Pajak penghasilan tidak bisa lepas dari makna penghasilan. Mengapa demikian.? Karena penghasilan merupakan dasar pengenaan pajak. Oleh karenanya pembahasan pengertian pajak penghasilan berikut diawali dengan pengertian penghasilan. 1. Pengertian pajak Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun diluar Indonesia. Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, penghasilan dibagi dalam 4 kelompok: a. Penghasilan dan pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas. Seperti: gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, ntaris, aktuaris, akuntan, dan pengacara. b. Penghasilan dari usaha dan kegiatan c. Penghasilan dari modal yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti: bunga, deviden, sewa, keuntungan penjualan harta, atau hak yang tidak dapat digunakan untuk usaha. d. Penghasilan lain-lain, seperti: pembebasan utang dan hadiah.
2. Pengertisn pajak penghasilan umum
Pajak penghasilan umum (PPh) adalah pajak langsung yang dikenakan kepada badan atau orang pribadi pada tingkat penghasilan tertentu. PPh dikenakan kepada subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Penghasilan yang dikenakan PPh adalah penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama 1 tahun pajak atau untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. B. SUBJEK DAN BUKAN SUBJEK PPH 1. Subjek PPh Subjek PPh adalah pihak yang mempunyai kewajiban menghitung, melunasi, dan melaporkan perhitungan pajak penghasilan, apabila sudah memenuhi persyaratan uang ditentukan oleh undang-undang. Menurut UU No. 36 taahun 2008 tentang pajak penghasilan, subjek PPh meliputi: a. Subjek pajak pribadi, yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia, dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. b. Subjek pajak harta warisan belum dibagi, yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan, maka pendapatan itu dikenakan pajak. c. Subjek pajak badan, yakni badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: 1. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD); 3. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah; dan 4. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan d. Bentuk usaha tetap (BUT), yaitu bentuk usaha yang digunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau badan yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia, yang melakukan kegiatan di Indonesia. Subjek PPh ini berupa 13 hal, berikut: 1. Tempat kedudukan manajemen; 2. Cabang perusahaan; 3. Kantor perwakilan; 4. Gedung kantor, gudang, serta ruang untuk promosi dan penjualan; 5. Pabrik; 6. Bengkel; 7. Pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi; 8. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan; 9. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan; 10. Pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan; 11. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas; 12. Agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia; dan 13. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. Dalam kaitan itu, subjek PPh dikelompokkan dalam subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. a. Subjek Pajak Dalam Negeri 1. Subjek pajak orang pribadi, yaitu : Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai nilai bertempat tinggal di Indonesia. 2. Subjek pajak badan, yaitu : Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintahan yang memenuhi criteria : Pembentukkannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintahan pusat atau pemerintah daerah, dan Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara. 3. Subjek pajak warisan, yaitu : Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.
b. Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek pajak luar negeri terdiri atas 2 subjek berikut: 1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia. 2. Orang Pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh panghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia.
2. Bukan subjek PPh.
1. Badan Perwakilan Negara Asing 2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia (WNI) dan negara yang bersangkutan memberikan perlakukan timbal balik 3. Organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat Indonesia ikut dalam organisasi tersebut dan organisasi tesebut tidak melakukan kegiatan usaha di Indonesia. Contoh: WTO, FAO, UNICEF. 4. Pejabat perwakilan organisasi Internasional yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan WNI dan tidak memperoleh penghasilan dari Indonesia.
C. OBJEK DAN BUKAN OBJEK PPH
1. Objek PPh. Objek pajak PPh 25 adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Objek pajak bisa darimana saja asalnya, baik yang berasal dari Indonesia maupun di luar Indonesia. Objek pajak PPh 25 dihitung dalam satu tahun sehingga jika dalam satu tahun tersebut wajib pajak mengalami kerugian, maka pajaknya akan dikompensasikan dengan penghasilan lainnya, kecuali kerugiannya terjadi di luar negeri. Namun jika ada penghasilan yang dikecualikan atau mempunyai tarif pajak tersendiri, maka jika mengalami kerugian tidak dapat dikompensasikan dengan penghasilan lainnya yang memiliki tarif pajak umum. Bentuk objek PPh bisa berupa penghasilan-penghasilan sebagai berikut: 1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, grafitasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang- undang ini; 2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaa; 3. Laba usaha; 4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk; a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pegambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali, yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagai atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. 5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; 6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; 8. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak; 9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; 10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; 11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; 12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing; 13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; 14. Premi asuransi; 15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; 16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; 17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah; 18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksus dalam Undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan 19. Surplus Bank Indonesia.
2. Bukan Objek PPh.
1. Bantuan atau sumbangan 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dan instansi lainnya seperti: badan pendidikan, badan sosial,koperasi dll 3. Warisan 4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham. 5. Penggaian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari wajib pajak atau pemerintah 6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa 7. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat : a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan. b. Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen paling rendah 25% dri modal yang disetor dan mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut. 8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan mentri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. Serta penghasilan dana pension tersebut berasal dari modal yang ditanamkan. Dalam bidang tertentu yang ditetapkan oleh mentri keuangan 9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, firma, perkumpulan dan kogsi. 10. Bunga onligasi yang diterima atau diperoleh dari perusahaan reksa dana. 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia. 12. Sisa lebih di terima oleh badan atau lembaga nirlaba, yang di investasikan kembali dalam waktu paling lama 4 tahun sejak diterima. 13. Bantuan atau santunan yang di bayarkan oleh badan penyelenggara jaminan sosial kepada jawib pajak.