdo’a. Dengan berdo’a, itu menunjukkan bahwa kita tidaklah
sempurna. Hal itu juga sebagai bukti bahwa kita tidak mampu berbuat apa-apa tanpa bantuan
dari Allah subhanahu wa ta’ala.

Dalam berdo’a kita harus tau tata cara yang baik. Berikut beberapa cara yang dapat kita
lakukan dalam berdo’a.

1. Menjauhkan diri dari segala sesuatu yang diharamkan, baik tempat, makanan, minuman,
dan pakaian.

2. Mengangkat kedua tangan sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari Salmân al-Fârisi
radhiyallahu ‘anhu bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ِ ‫الر ُج ُل ِإلَ ْي ِه َيدَ ْي ِه أ َ ْن َي ُردَّ ُه َما‬


‫ص ْف ًرا خَا ِئ َبتَي ِْن‬ َّ ‫ي ك َِري ٌم َي ْستَحْ ِيي ِإذَا َرفَ َع‬ ‫قَا َل ِإ َّن ه‬
ٌ ‫ّللاَ َح ِي‬

“Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala Maha pemalu lagi Maha pemurah terhadap
seorang hamba yang mengangkat kedua tangannya (berdoa), kemudian kedua tangannya
kembali dengan kosong dan kehampaan (tidak dikabulkan).”

3. Harus memiliki jiwa yang ikhlas.

4. Memulakan doa dengan pujian terhadap Allah subhanahu wa ta’ala, kemudian shalawat
dan salam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, selanjutnya bertawasul kepada
Allah subhanahu wa ta’ala dengan tawasul yang disyariatkan, seperti dengan bertauhid
kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan asma’ dan sifat Allah subhanahu wa ta’ala, dengan
amal shalih dan selainnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam


bersabda:
‫ رواه ابو داود‬. ‫شا َء‬ ‫ص ِلهي َعلَى النَّ ِب ه‬
َ ‫ي ِ ث ُ َّم يَدْع ُْو ِب َما‬ ِ ‫صلَّى أ َ َحد ُ ُك ْم فَ ْليَ ْبدَأْ ِبتَحْ ِم ْي ِد هللاِ َو الثَن‬
َ ‫َاء ث ُ َّم يُـ‬ َ ‫ِإذَا‬

“Apabila seseorang diantara kamu berdo’a, maka hendaklah ia mendahuluinya dengan


alhamdulillah dan puji-pujian lainnya, lalu bershalawat kepada Nabi dan kemudian ia berdo’a
dengan apa yang ia kehendakinya,” (HSR. Abu Daud).

5. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Berdo’alah kepada Tuhanmu, penuh rasa rendah
diri kepada-Nya, dan dengan suara pelan/ lembut, sebab Allah tidak senang kepada mereka
yang keterlaluan,” (QS. Al A’raf: 55).

Sebab suara pelan menunjukkan/ membuktikan ikhlasnya hati dalam berdo’a. Dan yang
dimaksud keterlaluan, yaitu dalam berdo’a atau lainnya, Ali mengingatkan, “Seyogyanya
orang berdo’a, tidak menuntut hal-hal yang tidak patut baginya, misalnya minta pangkat
kenabian, dan naik ke langit.”

6. Yakin bahwa Allah subhanahu wa ta’ala Maha mengabulkan doa selama tidak ada sesuatu
pun yang menghalangnya. Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ٍ ‫ّللاَ الَيَ ْست َِجيبُ د ُ َعا ًء ِم ْن قَ ْل‬


‫ب غَافِ ٍل الَ ٍه‬ َّ ‫إل َجاَبَ ِة َوا ْعلَ ُمواأَ َّن‬
ِ ‫ّللاَ َوا َ ْنت ُ ْم ُموقِنُونَ بِاْل‬
َّ ‫ادْعُوا‬

”Berdoalah kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan kalian yakin (akan) dikabulkan,
sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa (seorang hamba) yang hatinya alpa serta lalai.”
[rika/islampos/terjemahduratunnasihin/gusmardie/media-hamil]

Anda mungkin juga menyukai