Suatu tanda atau Nisan yang diadakan mempunyai sangkut paut dengan suatu masalah
atau peristiwa yang terjadi. Sebagai suatu contoh yang dapat kami lihat dan saksikan di dalam
negeri dan jemaat. Ada batu teung, batu bantal, batu tiup tahuri, perigi-perigi dan lain-lain.
Semuanya dibuat dan ditiru oleh moyang atau datuk-datuk kami setelah mereka tiba dan
bertempat tinggal,menjadi pertanda atau kesaksian menjadi keturunan dan generasi penerus.
Ibadah 11 maret adalah ibadah pengucapan syukur yang dibuat dan dilaksanakan oleh
datuk-datuk kita mulai sejak tahun 1855, yang dipakai sebagai suatu tonggak sejarah yang tidak
terhapus dan terlupakan dari masyarakat, jemaat dari pupuh berganti pupuh dan masa lepas
masa. Karna masyarakat dan jemaat Naku pada masa itu telah terlepas dari suatu beban berat
yaitu wabah penyakit sampar yang ganas sebagai awan gelap yang menudung dan menutupi
langit kaehidupan masyarakat dan jemaat sehingga terbanyak yang alami dan menderita sampai
dengan titisan air mata, karena banyak yang dihentar ke pintu kubur, ke dunia orang mati.
Bahwa ibadah 11 Maret ini belum dapat dipahami secara baik dan diakui sebagaimana
mestinya, diantara kami dengan beranggapan; apakah benar-benar pada Maret 1855 terjadi
penyakit sampar atas negeri dan jemaat? Perlu diberikan keterangan, bahwa dalam arsip
administrasi dan statistik baik dari negeri maupun dari jemaat, tidak terdapat suatu dokumen
tertulis bahwa ibadah 11 Maret ini menyangkut hal-hal atau peristiwa tersebut di atas yang
menjadi bukti untuk dipergunakan pada waktu tertentu. Namun, menurut keterangan penjelasan
dan cerita dari orangtua yang lahirnya pada waktu 1875, atau orangtua yang lahirnya tidak
berjauhan alias 20 tahun sesudah penyakit sampar ini terjadi bahwa ibadah syukur 11 Maret ini
benar-benar dilaksanakan mengingat terlepaslah masyarakat dan jemaat dari penderitaan
penyakit tersebut. Bahwa keterangan dan penjelasan ini diterima oleh orangtua tersebut dari
ayah/bapaknya karena ayah/bapaknya pada tahun 1855 masih hidup, turut alami dan derita
ancaman penyakit tersebut dan turut juga melaksanakan ibadah peringatan 11 Maret.
Atas penjelasan dan keterangan tersebut dapatlah kita gali dan ungkit serta turut
mengakui bahwa ibadah syukur 11 maret adalah benar terjadi dan dipakai menjadi tonggak
sejarah yang tak dapat dihapus dari negeri dan jemaat dari pupu lepas pupu dan masa lepas masa.
Dengan kata lain selama negeri dan jemaat Naku tetap ada. Demikianlah penjelasan sekilas yang
diutarakan menjangkut ibadah 11 maret, tinggal saja bagaimana kita kerjakan dan laksanakan
atas perhatian baik dan rasa bertanggung jawab demi untuk kebahagiaan dan keslamatan kami
bersama.
SEJARAH RINGKAS 11 MARET BAGI MASYARAKAT
DAN JEMAAT NAKU
Sebermula, bahwa pada tahun 1855 dimana negeri Naku dibawah pimpinan Patti
ELKIOPAS GASPERSZ dan jemaat oleh guru/ pendeta WILHELM NOYA, terjadilah suatu
peristiwa yang sangat besar dan dasyat yang menimpa hidup masyarakat dan jemaat naku yaitu
sakit sampar yang mengadakan kebimbangan, kekuatiran dan keputusasaan sampai dengan
dukacita dan tumpah air mata.
Penyakit ini pada mulanya tidak dapat dipikir, bahwa ia akan membakar seluruh hidup
dan kehidupan masyarakat dan jemaat dari ujung negeri yang satu ke ujung negeri yang lain.
Orang berusaha untuk menghindarkan penyakit ini dari diri atau tubuhnya dengan pengetahuan
yang ada pada waktu itu dengan mempergunakan obat-obatan secara bagaimana dan apapun
juga. Karena pada waktu itu belum ada tenaga medis, dokter dan para ahli kesehatah, lagipun
obat-obatan yang dapat dipakai atau dipergunakan untuk menghilangakn penyakit itu dalam
waktu yang sangat singkat seperti yang terjadi dan dapat kami lihat sekarang ini.
Penyakit sampar ini mulai mengganas dan menunjuk sikap kemarahannya, sehingga
penderita-penderita sudah mulai dibawah atau dihentar ke pintu kubur. Hari bertambah hari,
orang mulai mati dari satu orang, kemudiaan dua dan seterusnya sampai dengantiga orang dalam
satu hari. Peti untuk menyimpan atau mengisi mayat yang biasa dibuat dari kayu seperti yang
kita lihat sekarang tidak dapat dikerjakan lagi degan kayu, namun hanya dengan gaba-gaba.
Disebabkan karena tenaga-tenagauntuk mengerjakannya sampai dengan gali kubur sudah sangat
berkurang, bahkan sudah tidak ada karena ditimpa kesakitan dan ada yang telah meninggal dunia
atau mati.
Lebih-labih mengelisa dan mengecewakan lagi, apabila suatu mayat diusung atau
dibawah dikubur kedengaran suara tanggis pada rumah yang lain karena kematian anak, Ibu,
bapak atau keluarganya.
Hal ini berjalan berhari-hari sehungga dikatakan hamper-hampir ayam tidak akan
berkokok lagi didalam negeri dan jemaat naku. Awan kegelapan yang tak putus-putus
membayangkan perkabungan yang tak hentinya menyelibungi masyarakat dan jemaat,
membangkitkan putus asa apa mau dikata, menunggu saat terakhir, karena usaha untuk
kesembuhan tidak berhasil, apalagi untuk mencari makn tidak kesempatan karena tidak mampu
lagi.
Sebagai pimpinan yang melihat hal ini dan rasa tanggung jawab, hatinya tidak teduh
tergoyang oleh badai yang mengamuk mengancam bahtra keperintahan dan pelayanan, kedua
tokoh tersebut Patti ELKIOPAS GASPERSZ dan guru WILHELM NOYA mengadakan suatu
pertemuan antar pimpinan membahaskan secara bersama jalan apakah yang nanti kita tempuh,
agar malang dapat ditolak dan untung kelak ditarik. Berarti apakah yang patut dan akan kita
kerjakan agar penyakit ini dapat hilang dari masyarakat dan jemaat.
Akhir bermusyawarah dan mufakat tingkat pimpinan, kedua tokoh ini keluar dengan
suatu keputusan bahwa tidak ada jalan lain yang olehnya penyakit sampar ini menghilang dari
masyarakat dan jemaat naku, selain atau Cuma harus menghadap Tuhan Allah di Sorga sambil
memohonkan keampuanan atas segala salah dan dosa yang telah dibuat mau secara pimpinan
sampai kepada masyarakat dan jemaat. Maka oleh kebijaksanaan yang diambil ini berhimpunlah
seluruh masyarakat dan jemaat didalam Baillirung atau BAileuw dan bersama-sama bertekuk
lutut mengahadap hadirat Tuhan Allah semesta, sekalian oleh PDT. WILHELM NOYA
memohonkan keampunan dan kehadiran agar penyakit ini akan lalu dari negeri dan jemaat.
Allah yang penuh kasih dan setia atas janjinya , mencabut kembali kemurkaannya,
penyakit hilang., kesembuhan mulai dipulihkan , masyarakat dan jemaat mendapat ketenangan
dan penghiburan. Semua terlihat sebagai suatu mujisat yang luar biasa.
Setelah negeri dan jemaat mendapat keteduhan dan ketenangan, mereka dihimpunkan
kembali secara bersama-sama ditempat yang sama tadi panjatkan doa syukur kepada Tuhan
karena permohonan dan pengeluhan telah di terima oleh Tuhan. Hal ini terjadi pada tanggal 11
maret 1855.
Bahwa doa pengucapan syukur pada tanggal 11 maret ini mempunyai suatu janji terikat
mau dari pimpinan dan sampai dengan datuk /leluhur pada masa itu mengalami dan menderita
musibah penyakit sampar agar tanggal 11 maret ini harus dilaksanakan dari tahun berpindah
tahun oleh turun- temurun atau generasi penerus selama Negeri dan jemaat naki ini hidup.
Dan hal ini sudah dilaksanakan secara demikian sampai pada hari ini sudah mencapai
163 tahun atau 163 kali melakukan ibadah 11 maret ini.
Ibadah ini pada mulanya dilaksanakan di rumah Balirung/Baileuw. Acara ibadah adalah
sebagai berikut:
1. Pembukaan oleh Pemerintah Negeri dengan menyatakan bagi masyarakat dan jemaat
peristiwa menyangkut sejarah 11 Maret.
2. Kemudian diteruskan oleh pendeta/penghantar jemaat dengan khotbah/renungan sampai
selesai.
Akan tetapi pada waktu pendeta Belanda, Pdt. Crowfiel yang disebut pendeta Leitimur
yang tinggal di Negeri Hutumuri, membuat kekunjungan dan tiba di Naku kebetulan pada
tanggal 11 Maret, maka oleh beliau acara ibadah 11 Maret ini dipindahkan ke Gereja, tetapi cara
melaksanakan ibadahnya tidak berobah sebagai dinyatakan tadi/sebagai tersebut di atas.
Kemudian acara ini dirobahkan pula, yaitu dilaksanakan oleh pendeta/penghantar jemaat
saja pada waktu Pdt. Pieter Tanamal tahun 1956 sebagai penghantar jemaat atas jemaat Naku,
dan perobahan tersebut telah dilaksanakan dan dijalankan sampai hari ini.
Demikianlah Sejarah RIngkas tanggal 11 Maret bagi negeri dan jemaat Naku.
Yang menyusun
Badan Pemerintah Negeri
Sekretaris
(J.B. de Fretes)