Anda di halaman 1dari 5

BAB III

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang telah dilakukan di RW 10 Desa

Haurpanggung Kecamatan Tarogong Kidul Kabupaten Garut, terdapat 805 jiwa yang

terkaji dari 223 KK, dengan sebaran usia dewasa dewasa 19 - 44 tahun (314) jiwa,

jenis kelamin terbanyak adalah perempuan (379) jiwa, suku terbanyak (805) jiwa

adalah suku sunda dan agama terbanyak adalah islam (805) jiwa, pekerjaan

terbanyak adalah (192) jiwa bekerja sebagai wiraswasta.

Dari 805 jiwa yang dikaji, telah ditemukan beberapa masalah yang muncul

masalah tersebut sebelumnya diajukan oleh mahasiswa dan telah disepakati bersama

masyarakat dengan stakeholder pada saat MMRW (Musyawarah Masyarakat Rukun

Warga) untuk dilakukan implementasi bersama. Masalah yang muncul tersebut

diantaranya masalah individu, keluarga dan lingkungan.

Masalah individu dan keluarga yang paling banyak terjadi pada masyarakat di

RW 10 Desa Haurpanggung, yaitu masalah hipertensi yang terjadi pada 257 warga

yang berusia > 15 tahun. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakat yang menderita

hipertensi sering mengonsumsi garam yang berlebihan (225 warga), mengonsumsi

makanan berlemak, santan, tetelan, jeroan (235 warga), konsumsi kopi (145 warga,

konsumsi alkohol (7 warga), kurang olahraga (191 warga), kurang mengontrol

emosi/stress (145 warga), kurang rekreasi (245 warga), dan merokok (100 warga).
Kebiasaan tersebut sejalan dengan hasil penelitian Ningsih (2013) bahwa beberapa

faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi antara lain adalah umur, obesitas,

kebiasaan olah raga, stres, kebiasan merokok , keturunan, kebiasaan minum kopi dan

mengkomsumsi garam yang berlebihan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan

bahwa intensitas masyarakat yang beresiko dan terkena hipertensi cukup tinggi.

Selain itu, tingginya intensitas dan resiko penyakit hipertensi di kalangan

masyarakat RW 10 Desa Haurpanggung disebabkan karena rendahnya angka

kunjungan masyarakat pada rentang usia lansia ke posbindu, kurangnya pengetahuan

masyarakat tentang manfaat JKN, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang

penerapan perilaku hidup bersih sehat, kurang adekuatnya pengetahuan masyarakat

terkait hipertensi, dan tingginya populasi lansia. Oleh sebab itu, dari data tersebut

kami mengangkat diagnosa keperawatan, yaitu resiko terjadinya peningkatan

penyakit tidak menular : hipertensi di lingkungan warga RW 10 Desa Haurpanggung

berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit tidak menular

(hipertensi).

Implementasi yang telah dilakukan untuk menangani masalah tersebut, yaitu

penyuluhan tentang hipertensi dan pemeriksaan tekanan darah gratis kepada warga

Desa Haurpanggung, bekerjasama dengan Ketua RW 10 Desa Haurpanggung, Karang

Taruna RW 10 Desa Haurpanggung dan Puskesmas Haurpanggung. Selain itu,

setelah masyarakat mendapatkan pengetahuan mengenai hipertensi dan pemeriksaan

tekanan darah yang dilakukan oleh mahasiswa Program Profesi Ners Angkatan 36

bekerjasama dengan pihak Puskesmas Haurpanggung, masyarakat juga diberikan


leaflet mengenai hipertensi agar masyarakat dapat mengingat dan mempraktekan ilmu

yang telah diberikan saat penyuluhan.

Masalah kesehatan kedua yang mungkin muncul terjadi pada masyarakat di

RW 10 Desa Haurpanggung, yaitu masalah penyakit Demam Berdarah. Hal ini

dikarenakan oleh adanya vektor yang memengaruhi kesehatan masyarakat (nyamuk)

di 190 rumah masyarakat Desa Haurpanggung, 47 rumah tidak melakukan

pengurasan bak penampungan dan 47 rumah melakukan pengurasan lebih dari tiga

hari dalam seminggu, 113 rumah berkondisi lembab dan 8 rumah berjamur, 48 rumah

kotor, 67 rumah kurang cahaya dan 17 rumah tidak ada cahaya masuk. Selain itu,

terdapat 84 rumah terdapat air yang tergenang di sekitar lingkungan rumah, 146

rumah memiliki saluran pembuangan limbah air yang tidak lancar, dan 178 rumah

tidak melakukan pemilihan sampah. Selain itu, masih ada masyarakat RW 10 Desa

Haurpanggung juga belum tepat dalam melakukan pencegahan demam berdarah,

seperti ada 177 rumah yang tidak menggunakan serbuk larvasida, ada 71 rumah yang

tidak menggunakan obat atau lotion anti nyamuk, ada 167 rumah yang tidak

menggunakan kelambu, 198 rumah tidak memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk,

199 rumah tidak memiliki tanaman pengusir nyamuk, 199 rumah tidak mengatur

pencahayaan dan ventilasi rumah, 195 rumah masih sering mengantung pakaian

sembarangan, serta 2 rumah tidak melakukan apapun untuk pencegahan DBD.

Apabila perilaku atau kebiasaan tersebut terus berlanjut, maka dikemudian

hari kemungkinan ada masyarakat RW 10 Desa Haurpanggung yang terserang

penyakit DBD. Oleh karena itu, menurut Kementerian Kesehatan RI (2016)

penatalaksaan pencegahan penyakit DBD dan kewaspadaan dini masyarakat terhadap


DBD harus ditingkatkan dengan cara mengupayakan pemberantasan sarang nyamuk

dengan melakukan 3 M plus secara berkelajutan sepanjang tahun.

Berdasarkan uraian dan penyataan di atas, maka kami melakukan

implementasi untuk menangani masalah DBD, yaitu penyuluhan tentang pencegahan

DBD, dan mempraktekan cara membuat teknologi tepat guna tangkap nyamuk

kepada warga Desa Haurpanggung, bekerjasama dengan Ketua RW 10 Desa

Haurpanggung, Karang Taruna RW 10 Desa Haurpanggung dan Puskesmas

Haurpanggung. Selain itu, setelah masyarakat mendapatkan pengetahuan mengenai

pencegahan DBD, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), dan teknologi tepat

guna tangkap nyamuk yang dilakukan oleh mahasiswa Program Profesi Ners

Angkatan 36 bekerjasama dengan pihak Puskesmas Haurpanggung, masyarakat juga

diberikan leaflet mengenai informasi yang diberikan saat penyuluhan agar masyarakat

dapat mengingat dan mempraktekan ilmu yang telah diberikan saat penyuluhan.

Masalah yang ketiga adalah Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS), dari hasil

SMD didapatkan bahwa 26 anak usia sekolah tidak melakukan cuci tangan sebelum

makan, 16 anak tidak melakukan cuci tangan setelah dari toilet, 24 anak tidak

melakukan sarapan pagi sebelum sekolah, dan 101 anak masih suka jajan

sembarngan. Selain itu, kondisi lingkungan rumah juga turut memengaruhi kondisi

kurangnya sikap masyarakat dalam melakukan perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS), seperti 146 rumah masih melakukan pembuangan akhir tinja, limbah cuci

kamar mandi ke sungai, 146 rumah memiliki jarak septic tank dengan sumber air

kurang dari 10 meter, 170 rumah terdapat vektor kecoa dan 147 rumah terdapat

vektor tikus, sedangkan 70 rumah lainnya terdapat vektor lalat, 1 rumah memiliki
kualitas air yang berbau dan 13 rumah memiliki kualitas air yang berwarna. Apabila

perilaku atau kebiasaan tersebut terus berlanjut, maka dikemudian hari kemungkinan

kesehatan masyarakat, terutama kondisi kesehatan anak usia sekolah di RW 10 Desa

Haurpanggung akan mengalami penurunan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Jong et. al. (2016) yang menyatakan bahwa penggunaan jamban yang tidak sehat

berperan penting dalam menyebabkan kejadian diare pada anak. Selain itu, hasil

penelitian Purwandari (2013) menunjukkan bahwa perilaku cuci tangan berperan

penting dalam insiden diare karena tangan adalah bagian tubuh kita yang paling

banyak tercemar kotoran dan bibir penyakit. Ketika memegang sesuatu, dan berjabat

tangan, tentu ada bibit penyakit yang melekat pada kulit tangan. Kebiasaan mencuci

tangan dengan sabun adalah bagian dari perilaku hidup sehat yang dapat mencegah

masuknya berbagai penyakit kedalam tubuh. Hasil penelitian Mashoto et. al. (2014)

menunjukkan tingkat pengetahuan tentang PHBS memiliki peran penting dalam

menurunkan angka kejadian diare, sehingga diperlukan adanya penyuluhan mengenai

PHBS. Implementasi yang telah dilakukan adalah melakukan penyuluhan tentang

PHBS kepada masyarakat Desa Haurpanggung, dan melakukan penyuluhan cara

mencuci tangan dan menggosok gigi yang benar kepada anak usia sekolah di SDN 01

& 02 Desa Haurpanggung.

Anda mungkin juga menyukai