Anda di halaman 1dari 11

BAB II

ISI

2.1 DEFINISI

Kematian janin dalam kandungan disebut Intra Uterin Fetal


Death (IUFD), yakni kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih
dari 20 minggu atau pada trimester kedua dan atau yang beratnya 500
gram. Jika terjadi pada trimester pertama disebut keguguran atau
abortus.

Ada juga pendapat lain yang mengatakan kematian janin dalam


kehamilan adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum proses
persalinan berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau
berat janin 1000 gram ke atas.

2.2 KLASIFIKASI

Kematian janin dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu:

1. Golongan I: kematian sebelum massa kehamilan mencapai 20


minggu penuh

2. Golongan II: kematian sesudah ibu hamil 20-28 minggu

3. Golongan III: kematian sesudah masa kehamilan >28 minggu


(late fetal death)

4. Golongan IV: kematian yang tidak dapat digolongkan pada


ketiga golongan di atas.

2.3 ETIOLOGI

1) Fetal, penyebab 25-40%

1) Anomali/malformasi kongenital mayor : Neural tube defek,


hidrops, hidrosefalus, kelainan jantung congenital

2) Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan.

Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru


terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi.
Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih
dalam kandungan. Selain biayanya mahal, juga sangat
berisiko. Karena harus mengambil air ketuban dari plasenta
janin sehingga berisiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir
prematur.

3) Kelainan kongenital (bawaan) bayi

Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops


fetalis, yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika
akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa
menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi
sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung
sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi
kelainan pada paru-parunya.

4) Janin yang hiperaktif

Gerakan janin yang berlebihan -apalagi hanya pada satu


arah saja- bisa mengakibatkan tali pusat yang
menghubungkan ibu dengan janin terpelintir. Akibatnya,
pembuluh darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun
nutrisi melalui plasenta ke janin akan tersumbat. Tak hanya
itu, tidak menutup kemungkinan tali pusat tersebut bisa
membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi
sulit bergerak. Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir
atau tersimpul tidak bisa terdeteksi. Sehingga, perlu
diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa saat hamil.

5) Infeksi janin oleh bakteri dan virus

2) Placental, penyebab 25-35%

1) Abruption, Solusio plasenta

2) Kerusakan tali pusat

3) Infark plasenta

4) Infeksi plasenta dan selaput ketuban

5) Intrapartum asphyxia
6) Plasenta Previa

7) Twin to twin transfusion S

8) Chrioamnionitis

9) Perdarahan janin ke ibu

3) Maternal, penyebab 5-10%

a) Antiphospholipid antibody

b) DM

c) Hipertensi

d) Trauma

e) Abnormal labor

f) Sepsis

g) Acidosis/ Hypoxia

h) Ruptur uterus

i) Postterm pregnancy

j) Obat-obat

k) Thrombophilia

l) Cyanotic heart disease

m) Epilepsy

n) Anemia berat

o) Kehamilan lewat waktu (postterm)

Kehamilan lebih dari 42 minggu. Jika kehamilan telah


lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga
fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan
nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi
sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap
masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi
melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus
arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka
kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi.
Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan
akhir kehamilan melalui USG.

4) Sekitar 10 % kematian janin tetap tidak dapat


dijelaskan.Kesulitan dalam memperkirakan kausa kematian janin
tampaknya paling besar pada janin preterm.

2.4 MANISFESTASI KLINIK

a) DJJ tidak terdengar

b) Uterus tidak membesar, fundus uteri turun

c) Pergerakan anak tidak teraba lagi oleh pemeriksa

d) Palpasi anak menjadi tidak jelas

e) Reaksi biologis menjadi negatif setelah anak mati kurang lebih


10 hari.

f) Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan


Hypofibrinogenemia 25%.

2.5 FAKTOR RESIKO

a) Status sosial ekonomi rendah

b) Tingkat pendidikan ibu yang rendah

c) Usia ibu >30 tahun atau <20 tahun

d) Partias pertama dan partias kelima atau lebih

e) Kehamilan tanpa pengawasan antenatal

f) Kehamilan tanpa riwayat pengawasan kesehatan ibu yang


inadekuat

g) Riwayat kehamilan dengan komplikasi medik atau obstetrik

2.6 PATOFISIOLOGI

I. Patologi
Bila janin mati dalam kehamilan yang telah lanjut terjadilah
perubahan- perubahan sebagai berikut :

a) Rigor mostis (tegang mati)

Berlangsung 2,5 jam setelah mati, kemudian lemas


kembali.

b) Stadium maserasi I

Timbul lepuh-lepuh pada kulit, mula-mula terisi


cairan jernih tapi kemudian menjadi merah. Stadium
ini berlangsung 48 jam setelah mati.

c) Stadium maserasi II

Lepuh-lepuh pecah dan mewarnai air ketuban


menjadi merah coklat, stadium ini berlangsung 48
jam setelah anak mati.

d) Stadium maserasi III

Terjadi kira-kira 3 minggu setelah anak mati. Badan


janin sangat lemas, hubungan antara tulang-tulang
sangat longgar dan terdapat oedem dibawah kulit.

Kematian janin dapat terjadi akibat gangguan


pertumbuhan janin, gawat janin atau kelainan bawaan
atau akibat infeksi yang tidak terdiagnosis
sebelumnya sehingga tidak diobati.

2.7 PENEGAKAN DIAGNOSIS

A. Anamnesis

a) Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa


hari atau gerakan janin sangat berkurang.

b) Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar,


bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti
biasanya.

c) Ibu belakangan ini merasa perutnya sering menjadi


keras dan merasakan sakit seperti mau melahirkan.
d) Penurunan berat badan

e) Perubahan pada payudara atau nafsu makan

f) Pemeriksaan Fisik

g) Inspeksi

 tidak kelhiatan gerakan-gerakan janin, yang


biasanya dapat terlihat terutama pada ibu
yang kurus

 Penurunan atau terhentinya peningkatan


bobot berat badan ibu

 Terhentinya perubahan payudara

B. Palpasi

 Tinggi fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua


kehamilan ; tdak teraba gerakan- gerakan janin

 Dengan palpasi yang teliti dapat dirasakan adanya


krepitasi pada tulang kepala janin.

C. Auskultasi

baik memakai stetoskop monoral maupun doptone tidak


akan terdengan denyut jantung janin

D. Pemeriksaan Lab

 reaksi biologis negative setelah 10 hari janin mati

 hipofibrinogenemia setelah 4-5 minggu janin mati

E. Pemeriksaan Tambahan

 Ultrasound: - gerak anak tidak ada

 denyut jantung anak tidak ada

 tampak bekuan darah pada ruang jantung janin

 X-Ray :
a. Spalding¡’s sign (+) : tulang-tulang tengkorak
janin saling tumpah tindih, pencairan otak dapat
menyebabkan overlapping tulang tengkorak.

b. Nanjouk¡’s sign (+) : tulang punggung janin


sangat melengkung

c. Robert¡’s sign (+) : tampak gelembung-


gelembung gas pada pembuluh darah besar. Tanda
ini ditemui setelah janin mati paling kurang 12
jam

d. Adanya akumulasi gas dalam jantung dan


pembuluh darah besar janin

2.8 KOMPLIKASI
1. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak
menghasilkan tromboplastin masuk kedalam peredaran darah ibu.
Pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh
trombosit terjadi pembekuan darah yang meluas biasa pada 4-5 minggu
sesudah IUFD
2. Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700mg %. Akibat
kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik post partum. Prtus
biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.
3. Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu
kematian janin yang dikandungnya.

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. USG
(a) Gerak anak tidak ada
(b) Denyut jantung janin tidak ada
(c) Tampak bekuan darah pada ruang jantung janin

2.10 PENATALAKSANAAN

1) Bila disangka telah terjadi kematian janin dalam rahim tidak


usah terburu-buru bertindak, sebaiknya diobservasi dulu
dalam 2-3 minggu untuk mencari kepastian diagn

2) Biasanya selama masih menunggu ini 70-90 % akan terjadi


persalinan yang spontan
3) Jika pemeriksaan Radiologik tersedia, konfirmasi kematian
janin setelah 5 hari. Tanda-tandanya berupa overlapping
tulang tengkorak, hiperfleksi columna vertebralis, gelembung
udara didalam jantung dan edema scalp.

4) USG merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik


untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya
menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan, tidak ada denyut
jantung janin, ukuran kepala janin dan cairan ketuban
berkurang.

5) Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien.


Sebaiknya pasien selalu didampingi oleh orang terdekatnya.
Yakinkan bahwa kemungkinan besar dapat lahir pervaginam.

6) Pilihan cara persalinan dapat secara aktif dengan induksi


maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan
keluarganya sebelum keputusan diambil.

7) Bila pilihan penanganan adalah ekspektatif maka tunggu


persalinan spontan hingga 2 minggu dan yakinkan bahwa 90
% persalinan spontan akan terjadi tanpa komplikasi

8) Jika trombosit dalam 2 minggu menurun tanpa persalinan


spontan, lakukan penanganan aktif.

9) Jika penanganan aktif akan dilakukan, nilai servik yaitu

 Jika servik matang,lakukan induksi persalinan dengan


oksitosin atau prostaglandin.

 Jika serviks belum matang, lakukan pematangan


serviks dengan prostaglandin atau kateter foley,
dengan catatan jangan lakukan amniotomi karena
berisiko infeksi

 Persalinan dengan seksio sesarea merupakan alternatif


terakhir

10) Jika persalinan spontan tidak terjadi dalam 2 minggu,


trombosit menurun dan serviks belum matang, matangkan
serviks dengan misoprostol:
 Tempatkan mesoprostol 25 mcg dipuncak vagina,
dapat diulang sesudah 6 jam

 Jika tidak ada respon sesudah 2x25 mcg misoprostol,


naikkan dosis menjadi 50mcg setiap 6 jam. Jangan
berikan lebih dari 50 mcg setiap kali dan jangan
melebihi 4 dosis.

11) Jika ada tanda infeksi, berikan antibiotika untuk metritis.

12) Jika tes pembekuan sederhana lebih dari 7 menit atau bekuan
mudah pecah, waspada koagulopati

13) Berikan kesempatan kepada ibu dan keluarganya untuk


melihat dan melakukan kegiatan ritual bagi janin yang
meninggal tersebut.

14) Pemeriksaan patologi plasenta adalah untuk mengungkapkan


adanya patologi plasenta dan infeksi

15) Bila setelah 3 minggu kematian janin dalam kandungan atau


1 minggu setelah diagnosis. Partus belum mulai maka wanita
harus dirawat agar dapat dilakukan induksi persalinan

16) Induksi partus dapat dimulai dengan pemberian esterogen


untuk mengurangi efek progesteron atau langsung dengan
pemberian oksitosin drip dengan atau tanpa amnioto.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Intra Uterin Fetal Death (IUFD), yakni kematian yang terjadi


saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua dan
atau yang beratnya 500 gram. pendapat lain yang mengatakan kematian
janin dalam kehamilan adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum
proses persalinan berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu ke atas
atau berat janin 1000 gram ke atas.
Penyebab dari kematian janin intra uterine yang tidak dapat
diketahui sekitar 25-60%, insiden meningkat seiring dengan peningkatan
usia kehamilan. Pada beberapa kasus yang penyebabnya teridentifikasi
dengan jelas, dapat dibedakan berdasarkan penyebab dari faktor janin,
maternal dan patologi dari plasenta.

3.2 SARAN

1. Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan lebih mendalami kembali teori


persalinan dan IUFD sehingga dapat memberikan asuhan
kebidanan yang tepat dan efektif sesuai dengan teori yang ada.
Dengan praktik kebidanan ini mahasiswa dapat menggali dan
mendapatkan pengalaman hendaknya lebih aktif selama berada
di lahan praktek.

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, Gary, dkk.2006. Obstetri William ed.21.


Jakarta.EGC

Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC


Prawiroharjo,
Sarwono.2003.IlmuKebidanan.Jakarta.Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan


ed.4 vo1. Jakarta.EGC

Anda mungkin juga menyukai