Status Generalis :
Keadaan Umum :
Kesadaran : Compos Mentis, Kesan Sakit : Sakit Ringan
Tanda Vital : Tekanan Darah : -
Nadi : 112 x/menit r.e.i.c
Respirasi : 25 x/menit
Suhu : 36,7oC
Status Lokalis :
ADS :
Bagian Kelainan Auris Dextra Auris Sinistra
Preaurikular Fistula Tidak ada Tidak ada
Kista Brakhialis Tidak ada Tidak ada
Tragus Assesorius Tidak ada Tidak ada
Abses kista brakhialis Tidak ada Tidak ada
Parotitis Tidak ada Tidak ada
Tumor parotis Tidak ada Tidak ada
Hematom Tidak ada Tidak ada
Laserasi Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada
Aurikular Mikrotia Tidak ada Tidak ada
Makrotia Tidak ada Tidak ada
Anotia Tidak ada Tidak ada
Perikondritis Tidak ada Tidak ada
Melanoma Tidak ada Tidak ada
3
AD AS
AD AS
Tes suara Jarak 1 m: mendengar normal Jarak 1 m: mendengar bisikan
Tes Rinne negatif Positif
Tes Weber Lateralisasi ke telinga yang sakit
Tes Swabach memanjang Sama dengan pemeriksa
Kesan Tuli konduktif ringan auris dektra
Hidung luar
Bentuk Simetris
4
Deformitas -
Krepitasi -
Inflamasi -
Cavum nasi :
Dextra Sinistra
Vestibulum Nasi Tenang Tenang
Mukosa cavum nasi Tenang Tenang
Sekret - -
Massa/benda asing - -
Konka inferior Eutrofi Eutrofi
Konka Media Eutrofi Eutrofi
Septum Deviasi (-)
Pasase udara (+) (+)
Transiluminasi :
4 4
4 4
Pemeriksaan Orofaring
Mulut Trismus (-)
Mukosa Tenang
5
Laringoskopi Indirek
Laring Epiglotis Tenang, massa (-)
Kartilago arytenoid Tenang/ tenang
Plica aryepiglotica Tenang/ tenang
Plica vokalis Simetris, massa -/-,
tenang/ tenang
Rima glotis terbuka
Cincin trakea di tengah
6
Pemeriksaan Maksilofasial
Bentuk : Simetris
Parese Nervus Cranialis : Tidak ada
Sinus paranasal
Sinus Frontalis : Nyeri tekan -/-, Nyeri ketok -/-
Sinus maksilaris : Nyeri tekan -/-, Nyeri ketok -/-
Sinus Ethmoidalis : Nyeri tekan -/-, Nyeri ketok -/-
Allergic salute (-), allergic crease (-), allergic shinner (-/-)
Leher
KGB : Tidak teraba
Massa : Tidak ada
RESUME
adanya rasa nyeri yang hebat dan adanya benjolan di sekitar telinga (-). Riwayat
telinga berdenging, demam, batuk, pilek, nyeri menelan saat ini (-), riwayat
operasi pada telingam hidung, dan tenggorokan (-). Riwayat hipertensi (-),
kencing manis (-), riwayat alergi (-), riwayat keluhan serupa dan alergi pada
keluarga (-).
Diagnosis Banding :
1. Otomikosis Auris Dekstra
2. Otitis eksterna difus Auris Dekstra
CASE OVERVIEW
Anamnesis Analisis
Anak laki-laki usia 8 tahun Identitas pasien
keluhan seperti ini pernah terjadi sekitar 3-4 Adanya riwayat keluhan gatal pada
bulan yang lalu. telinga sebelumnya
Adanya rasa nyeri yang hebat pada telinga Singkirkan DD otitis eksterna
disangkal. Adanya benjolan pada sekitar difusa
telinga dan terdapatnya cairan/sekret yang
berbau disangkal pasien.
Pasien juga menyangkal adanya lesi kulit Singkirkan DD herpes zoster otikus
yang berair di daerah muka sekitar liang
telinga, dan lumpuhnya sebagian otot wajah
disangkal oleh pasien.
Keluarnya cairan yang berbau, rasa nyeri Singkirkan DD infeksi jamur yang
pada telinga, dan pusing berputar disangkal dapat berkembang pada otitis media
oleh pasien. supuratif kronik
Menurut pasien ia tidak mengalami telinga Singkirkan DD OMA
berdenging, sakit kepala atau batuk pilek,
serta nyeri menelan saat ini.
Pasien belum pernah menjalani operasi pada Tidak ada Riwayat operasi
telinga, ataupun hidung dan tenggorokan
pasien.
10
Diagnosis Banding :
1. Otomikosis Auris Dekstra
2. Otitis eksterna difus Auris dekstra
CONCEPT MAP
Patofisiologi
- Etiologi : Infeksi Jamur
- Sign & Symtom: Rasa gatal di liang telinga, tetapi
sering pula tanpa keluhan.
Faktor Risiko Infeksi Jamur Gatal
Penatalaksanaan Komplikasi
- Nonfarmakologi : - Perforasi Membran Timpani
Pembersihan liang telinga - Otitis Media Serosa
- Farmakologi :
Obat anti jamur topikal
Prognosis
- Quo ad Vitam : Ad bonam
- Quo ad Functionam : Ad Bonam
- Qua ad Sanationam : Dubia ad Malam
BHP
- Medical indication - Quality of life
- Patient preference - Contextual Feature
12
BASIC SCIENCE
Anatomi dan Fisiologi Telinga Luar
Daun telinga terletak di kedua sisi kepala, merupakan lipatan kulit dengan
dasarnya terdiri dari tulang rawan yang juga ikut membentuk liang telinga bagian
luar. Hanya cuping telinga atau lobulus yang tidak mempunyai tulang rawan,
tetapi terdiri dari jaringan lemak dan jaringan fibros. 10,24,30 Permukaan lateral
daun telinga mempunyai tonjolan dan daerah yang datar.Tepi daun telinga yang
melengkung disebut heliks.Pada bagian postero-superiornya terdapat tonjolan
kecil yang disebut tuberkulum telinga (Darwin’tubercle). Pada bagian anterior
heliks terdapat lengkungan disebut anteheliks. Bagian superior anteheliks
membentuk dua buah krura antiheliks,dan bagian dikedua krura ini disebut fosa
triangulari. Di atas kedua krura ini terdapat fosa skafa. Di depan anteheliks
terdapat konka ,yang terdiri atas bagian yaitu simba konka ,yang merupakan
bagian antero superior konka yang ditutupi oleh krus heliks dan kavum konka
yang terletak dibawahnya berseberangan dengan konka dan terletak dibawah krus
heliks terdapat tonjolan kecil berbentuk segi tiga tumpulan yang disebut tragus.
Bagian diseberang tragus dan terletak pada batas bawah anteheliks disebut
antitragus. Tragus dan antitragus dipisahkan oleh celah intertragus. Lobulus
merupakan bagian daun yang terletak dibawah anteheliks yang tidak mempunyai
tulang rawan dan terdiri dari jaringan ikat dan jaringan lemak. Di permukaan
posterior daun telinga terdapat juga tonjolan dan cekungan yang namanya sesuai
dengan anatoni yang membentuknya yaitu sulkus heliks,sulkus krus heliks,fosa
antiheliks,eminensia konka dan eminensia skafa. Rangka tulang rawan daun
telinga dibentuk oleh lempengan fibrokartilago elastik. Tulang rawan tidak
terbentuk pada lobulus dan bagian daun telinga diantara krus heliks dan tulang
rawan daun telinga ini ditutupi oleh kulit dan hububungkan dengan sekitar nya
oleh ligametum dan otot-otot. Tulang rawan daun telinga berhubungan dengan
tulang rawan liang telinga melalui bagian yang disebut isthmus pada permukaan
posterior perlekatannya tidak terlalu erat karena ada lapisan lemak supdermis
yang tipis. Kulit daun telinga oleh rambut-rambut halus yang mempunyai kelenjar
sebasea pada akarnya. Kelenjar ini banyak terdapat dikonka dan fosa skafa.1,2,3
13
Liang telinga luar yang sering disebut meatus, merupakan suatu struktur
berbentuk “S“ yang panjang kira-kira 2,5 cm, membentang dari konka telinga
sampai membran timpani. Disebabkan kedudukan membran timpani miring
menyebabkan liang telinga bagian belakang atas lebih pendek kira-kira 6 mm dari
dinding anterior inferior. Bagian lateral liang telinga adalah tulang rawan meluas
kira-kira ½ panjang liang telinga. Bagian tulang rawan liang telinga luar sedikit
mengarah keatas dan kebelakang dan bagian sedikit kebawah dan kedepan.
Penarikan daun telinga kearah belakang atas luar, akan membuat liang telinga
cenderung lurus sehingga memungkinkan terlihatnya membran timpani pada
kebanyakan liang telinga. Dinding depan, dasar dan sebagian dinding belakang
dari liang telinga dibentuk oleh tulang rawan yang mana terbentuk penyempitan
depan bawah. Bagian superior dan posterior dibentuk oleh jaringan ikat padat
yang mana berlanjut dengan prosteum dari bagian tulang liang telinga. Liang
telinga bagian tulang rawan adalah sangat lentur dan fleksibel sebagian akibat
adanya dua atau tiga celah tegal lurus dari santrorini pada dinding tulang rawan.
Pada liang telinga bagian tulang ada bagian daerah cemb ungyang bervariasi dari
dinding anterior dan inferior tepat dimedial persambungan antara bagian tulang
dan disebut ishmus. Sesudah ishmus, dasar liang telinga menurun tajam bawah
dan kemudian menaik keatas kearah persambungan pinggir inferior anulus
timpanikus, membentuk lekukan yang disebut resensus tuimpanikus inferior sudut
yang dibentuk dinding anterior dengan membran timpani juga bermakna
kepentingan klinis dari resesus ini adalah dapat menjadi tempat penumpukan
keratin atau serumen yang mana dapat bertindak sebaga sumber infeksi. Dinding
anterior liang telinga kearah medial berdekatan dengan sendi temporomandibular
dan ke lateral dengan kelenjar parotis. Dinding inferior liang telinga juga
berhubungan erat dengan kelenjar parotis. Dehisensis pada liang telinga bagian
tulang rawan (fissure of Santorini) memungkinkan infeksi meluas dari liang
telinga luar kedalam parotis dan sebaiknya pada ujung medial dinding superior
liang telinga bagian tulang membentuk lempengan tulang berbentuk baji yang
disebut tepi timpani dari tulang temporal, yang mana memisahkan lumen liang
telinga dari epitimpani. Dinding superior liang telinga bagian tulang, disebelah
14
medial terpisah dari epitimpani oleh lempengan tulang baji kearah lateral suatu
lempengan tulang lebih tebal memisahkan liang telinga dari fossa krani medial.
Dinding posterior liang telinga bagian tulang terpisah dari sel udara mastoid oleh
suatu tulang tipis. Bentuk dari daun telinga dan liang telinga luar menyebabkan
benda asing serangga dan air sulit memasuki liang telinga bagian tulang dan
mencapai membran timpani orifisium dan liang telinga luar yang kecil dari
tumpang tindih antara tragus dan antitragus merupakan garis pertahanan pertama
terhadap kontaminasi dari liang telinga dan trauma membran timpani. Garis
pertahanan kedua dibentuk oleh tumpukan massa serumen yang menolak air, yang
mengisi sebagian liang telinga bagian tulang rawan tepat dimedial orifisium liang
telinga. Garis pertahanan ketiga rawan dan bagian tulang liang telinga, hal ini
sering lebih terbentuk oleh dinding liang telinga yang cembung. Penyempitan ini
membuat sulitnya serumen menumpuk atau benda asing memasuki lumen liang
telinga bagian tulang dan membran timpani.1,2,4
Liang telinga sebenarnya mempunyai lapisan kulit yang sama dengan lapisan
kulit pada bagian tubuh lainnya yaitu dilapisi epitel skuamosa. Kulit liang telinga
merupakan lanjutan kulit daun telinga dan kedalam meluas menjadi lapisan luar
15
membran timpani. Lapisan kulit liang telinga luar lebih tebal pada bagian tulanga
rawan dari pada bagian tulang. Pada liang telinga rulang rawan tebalnya 0,5 – 1
mm, terdiri dari lapisan empidermis dengan papillanya, dermis dan subkutan
merekat dengan perikondrium. Lapisan kulit liang telinga bagian tulang
mempunyai yang lebih tipis, tebalnya kira-kira 0,2 mm, tidak mengandung
papilla, melekat erat dengan periosteum tanpa lapisan subkutan, berlanjut menjadi
lapisan luar dari membran timpani dan menutupi sutura antara tulang timpani dan
tulang skuama kulit ini tidak mengandung kelenjar dan rambut. Epidermis dari
laing telinga bagian tulang rawan biasanya terdri dari 4 lapis yaitu sel basal,
skuamosa, sel granuler dan lapisan tanduk.2,4
Folikel rambut banyak terdapat pada 1/3 bagian luar liang telinga tetapi
pendek tersebar secara tidak teratur dan tidak begitu banyak pada 2/3 liang telinga
bagian tulang rawan. Pada liang telinga bagian tulang, rambut-rambutnya halus
dan kadang-kadang terdapat kelenjar pada dinding posterior dan superior.1,4
Kelenjar sebasea pada telinga berkembang baik pada daerah konka, ukuran
diameternya 0,5 -2,2 mm. Kelenjar ini banyak terdapat pada liang telinga luar
bagian tulang rawan, dimana kelenjar ini berhubungan dengan rambut. Pada
bagian luar liang telnga bagian tulang rawan, kelenjar sebasea menjadi lebh kecil,
berkurang jumlahnya dan lebih jarang atau tidak ada sama sekali pada kulit liang
telinga bagian tulang Kelenjar sebasea terletak secara berkelompok pada bagian
superficial kulit. Sekresi kelenjar ini merupakan sekresi berminyak, lalu
dieksresikan dalam kanalis folikularis dan keluar kepermukaan kulit. Kelenjar
apokrin terutama terletak pada dinding liang telinga superior dan inferior.kelenjar-
kelenjar ini terletak pada sepertiga tengah dan bawah dari kulit dan ukurannya
berkisar 0,5-2,0mm. seperti kelenjar sebasea ,kelenjar apokrin terbentuk dari local
dari pembungkus luar akar folikel rambut.kelenjar –kelenjar ini dapat dibagi
kedalam 3 bagian , yaitu bagian sekresi, saluran sekresi didalam kulit dan saluran
termilal atau komponen saluran epidermal. Apabila sampai dipermukaan
epidermis, sekret kelenjar ini sebagian masuk folikel rambut dan sebagian lagi
kepermukaan bebas liang telinga, secara perlahan-lahan akan mengering dan
berbentuk setengah padat dan berwarna menjadi lebih gelap.1,2,4
16
servikal saraf aurikularis mayor. Cabang aurikularis dari saraf fasialis (N.VII),
glosfaringeus (N.IX) dan vagus (N.X) menyebar kedaerah konka dan cabang-
cabang saraf ini mempersarafi dinding posterior dan inferior liang telinga dan
segmen posterior dan inferior membrana timpani.2
Mikrobiologi
Mikrobiologi Aspergillus sp
Aspergillus sp adalah salah satu jenis mikroorganisme yang termasuk jamur
dan termasuk dalam mikroorganisme eukariotik. Secara mikroskopis, Aspergillus
sp dicirikan sebagai hifa bersepta dan bercabang, konidiofora muncul dari foot
cell (miselium yang bengkak dan berdinding tebal) membawa stigmata dan akan
tumbuh konidia yang membentuk rantai berwarna hijau, coklat, atau hitam.
Aspergillus sp secara makroskopis mempunyai hifa fertil yang muncul di
permukaan dan hifa vegetatif di bawah permukaan. Jamur tumbuh membentuk
18
koloni mold berserabut, cembung, serta koloni yang berwarna hijau kelabu, hijau
coklat, hitam, dan putih. warna koloni dipengaruhi oleh warna spora.5
Mikrobiologi Pityrosporum
Pityrosporum, atau dikenal juga dengan nama lain Malassezia fufur
merupakan jamur berbentuk coccal dengan dinding sel tebal dan multilaminar,
biasanya bersel satu tetapi dapat membentuk hifa ketika mereka menjadi patogen.
M. furfur membutuhkan asam lemak dari kulit manusia untuk bertahan hidup dan
juga sebagai sumber karbon. Asam lemak ini harus berupa asam lemak rantai
sedang atau panjang. Molekul penting yang diproduksi oleh Malassezia furfur
adalah triptofan aminotransferase, yang mengubah L-tryptophan menjadi
indolepyruvatedengan mentransfer gugus amino. Juga diproduksi Β-Glucosidase,
yang memungkinkan Malassezia furfur untuk membebaskan glukosa dengan
memecah selulosa. Ini memungkinkan M. furfur untuk menghancurkan dinding
sel mikroorganisme lain pada sel-sel kulit yang membunuh organisme. M. furfur
memproduksi berbagai molekul sitokin, kemokin, dan adhesi. Sitokinin
membantu mengatur respon inflamasi dari inang, kemokin membantu pergerakan
sel langsung, dan molekul adhesi membantu Malassezia furfur menempel pada
lapisan epitel.5
19
PATOFISILOGI
Faktor lingkungan
Kebiasaan perubahan cuaca Infeksi telinga
Berenang
mengorek telinga panas kronik
Menumpuk,
menutupi CAE Respon Inflamasi
Perforasi
Histamin
Vasodilatasi
Gatal
Edema
FAKTOR RISIKO
Faktor risiko terjadinya otomikosis meliputi:5
- Lingkungan lembab dan panas
- Kebiasaan mengorek telinga
- Berenang karena masuknya air ke telinga terus menerus dapat
menciptakan suasana lembab dalam telinga
- Otomikosis sering dijumpai pada penderita yang menjalani operasi
mastoid rongga terbuka dan orang yang memakai alat bantu dengar
GEJALA KLINIS
Gejala yang muncul pada otomikosis umumnya berupa rasa gatal, rasa penuh
di telinga atau bahkan tanpa gejala. Sedangkan tanda yang ditemukan pada
otomikosis berupa Pada pemeriksaan liang telinga, tampak massa putih keabu-
abuan, menyempit, lapisan seperti kertas basah berbintik-bintik mengisi liang
telinga. Konidiofor dari infeksi aspergilus niger akan tampak sebagai bintik-
bintik hitam pada debris atau sebagai filamen-filamen yang menonjol di dinding
liang telinga.5,6
EPIDEMIOLOGI
KOMPLIKASI
Komplikasi dari otomikosis yang pernah dilaporkan adalah perforasi dari
membran timpani dan otitis media serosa, tetapi hal tersebut sangat jarang terjadi,
dan cenderung sembuh dengan pengobatan. Patofisiologi dari perforasi membran
timpani mungkin berhubungan dengan nekrosis avaskular dari membran timpani
sebagai akibat dari trombosis pada pembuluh darah. Angka insiden terjadinya
perforasi membran yang dilaporkan dari berbagai penelitian berkisar antara 12-
16% dari seluruh kasus otomikosis. Tidak terdapat gejala dini untuk memprediksi
terjadinya perforasi tersebut, keterlibatan membran timpani sepertinya merupakan
konsekuensi inokulasi jamur pada aspek medial dari telinga luar ataupun
merupakan ekstensi langsung infeksi tersebut dari kulit sekitarnya.5,8,9
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan KOH dapat dilakukan dengan cara mengambil specimen dari
secret telinga yang terinfeksi jamur. Spesimen diteteskan 1-2 tetes larutan KOH
10% pada kaca objek dan tutup dengan kaca penutup. Biarkan kurang lebih 15
menit. Pada pemeriksaan KOH dapat diamati gambaran hifa dan spora jamur.
Contohnya pada Aspergillus sp. akan tampak hifa yang berhialin, berseptum, dan
lebarnya beragam dan bercabang.6,10
Pada pemeriksaan biakan atau kultur, spesimen juga dapat diambil dari secret
pada liang telinga. Spesimen yang telah diambil dibiakkan pada media
Sabouraud’s Dexstrose Agar dan diinkubasi pada suhu 25-37 derajat. Koloni akan
tumbuh kurang lebih satu minggu berupa koloni filament berwarna putih.6,10
22
PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksanaan pada pasien otomikosis adalah pengangkatan jamur
dari liang telinga, menjaga agar liang telinga tetap kering, pemberian obat anti
jamur, serta menghilangkan faktor risiko. Pada kasus-kasus otomikosis penting
untuk mengetahui jenis agen penyebab infeksi tersebut sehingga terapi yang tepat
dapat diberikan.11,12
Non-farmakologi:
Pasien dapat diedukasi agar tidak mengorek telinga baik dengan korek telinga
ataupun jari dan menjaga kelembaban dan pH normal seperti tidak menggunakan
obat steroid dan antibiotic berlebihan pada kanalis auditorius eksternus. Tindakan
pembersihan liang telinga juga perlu dilakukan untuk mengangkat jamur dan
menjaga liang telinga agar tetap kering karena jamur banyak tumbuh pada
lingkungan yang lembab. Pembersihan telinga bias dilakukan dengan berbagai
macam cara antara lain dengan lidi kapas atau kapas yang dililitkan pada
aplikator, pengait serumen, atau suction.11,13
Farmakologi:
Terapi efektif pada pasien dengan otomikosis adalah kombinasi antara
pembersihan debris dan anti jamur topikal. Pengobatan sistemik tidak
direkomendasikan, kecuali pada kasus invasive otisis (akut atau kronis) eksterna
maligna dengan komplikasi mastoiditis atau meningitis atau keduanya.
Kebanyakan pasien berhasil dengan pengobatan topikal. Keuntungan dari
digunakannya anti jamur topikal adalah aplikasi lokal dan konsentrasi yang
diinginkan dari obat pada permukaan kulit akan dicapai dalam waktu singkat
setelah aplikasi karena langsung digunakan pada sumber infeksi. 11,12
Sediaan anti jamur dapat dibagi menjadi tipe spesifik dan non spesifik. Anti
jamur non spesifik termasuk larutan asam dan dehydrating solution seperti asam
asetat 2% yang digunakan untuk menjaga pH telinga tetap asam atau gentian
violet sebagai solusi konsentrat yang rendah (1%) dalam air dapat digunakan
untuk mengobati otomikosis karena merupakan pewarna anilin dengan antiseptic,
antiinflamasi, antibakteri dan antijamur. Studi yang sebelumnya melaporkan
tingkan efisien pengobatan ini hingga 80%.11,12
23
pemberian berulang dan obat anti mikotik spektrum luas dengan efek local yang
baik terhadap ragi dan jamur.11,14
PROGNOSIS
Prognosis otomikosis baik, namun penanganan dan pemantauan penyakit ini
mmebutuhkan waktu yang lama sehingga terkadang meimbulkan rasa frustasi dan
ketidaksabaran pada pasien , terutama apabila pasien memilikio factor
predisposisi tertentu, seperti penyakit diabetes mellitus, pasien yang tidak
kooperatif, atau keadaan imunokompromis yang memudahkan terjadinya
rekurensi.
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam: dubia ad malam
BIOETIKA HUMANIORA
Aspek Bioetik dan Humaniora :
1. Medical Indication: Dokter diharapkan mampu menegakkan diagnosis
otomikosis pada pasien melalui anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang yang diperlukan. Hal tersebut sesuai dengan KDM
Beneficence.
2. Quality of Life : Dokter diharapkan mampu menilai prognosis pasien tersebut,
dimana apabila pasien dapat menghindari faktor predisposisi dan dilakukan
penatalaksanaaan yang baik maka prognosis penyakit pasien akan baik. Hal
tersebut sesuai dengan KDM Nonmaleficence.
3. Patient Preferences : Dokter diharapkan mampu menghargai hak-hak pasien.
Hal tersebut sesuai dengan KDM Autonomi.
4. Contextual Features : Dokter diharapkan memahami keragaman sosial budaya
pasien serta kepercayaan pasien yang dapat mempengaruhi keputusan pasien.
Hal tersebut sesuai dengan KDM Justice.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Austin DF. Anatomi dan Embriologi. Dalam : Balengger JJ. Penyakit Telinga,
Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leher. Jilid II, Edisi 13. Alih Bahasa : Staf Ahli
THT RSCM, FKUL Jakarta; Bina Rupa Aksara, 1997: 105 - 7.
2. Moore GF. Anatomi and Embriology of The Ear. Dalam : Lee KJ. Text Book of
Otolaryngology and Head and Neck Surgery. Elsivier, 1998: 1 - 26.
3. Liston SL. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam : Boies, Buku Ajar
Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, ed 6. Alih Bahasa Dr. Caroline Wijaya,
Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta., 1994: 27 - 33.
4. Wright A. Anatomy and Ultrastructure of the Human Ear, Basic Science, Dalam :
Scott- Brown's Otolaryngology, 6"' ed, Vol I, Oxford ; Butterworth-Heinemann Ltd,
International Editions : 1/1/1 - /11.
5. Goe F Brooks dkk, Mikrobiologi Kedokteran; Jawetz, Melnick & Adleberg’s
Medical Microbiology, Edisi 23, 2004; 320.
6. Bailey BJ : Head and Neck Surgery Otolaryngology. Vol 11, Philadephia ; J.B.
Lippicont Company, 1993: 1542 - 55.
7. Balenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, Kepala dan Leber, Jilid II, Edisi
13. Alih Bahasa : Staf Ahli THT RSCM, FKUI, Jakarta ; Bina Rupa Aksara, 1997:
338 - 48.
8. Boies. Penyakit Telinga Luar. Buku Ajar Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorokan, ed
6, Alih Bahasa Dr. Caroline Wijaya, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta,1994:
78 - 80.
9. Becker W, Nauman H.H, Rudolf C. Ear, Nose and Throat Diseases, 2th ed, New
York; Thieme Medical Publishers Inc, 1994: 71-3.
10. Vennewald, I., Nat, R., Klemm E. Otomycosis: diagnosis and treatment. Clinics in
Dermatology 2010; 28: 202-211
11. Munguia R, Daniel SJ, 2008. Ototopical antifungals and otomycosis. International
Journal of Pediatric Otorhinolaryngology 2008; 72:453-459
12. Khan MA, Alzolibani AA. Otomycosis with perforated tympanic membrane.
International journal of health science. 2012;6(1):73-77
13. Lee KJ. Otolaryngology and Head Neck Surgery, New York ; Elsevier, 1989:20 - 3,
67 - 9.
14. Ballantyne J, Groves J. Disease of the Ear, Nose and Throat. 4t' Ed,
London;Butterworths,. 1979 : 1 - 65.