Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I

PENDAHULUAN

Akhir-akhir ini banyak masyarakat yang resah akibat penyakit yang

ditularkan oleh akibat mengkonsumsi produk hewani. Salah satu penyakit yang

diresahkan tersebut adalah toksoplasmosis. Selain masyarakat umum, banyak para

dokter, dokter hewan ataupun ilmuwan yang mulai tertarik dengan keberadaan

dari penyakit tersebut baik untuk kesehatan hewan ataupun manusia1.

Akibat yang ditimbulkan tidak sedikit apabila ditinjau dari segi ekonomi

karena penyakit ini dapat menyebabkan terjadinya abortus ataupun sampai

kematian khususnya pada hewan domba dan hewan lain. Dari segi kesehatan

manusia parasit ini juga sangat berakibat fatal khususnya bagi ibu-ibu hamil,

anak-anak ataupun penderita imunocompromise. Diperkirakan bahwa 30-50 %

populasi manusia di dunia ini telah terinfeksi oleh toksoplasma dan secara klinik

mengandung kista walaupun tidak jelas dan lebih dari 1000 bayi yang lahir

terinfeksi oleh toksoplasma1,2.

Toksoplasmosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma

gondii. Parasit ini merupakan golongan protozoa dan hidup di alam bebas serta

bersifat parasit obligat. Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan pada limpa

dan hati hewan pengerat Ctenodactyles gondii di Sahara Afrika Utara.

Toksoplasma termasuk dalam phylum Apicomplexa, kelas Sporozoa dan subkelas

Coccidia. Parasit yang termasuk dalam phylum ini mempunyai tiga karakteristik

utama yaitu bersifat obligat intraseluler, siklus hidup yang komplek baik secara

1
2

seksual ataupun aseksual dan mempunyai host spesifik yang sangat tinggi. Genus

Toksoplasma hanya terdiri dari satu spesies yaitu Toxoplasma gondii, parasit ini

mempunyai sifat yang tidak umum dibandingkan dengan genus lain, diantaranya

dapat menginfeksi inang antara. Inang antara yang mudah terinfeksi antara lain

adalah hewan berdarah panas, manusia dan burung. Inang perantara dapat

terinfeksi oleh parasit ini dengan jalan menelan ookista yang infektif yang ada

dalam feses kucing (inang definitif), kista yang mengkontaminasi pada daging

khususnya daging babi dan kambing, ataupun melalui plasenta pada wanita

hamil3,4.
3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Toksoplasmosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh suatu protozoa

yang disebut Toxoplasma gondii12,3.

B. Etiologi

Siklus hidup dari Toxoplasma gondii pertama kali dikemukakan pada tahun

1970 dan sebagai inang definitif (penjamu) adalah kelompok famili Felidae

termasuk kucing. Hewan berdarah panas, manusia, dan unggas sebagai inang

perantara. Kucing merupakan golongan yang sangat penting untuk penularan

terjadinya toksoplasmosis pada hewan lain ataupun manusia. Parasit ini

ditularkan dengan tiga cara yaitu dengan cara kongenital yaitu melalui plasenta,

mengkonsumsi daging yang terkontaminasi oleh kista dan melalui kotoran asal

kucing yang mengandung ookista. Dalam siklus hidupnya pada phylum

Amplicomplexa mengenal 3 stadium yaitu stadium takizoit, stadium bradizoit,

dan stadium ookista4.

Stadium takozoit yaitu stadium multiplikasi aktif dari tropozoit dan

biasanya teramati pada infeksi akut. Stadium ini paling sering dijumpai pada

organ tubuh khususnya otak, otot daging, otot jantung dan mata. Stadium

bradizoit merupakan stadium dimana kista tidak aktif dan berada dalam jaringan

serta bersifat infektif dan stadium ketiga adalah stadium ookista yang berada

dalam kotoraran kucing. Dalam siklus hidupnya diperantarai oleh sel inang ke

3
4

intraselular inang dan kemudian melakukan multiplikasi. Parasit ini mempunyai

siklus hidup yang bersifat obligat dengan fase seksual dan aseksual. Siklus

seksual terjadi pada tubuh kucing dan siklus aseksual terjadi pada berbagai

inang antara yang sangat bervariasi4.

Gambar 2.1 Siklus Hidup Toxoplasma gondii.

C. Patogenesis

Toxoplasma gondii merupakan suatu parasit intraselular dan reproduksi

terjadi didalam sel. Kasus toksoplasmosis pada manusia didapat karena

mengkonsumsi jaringan yang mengandung kista yang ada pada daging yang

proses pemasakannya kurang sempurna atau daging mentah. Selain itu kontak
5

langsung dengan tanah atau air yang terkontaminasi oleh feses kucing yang

mengandung ookista yang secara tidak langsung kontak dengan makanan atau

minuman. Penularan bentuk lain adalah melalui plasenta ibu hamil yang

menderita toksoplasmosis. Bradizoit yang ada dalam jaringan ataupun tropozoit

yang lepas dari ookista akan melakukan penetrasi ke sel epitel usus dan

melakukan multiplikasi. Toxoplasma akan menyebar secara lokal pada

limfoglandula mesenterika usus dan melalui pembuluh limfe dan darah kemudian

menyebar ke seluruh organ. Sebelum organ lain menjadi rusak, nekrosis akan

terjadi lebih dahulu pada usus dan limfoglandula mesenterika, baru kemudian

terjadi fokal nekrosis terjadi pada organ lain.5

Gambaran klinis akan tampak segera setelah beberapa waktu jaringan

mengalami kerusakkan khususnya organ mata, jantung, dan kelenjar adrenal.

Kejadian nekrosis pada organ-organ tersebut diakibatkan oleh adanya

multiplikasi intraselular dari takizoit4. Di dunia 15-85% populasi anak – anak

secara kronis terinfeksi oleh toxoplasma, hal ini karena dipengaruhi oleh kondisi

geografi, temperatur ataupun kelembaban. Dengan adanya faktor kelembaban

dan temperatur yang sesuai ookista akan mampu bertahan beberapa bulan sampai

lebih dari satu tahun6. Lalat, cacing, kecoak dan serangga lain mungkin dianggap

sebagai agen mekanis dalam penyebaran parasit ini. Faktor lain yang

berpengaruh adalah umur, menurut penelitian yang dilakukan oleh Martin dalam

Lawrence tahun 1995, bahwa usia berpengaruh secara serologi pada orang yang

mengkonsumsi daging babi yang proses pemasakannya tidak sempurna dan pada

orang yang selalu menangani daging mentah7,8.


6

Gambar 2.2 Pola Penyebaran Infeksi Pada Toksoplasmosis.

Tingkat mortalitas dan morbiditas dari parasit ini cukup tinggi pada pasien

yang menderita imunocompromise ( AIDS, kanker, transplantasi ) dan pada anak-

anak yang tertular melalui ibunya. Kondisi yang muncul pada penderita
7

imunocompromise tersebut biasanya berupa peradangan selaput otak ataupun

adanya abses yang sifatnya multiganda3.

D. Manifestasi Klinis

Pada 80-90 % penderita toksoplasmosis tidak menunjukkan gejala sama

sekali (asimptomatik). Pada beberapa penderita biasanya didapatkan adanya

perbesaran kelenjar getah bening di bagian leher (cervical lymphadenopathy).

Beberapa penderita juga dapat mengalami sakit kepala, demam (biasanya di

bawah 40 0C), lemah, dan lesu. Sebagian kecil penderita mungkin mengalami

nyeri otot (mialgia), nyeri tenggorokan, nyeri pada bagian perut, dan kemerahan

pada kulit. Gejala-gejala tersebut dapat menghilang dalam waktu beberapa

minggu, kecuali perbesaran kelenjar getah bening di bagian leher yang dapat

bertahan selama beberapa bulan. Jika penyakit berlanjut maka dapat

menimbulkan komplikasi berupa radang paru (pneumonia), radang pada jaringan

otot jantung (miokarditis), radang pada selaput luar jantung (perikarditis), dan

lainnya9.

Bayi yang dikandung oleh ibu yang menderita toksoplasmosis mempunyai

risiko yang tinggi untuk menderita toksoplasmosis kongenital. Anak dengan

toksoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala kelainan neurologis seperti

hidrosefalus, mikrosefalus, retardasi mental dan kelainan pada mata

(korioretinitis). Selain itu dapat juga terjadi gangguan pada saat kehamilan dan

persalinan berupa abortus, lahir mati, atau lahir cacat9.

Gejala klinis yang khas dikenal dengan istilah Triad Klasik yang meliputi

hidrosefalus, retinikoroiditis dan kalsifikasi intrakranial dan jika disertai dengan


8

kelainan psikomotorik disebut Tetrade Sabin. Toksoplasmosis yang didapat lebih

ringan meskipun infeksinya sendiri banyak terjadi. Gejala kinis berupa kelainan

mata uveitis dan koroidorenitis, atau kelainan sistem limpatik (limpadenopati)10.

Pada infeksi akut di retina ditemukan reaksi peradangan fokal dengan edema

dan infiltrasi leukosit yang dapat menyebabkan kerusakan total dan proses

penyembuhan menjadi parut (sikatriks) dengan atrofi retina dan koroid disertai

pigmentasi. Gejala susunan saraf pusat sering meninggalkan gejala sisa seperti

retardasi mental dan motorik7,8.

Pada anak yang lahir prematur, gejala klinis biasanya lebih berat daripada

yang lahir cukup bulan, yaitu disertai adanya hepatosplenomegali, ikterus,

limfadenopati, dan kelainan susunan saraf pusat. Sekitar 60 % bayi yang terinfeksi

dalam rahim ternyata asimptomatik pada kelahiran seperti yang didapatkan pada

penelitian prospektif yang dilakukan oleh Desmonts dan Couvreur di Paris.

Selebihnya yaitu 40 % mengalami abortus, lahir mati, simtomatik dan banyak

yang lahir prematur9,10.

Toksoplasmosis akuista yang terjadi pada orang dewasa biasanya tidak

diketahui karena jarang sekali menimbulkan gejala, kecuali pada penderita

defisiensi kekebalan (imunocompromise) seperti pada penderita karsinoma,

leukemia atau penyakit lain yang diberi pengobatan kortikosteroid dosis tinggi

atau radiasi. Pada keadaan ini gejala klinis dapat menjadi menifestasi gejala klinis

toksoplasmosis yang berat karena adanya defisiensi kekebalan10.


9

E. Diagnosis

Diagnosis toksoplasmosis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dari gejala

klinis, pemeriksaan darah atau jaringan tubuh penderita, dan pemeriksaan

serologis. Diagnosis dari gejala klinis terkadang sulit, dikarenakan sebagian besar

penderita tidak menunjukkan gejala apapun (asimptomatik). Diagnosis dapat

ditegakkan jika ditemukan parasit di dalam jaringan atau cairan tubuh penderita.

Hal ini dilakukan dengan cara menemukan secara langsung parasit yang diambil

dari cairan serebrospinal, atau hasil biopsi jaringan tubuh yang lainya4.

Pemeriksaan langsung dapat dilakukan dengan cara melihat adanya dark spot

pada retina, melakukan pemeriksaan darah untuk melihat apakah parasit sudah

menyebar melalui darah dengan melihat perubahan yang terjadi pada gambaran

darahnya, serta bisa menggunakan CT scan, MRI untuk menemukan lesi akibat

parasit tersebut. Pemeriksaan juga bisa dilakukan dengan biopsi dan dari sample

biopsi tersebut bisa dilakukan pengujian dengan menggunakan PCR, isolasi pada

hewan percobaan ataupun pembuatan preparat hispatology9. Namun diagnosis

berdasarkan penemuan parasit secara langsung jarang dilakukan karena kesulitan

dalam hal pengambilan spesimen yang akan diteliti. Pemeriksaan serologis

dilakukan dengan dasar bahwa antigen toksoplasma akan membentuk antibodi

yang spesifik pada serum darah penderita8.

Metode diagnosa lain yang sering digunakan adalah dengan menggunakan

indirect haemaglutination (IHA), immunoflourrescence (IFTA), ataupun dengan

enzym link immuno sorbant assay (Elisa), atau dengan pemeriksaan laboratorium
10

berupa pemeriksaan antibodi spesifik toksoplasma dengan IgM, IgG, dan IgG

affinity8,10.

F. Pencegahan

Infeksi transplasenta dari janin telah lama sebagai cara penularan. Hewan

kucing dikaitkan dengan penularan parasit ke manusia. Infeksi ditularkan oleh

suatu okista yang menyerupai isospora yang hanya terdapat dalam tinja kucing

dan sejenisnya. Binatang pengerat kelihatannya juga memegang peranan pada

penularan, karena binatang ini mengandung kista infektif dalam jaringan yang

dapat dimakan oleh kucing. Tindakan untuk mengurangi kontak antara manusia

dan tinja kucing jelas penting dalam pengawasan, khususnya bagi wanita yang

hamil dengan tes serologik negatif. Karena ookista biasanya memerlukan waktu

48 jam untuk menjadi infektif, maka pembersihan kotoran kucing setiap hari dan

pembuangannya pada tempatnya dapat mencegah penularan.

Pada wanita hamil, terutama mereka yang pernah berhubungan dengan

kucing. Kucing harus dijaga agar tidak berburu dan diheri makanan kering,

makanan kaleng atau makanan matang saja. Hati-hati pada saat mencuci tempat

kotoran kucing dan hendaknya memakai sarong tangan10.

Suatu sumber yang sama penting bagi kontak manusia ialah daging mentah

atau yang dimasak kurang matang, terutama daging babi dan domba, dimana

sering ditemukan kista jaringan yang infeksi. Manusia dan mamalia lain dapat

terkena infeksi ookista dalam tinja kucing maupun kista jaringan dalam daging

mentah atau matang. Tindakan selanjutnya adalah mengenai riwayat hidup sehat

dan epidemiologik toksoplasmosis dapat memberikan perbaikan pengawasan.


11

Pendidikan kesehatan tentang toksoplasmosis dan skrining antibodi anti

toksoplasma sangat dianjurkan terutama bagi ibu yang hamil atau yang akan

hamil4,10.

Dalam penatalaksanaan ini meliputi bagaimana cara pencegahan dan

pengobatan terhadap toksoplasmosis. Untuk pencegahan terhadap toksoplasmosis

antara lain dengan1,2,4,10.

1. Memasak daging hingga matang untuk meminimalkan parasit

toxoplasma.
2. Menghindari kontak langsung dengan tanah yang berpotensi sebagai

tempat ookista.
3. Hindari kontaminasi silang antara bahan mentah dengan bahan

makanan yang telah matang.


4. Membiasakan mencuci sayur dan buah yang akan dikonsumsi.
5. Membersihkan tangan dengan sabun setelah mempersiapakan daging

mentah untuk dimasak.


6. Membuang feses kucing dari kandang kucing setiap hari untuk

mencegah ookista sporulasi.


7. Melakukan disinfeksi kandang kucing dengan menggunakan air

mendidih.
8. Tidak memberikan kucing daging mentah.

G. Pengobatan

Kebanyakan penderita toksoplasmosis dapat sembuh tanpa diberikan

pengobatan. Pada beberapa penderita dengan gejala toksoplasmosis yang berat


12

atau penderita toksoplasmosis dengan penurunan sistem kekebalan tubuh, maka

diperlukan pengobatan dengan kombinasi antibiotik pirimetamin dan sulfadiazine.

Pengobatan biasanya diberikan dalam jangka waktu 3-6 minggu.

Pada ibu hamil dengan toksoplasmosis biasanya diberikan terapi dengan antibiotik

spiramisin. Pengobatan ini diharapkan dapat mengatasi infeksi toksoplasma pada

ibu serta mengurangi risiko terjadinya toksoplasmosis kongenital pada bayi9.

Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi pirimetamine

dengan sulfadiazine. Kombinasi ke dua obat ini secara sinergis akan menghambat

siklus p-amino asam benzoat dan siklus asam folat. Dosis yang dianjurkan untuk

pirimetamin ialah 25-50 mg per hari selama sebulan dan sulfadiazine dengan dosis

2.000-6.000 mg sehari selama sebulan. Karena efek samping obat tadi ialah

leukopenia dan trombositopenia, maka dianjurkan untuk menambahkan asam folat

dan yeast selama pengobatan. Trimetophrim juga temyata efektif untuk

pengobatan toksoplasmosis tetapi bila dibandingkan dengan kombinasi antara

pirimetamin dan sulfadiazine, ternyata trimetophrim masih kalah efektifitasnya8.

Pirimetamin dan sulfonamid bekerja secara sinergistik. Walaupun secara

klinis tidak boleh perbaikan atau kesembuhan dengan pemberian dua macam obat

ini, parasit dalam kista masih tetap ada, dan menyebabkan infeksi aktif kembali.

Pengobatan pada toksoplasmosis akut yang tidak menujukkan gejala klinis tidak

diperlukan, tetapi bila ada gejala klinis atau retinokoroiditis akut atau bila ada

defisiensi kekebalan, pengobatan harus diberikan. Pirimetamin mempunyai efek

teratogenik, sebaiknya tidak diberikan pada orang hamil10.


13

Spiramisin adalah antibiotik "macrolide" yang kurang toksik dibandingkan

dengan pirimetamin dan sulfonamid. Obat ini tidak dapat melalui plasenta.

Klindamisin adalah obat baru yang efektif, tetapi dapat menimbulkan efek

samping seperti kolitis pseudomembranosa5,10.

Spiramicin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi efek

sampingnya kurang bila dibandingkan dengan obat-obat sebelumnya. Dosis

spiramicin yang dianjurkan ialah 2-4 gram sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali

pemberian. Beberapa peneliti menganjurkan pengobatan wanita hamil trimester

pertama dengan spiramicin 2-3 gram sehari selama seminggu atau 3 minggu

kemudian disusul 2 minggu tanpa obat. Demikian berselang seling sampai

sembuh. Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan gejala klinis jelas dan

terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toksoplasmosis10


14

BAB III

KESIMPULAN

Toksoplasmosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh suatu protozoa

yang disebut Toxoplasma gondii. Sekitar 80-90 % penderita toksoplasmosis tidak

menunjukkan gejala sama sekali (asimptomatik). Namun pada penderita yang

mengalami defisiensi kekebalan (imunocompromise), gejala klinisnya dapat

menjadi menifestasi gejala klinis toksoplasmosis yang berat. Diagnosis

toksoplasmosis dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu dari gejala klinis,

pemeriksaan darah atau jaringan tubuh penderita, dan pemeriksaan serologis.

Penderita toksoplasmosis dapat sembuh sendiri tanpa diberikan pengobatan.

Untuk penderita dengan gejala toksoplasmosis yang berat atau penderita

toksoplasmosis dengan penurunan sistem kekebalan tubuh, maka diperlukan

pengobatan dengan kombinasi antibiotik pirimetamin dan sulfadiazine. Dalam hal

pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga kebersihan, mencuci

tangan setelah memegang daging mentah, menghindari feces kucing pada waktu

membersihkan halaman atau berkebun. Memasak daging minimal pada suhu 66°C

atau dibekukan pada suhu –20°C.

14
15

DAFTAR PUSTAKA

1. Dabritz HA, Conrad PA. 2010. Cats and Toxoplasma: implications for public
health. Zoonoses Public Health57: 34–52

2. Anonim, 2001. Toxoplasmosis Public health Education Information Sheet.


March of Dimer. Ask NOAH About : Pregnancy Fact Sheet WHO.

3. Sciammarella J, 2001. Toxoplasmosis, Medicine Journal. 2(9):1-10.

4. Smith JE and Rebuck N, 2000. Toxoplasma gondii Strain Variation and


Phatogenecity. In. Microbial Foodborne disease. Cary JW, JE linz and D.
Bhatnagar (Eds). Technomic Co. Inc. USA. P. 405-431

5. Gandahusada S. dkk, Parasitologi Kedokteran. Fakultas Kedokteran


Universitas Indonesia. Jakarta. 2000

6. Lawrence V, 1999. Toxoplasmosis and Raw Meat.


http://www.he.net/virginia/00000035.htm

7. Lopez A, Dietz VJ, Wilson M, Navin TR, Jones JL. 2000. Preventing
congenital toxoplasmosis. MMWR Recommend. Rep. 49 (RR-2): 59–68.

8. Jones JL et al. congenital toxoplasmosis: a review. Obstretical and


gynecological survey. Lippincot Williams and Wilkins, Inc. 2001; 296-306. 3.

9. Jones J, Adriana Lopez, Marianna Wilson. Congenital toxoplasmosis.


American family physician. 2013; 2145-6.

10. Rasmaliah. 2008. Toksopalsmosis dan Upaya Pencegahannya. FKM USU.

11. Tjay, TH, Rahardja K. Obat-obat Penting. PT Elex Media Komputindo. .


Jakarta, 2002 : 312-13

12. Iwan, D. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Maknana, Jakarta 2000.

Anda mungkin juga menyukai

  • Hafizian (1)
    Hafizian (1)
    Dokumen2 halaman
    Hafizian (1)
    Muhammad Rizky Tri Aditya
    Belum ada peringkat
  • PPK Kulit
    PPK Kulit
    Dokumen19 halaman
    PPK Kulit
    Muhammad Rizky Tri Aditya
    Belum ada peringkat
  • PPK Pulmo
    PPK Pulmo
    Dokumen22 halaman
    PPK Pulmo
    Muhammad Rizky Tri Aditya
    100% (1)
  • PPK THT
    PPK THT
    Dokumen28 halaman
    PPK THT
    Muhammad Rizky Tri Aditya
    Belum ada peringkat
  • PPK Mata
    PPK Mata
    Dokumen24 halaman
    PPK Mata
    Muhammad Rizky Tri Aditya
    Belum ada peringkat
  • PPK Anak
    PPK Anak
    Dokumen24 halaman
    PPK Anak
    Muhammad Rizky Tri Aditya
    Belum ada peringkat
  • Panduan Kredensial (Dokter)
    Panduan Kredensial (Dokter)
    Dokumen26 halaman
    Panduan Kredensial (Dokter)
    Muhammad Rizky Tri Aditya
    100% (1)
  • Jadwal DPJP Bulan Agustus
    Jadwal DPJP Bulan Agustus
    Dokumen7 halaman
    Jadwal DPJP Bulan Agustus
    Muhammad Rizky Tri Aditya
    Belum ada peringkat