BAB I
STATUS PENDERITA
1
Pendahuluan
Laporan ini dibuat berdasarkan kasus yang diambil dari seorang penderita demam
tifoid, berjenis kelamin perempuan dan berusia 29 tahun. Penderita merupakan salah
satu dari penderita demam tifoid dengan berbagai permasalahan yang dihadapi, tidak
hanya dari segi biomedis melainkan juga segi psikologis, serta sosioekonomi.
Identitas Penderita
Nama : Ny. D
Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pegawai Perusahaan farmasi
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah (satu anak)
Agama : Islam
Alamat : Jl. Terusan Kembang Turi, Lowok waru
Suku :-
Tanggal Periksa : 29 September 2011
Identitas suami
Nama : Tn. K
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki- laki
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Anamnesis
1. Keluhan Utama : Nyeri perut
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
2
Nyeri dikeluhkan pada perut bagian kanan atas dan ulu hati (epigastrium), nyeri
seperti terplintir, nyeri dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Demam (+) sejak 1
minggu yang lalu sore sampai malam, saat masih bekerja di Surabaya. Badan
lemas (+), mual (+), muntah (+), badan terasa sakit semua (pegal linu). Pada
waktu demam di Surabaya, pasien membeli obat di apotik, akan tetapi tetap tidak
membaik. Pasien memutuskan memeriksakan diri ke dokter yang kemudian
melakukan pemeriksaan tes darah lengkap dan tes widal yang akhirnya oleh
dokter didiagnosa typhoid fever. Setelah itu pasien dijemput keluarga kemudian
pulang ke Malang dan mengambil cuti sakit di perusahaanya untuk melakukan
rawat inap di RSI. Sebelum pasien melakukan rawat inap di RSI pasien
meminum ramuan yang dibuatkan oleh keluarga yaitu air rendaman cacing
kering dan labu putih yang menurut pasien merupakan obat demam tifoid,
sehingga pasien sudah merasa tidak panas, tapi perutnya masih tetap sakit.
3
a. Riwayat Keluarga dengan Sakit Serupa : Tidak ada
5. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat Merokok : Tidak pernah
4
Hubungan Ny. D dan keluarga terjalin baik, terjalin komunikasi yang lancar,
saling mendukung dan saling pengertian. Hubungan Ny. D dengan ayah ibu serta
mertua terjalin baik.
7. Riwayat Gizi :
Kesan gizi cukup, penderita mengaku jarang makan, karena malas, penderita
makan 2x sehari (nasi, tempe, tahu, sayur, daging jarang, ikan), buah sering, susu
(-).
Anamnesis Sistem
1. Kulit : Warna kulit kuning, pucat (-), gatal (-), kering maupun mengelupas
(-).
2. Kepala : Pusing (-), sakit kepala (-) rambut kepala rontok (-), luka (-),
benjolan (-).
6. Mulut : sariawan (-), mulut kering (-), lidah terasa pahit (-), lidah kotor (-)
10. Gastrointestinal : mual (+), muntah(+), diare (-), nyeri perut kanan atas
RUQ (+), BAB 1xsehari
11. Genitourinaria : BAK tidak ada keluhan, warna kuning jumlah dalam batas
normal.
5
12. Neurologik : lumpuh (-), kaki kesemutan(-), kejang (-)
13. Psikiatrik : emosi stabil (+), mudah marah (-)
14. Muskolokeletal : kaku sendi (-), nyeri sendi pinggul (-), nyeri tangan dan
kaki (-), nyeri otot (+).
15. Ekstremitas atas : bengkak (-), sakit (-), telapak tangan pucat (-), kebiruan
(-), luka (-), telapak tangan pucat (-)
16. Ekstremitas bawah : bengkak (-), sakit (-), telapak tangan pucat (-), kebiruan
(-), luka (-),telapak tangan pucat (-)
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : tampak lemah, kesan gizi cukup, composmentis
GCS E4 V5 M6
Nadi : 66 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,5 °C
Antroprometri :
○ BB : 56 kg
○ TB : 155 cm
3. Kulit : warna agak kuning (sawo muda), turgor baik, ikterik (-),
sianosis (-), pucat (-), spider nevi (-), petechie (-), eritem
(-), venektasi (-)
6
4. Kepala : Bentuk mesocephal, luka (-), rambut mudah dicabut (-),
keriput (-), kelainan mimik wajah/bells palsy (-), papul
(-), nodul (-), makula (-)
5. Mata : conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), warna
kelopak putih, refleks cahaya (+/+), radang (-/-),
eksoftalmus (-), strabismus (-)
6. Hidung : nafas cuping hidung (-), rhinorrhea (-), epistaksis (-),
deformitas hidung (-), hiperpigmentasi (-), saddle nose (-)
7. Mulut : mukosa bibir pucat (-), sianosis bibir (-), bibir kering (-),
gusi berdarah (-) lidah kotor (+), tepi lidah hiperemis (-),
papil lidah atrofi(-)
8. Telinga : membrane timpani intak, otorrhea (-), pendengaran
berkurang (-), nyeri tekan mastoid (-), cuping telinga
normal, serumen (-)
9. Tenggorokan : Tonsil membesar (-), pharing hiperemis (-),
10. Leher : lesi kulit (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
kelenjar limfe (-), deviasi trakea (-), tortikolis (-)
11. Thorax : bentuk normal, simetris, pernafasan thoracoabdominal,
retraksi suprasternal (-), retraksi sela iga (-), spidernevi
(-), sela iga melebar (-), massa (-), krepitasi (-), kelainan
kulit (-), nyeri (-)
Cor:
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak tampak
Perkusi : Batas kiri atas : ICS II Linea para sternalis sinistra
Batas kanan atas : ICS II Linea para sternalis dekstra
Batas kiri bawah : ICS V medial lineo medio clavicularis sinistra
Batas kanan bawah : ICS IV linea para sternalis dekstra
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-)
Suara tambahan jantung : (-)
7
Pulmo :
Statis (depan dan belakang)
Inspeksi : bentuk normal, pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/.+), suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi
(-/-), stridor (-)
Dinamis (depan dan belakang)
Inspeksi : pergerakan dada kanan sama dengan dada kiri,irama regular, otot bantu
nafas (-), pola nafas abnormal (-), usaha bernafas normal.
Palpasi : fremitus raba kiri sama dengan kanan
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/.+), suara tambahan : wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
12. Abdomen :
Inspeksi : datar/sejajar dinding dada, venektasi (-), massa (-), bekas jahitan (-)
Palpasi : supel, defense muskuler (-), nyeri epigastrium (+), nyeri RUQ (+),
hepar dan lien tidak teraba, turgor baik, massa (-), asites (-)
Perkusi : timpani seluruh lapangan perut
Auskultasi : peristaltik (+) normal
- -
- -
8
Akral dingin Oedema
N N
fungsi motorik :
5 5
5 5
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah lengkap
Tanggal 28 September 2011 (di Surabaya).
9
Hb : 13.7 g/dL (12- 16 mg/dL)
Leukosit : 4.900 µL (4-10 ribu mg/dL)
LED : 49 mm/jam (2-20 mm/jam)
Trombosit : 151.000 µL (150- 400 ribu )
PCV : 40.7 % (37- 48 %)
Eritrosit : 4.48 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3
Hitung jenis : 0/0/2/64/25/9 lapang pandang
Pemeriksaan Immunologi : - Thypus O: +1/80 (-)
- Thypus H : +1/320 (-)
- Parathypus A: - (-)
- Parathypus B : + 1/160 (-).
Tanggal 29 September 2011
Hb : 14.5 g/dL (12- 16 mg/dL)
Leukosit : 5.500 µL (4-10 ribu mg/dL)
LED : - mm/jam (2-20 mm/jam)
Trombosit : 144.000 µL (150- 400 ribu )
PCV : 45.7 % (37- 48 %)
Eritrosit : 5.09 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3)
Hitung jenis : 1/5/-/42/41/11 lapang pandang
Pemeriksaan Immunologi : - Thypus O: - (-)
- Thypus H : +1/320 (-)
- Parathypus A: - (-)
- Parathypus B : + 1/160 (-).
Resume
Sekitar 1 minggu yang lalu pasien mengalami demam tinggi, demam terutama
pada sore hingga malam hari. Pasien juga merasakan nyeri perut RUQ dan
epigastrium, nyeri seperti terpelintir dengan kuantitas sangat nyeri, lemah badan,
badan terasa sakit semua, mual dan muntah tiap malam, sejak 1 minggu yang lalu.
sakit seperti di tusuk- tusuk, dengan kualitas nyeri yang sangat. Pada waktu sakit di
Surabaya pasien membeli sendiri obat penurun demam di warung, tapi tidak kunjung
10
membaik, akhirnya memutuskan untuk periksa ke dokter praktek dan melakukan
pemeriksaan laboratorium yang hasilnya positif demam tifoid. Kemudian pasien di
jemput oleh keluarga untuk dibawa pulang ke malang dan melakukan rawat inap di
RSI dengan izin cuti sakit dari perusahaannya. Pasien berobat dengan dana jamsostek
dari perushaannya. Sebelumny pasien di berikan ramuan cacing dan labu putih oleh
keluarganya karena dipercaya dapat menurunkan gejala panas dan demam tifoid.
Riwayat penyakit dahulu pasien menderita gastritis yang telah lama (pasien lupa
kapan awalnya). Tidak terdapat riwayat sakit serupa di keluarganya, tetapi ibu pasien
juga mempunyai penyakit infeksi lambung. Dari pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum tampak lemah, composmentis, kesan gizi cukup. Tanda vital memberi
kesan BMI dalam batas normal, tensi 110/80 mmHg, status lokalis nyeri dirasakan
pada RUQ dan epigastrium. Pemeriksaan laboratorium didapatkan jumlah trombosit
yang sedikit menurun (batas normal bawah), dan pada pemeriksaan Immunologi
Widal tes di dapatkan hasil positif pada Thypus H (+1/320) dan parathypi B (1/160).
Diagnosis Holistik
Ny. D dengan usia 29 tahun adalah penderita demam tifoid. Hubungan Ny. D dan
keluarganya cukup harmonis dan dalam kehidupan sosial Ny. D adalah anggota
masyarakat biasa dalam kehidupan kemasyarakatan.
1. Diagnosis dari segi biologis :
Demam tifoid
11
Penatalaksanaan
Non Medikamentosa
- Pasien disarankan untuk banyak istirahat/ tirah baring yang bertujuan untuk
mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan.
- Pasien diberikan pengetahuan tentang penyakit demam tifoid, gejala, tanda,
pencegahan dan terapinya.
- Menjaga kebersihan rumah tangga.
- Mempertahankan asupan cairan dan kalori yang adekuat:
Memulai dengan makan makanan yang lunak, seperti bubur sum- sum,
kemudian di lanjutkan dengan nasi yang lunak, kemudian apabila sudah
merasa baik bisa mengganti dengan nasi biasa.
Makan pagi dengan porsi cukup besar merupakan makanan yang paling baik
ditoleransi
Perbanyak makan buah dan sayuran
Hindari makan makanan yang terlalu pedas dan asam karena dikhawatirkan
akan mempengaruhi lambung.
- Menghindari aktifitas fisik yang berlebihan.
- Minum vitamin kesehatan
Medikamentosa
- Infuse RA 20 tetes/ menit
- Ceftriaxone 2x1
Obat golongan sefalosporin generasi ke III secara umum aktif terhadap kuman
gram positif (+).
Indikasi : pengobatan infeksi saluran nafas bawah, saluran kemih,
kelamin, tulang dan sendi, kulit, infeksi ginekologi, infeksi SSP, ISK :
bakterimia dan septicemia, infeksi intraabdomen dan profilaksis pra-op.
Dosis : Dewasa dan anak >12 tahun 1-2 g IV 1x/hari. Dosis max 4 g/
hari.
KI : hipersenitivitas terhadap sefalosporin
12
ES : gangguan GI, reaksi hipersensitivitas, superinfeksi,
leucopenia sementara, eosinofilia, neutropenia, tromboistosis, peningkatan
sementara SGOT/ SGPT, dan BUN.
- Progresic 3x1
Komposisi : parasetamol
Indikasi : analgesic dan antipiretik.
Dosis : Dewasa 1-2 kap 3-4 x/ hari, max 6 kapsul/ hari.
Anak > 7 tahun ½- 1 kap 3-4 x/ hari, max 3 kapsul/ hari.
Diberikan bersama atau tanpa makanan.
KI : penyakit hati
ES : reaksi hematologi, reaksi kulit dan alergi yang lain.
- Antacida Sir 3x CI
Indikasi : mengurangi gejala yang berhubungan dengan asam lambung,
gastritis, tukak lambung, dengan gejala mual, muntah, nyeri ulu hati.
Dosis : dewasa sehari 3- 4 kali, 1-2 sendok teh, diminum 1-2 jam
setelah makan dan sebelum tidur, batas pemberian 2 minggu.
KI : hipersensitif terhadap salah satu komponen obat
ES : jarang: rasa tidak nyaman pada GI, pusing, sakit kepala, ruam
kulit.
- Injeksi Rantin 2x1
Komposisi : Ranitidine HCL
Indikasi : tukak duodenal aktif, tukak lambung aktif non maligna,
kondisi hiperekresi patologis seperti sindroma Zollinger- Ellison
Dosis : tukak duodenal aktif 150 mg, 2 x1 (pagi dan malam), atau
300 mgx1 hari sebelum tidur. Terapi pemeliharaan tukak lambung 150 mg
sebelum tidur.
KI :-
ES : sakit kepala, pusing, gangguan GI, ruam kulit.
- Vitamin B1 100 mg 3x1
- Omeprazole 1x1
13
Indikasi : ulkus duodenum, ulkus lambung, lesi gastroduodenal, ulkus
peptikum, refluks esofagitis dan sindroma Zollinger- Ellison.
Dosis : ulkus duodenal 20 mg 1x/hr selama 2- 4 mgg, ulkus lambung
20 mg 1x/hr selama 4-8 minggu.
PO : Diberikan segera sebelum makan.
ES : sakit kepala, jarang : ruam, pruritus, pusing, parasteia,
insomnia, vertigo diare, konstipasi, gang. GI, reaksi hiperensitivitas.
- Peflacine 2x1
Komposisi : pefloxacin mesylate dihidrate
Indikasi : infeksi berat karena bakteri Gram – dan Gram +.
Dosis : tab 2x1/ hr. amp sehari 2x1 amp dengan infuse IV perlahan >
1 jam. Diberikan bersama makanan.
KI : anak < 15 tahun, hamil, laktasi, riwayat lesi tendon, tendinitis
atau rupture pada tendon, defisiensi G6PD, dan alergi pada kelompok
kuinolon.
ES : gangguan GI, nyeri otot atau endi, gangguan neurologi,
trombositopenia (dalam dosis besar), dan fotosensitivitas.
Follow up
Tanggal 30 September 2011
S : nyeri perut, nafsu makan menurun, lemah badan berkurang, mual (-), muntah
(-).
O : KU tampak lemah, compos mentis, kesan gizi cukup
Tanda vital: T: 110/90 mmHg RR: 20 x/menit
N: 80 x/menit S: 36,2oC
Pemeriksaan Lab:
Hb : 13.6 g/dL (12- 16 mg/dL)
Leukosit : 5.100 µL (4-10 ribu mg/dL)
LED : - mm/jam (2-20 mm/jam)
Trombosit : 164.000 µL (150- 400 ribu )
14
PCV : 42.1 % (37- 48 %)
Eritrosit : 4.68 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3)
Hitung jenis : 3/2/-/45/40/10 lapang pandang
A : Demam tifoid
P : terapi medika mentosa tetap, di tambah Rantin (Ranitidin) 2x1
15
Leukosit : 8.000 µL (4-10 ribu mg/dL)
LED : - mm/jam (2-20 mm/jam)
Trombosit : 185.000 µL (150- 400 ribu )
PCV : 44.4 % (37- 48 %)
Eritrosit : 4.89 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3)
Hitung jenis : -/-/-/68/24/7 lapang pandang
Tes Widal : Thypus O: -
Thypus H : +1/320
Parathypus A : +1/80
Parathypus B : +1/160
A : Demam tifoid
P : terapi tetap
16
S : nyeri perut tidak ada, nafsu makan baik
O : KU baik, compos mentis, kesan gizi cukup
Tanda vital: T: 110/80 mmHg RR: 20 x/menit
N: 82 x/menit S: 36,8oC
Pemeriksaan Lab:
Hb : 13.6 g/dL (12- 16 mg/dL)
Leukosit : 7.700 µL (4-10 ribu mg/dL)
LED : - mm/jam (2-20 mm/jam)
Trombosit : 208.000 µL (150- 400 ribu )
PCV : 43.4 % (37- 48 %)
Eritrosit : 4.77 juta/mm3 (4.0- 5.5 juta/mm3)
Hitung jenis : 2/5/-/49/31/13 lapang pandang
Tes Widal : Thypus O: -
Thypus H : +1/320
Parathypus A : -
Parathypus B : +1/320
A : Demam tifoid
P : terapi tetap, pasien ACC pulang., dengan pemeriksaan SGOT/ SGPT
Obat untuk di rumah:
- Progresik 3x1
- Antasida 3x1
- Omeprazole 1x1
- Peflacine 2x1
Flow Sheet
Nama : Ny. D
Diagnosis : Demam Tifoid
Tabel 1. Flow sheet pasien
No. Tangg Vital Sign BB/ BMI Status Keluhan Rencana
al TB Lokalis
17
1 30/09/2 T: 110/90 56/ 23.30 Nyeri perut Nyeri perut, lemah, - penyuluhan tentang sakit pasien
011 mm/Hg 155 mual -, muntah -, kepada keluarga
N: 80 x/menit nafsu makan - penyuluhan tentang pola makan
RR: 20 x/menit menurun. teratur dan gaya hidup sehat.
o
S: 36,2 C
2 01/10/2 T: 100/80 56/ 23.30 Nyeri perut Nyeri perut - terapi medika mentosa
011 mmHg 155 berkurang, lemah - terapi non medika mentosa
N:76 x/menit badan (+), nafsu (pengaturan diet, istirahat, pola
RR:20 x/menit makan sedikit makan teratur, kebersihan mkanan
S:38 oC membaik. dan peralatan makan, olahraga, dll)
3 02/10/2 T: 110/70 56/15 23.30 Nyeri perut Nyeri perut - terapi medika mentosa
011 mmHg 5 berkurang, hanya - terapi non medikamentosa
N:84 x/menit timbul kadang-
RR:20 x/menit kadang.
S: 37oC
4 03/10/2 T:100/80 56/15 23.30 Nyeri perut Nyeri perut kadang- - terapi medika mentosa
011 mmHg 5 kadang, nafsu - terapi non medika mentosa
N:80 x/menit makan baik.
RR:20 x/menit
S:36,4 oC
5 04/10/2 T:110/80 56/15 23.30 Nyeri perut Nyeri perut tidak - terapi medika mentosa
011 mmHg 5 ada, nafsu makan - terapi non medika mentosa
N:82 x/menit baik.
RR:20 x/menit
S:36,8 oC
BAB II
IDENTIFIKASI FUNGSI-FUNGSI DALAM KELUARGA
Fungsi Holistik
1. Fungsi Biologis
Keluarga ini terdiri dari suami, istri (Tn. K dan Ny. D) serta satu orang
anak An. T (2.5 tahun). Ny. D cukup mengerti tentang penyakitnya, baik
18
demam tifoid atau penyakit sebelumnya yaitu gastritis. Akan tetapi Ny. D
menganggap remeh penyakitnya dengan tidak makan teratur serta suka
makan pedas dan asam. Suami Ny. D sama- sama bekerja sehingga
perhatian terhadap kesehatan istri kurang.
2. Fungsi Psikologis
Hubungan Ny. D dengan suami serta anak cukup baik, saling mendukung,
serta saling memperhatikan. Olehkarena itu, Ny. D dan suami pulang
seminggu sekali untuk menjenguk anaknya. Hubungan Ny. D dengan ayah
ibunya baik.
3. Fungsi Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, Ny. D hanya sebagai anggota masyarakat biasa,
tidak mempunyai kedudukan sosial tertentu dalam masyarakat. Dalam
kehidupan sosial Ny. D kurang berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan,
hal tersebut karena Ny. D dan suami tinggal di Surabaya. Hubungan dengan
tetangga baik.
3. Fungsi Ekonomi dan Pemenuhan Kebutuhan
Dalam keluarga Ny. D, penghasilan yang didapat perbulan kira- kira Rp.
3000.000-, belum termasuk dipotong uang kos. Biaya pengobatan Ny. D telah
di tanggung oleh jamsostek perusahaannya. Menurut pasien biaya yang
dikeluarkan sudah cukup untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka, dan anak
mereka yang dititipkan ke orang tua Ny. D (nenek dan kakek).
Pasien makan sehari-hari biasanya 2 kali sehari dengan nasi lauk ayam, tahu,
tempe dan lain-lain. Pasien juga mengatakan sering makan buah-buahan
tetapi jarang makan nasi dan minum air putih.
19
APGAR Ny. D Terhadap Keluarga Sering/ Kadang- Jarang/
selalu kadang
Tidak
Affection : Kasih sayang yang terjalin antara pasien dan anggota keluarganya
baik. Score : 2
20
Resolve : Ny. D jarang berkumpul, makan, dan mengobrol bersama anggota
keluarganya. Score : 1
21
Affection : Kasih sayang yang terjalin antara Tn. K dan anggota keluarganya
kurang baik. Score : 1
Affection : Kasih sayang yang terjalin antara Tn. S dan anggota keluarganya
sangat baik. Score : 2
22
Resolve : Tn. S sering kumpul, makan, dan mengobrol bersama anggota
keluarganya. Score : 2
Affection : Kasih sayang yang terjalin antara Ny. T dan anggota keluarganya
sangat baik. Score : 2
23
Resolve : Ny. T sering kumpul, makan, dan mengobrol bersama anggota
keluarganya. Score : 2
Kesimpulan
Keluarga Ny. D cukup mengerti tentang penyakit yang diderita pasien setelah
mendapat penjelasan dari perawat dan dokter. Akan tetapi keluarga Ny. D kurang bias
menjaga kesehatan dirinya dengan makan tidak teratur dan kurang waktu untuk
istirahat.
24
Ny. D (29 tahun)
Keterangan :
Hubungan baik
Kesimpulan
Hubungan antara Ny. D dengan semua anggota keluarga baik dan hubungan antar
angota keluarga yang lain juga baik.
Genogram
Ny. T (62Keluarga
th) Ny. Ih (41 tahun)
Tn. S (68 th)
X
Ny. D (29 th) Tn.K (30 th)
Keterangan:
pasien
perempuan
laki- laki
meninggal
25
BAB III
IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN
26
Keluarga Ny. D peduli dengan kondisi kesehatan pasien. Terbukti dengan
berkumpulnya keluarga Ny. D untuk menjenguk di RS dan menghibur Ny. D.
c. Tindakan
Keluarga selalu mengantarkan pasien untuk berobat baik sebelum rawat
inap (di dokter praktek umum dan IGD RS) atau pada saat rawat inap (suami
dan kakak laki- laki pasien). Keluarga juga menjaga pasien setiap hari secara
berganti- ganti.
Faktor Non Perilaku
Dipandang dari segi ekonomi, keluarga Ny. D termasuk orang yang cukup.
Dengan penghasilan dua orang yang bekerja untuk menghidupi 3 orang dalam
satu keluarga (anaknya ikut neneknya). Rumah yang dihuni keluarga ini cukup
besar, akan tetapi jarak antar rumah rapat, banyak polusi (asap kendaraan), dan
kawasan yang ramai sehingga rawan terjadi kecelakaan.
2. Identifikasi Lingkungan Rumah
Gambaran Lingkungan
Keluarga ini tinggal di sebuah rumah yang berdempetan dengan rumah
tetangganya. Rumah ini memiliki pekarangan rumah dan pagar pembatas.
Terdiri dari ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 ruang keluarga yang terdapat TV,
satu dapur, dan 1 kamar mandi. Rumah Ny. D memiliki lantai keramik tetapi
bagian dapur dan kamar mandi menggunakan ubin, dan agak sedikit lembab.
Ventilasi dan penerangan rumah cukup, karena pintu rumah sering terbuka
serta terdapat jendela yang cukup lebar diruang tamu, ruang keluarga serta
dalam masing- masing kamar. Kondisi dapur dan kamar mandi cukup baik,
akan tetapi sedikit terlihat kurang rapi. Sarana air keluarga ini menggunakan
jasa PDAM. Secara keseluruhan kebersihan rumah sudah cukup.
Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan termasuk praktek dokter, apotek dan sebagainya
masih dapat di jangkau dengan mudah oleh keluarga Ny. D. Jika salah satu
anggota keluarga ada yang yang sakit biasanya pergi berobat ke dokter
27
praktek. Dan bila dirasa sakitnya parah mereka membawa ke RS untuk
mendapatkan perawatan yang lebih baik.
Ketururnan
Tidak terdapat faktor keturunan penyakit demam tifoid
Kesimpulan :
Lingkungan rumah cukup memenuhi syarat kebersihan.
Denah Rumah
KM
R. dapur
R. Tidur 10 meter
R. Tidur Teras
samping
R. keluarga
R. Tidur
R. Tamu
Teras depan
7 meter
28
Diagram Faktor Perilaku dan Non Perilaku
Sikap
Keluarga perduli terhadap Tidak ada riwayat
Ny. D penyakit demam tifoid
sakit penderita,tetapi
penderita kurang peduli di keluarganya
terhadap kesehatan diri
sendiri.
Ket:
: Faktor Perilaku
: Faktor Non-perilaku
DAFTAR MASALAH
Masalah medis :
Demam Tifoid
Masalah non medis :
1. Pengetahuan Ny. D dan keluarga tentang penyakitnya cukup baik, tapi
pencegahan dan pengelolaan penyakitnya kurang.
2. Ny. D tidak mau menjaga kesehatan individunya (makan tidak teratur).
3. Ny. D dan keluarga serta anaknya jarang berkumpul bersama karena Ny. D dan
suami bekerja di luar kota.
Diagram Permasalahan Pasien
(Menggambarkan
Pengetahuan hubungan antara timbulnya masalah Kurang
Ny.D kesehatan
mampu yang ada
tentang penyakitnya memelihara kesehatan
dengan
cukup faktor-faktor
baik, tapi resiko yang ada
Ny.dalam kehidupan pasien)
D (29 th) individu (makan tidak
pencegahan dan Demam tifoid teratur)
pengelolaan penyakitnya
kurang.
29
P S SB Mn Mo Ma
IxTxR
Keterangan :
I : Importancy (pentingnya masalah)
P : Prevalence (besarnya masalah)
S : Severity (akibat yang ditimbulkan oleh masalah)
SB : Social Benefit (keuntungan sosial karena selesainya masalah)
T : Technology (teknologi yang tersedia)
R : Resources (sumber daya yang tersedia)
Mn : Man (tenaga yang tersedia)
Mo : Money (sarana yang tersedia)
30
Ma : Material (pentingnya masalah)
Kriteria penilaian :
1 : tidak penting
2 : agak penting
3 : cukup penting
4 : penting
5 : sangat penting
Berdasarkan kriteria matriks diatas, maka urutan prioritas masalah keluarga Ny. D
adalah sebagai berikut :
1. Pengetahuan Ny.D tentang penyakitnya cukup baik, tapi pencegahan dan
pengelolaan penyakitnya kurang.
2. Ny.D tidak mau menjaga kesehatannya individunya (makan tidak teratur).
1. Ny. D dan keluarga serta anaknya jarang berkumpul bersama karena Ny. D dan
suami bekerja di luar kota.
Kesimpulan :
Kurangnya pengetahuan menyebabkan pasien kurang perhatian tentang bahaya
penyakitnya serta kurangnya kedisiplinan menjaga kesehatannya.
BAB IV
31
PENYAKIT DEMAM TIFOID
Salmonella typhi:
1. Morfologi : termasuk Enterobacteriaceae (kuman enteric batang gram
negative), yang bersifat anaerob fakultatif atau aerob, tak berspora dan
intraseluler fakultatif.
2. Faktor pathogenesis : bakteri ini merupakan bakteri pathogen yang
mempunyai transmisi, perlekatan pada sel inang, invasi sel dan jaringan inang,
toksigenitas dan kemampuan menghindari system imun. Sekali bakteri masuk
32
ke sel tubuh dia harus berikatan dengan sel inang, dan biasanya pada sel
epitel.
Antigen : terdapat 3 kelompok antigen utama, yaitu:
- antigen somatic (Ag O), berupa bahan lipopoliakarida yang merupakan
antigen utama dinding sel.
- antigen flagel (Ag H), terdiri dari protein termolabil dan didenaturasi oleh
panas dan alcohol
- antigen simpai atau kapsul yang disebut Vi (Vitulen), yang mengganggu
aglutinasi melalui antiserum O. antigen ini berhubungan dengan sifat invasive
yang dimilikinya.
- antigen K, menyebabkan perlekatan bakteri pada el epitel sebelum invasi ke
saluran cerna.
Endotoksin/ Lipopolisakarida
Endotoksin berasal dari dinding sel dan sering dilepaskan bila bakteri lisis.
Endotokin dalam aliran darah ,mula- mula terikat pada protein yang beredar
dan kemudian berinteraksi dengan reseptor pada makrofag, monosit dan sel
lain dalam organ retikuloendotelial.
Enzim sitolitik
Berfungsi untuk menghancurkan jaringan (Karsinah, dkk; 1994).
33
manusia melalui makanan yang terkontaminasi. Bakteri Salmonella typhi bersama
makanan atau minuman masuk ke dalam tubuh melalui mulut. Pada saat melewati
lambung dengan suasana asam (pH < 2 ) banyak bakteri yang mati. Bakteri yang
masih hidup akan mencapai usus halus dan di usus halus tepatnya di ileum dan
yeyenum akan menembus dinding usus. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus,
ikut aliran ke dalam kelenjar limfe mesenterika bahkan ada yang melewati sirkulasi
sistemik ke jaringan di organ hati dan limfa. Salmonella typhi mengalami multifikasi
di dalam sel fagosit mononuklear, di dalam folikel limfe, kelenjar limfe mesenterika,
hati dan limfe. Setelah pada periode tertentu (inkubasi), yang lamanya ditentukan
oleh jumlah dan virulensi kuman serta respon imun penderita maka Salmonella typhi
akan keluar dari habitatnya dan melalui duktus torasikus akan masuk ke dalam
sirkulasi darah dan menyebar ke organ retikuloendotelial terutama hati dan limpa.
Peran endotoksin dari Salmonella typhi menstimulasi makrofag di dalam hati,
limfa, folikel limfoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi
sitokin dan zat-zat lain. Produk makrofag inilah yang dapat menimbulkan nekrosis
sel, sistem vaskuler yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada
darah dan juga menstimulasi sistem imunologik.
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus.
Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam
sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung
makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella
typhy terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit
kepala, sakit perut, instabilitas vaskular gangguan mental, dan koagulasi.
34
Patofisiologi
35
2. Gangguan saluran cerna
Bibir kering, pecah-pecah, nafas berbau tidak sedap, lidah ditutupi selaput
putih kotor (coated tongue), ujung tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.
Pada abdomen mungkin ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus).
Hati dan limpa membesar serta disertai nyeri pada perabaan. Biasanya didapati
konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan diare, diare karena
enterotoksinnya. Lemas, pusing dan sakit perut. Demam yang tinggi
menimbulkan rasa lemas, pusing.
3. Gangguan kesadaran
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat dibuat diagnosis observasi demam tifoid.
Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai
berikut :
- Anemia, pada umunya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau
perdarahan usus.
36
- Leukopeni, namun jarang kurang dari 3000/uL.
- Limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit.
- Trombositopeni terutama pada demam tifoid berat.
b. Pemeriksaan urine
c. Pemeriksaan tinja
Kelainan pada tinja umumnya tidak menyolok. Adanya lendir dan darah pada tinja
merupakan peringatan agar waspada akan bahaya perdarahan usus atau perforasi.
Tidak rutin dilakukan. Terdapat gambaran sum-sum tulang berupa hiperaktifitas RES
dengan adanya sel macrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan
trombopoesis berkurang.
a. Isolasi bakteri
Pada minggu pertama sakit, kemungkinan mengisolasi S.Typhi dari dalam darah
pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan pada urin dan
feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan spesimen yang berasal dari
aspirasi sum-sum tulang mempunyai sensitivitas yang tertinggi, hasil positif didapat
pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasive, sehingga tidak dipakai
dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat dilakukan biakan spesimen
empedu yang diambil ari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik.
b. Pemeriksaan Widal
37
Reaksi serologis Ag dan Ab terutama Antigen O. Baik pada minggu II/III, titer yang
bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progressive digunakan
untuk membuat diagnosis (WHO, 2003).
- Perawatan
Penderita perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta pengobatan.
Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas demam, dan tirah baring.
- Diet
Dimasa lampau, penderita diberi makan diet yang terdiri dari bubur saring, kemudian
bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan penderita. Beberapa
peneliti menganjurkan makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan
penderita. Makanan disesuaikan baik kebutuhan kalori, protein, elektrolit, vitamin
maupun mineralnya serta diusahakan makan yang rendah/bebas selulose,
menghindari makanan yang iritatif. Pada penderita gangguan kesadaran maka
pemasukan makanan harus lebih di perhatikan.
- Obat-obatan
Obat pilihan adalah kloramfenikol, hati-hati karena mendepresi sum-sum tulang dosis
50-100 mg/kgBB dibagi 4 dosis, efek samping :
Obat lain :
38
- Ampicillin (200 mg/kg/24 jam)
Pencegahan
39
Prognosis untuk penderita dengan demam enteric tergantung pada terapi segera, usia
penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotipe Salmonella penyebab, dan
munculnya komplikasi Buruk pada :
40
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan Holistik
Diagnosa holistik : Ny. D (29 tahun) adalah penderita Demam tifoid, yang
tinggal dalam extended family dan tinggal dalam kos- kosan, dengan kondisi
keluarga yang cukup harmonis. Akan tetapi tingkat pendidikan yang cukup dalam
keluarga ini belum mampu menjamin adanya pengetahuan yang baik tentang
kesehatan. Lingkungan rumah cukup sehat, dan pasien merupakan anggota
masyarakat biasa yang mengikuti beberapa kegiatan di lingkungannya (jarang).
1. Segi Biologis
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan hasil bahwa NY. D(29 tahun), adalah penderita demam tifoid, yang
tinggal di pemukiman padat penduduk sehingga lebih mudah terjangkit penyakit
menular.
2. Segi Psikologis
Ny. D memiliki APGAR score 9 menunjukkan fungsi keluarga yang bagus.
Dalam keluarga Ny. D telah terjalin suatu keluarga yang harmonis, akrab, penuh
dengan kasih sayang dan dukungan dan saling memperhatikan, akan tetapi waktu
berkumpul sedikit kurang.
3. Segi Sosial
Keluarga ini memiliki status ekonomi yang cukup, pendidikan yang cukup
dan merupakan anggota masyarakat biasa dalam kemasyarakatannya yang mengikuti
beberapa kegiatan di lingkungannya.
B. Saran Komprehensif
Ny. D dan keluarga perlu diberikan edukasi tentang Demam tifoid. Mengenai
bagaimana penularannya, penyebabnya, factor resiko, pencegahan dan lain
sebagainya. Selain itu penderita melakukan diet tinggi protein dan kalori tetapi
rendah serat, sehingga tidak memberatkan kerja saluran pencernaan, kurangi makan-
41
yang merangsang (merica, cabai, saus sambal), hindari makanan pedas, istirahat
cukup, dan berolahraga ringan.
a. Promotif
Edukasi keluarga mengenai penyakit demam tifoid, mengetahui gejala dan
tanda serta penularan sehingga apabila terdapat keluarga yang menderita hal serupa
bisa langsung dibawa di RS terdekat untuk mendapatkan pengobatan.
b. Preventif
Memperbanyak waktu istirahat, menjaga kebersihan makanan, menjaga
keteraturan pola makan, menghindari makanan pedas dan masam, olahraga cukup,
melakukan vaksinasi imunisasi dengan menggunakan vaksin oral dan vaksin
suntikan. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan
dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoid-
paratifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi.
c. Kurativ
- Progresik 3x1
- Progresic 3x1
Komposisi : parasetamol
Indikasi : analgesic dan antipiretik.
KI : penyakit hati
ES : reaksi hematologi, reaksi kulit dan alergi yang lain.
- Antasida 3x1
Indikasi : mengurangi gejala yang berhubungan dengan asam lambung,
gastritis, tukak lambung, dengan gejala mual, muntah, nyeri ulu hati.
KI : hipersensitif terhadap salah satu komponen obat
ES : jarang: rasa tidak nyaman pada GI, pusing, sakit kepala, ruam
kulit.
- Omeprazole 1x1
Indikasi : ulkus duodenum, ulkus lambung, lesi gastroduodenal, ulkus
peptikum, refluks esofagitis dan sindroma Zollinger- Ellison.
PO : Diberikan segera sebelum makan.
42
ES : sakit kepala, jarang : ruam, pruritus, pusing, parasteia,
insomnia, vertigo diare, konstipasi, gang. GI, reaksi hiperensitivitas.
- Peflacine 2x1
Komposisi : pefloxacin mesylate dihidrate
Indikasi : infeksi berat karena bakteri Gram – dan Gram +.
KI : anak < 15 tahun, hamil, laktasi, riwayat lesi tendon, tendinitis
atau rupture pada tendon, defisiensi G6PD, dan alergi pada kelompok
kuinolon.
ES : gangguan GI, nyeri otot atau endi, gangguan neurologi,
trombositopenia (dalam dosis besar), dan fotosensitivitas.
d. Rehabilitatif
Edukasi dan motovasi kepada pasien bahwa penderita demam tifoid dapat
sembuh dengan baik (normal kembali), menjaga pola hidup, makan teratur, menjaga
kesehatan, istirahat yang cukup serta latihan jasmani yang ringan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Widodo, D.2009,Demam tifoid. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. editor: Aru W.
Sudoyo, dkk. Interna Publishing. Jakarta. Hal: 435-441.
Santoso, A., dkk. MIMS edisi bahasa Indonesia. Volume 11. 2010.
www.MIMS.com
44