Anda di halaman 1dari 32

BAB.

PENDAHULUAN

Infeksi muskuloskeletal merupakan penyakit yang umum terjadi, dapat melibatkan


seluruh struktur dari sistem muskuloskeletal dan dapat berkembang menjadi penyakit yang
berbahaya bahkan membahayakan jiwa. Salah satunya yang sering terjadi adalah
osteomielitis. Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang
dan struktur disekitarnya akibat infeksi dari kuman-kuman piogenik maupun non piogenik.
Penyebab tersering osteomielitis pyogenik adalah Staphylococcus aureus (89-90%),
Escherichia coli, Pseudomonas, dan Klebsiella. Pada periode neonatal, Haemophilus
influenzae dan kelompok B streptokokus seringkali bersifat patogen.1

Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II; tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan “infant”. Anak laki-laki lebih sering dibanding anak perempuan (4:1). Lokasi
yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan
fibula. Prevalensi keseluruhan adalah 1 kasus per 5.000 anak. Prevalensi neonatal adalah
sekitar 1 kasus per 1.000. Kejadian tahunan pada pasien dengan anemia sel sabit adalah
sekitar 0,36 %. Insiden osteomielitis vertebral adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk.
Kejadian tertinggi pada negara berkembang. Tingkat mortalitas osteomielitis
adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi medis berat yang mendasari. 2

Dalam dua puluh tahun terakhir ini telah banyak dikembangkan tentang bagaimana
cara menatalaksana penyakit ini dengan tepat. Sangat penting mendiagnosis osteomielitis ini
sedini mungkin, terutama pada anak-anak, sehingga pengobatan dengan antibiotika dapat
dimulai, dan perawatan pembedahan yang sesuai dapat dilakukan dengan pencegahan
penyebaran infeksi yang masih terlokalisasi dan untuk mencegah jangan sampai seluruh
tulang mengalami kerusakan yang dapat menimbulkan kelumpuhan.

Seringkali usaha ini berupa suatu tim yang terdiri dari ahli bedah ortopedi, ahli bedah
plastik, ahli penyakit infeksi, ahli penyakit dalam, ahli nutrisi, dan ahli fisioterapi yang
berkolaborasi untuk menghasilkan perawatan multidisiplin yang optimal bagi penderita.
Infeksi dalam suatu sistem muskuloskeletal dapat berkembang melalui dua cara, baik melalui
peredaran darah maupun akibat kontak dengan lingkungan luar tubuh.

5
BAB. II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI, FAAL, HISTOLOGI, dan BIOKIMIA TULANG

Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik dan mempunyai 5 fungsi utama, yaitu :
1. Membentuk rangka badan
2. Sebagai tempat melekat otot
3. Sebagai bagian dari tubuh untuk melindungi dan mempertahankan alat-alat dalam,
seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung dan paru-paru
4. Sebagai tempat deposit kalsium, fosfor, magnesium, dan garam
5. Sebagai organ yang berfungsi sebagai jaringan hematopoetik untuk memproduksi sel-
sel darah merah, sel-sel darah putih dan trombosit 3

Tulang dalam garis besarnya dibagi atas : 4


 Tulang panjang, yang temasuk adalah femur, tibia, fibula, humerus, ulna. Tulang
panjang disusun untuk menyagga berat badan dan gerakan. Tulang panjang (os
longum) terdiri dari 3 bagian, yaitu
epiphysis, diaphysis, dan metaphysis. Ujung
tulang panjang dinamakan epifisis. Plat
epifisis memisahkan epifisis dari metafisis
dan merupakan pusat pertumbuhan
longitudinal pada anak-anak. Pada orang
dewasa mengalami klasifikasi. Ujung tulang
panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada
sendi-sendinya. Sedangkan, daearah batas
disebut diafisis dan daerah yang berdekatan
dengan garis epifisis disebut metafisis.
Daerah ini merupakan suatu daerah yang sangat sering ditemukan adanya kelainan
atau penyakit, oleh karena daerah ini merupakan daerah metabolic yang aktif dan
banyak mengandung pembuluh darah. Kerusakan atau kelainan perkembangan pada
daerah lempeng epifisis akan menyebabkan kelainan pertumbuhan tulang. Diaphysis
6
atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun
dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Seluruh tulang dilapisi oleh
lapisan fibrosa yang disebut periosteum.
 Tulang pendek, contohnya antara lain tulang vertebra dan tulang-tulang carpal
 Tulang pipih, antara lain tulang iga, tulang skapula, tulang pelvis

Tulang terdiri atas bagian kompak pada bagian luar yang disebut korteks dan bagian
dalam yang bersifat spongiosa berbentuk trabekular dan di luarnya dilapisi oleh periosteum.
Berdasarkan histologisnya maka dikenal:
 Tulang imatur (non-lamellar bone, woven bone, fiber bone), tulang ini pertma-tama
terbentuk dari osifikasi endokondral pada perkembangan embrional dan kemudian
secara perlahan-lahan menjadi tulang yang matur dan pada umur 1 tahun tulang
imatur tidak terlihat lagi. Tulang imatur ini mengandung jaringan kolagen dengan
substansi semen dan mineral yang lebih sedikit dibandingkan dengan tulang matur.
 Tulang matur (mature bone, lamellar bone)
o Tulang kortikal (cortical bone, dense bone, compacta bone)
o Tulang trabekular (cansellous bone, trabecular bone, spongiosa)

Secara histolgik, perbedaan tulang matur dan imatur terutama dalam jumlah sel,
jaringan kolagen, dan mukopolisakarida. Tulang mature ditandai dengan sistem Harversian
atau osteon yang memberikan kemudahan sirkulasi darah melalui korteks yang tebal. Tulang
matur kurang mengandung sel dan lebih banyak substansi semen dan mineral dibanding
dengan tulang imatur.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein, dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas
tiga jenis sel: osteoblas, osteosit, dan osteoklas. 5


Osteoblast merupakan salah satu jenis sel hasil diferensiasi sel mesenkim yang sangat
penting dalam proses osteogenesis atau osifikasi. Sebagai sel, osteoblas dapat
memproduksi sunstansi organik intraseluler atau matriks, dimana kalsifikasi terjadi di
kemidian hari. Tulang baru dibentuk oleh osteoblast yang membentuk osteoid dan
mineral pada matriks tulang bila proses ini selesai osteoblast menjadi osteosit dan
terperangkap dalam matriks tulang yg mengandung mineral.3

Osteosit, berfungsi memelihara kontent mineral dan elemen organik tulang.

Osteoclast, merupakan sel yang bersifat multinukleus, tidak ditutupi oleh permukaan

7
tulang dengan sifat dan fungsi resorpsi serta mengeluarkan tulang.

Matriks tulang menyimpan kalsium, posfor, magnesium, dan fluor. Tulang


mengandung 99% dari seluruh kalsium tubuh dan 90% dari seluruh fosfor tubuh. Unit dasar
dari kortek tulang disebut sistem haversian. Yang terdiri dari saluran haversian (yang berisi
pembuluh darah, saraf dan lymphatik), lacuna (berisi osteosit), lamella, canaliculi (saluran
kecil yang menghubungakan lacuna dan saluran haversian). 3,5

Bagian luar tulang diselimuti oleh membran fibrous padat yang dinamakan
periosteum. Periosteum memberi nutrisi pada tulang dan memungkinkannya tumbuh selain
sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung syaraf, pembuluh
darah, dan limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung osteoblas yang
merupakan sel pembentuk tulang.

Endosteum adalah membran vasculer tipis yang menutupi rongga sum-sum tulang
panjang dan rongga-rongga dalam tulang kanselus. Osteoklas melarutkan tulang untuk
memelihara rongga sumsum terletak dekat endosteum dan dalam lakuna howship.

Sumsum tulang merupakan jaringan vasculer dalam rongga sumsum tulang panjang
dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah terutama terletak di dalam sternum vertebra
dan rusuk pada tulang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih.
Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning. 5

PERTUMBUHAN TULANG

8
Perkembangan tulang pada embrio terjadi melalui dua cara, yaitu osteogenesis
desmalis dan osteogenesis enchondralis. Keduanya menyebabkan jaringan pendukung
kolagen primitive diganti oleh tulang, atau jaringan kartilago yang selanjutnya akan diganti
pula menjadi jaringan tulang. Hasil kedua proses osteogenesis tersebut adalah anyaman
tulang yang selanjutnya akan mengalami remodeling oleh proses resorpsi dan aposisi untuk
membentuk tulang dewasa yang tersusun dari lamella tulang. Kemudian, resorpsi dan
deposisi tulang terjadi pada rasio yang jauh lebih kecil untuk mengakomodasi perubahan
yang terjadi karena fungsi dan untuk mempengaruhi homeostasis kalsium. Perkembangan
tulang ini diatur oleh hormone pertumbuhan, hormone tyroid, dan hormone sex.3,6


Osteogenesis Desmalis / Osteogenesis intramembranosa, karena terjadinya dalam
membrane jaringan. Tulang yang terbentuk selanjutnya dinamakan tulang desmal
(tulang atap tengkorak). Tulang terbentuk melalui konversi langsung dari jaringan
mesenkim menjadi jaringan tulangatau dapat dikatakan pembentukan tulang dengan
jalan transformasi jaringan pengikat fibrosa.

Osteogenesis Endchondralis yakni pembentukan tulang dimana sel-sel mesenkim
berdifernsiasi terlebih dahulu menjadi kartilago (jaringan rawan) kemudian berubah
menjadi tulang. Pertumbuhantulang secara endokondral terdapat pada tulang vertebra,
costae, sternum dan ekstremitas. Proses penulang diawali dengan masuknya
pembuluh darah membawa bahan tulang (ossein dan mineral) ke jaringan tulang
rawan, hadirnya osteoblast di situ, disusul pula dengan hadirnya chondroblast yang
meresap tulang rawan yang dirombak. Chondrosit menyusun diri menjadi jajaran
lurus, disusul dengan masuknya bahan kapur dan mineral lain ke matriks. Tulang akan
terdiri dari lapisan-lapisan (lamella) yang sebagian besar tersusun menurut lingkaran
membentuk sistem Harvers.3,6

PERTUMBUHAN MEMANJANG TULANG PIPA

Setelah berlangsung penulangan pada pusat penulangan sekunder di daerah epiphysis,


maka teradapatlah sisa – sisa sel khondrosit diantara epiphysis dan diaphysis. Sel – sel
tersebut tersusun bederet –deret memanjang sejajar sumbu panjang tulang. Karena perubahan
sel –sel dalam setiap deret seirama, maka discus tersebut menunjukan gambaran yang
dibedakan dalam daerah – daerah perkembangan. Daerah – daerah perkembangan:

1. Zona Proliferasi : sel kartilago membelah diri menjadi deretan sel – sel gepeng.
2. Zona Maturasi : sel kartilago tidak lagi membelah diri,tapi bertambah besar.
9
3. Zona Hypertrophy : sel –sel membesar dan bervakuola.
4. Zona Kalsifikasi : matriks cartílago mengalami kalsifikasi.
5. Zona Degenerasi : sel – sel cartílago berdegenerasi diikuti oleh terbukanya lacuna
sehingga terbentuk trabekula.

Karena masuknya pembuluh darah, maka pada permukaan trabekula di daerah ke arah
diaphysis diletakan sel-sel yang akan berubah menjadi osteoblas yang selanjutnya akan
melanjutkan penulangan. Dalam proses pertumbuhan discus epiphysealis akan semakin
menipis, sehingga akhirnya pada orang yang telah berhenti pertumbuhan memanjangnya
sudah tidak deketemukan lagi.

PEMBESARAN DIAMETER TULANG PIPA

Pertumbuhan tulang pipa selain memanjang melalui discus epiphysealis juga


mengalami pertambahan diameter dengan cara pertambahan jeringan tulang melalui
penulangan oleh periosteum lapisan dalam yang dibarengi dengan pengikisan jaringan tulang
dari permukaan dalamnya. Dengan adanya proses pengikisan jaringan tulang ini, walau pun
diameter tulang bertambah namun ketebalannya tetap dipertahankan. Hal ini penting,karena
tanpa pengikisan,berat tulang akan bertambah terus sehingga mengganggu fungsinya.

PERBAIKAN PATAH TULANG

Jika terjadi patah tulang, maka kerusakan akan menyebabkan perdarahan yang
biasanya akan diikuti oleh pembekuan. Kerusakan juga menyebabkan kerusakan matriks dan
sel-sel tulang di dekat garis patah. Awal dari proses perbaikan tulang dimulai dengan
pembersihan dari bekuan darah, sisa – sisa sel dan matriks yang rusak. Periosteum dan
endosteum disekitar tulang yang patah menanggapi dengan meningkatnya proliferasi
fibroblast sehingga terbentuklah jaringan seluler disekitar garis patah dan di antara ujung –
ujung tulang yang terpisah. Pembentukan tulang baru berlangsung melalui penulangan
enkhondral dan desmal secara simultan. Untuk penulangan enkhondral didahului dengan
terbentuknya kartilago hialin yang berasal dari perubahan jaringan granulasi sebagai hasil
proliferasi fibroblast. Celah fragmen tulang sekarang diisi oleh jaringan kartilago yang
merupakan kalus. Jaringan tulang baru mengisi celah diantara fragmen tulang membentuk
kalus tulang dan menggantikan kalus kartilago. Sel – sel osteoprogenitor dari periosteum dan
10
endosteum akan menjadi osteoblas sehingga di daerah tersebut terjadi penulangan desmal.
Penulangan enkhondral berlangsung sebagai trabekula dalam jaringan kartilago yang
merupakan jaringan penopang sementara dalam perbaikan patah tulang. Tekanan pada tulang
selama proses penyembuhan menyebabkan perbaikan bentuk tulang ke bentuk asalnya
sehingga benjolan kalus akhirnya akan lenyap melalui resorpsi.

Struktur tulang berubah sangat lambat terutama setelah periode pertumbuhan tulang
berakhir. Setelah fase ini perubahan tulang lebih banyak terjadi dalam bentuk perubahan
mikroskopik akibat aktivitas fisiologis tulang sebagai suatu organ biokimia utama tulang.
Komposisi tulang terdiri atas: substansi organik (35%), substansi anorganik (45%), air (20%).
Substansi organik terdiri atas sel-sel tulang serta substansi organik intraseluler atau matriks
kolagen dan merupakan bagian terbesar dari matriks (90%), sedangkan sisanya adalah asam
hialuronat dan kondrotin asam sulfur. Substansi anorganik terutama terdiri atas kalsium dan
fosfor dan sisanya oleh magnesium, sodium, hidroksil, karbonat, dan fluorida. Enzim tulang
adalah alkali fosfatase yang diproduksi oleh osteoblas yang kemungkinan besar mempunyai
peranan penting dalam produksi organik matriks sebelum terjadi kalsifikasi.

BAB. III
PEMBAHASAN
OSTEOMIELITIS

3.1 DEFINISI OSTEOMIELITIS

11
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang dan medula tulang baik karena infeksi
piogenik atau non piogenik misalnya mikobacterium tuberculosa. Ini dapat tetap terlokalisasi
atau dapat tersebar melalui tulang, melibatkan sumsum, korteks, jaringan kanselosa, dan
periosteum. Hal ini dapat bersifat akut maupun kronik.1

3.2 ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI

Pada dasarnya, semua jenis organisme, termasuk virus, parasit, jamur, dan bakteri,
dapat menyebabkan osteomielitis, tetapi paling sering disebabkan oleh bakteri piogenik
tertentu dan mikobakteri. Penyebab osteomielitis pada anak-anak adalah kuman
Staphylococcus aureus (89-90%), Streptococcus (4-7%), Haemophilus influenza (2-4%),
Salmonella typhii dan Eschericia coli (1-2%). Pada anak umur dibawah 4 tahun sebanyak 50
% disebabkan oleh Hemofilus influenza. Adapun organisme lain seperti B. Colli, B.
Aerogenus kapsulata, Pneumokokus, Salmonella tifosa, Pseudomonas aerogenus, Proteus
mirabilis, Brucella, dan bakteri anaerobik yaitu Bakteroides fragilis juga dapat menyebabkan
osteomielitis hematogen akut. Bakteri penyebab osteomielitis akut dan langsung meliputi : 1,2
 Osteomileitis hematogen akut

Bayi baru lahir (usia < 4 bulan): S. Aures, Enterobacter, dan kelompok
Streptococcus α dan β

Anak-anak (usia 4 bulan – 4 tahun): Streptococcus α dan β, Haemophilus
influenzae, dan Enterobacter7

Remaja (usia 4 tahun sampai dewasa): S. Aureus (80%), kelompok Streptococcus
α, H. Influenzae, dan Enterobacter

Dewasa: S. Aureus dan kadang-kadang Enterobacter dan Streptococcus8

12
 Osteomielitis langsung, umumnya disebabkan oleh S. Aureus, Enterobacter sp. , dan
Pseudomona sp.

Epidemilogi dan insiden osteomielitis:

 Morbiditas
Prevalensi keseluruhan di Amerika adalah 1 kasus per 5000 anak, sedangkan neonatus
adalah sekitar 1 kasus per 1000 kejadian. Sedangkan kejadian pada pasien dengan
anemia sel sabit adalah sekitar 0,36%. Prevalensi osteomielitis setelah trauma pada
kaki sekitar 16% (30-40% pada pasien dengan DM). Insiden osteomielitis vertebral
adalah sekitar 2,4 kasus per 100.000 penduduk. Morbiditas dapat signifikan dan dapat
termasuk penyebaran infeksi lokal ke jaringan lunak yang terkait atau sendi;
berevolusi menjadi infeksi kronis, dengan rasa nyeri dan kecacatan; amputasi
ekstremitas yang terlibat; infeksi umum; atau sepsis. Sebanyak 10-15% pasien dengan
osteomielitis vertebral mengembangkan temuan neurologis atau kompresi corda
spinalis. Sebanyak 30% dari pasien anak dengan osteomielitis tulang panjang dapat
berkembang menjadi trombosis vena dalam (DVT). Perkembangan DVT juga dapat
menjadi penanda adanya penyebarluasan infeksi. Komplikasi vaskuler tempaknya
lebih umum dijumpai dengan Staphylococcus Aureus yang resisten terhadap
methacilin yang didapat dari komunitas (Community-Acquired Methicillin-Resistant
Staphylococcus Aureus / CA-MRSA) dari yang sebelumnya diakui. 2 Faktor-faktor
pasien seperti perubahan pertahanan netrofil, imunitas humoral, dan imunitas selular
dapat meningkatkan resiko osteomielitis. 1,8
 Mortalitas
Tingkat mortalitas rendah, kecuali yang berhubungan dengan sepsis atau keberadaan
kondisi medis berat yang mendasari.
 Jenis kelamin
Kejadian pada anak laki-laki lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan
dengan perbandingan 4:1.
 Usia
Osteomielitis sering ditemukan pada usia dekade I-II, tetapi dapat pula ditemukan
pada bayi dan neonatus. Pada keseluruhan insiden terbanyak pada negara
berkembang. Osteomielitis vertebral lebih sering pada orang tua usia ≥ 45 tahun.
Osteomielitis pada anak-anak sering bersifat akut dan menyebar secara hematogen,
sedangkan osteomielitis pada orang dewasa merupakan infeksi subakut atau kronik

13
yang berkembang secara sekunder dari fraktur terbuka dan meliputi jaringan lunak.
Post traumatik osteomielitis insidennya 47% dari kasus osteomielitis.8
 Lokasi
Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang, misalnya femur, tibia, humerus,
radius, ulna dan fibula. Namun tibia menjadi lokasi tersering untuk osteomielitis post
trauma karena pada tibia hanya terdapat sedikit pembuluh darah.9,10

3.3 FAKTOR RESIKO

Osteomielitis biasanya tidak membedakan ras atau jenis kelamin. Tetapi beberapa orang
memiliki resiko lebih untuk terkena penyakit ini, resiko tersebut adalah : 8

 Diabetes mellitus
 Pasien yang mendapat hemodialisis
 Orang yang daya tahan tubuhnya lemah/buruk
 Sickel cell disease
 Penyalahgunaan obat-obatan Intravena
 Umur terutama mengenai bayi dan anak-anak
 Alkoholisme
 Penggunaan steroid jangka panjang

14
 Penyakit sendi kronik
 Trauma (pembedahan ortopedi atau fraktur terbuka)
 Pemakaian prosthetic ortopedi

3.4 KLASIFIKASI

Osteomielitis merupakan penyakit yang kompleks, sehingga sistem klasifikasi yang


bervariasi telah dikembangkan disamping kategori umum berdasarkan waktunya yaitu akut,
sub-akut, dan kronik. Sistem klasifikasi Waldvogel membagi osteomielitis berdasarkan
patogenesisnya dalam kategori hematogenous, contiguous and chronic, sedangkan klasifikasi
yang lebih baru menurut sistem klasifikasi Cierny-Mader berdasarkan status dari proses
penyakit, bukan etiologi, kronisitas, atau factor lainnya sehingga istilah akut dan kronik tidak
dipergunakan pada system Cierny-Mader, derajat pada system ini bersifat dinamik dan dapat
berubah-ubah sesuai sesuai kondisi medik pasien, keberhasilan terapi antibiotic dan
pengobatan lainnya. 2,8

Waldvogel Classification System for Cierny-Mader Staging System for


Osteomyelitis Osteomyelitis
Hematogenous osteomyelitis Anatomic type
Stage 1: medullary osteomyelitis
Osteomyelitis secondary to contiguous focus of Stage 2: superficial osteomyelitis
infection Stage 3: localized osteomyelitis
Stage 4: diffuse osteomyelitis
No generalized vascular disease Physiologic class
A host: healthy
Generalized vascular disease B host:
Bs: systemic compromise
Chronic osteomyelitis (necrotic bone) Bl: local compromise
Bls: local and systemic compromise
Information from Waldvogel FA, Medoff G, C host: treatment worse than the disease
Swartz MN. Osteomyelitis: a review of clinical Factors affecting immune surveillance,
features, therapeutic considerations and unusual metabolism and local vascularity
aspects (first of three parts). N Engl J Med - Systemic factors (Bs): malnutrition, renal or
1970;282:198-206. hepatic failure, diabetes mellitus, chronic
hypoxia, immune disease, extremes of age,
immunosuppression or immune deficiency
- Local factors (Bl): chronic lymphedema, venous
stasis, major vessel compromise, arteritis,
extensive scarring, radiation fibrosis, small-vessel
disease, neuropathy, tobacco abuse

Adapted with permission from Cierny G, Mader


JT, Pennick JJ. A clinical staging system for adult
15
osteomyelitis. Contemp Orthop 1985;10:17-37.

Ross dan Cole (1985) membagi lesi-lesi ini


sebagai yang bersifat agresif atau rongga di dalam
daerah metafisis atau diafisis. Klasifikasi ini
membantu dalam perencanaan pengobatan
sebagai lesi yang sifatnya menyerang yang
seharusnya diobati dengan pembedahan untuk
mendiagnosisnya. Gledhill mengklasifikasikan
osteomyelitis subakut berdasarkan gambaran radiologinya (1973), dan klasifikasi ini telah
dimodifikasi oleh Robert, dkk pada tahun 1982. Klasifikasi ini berguna untuk pelaporan hasil
pengobatan berdasarkan lokasi dan ini bukan merupakan suatu prognosis atau rencana
pengobatan. 2,8

A. Tipe I adalah lesi metafisis


 Tipe Ia merupakan lesi di sentral metafisis sebagai gambaran radiolusen,
sering merupakan sugestif dari histiositosis sel Langerhans.
 Tipe Ib merupakan lesi di metafisis yang aneh yang berlokasi pada erosi
korteks, yang mungkin memberikan gambaran dari sarkoma osteogenik.

B. Tipe II merupakan lesi diafisis


 Tipe IIa berlokasi di korteks dan reaksi periosteal meniru osteoid osteoma.
 Lesi tipe IIb merupakan abses meduler diafisis tanpa perusakan korteks
tetapi merupakan reaksi periosteal yang menyerupai kulit bawang mirip sarkoma
Ewing.

C. Tipe III merupakan lesi epifisis


 Tipe IIIa merupakan osteomielitis primer pada epifisis dan tampak sebagai
gambaran konsentrik radiolusen. Tipe ini biasanya tampak pada anak-anak usia 4-5
tahun.
 Tipe IIIb adalah osteomielitis subakut yang menyilang epifisis dan
meliputi baik epifisis maupun metafisis.

16
D. Lesi tipe IV merupakan lesi yang sama dengan lesi metafisis, yang didefinisikan sebagai
bagian dari tulang yang rata atau ireguler yang dibatasi oleh kartilago (pertumbuhan
lempeng apofisis, kartilago artikuler, atau fibrokartilago), seperti vertebra, pelvis, dan
tulang-tulang pendek seperti tulang tarsal dan klavikula (Nixon, 1978).
 Tipe IVa meliputi tulang belakang dengan proses erosi atau destruksi.
 Tipe IVb meliputi penutup tulang dari pelvis dan paling sklerotik tidak
adanya proses erosi maupun destruksi. Ezra, dkk menyebutkan tipe ini pada tahun 1993
dan 1997.
 Tipe IVc meliputi tulang-tulang pendek, seperti tulang tarsal dan klavikula.

Walaupun sistem klasifikasi osteomielitis membantu mendiskripsikan infeksi dan


menentukan diperlukan atau tidaknya pembedahan, namun kategori ini tidak dapat digunakan
pada keadaan tertentu (infeksi pada sendi prostetik, material yang di implantasi, atau pada
tulang-tulang kecil dan osteomielitis vertebra). 2,8

Osteomielitis berdasarkan lokasi tulang yang terkena (Osteomielitis pada Tulang Lain)
 Tengkorak

Biasanya osteomielitis pada tulang tengkorak terjadi sebagai akibat perluasan


infeksi di kulit kepala atau sinusitis frontalis. Proses destruksi bisa setempat atau
difus. Reaksi periosteal biasanya tidak ada atau sedikit sekali. Dibawah ini adalah
gambaran CT-SCAN kepala pada pasien dengan Osteomielitis Tuberkulosis.

17
 Mandibula

Biasanya terjadi akibat komplikasi fraktur, abses gigi, atau ekstraksi gigi.
Namun, infeksi osteomielitis juga dapat menyebabkan fraktur pada mulut. Infeksi
terjadi melalui kanal pulpa merupakan yang paling sering dan diikuti hygiene oral
yang buruk dan kerusakan gigi.

 Pelvis

Osteomielitis pada tulang pelvis paling sering terjadi pada bagian sayap tulang
ilium dan dapat meluas ke sendi sakroiliaka. Sendi sakroiliaka jarang terjadi. Pada
foto terlihat gambaran destruksi tulang yang luas, bentuk tak teratur, biasanya dengan
sekuester yang multipel. Sering terlihat sklerosis pada tepi lesi. Secara klinis sering
disertai abses dan fistula.
Bedanya dengan tuberkulosis, ialah destruksi berlangsung lebih cepat, dan
pada tuberkulosis abses sering mengalami kalsifikasi. Dalam diagnosis diferensial
perlu dipikirkan kemungkinan keganasan.

18
Osteitis pubis merupakan infeksi bagian bawah yang sekitar simfisis pubis
yang merupakan komplikasi dari operasi dari prostat dan kandung kemih atau , jarang
akibat operasi pelvis lainnya.

 Osteomielitis Pada Tulang Belakang

Vertebra adalah tempat yang paling umum pada orang dewasa terjadi
osteomielitis secara hematogen. Organisme mencapai badan vertebra yang memiliki
perfusi yang baik melalui arteri tulang belakang dan menyebar dengan cepat dari
ujung pelat ke ruang diskus dan kemudian ke badan vertebra. Sumber bakteremia
termasuk dari saluran kemih (terutama di kalangan pria di atas usia 50), abses gigi,
infeksi jaringan lunak, dan suntikan IV yang terkontaminasi, tapi sumber bakteremia
tersebut tidak tampak pada lebih dari setengah pasien. Banyak pasien memiliki
riwayat penyakit sendi degeneratif yang melibatkan tulang belakang, dan beberapa
melaporkan terjadinya trauma yang mendahului onset dari infeksi. Luka tembus dan
prosedur bedah yang melibatkan tulang belakang dapat menyebabkan osteomielitis
vertebral nonhematogeno atau infeksi lokal pada diskus vertebra.

19
Osteomielitis pada vertebrae jarang terjadi, hanya 10% dari seluruh infeksi
tulang (Epstein, 1976), dan dapat muncul pada seluruh usia. Kuman penyebab
terbanyak ialah Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. Pasien yang menderita
penyakit ini sering memiliki riwayat infeksi kulit atau pelvis. Penyebaran infeksi
biasanya menuju badan vertebra daripada bagian yang lainnya, dan pada bagian yang
mengandung banyak darah. Badan vertebrae memiliki banyak pembuluh darah,
khususnya di bawah end plate dimana terdapat sinusoid yang besar dengan aliran
pelan sehingga berpotensi untuk terjadi infeksi.

3.5 PATOGENESIS

3.5.1 Osteomielitis primer


Osteomyelitis primer disebabkan penyebaran secara hematogen dari fokus lain.
Osteomyelitis primer disebabkan oleh implantasi mikroorganisme secara langsung ke dalam
tulang dan biasanya terbatas pada tempat tersebut. Fraktur terbuka (compound fracture), luka
tembus (terutama disebabkan oleh senjata api), dan operasi bedah pada tulang merupakan
kausa-kausa tersering. Terapi operatif biasanya perlu dilakukan, terapi dengan obat
antimikroba hanya sebagai pembantu saja. 12

3.5.1.1. Osteomielitis akut


Osteomielitis hematogenous akut
Penyebaran osteomielitis dapat terjadi melalui dua cara yaitu : 9
1. Penyebaran umum
 Melalui sirkulasi darah berupa bakterimia dan septikemia
 Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi mltifokal pada daerah-daerah
lain
2. Penyebaran lokal
 Subperiosteal abses, akibat penerobosan abses melalui periosteum
 Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai di bawah kulit
 Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi artritis septik
 Penyebaran ke medula tulang sekitarnya sehingga sistem sirkulasi dalam
tulang terganggu. Hal ini menyebabkan kematian tulang lokal dengan
terbentuknya tulang mati yang disebut sekuestrum.

Teori terjadinya infeksi pada daerah metafisis yaitu: 1


20
 Teori vaskuler (trueta)
Pembuluh darah pada daerah metafisis berkelok-kelok dan membentuk sinus-sinus
sehingga menyebabkan aliran darah menjadi lambat. Aliran darah yang lambat pasda
daerah ini memudahkan bakteri berkembang biak.
 Teori fagositosis (rang)
Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan sistem retikuloendotelial. Bila
terjadi infeksi, bakteri akan difagosit oleh sel-sel fagosit matur di tempat ini. Meskipun
demikian, di daerah ini juga terdapat sel-sel fagosit imatur yang tidak dapat memfagosit
bakteri sehingga beberapa bakteri tidak difagosit dan berkembang biak di daerah ini.
 Teori trauma
Bila trauma artifisial dilakukan pada binatang percobaan, maka akan terjadi
hematoma pada daerah lempeng epifisis. Dengan penyuntikan bakteri secara intravena,
akan terjadi infeksi pada daerah hematoma tersebut.

Gambar skematis perjalanan penyakit osteomielitis1

Keterangan gambar :
1. Fokus infeksi pada lubang akan berkembang dan pada tahap ini menimbulkan edema
periosteal dan pembengkakan jaringan lunak.
2. Fokus kemudian semakin berkembang membentuk jaringan eksudat inflamasi yang
selanjutnya terjadi abses subperiosteal serta selulitis dibawah jaringan lunak
3. Selanjutnya terjadi elevasi periosteum diatas daerah lesi, infeksi menembus periosteum
dan terbentuk abses pada jaringan lunak dimana abses dapat mengalir keluar melalui
sinus pada permukaan kulit. Nekrosis tulang akan menyebabkan terbentuknya sekuestrum
dan infeksi akan berlanjut kedalam kavum medula.

21
Patologi yang terjadi pada osteomielitis hematogen akut tergantung pada umur, daya tahan
penderita, lokasi infeksi, serta virulensi kuman. Infeksi terjadi melalui aliran darah dari fokus tempat
lain dari tubuh pada fase bakterimia dan dapat menimbulkan septikemia. Embolus infeksi kemudian
masuk ke dalam juxta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Proses selanjutnya terjadi
hiperemi dan udem di daerah metafisis disertai pembentukan pus di tulang panjang. Terbentuknya pus
dalam tulang di mana jaringan ulang tidak dapat berekspansi akan menyebabkan tekanan dlam tulang
bertambah, peninggian tekanan dalam tulang mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul
trombosis pada pembuluh darah tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Di samping
proses yang disebutkan di atas, pembentukan tulang baru yang ekstendsif terjadi pada bagian dalam
periostem sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak) sehingga terbentuk lingkungan tulang seperti
peti mayat yang disebut involukrum dengan jaringan sekuestrum di dalamnya. Proses ini terlihat jelas
pada akhir minggu kedua. Apabila pus menembus tulang, maka terjadi pengaliran pus atau (discharge)
dari involukrum keluar melalui lubang yang disebut kloaka atau melalui sinus pada jaringan lunak dan
kulit. 3

Direct or contigous inoculation osteomyelitis


Direct or contigous inoculation osteomyelitis disebabkan kontak langsung antara jaringan
tulang dengan bakteri, biasa terjadi karena trauma terbuka dan tindakan pembedahan. Manisfestasinya
terlokalisasi dan lebih jelas dari pada hematogenous osteomyelitis.9
Osteomyelitis sering menyertai penyakit lain seperti diabetes melitus, anemia sel sabit, AIDS,
penggunaan obat-obatan intra vena, alkoholisme, penggunaan steroid yang berkepanjangan,
imunosupresan dan penyakit sendi yang kronik. Pemakaian prostetik adalah salah satu faktor resiko,
begitu juga dengan pembedahan ortopedi dan fraktur terbuka. 10

3.5.1.2. Osteomyelitis subakut

Osteomyelitis subakut adalah bentuk lain dari osteomyelitis, dan abses Brodie adalah salah
satu tipe yang paling umum dari osteomyelitis subakut. Abses ini biasanya ditemukan dalam
spongiosa tulang dekat ujung tulang. Bentuk abses ini biasanya bulat atau lonjong dengan pinggiran
skleroti, kadang-kadang terlihat sekuester. Abses tetap terlokalisasi dan kavitas dapat secara bertahap
terisi jaringan granulasi. Abses Brodie juga dapat ditemukan pada osteomielitis kronik. 1,8,9
Osteomyelitis subakut terjadi lebih banyak pada tulang-tulang dibandingkan dengan tipe akut,
dan itu terjadi pada bermacam-macam daerah diantara tulang-tulang yang terinfeksi. Ekstremitas
bawah terinfeksi lebih banyak dibandingkan ekstremitas atas. Tibia terinfeksi lebih sering
dibandingkan femur.8
Osteomyelitis subakut mungkin hanya terjadi pada epifisis, yang merupakan kebalikan dari
yang dipercaya bahwa infeksi tulang pertama tidak terjadi di epifisis. Diafisis kadang-kadang
22
terinfeksi, meskipun lebih sering pada dewasa dibandingkan pada anak-anak; daerah yang paling
sering terinfeksi adalah metafisis. Daerah lain yang dilaporkan sebagai osteomielitis subakut adalah
metafisis sesuai lokasi, seperti di pelvis, tulang belakang, calcaneus, clavicula, dan talus.
Osteomyelitis subakut yang terjadi pada tulang tarsal biasanya terjadi pada daerah subkondral atau
batas apofisis dari calcaneus. Lesi subakut dari tulang belakang terjadi lebih sering pada orang
dewasa dibandingkan pada anak-anak. Pada osteomyelitis subakut yang terjadi pada tulang panjang
pada orang dewasa, diafisis sering terkena sama seperti metafisis, sedangkan lutut jarang terkena. 8,9

3.5.1.3. Osteomielitis kronik

Osteomyelitis akut yang tidak diterapi secara adekuat,


akan berkembang menjadi osteomyelitis kronik. Organisme yang
biasa berperan adalah Staphylococcus aureus (75%), Escherichia
coli, Streptococcus pyogenes, Proteus, dan Pseudomonas.
Kebanyakan penyebab dari osteomielitis polimikroba. Kadang-
kadang infeksi ini tidak terdeteksi selama bertahun-tahun dan tidak
menimbulkan gejala selama beberapa bulan atau beberapa tahun. 11
Destruksi tulang tidak hanya pada fokus infeksi tetapi
meluas. Kavitas berisi potongan tulang mati (sekuestra) yang
dikelilingi jaringan vaskular, dan di luar jaringan vaskular tersebut
ada daerah sklerosis, hasil dari reaksi kronis pembentukan tulang
baru.
Sekuester berperan sebagai substrat bagi adesi bakteri, lama-kelamaan terbentuk sinus.
Destruksi tulang dan dengan meningkatnya sklerosis berakibat terjadinya fraktur patologis. Gambaran
histologis berupa sebukan sel radang kronis di sekitar daerah aselular tulang atau sekuestra.

3.5.2. Osteomyelitis sekunder

Osteomyelitis sekunder (perkontinuitatum/hematogen akut) yang disebabkan penyebaran


kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka; melalui aliran darah. Kadang-kadang, osteomielitis
sekunder dapat disebabkan oleh perluasan infeksi secara langsung dari jaringan lunak di dekatnya atau
dari arthritis septic pada sendi yang berdekatan.
Infeksi di jaringan lunak kaki atau tangan, terutama di jari kaki atau jari tangan dapat
menjalar ke dalam tulang dan menyebabkan osteomielitis. Panarisium subkutan menyebabkan
osteomielitis falang terminal. Yang sering ditemukan adalah osteomielitis tulang tangan atau kaki
karena neuropati perifer, misalnya pada lepra atau diabetes mellitus. 1

23
3.6 GAMBARAN KLINIK

3.6.1 Gambaran klinik Osteomielitis Akut

Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise menonjol,
sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak. Pada masa ini dapat terjadi
salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan lokal yang mungkin disertai nyeri tekan dan
sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari ekstremitas yang terkena, merupakan gejala
osteomielitis hematogen akut. Pada anak – anak, seringkali orang tua baru menyadari setelah anak
tampak tidak mau menggunakan salah satu anggota geraknya atau tidak mau disentuh. Mungkin saja
sebelumnya didapatkan riwayat infeksi seperti kaki yang terluka, nyeri tenggorokan, atau keluarnya
cairan dari telinga. 2
Pada bayi baru lahir, bayi tampak gelisah, dan irritable. Biasanya lebih sering terjadi pada
bayi dengan ’risiko tinggi’ seperti prematur, berat badan kurang, bayi riwayat persalinan yang sulit
atau pemasangan kateter arteri tali pusat. 9
Pada orang dewasa, predileksi tempat tersering adalah pada vertebra thorakolumbal. Dapat
saja menyerang penderita dengan riwayat masalah pada traktus urinarius. Nyeri lokal bukanlah gejala
yang menonjol, dan pemeriksaan x ray baru akan berarti beberapa minggu kemudian. Tulang pada
daerah lain biasanya terlibat pada penderita Diabetes Mellitus, malnutrisi, ketergantungan obat, dan
imunodefisiensi. 10

3.6.2. Gambaran klinik Osteomielitis subakut

Osteomielitis Hematogen Subakut biasanya ditemukan pada anak-anak dan remaja.


Gambaran klinis yang dapat ditemukan adalah atrofi otot, nyeri lokal, sedikit pembengkakan, dan
dapat pula penderita menjadi pincang. Terasa rasa nyeri pada daerah sekitar sendi selama beberapa
minggu atau berbulan-bulan. Suhu tubuh penderita biasanya normal. 11

3.6.3. Gambaran klinik Osteomielitis kronik

Bentuk kronik dari osteomielitis seringkali timbul pada dewasa. Umumnya infeksi tulang ini
merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka, dan paling sering pada trauma terbuka pada tulang dan
jaringan sekitarnya. Biasanya terdapat riwayat osteomilitis pada penderita. Nyeri tulang yang
terlokalisir, kemerahan, dan drainase disekitar area yang terkena seringkali timbul. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan adanya sinus, fistel atau sikatriks bekas operasi dengan nyeri tekan, deformitas,
instabilitas, dan tanda-tanda dari gangguan vaskularisasi, jangkauan gerakan, dan status neurologis.
Mungkin dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar.1

24
3.7. DIAGNOSIS
Diagnosis dari
osteomielitis pada awalnya
didasarkan pada penemuan
klinik, melalui data dari
riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium
memberikan data dimana
respon terapi dapat diukur.
Lekositosis, peningkatan
laju endap darah, dan C-
reaktif protein harus
diperhatikan. Kultur darah
akan positif pada setengah
dari anak-anak dengan
osteomielitis akut.
Jika tulang teraba, maka evaluasi mikrobiologi dan histologi langsung dilakukan untuk
mengkonfirmasi terdapatnya osteomielitis, setelah itu pengobatannya. Pemeriksaan penunjang lainnya
tidak diperlukan lagi.

Radiografi
Dalam osteomielitis pada ekstremitas, foto radiografi polos dan scintigrafi tulang adalah alat
pemeriksaan utama. Bukti radiograf dari osteomielitis tidak akan muncul sampai kira-kira dua minggu
setelah onset dari infeksi.12
Kuman biasanya bersarang dlam spongiosa metafisis dan membentuk pus sehingga timbul
abses. Pus menjalar ke arah diafisis dan korteks, mengangkat periost dan kadang-kadang
menembusnya. Pus meluas
di daerah periost dan pada tempat-tempat tertentu membentuk fokus skunder. Nekrosis tulang yang
timbul dapat luas dan terbentuk sekuester. Periost yang terangkat oleh pus kemudian akan membentuk
tulang di bawahnya, yang dikenal sebagai reaksi periosteal. Juga di dalam tulang itu sendiri dibentuk
tulang baru, baik pada trabekula dan korteks, sehingga tulang terlihat lebih opak dan dikenal sebagai
sklerosis. Tulang yang dibentuk di bawah periost ini membentuk bungkus bagi tulang yang lama dan
disebut involukrum. Involukrum ini pada berbagai tempat terdapat lubang tempat pus keluar, yang
disebut kloaka. 1

25
Seringkali reaksi periosteal yang terlihat lebih dahulu, baru kemudian terlihat daerah-daerah
yang berdensitas lebih rendah pada tulang yang menunjukkan adanya dekstruksi tulang, dan disebut
rarefikasi. 9
Pada osteomielitis kronik tulang akan menjadi tebal dan sklerotik dengan gambaran hilangnya
batas antara korteks dan medula. Dalam tulang yang terinfeksi akan terdapat sekuestra dan area
destruksi. Kadang-kadang suatu abses, dikenal dengan brodie’s abscess akan terlihat sebagai daerah
lusen(gmbaran cavitas) yang dikelilingi area sklerotik.1 Brodie’s abses dapat ditemukan pada
osteomielitis subakut atau kronik.

Scintigrafi tulang
Untuk pencitraan nuclir, Technetium Tc-99m metilen difosfonat adalah agen pilihan utama.
Sensitivitas pemeriksaan ini terbatas pada minggu pertama dan sama sekali tidak spesifik. 1

MRI (Magnetic resonance imaging)

Magnetic resonance imaging (MRI) sangat membantu dalam


mendeteksi osteomielitis. MRI lebih unggul jika
dibandingkan dengan radiografi, CT scan dan scintigrafi
tulang MRI memiliki sensitifitas 90-100% dalam mendeteksi
osteomielitis. MRI juga memberikan gambaran resolusi
ruang anatomi dari perluasan infeksi. 8

Ultrasonografi dan CT (computed tomographic) scan


Pemeriksaan ultrasonografi dan CT (computed tomographic) scan dapat membantu
menegakkan diagnosa osteomielitis. USG dapat menunjukkan perubahan sedini mungkin 1-2
hari setelah timbulnya gejala. USG dapat menunjukkan keabnormalan termasuk abses
2
jaringan lunak atau penumpukan cairan (seperti abses) dan elevasi periosteal. USG juga

26
dapat digunakan untuk menuntun dalam melakukan aspirasi. Tapi, USG tidak digunakan
untuk mengevaluasi cortex tulang.
CT scan dapat menggambarkan kalsifikasi abnormal, osifikasi dan ketidaknormalan
intrakortikal. CT scan mungkin dapat membantu dalam mengevaluasi lesi pada tulang
vetebra. CT scan juga lebih unggul dalam area dengan anatomi yang kompleks, contoh:
pelvis, sternum, dan calcaneus.

Ultrasound image of the left hip shows a large joint effusion and ct scan

Pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi


Pemeriksaan histopatologi dan mikrobiologi merupakan gold standard dalam
mendiagnosa osteomielitis. Kultur dari sediaan sinus tidak dapat dipercaya sepenuhnya untuk
mengidentifikasi etiologi dari osteomielitis, sehingga biopsi merupakan anjuran untuk
menentukan etiologi dari osteomielitis. Namun keakuratan biopsi seringkali terbatas oleh
kurangnya pengumpulan spesimen yang sama dan penggunaan antibiotik sebelumnya.

Diagnosis of Acute Osteomyelitis*


-Pus on aspiration
-Positive bacterial culture from bone or blood
-Presence of classic signs and symptoms of acute osteomyelitis
-Radiographic changes typical of osteomyelitis

*--Two of the listed findings must be present for establishment of the diagnosis.
Information from Peltola H, Vahvanen V. A comparative study of osteomyelitis and purulent arthritis
with special reference to aetiology and recovery. Infection 1984;12(2):75-9.

3.8. DIAGNOSA BANDING

27
Diagnosis banding pada masa akut adalah demam reumatik dan selulitis. Pada demam
reumatik, nyeri cenderung berpindah dari satu sendi ke sendi lainnya. Bisa terdapat carditis,
nodul-nodul rematik, atau erythema marginatum. Pada selulitis, terdapat kemerahan
superfisial yang melebar, terjadi limfangitis. Arthritis supuratif akut dibedakan dari
osteomielitis hematogen akut berdasarkan adanya nyeri yang difus , dan semua pergerakan
sendi terbatas karena adanya spasme otot.
Pada Gaucher’s Disease. Pseudo-osteitis dapat timbul dengan manifestasi klinis yang
sangat mirip dengan osteomielitis. Diagnosis ditegakkan terutama dengan adanya pambesaran
hati dan lien.
Gambaran Radiologik osteomielitis dapat menyerupai gambaran penyakit-penyakit
lain pada tulang, diantaranya yang terpenting adalah tumor ganas primer tulang. Destruksi
tulang, reaksi periosteal, pembentukan tulang baru, dan pembengkakan jaringan lunak,
dijumpai juga pada osteosarkoma dan Ewing sarkoma. 1
Osteosarkoma, seperti halnya osteomielitis, biasanya mengenai metafisis tulang
panjang sehingga pada stadium dini sangat sukar dibedakan dengan osteomielitis. Pada
stadium yang lebih lanjut, kemungkinan untuk membedakan lebih besar karena pada
osteosarkoma biasanya ditemukan pembentukan tulang yang lebih banyak serta adanya
infiltrasi tumor yang disertai penulangan patologik ke dalam jaringan lunak. Juga pada
osteosarkoma ditemukan segitiga Codman. 9
Pada tulang panjang, Ewing Sarkoma biasanya mengenai diafisis; tampak destruksi
tulang yang bersifat infiltratif, reaksi periosteal yang kadang-kadang menyerupai kulit
bawang yang berlapis-lapis dan massa jaringan lunak yang besar. 9

3.9 PENATALAKSANAAN

3.9.1 Osteomielitis akut


Begitu diagnosis secara klinis ditegakkan, ekstremitas yang terkena diistirahatkan
(bila perlu menggunakan bidai atau traksi) dan segera berikan antibiotik. Antibiotik spektrum
luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram negatif diberikan langsung sambil
menunggu hasil biakan kuman. Antibiotik diberikan selama 3-6 minggu dengan melihat
keadaan umum dan laju endap darah penderita. Bila dengan terapi intensif selama 24 jam
tidak didapati perbaikan, dianjurkan untuk mengebor tulang yang terkena / drainase bedah
(chirurgis).1

28
Bila ada cairan yang keluar perlu dibor di beberapa tempat untuk mengurangi tekanan
intraosteal. Cairan tersebut perlu dibiakkan untuk menentukan jenis kuman dan resistensinya.
Drainase dilakukan selama beberapa hari dengan menggunakan cairan NaCl 0,9% dan
dengan antibiotik. Bila terdapat perbaikan, antibiotik parenteral diteruskan sampai 2 minggu,
kemudian diteruskan secara oral paling sedikit 4 minggu. 1

Gambar skematis drainase bedah.


Sebuah kateter dimasukkan kedalam
tabung pengisap ( suction ) yang lebih
besar. Antibiotik dimasukkan melalui
kateter dan diisap melalui suction.1

Penyulit berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa dekstruksi
sendi, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, dan osteomielitis kronik.
Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan ialah : 1
a. Adanya abses.
b. Rasa sakit yang hebat.
c. Adanya sekuester.
d. Bila mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan (karsinoma
epidermoid).
Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan pembedahan adalah bila involukrum
telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur pasca pembedahan. 1

3.9. 2 Osteomielitos subakut


Pengobatan osteomyelitis subakut tergantung dari diagnosis. Kebanyakan 1/3 kasus
tidak dapat dibedakan dari keganasan primer dari tumor tulang. Biopsi dan kuretase
diperlukan untuk penegakan diagnosis pada kasus-kasus ini. Pada saat diagnosis ditegakkan,
pemberian antibiotik yang sesuai dengan kelompok gram, kultur, dan sensitivitas harus sudah
dimulai secara intravena selama 2-7 hari, diikuti dengan antibiotik oral selama 6 minggu. 8
Kegagalan gejala untuk timbulnya perbaikan setelah 6 minggu pengobatan dengan
antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan harus dipikirkan untuk mengevaluasi
ulang dan mendiagnosis secara bakteriologis, diikuti penatalaksanaan operasi dan antibiotik
29
yang sesuai. Indikasi lain untuk operasi adalah perubahan bentuk sinus yang selanjutnya dan
drainase ke dalam sendi sinovial. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis
mengindikasikan bahwa infeksi subakut telah berubah menjadi komponen akut, dan ini harus
dilakukan drainase secara bedah. 8
Indikasi tindakan bedah :
a. Kegagalan gejala untuk memperbaiki setelah lebih dari 6 bulan dilakukan
pengobatan dengan antibiotik atau perburukan kondisi selama pengobatan.
b. Lesi yang cepat berkembang (tidak dapat dibedakan dari keganasan tulang).
c. Perubahan bentuk sinus atau drainase ke dalam sendi sinovial.
d. Tanda-tanda klinis dari pus subperiosteal atau sinovitis.
Literatur yang ada tidak dapat mendukung pengobatan pada orang dewasa, dikarenakan
penyakit ini paling banyak menyerang kelompok usia anak. Operasi diindikasikan dalam
pengobatan pada orang dewasa. 8

3.9.3 Osteomielitis kronik


Pengobatan Osteomielitis Kronik : 1
1. Pemberian antibiotik
Osteomielitis kronis tidak dapat diobati dengan antibiotik semata-mata
Pemberian antibiotik ditujukan untuk:
 Mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya
 Mengontrol eksaserbasi
2. Tindakan operatif
Tindakan operatif dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda setelah pemberian
dan pemayungan antibiotik yang adekuat.

Operasi yang dilakukan bertujuan :


 Mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan
tulang(sekuestrum) sampai ke jaringan sehat sekitarnya. Selanjutnya dilakukan
drainase dan irigasi secara kontinu selama beberapa hari. Adakalanya diperlukan
penanaman rantai antibiotik di dalam bagian tulang yang infeksi
 Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran
dan mencegah penyebaran osteomielitis lebih lanjut

30
Kegagalan pemberian antibiotik dapat disebabkan oleh : 1
a. Pemberian antibiotik yang tidak sesuai dengan mikroorganisme penyebab
b. Dosis tidak adekuat
c. Lama pemberian tidak cukup
d. Timbulnya resistensi
e. Kesalahan hasil biakan (laboratorium)
f. Antibiotik antagonis
g. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
h. Kesalahan diagnostik

Initial Antibiotic Regimens for Patients with Osteomyelitis

Organism Antibiotic(s) of first choice Alternative antibiotics


Staphylococcus aureus or Nafcillin (Unipen), 2 g IV every First-generation cephalosporin
coagulase-negative 6 hours, or clindamycin or vancomycin (Vancocin)
(methicillin-sensitive) phosphate (Cleocin Phosphate),
staphylococci 900 mg IV every 8 hours
S. aureus or coagulase-negative Vancomycin, 1 g IV every 12 Teicoplanin (Targocid),*
(methicillin-resistant) hours trimethoprim- sulfamethoxazole
staphylococci (Bactrim, Septra) or
minocycline (Minocin) plus
rifampin (Rifadin)
Various streptococci (groups A Penicillin G, 4 million units IV Clindamycin, erythromycin,
and B b-hemolytic organisms every 6 hours vancomycin or ceftriaxone
or penicillin-sensitive (Rocephin)
Streptococcus pneumoniae)
Intermediate penicillin- Cefotaxime (Claforan), 1 g IV Erythromycin or clindamycin
resistant S. pneumoniae every 6 hours, or ceftriaxone, 2 g
IV once daily
Penicillin-resistant S. Vancomycin, 1 g IV every 12 Levofloxacin (Levaquin)
Pneumoniae hours
Enterococcus species Ampicillin, 1 g IV every 6 Ampicillin-sulbactam (Unasyn)
hours, orvancomycin, 1 g IV
every 12 hours

31
Enteric gram-negative rods Fluoroquinolone (e.g., Third-generation cephalosporin
ciprofloxacin [Cipro], 750 mg
orally every 12 hours)
Serratia species or Ceftazidime (Fortaz), 2 g IV Imipenem (Primaxin I.V.),
Pseudomonas aeruginosa every 8 hours (with an piperacillin-tazobactam (Zosyn)
aminoglycoside given IV once or cefepime (Maxipime; given
daily or in multiple doses for at with an aminoglycoside)
least the first 2 weeks)
Anaerobes Clindamycin, 600 mg IV or For gram-negative anaerobes:
orally every 6 hours amoxicillin-clavulanate
(Augmentin) or metronidazole
(Flagyl)
Mixed aerobic and anaerobic Amoxicillin-clavulanate, 875 mg Imipenem
organisms and 125 mg, respectively, orally
every 12 hours

IV = intravenous.
*--Currently available only in Europe.
Adapted with permission from Lew DP, Waldvogel FA. Osteomyelitis. N Engl J Med 1997;336:999-1007, and
Mader JT, Shirtliff ME, Bergquist SC, Calhoun J. Antimicrobial treatment of chronic osteomyelitis. Clin Orthop
1999;(360):46-65.

3. 10 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada osteomielitis hematogen akut adalah : 1,2,8
 Septikemia
Dengan makin tersedianya obat-obatan antibiotik yang memadai, kematian akibat
septikemia pada saat ini jarang ditemukan.
 Infeksi yang bersifat metastatik
Infeksi dapat bermetastatik ke tulang / sendi lainnya, otak, dan paru-paru, dapat
bersifat multifokal dan biasanya terjadi pada penderita dengan status gizi yang jelek.
 Artritis Supuratif
Artritis Supuratif dapat terjadai pada bayi muda karena lempeng epifisis bayi (yang
bertindak sebagai barier) belum berfungsi dengan baik. Komplikasi terutama terjadi
pada osteomielitis hematogen akut di daerah metafisis yang bersifat intra-kapsuler
32
(misalnya pada sendi panggul) atau melalui infeksi metastatik.
 Gangguan Pertumbuhan
Osteomielitis hematogen akut pada bayi dapat menyebabkan kerusakan lempeng
epifsisis yang menyebabkan gangguan pertumbuhan, sehingga tulang yang terkena
akan menjadi lebih pendek. Pada anak yang lebih besar akan terjadi hiperemi pada
daerah metafisis yang merupakan stimulasi bagi tulang untuk bertumbuh. Pada
keadaan ini tulang bertumbuh lebih cepat dan menyebabkan terjadinya pemanjangan
tulang.
 Osteomielitis Kronik
Apabila diagnosis dan terapi yang tepat tidak dilakukan, maka osteomielitis akut akan
berlanjut menjadi osteomielitis kronik
 Fraktur Patologis
 Ankilosis

3. 11 PROGNOSIS

Angka mortalitas pada osteomielitis akut yang diobati adalah kira-kira 1 %, tetapi
morbiditas tetap tinggi. Bila terapi efektif dimulai dalam waktu 48 jam setelah timbulnya
gejala, kesembuhan yang cepat dapat diharapkan pada kira-kira 2/3 kasus. Kronisitas dan
kambuhnya infeksi mungkin terjadi bila terapinya terlambat. 1
Empat faktor penting yang menentukan keefektifan terapi antimikroba dalam terapi
osteomielitis hematogenous akut, sehingga akan mempengaruhi prognosis adalah :2
1. Interval waktu diantara onset penyakit dan permulaan terapi.
Terapi yang dimulai dalam 3 hari pertama adalah yang paling ideal karena pada tahap
ini area lokal dari osteomielitis masih belum menjadi iskemi. Dengan pengobatan dini,
organisme penyebab akan lebih sensitif terhadap obat yang dipilih dan dapat
mengontrol infeksi sehingga osteolisis, nekrosis tulang dan pembentukan tulang baru
akan dihambat. Dengan keadaan seperti ini maka perubahan gambaran radiologik tidak
akan muncul kemudian pengobatan dalam tiga sampai tujuh hari akan mengurangi
infeksi baik sistemik maupun lokal, namun terlalu lambat untuk mencegah kerusakan
tulang. Pengobatan yang dimulai setelah satu minggu infeksi hanya dapat mengontrol
septikemia dan menyelamatkan jiwa, tetapi memiliki efek yang kecil dalam mencegah
kerusakan tulang lebih lanjut.

33
2. Keefektifan obat antimikroba dalam melawan kuman penyebab
Hal ini bergantung pada jenis kuman penyebab yang bersangkutan apakah kuman
tersebut resisten atau sensitif terhadap antibiotik yang digunakan.
3. Dosis dari obat antimikroba
Faktor lokal dari vaskularisasi tulang yang terganggu memerlukan dosis antibiotik yang
lebih besar untuk osteomielitis daripada infeksi jaringan lunak.
4. Durasi terapi antimikroba
Penghentian terapi yang terlalu awal terutama bila kurang dari empat minggu akan
mengakibatkan terjadinya infeksi kronik dan rekuren dari osteomielitis.

34
BAB. IV
PENUTUP
KESIMPULAN

Ostemomielitis adalah suatu proses inflamasi akut maupun kronik pada tulang dan
struktur disekitarnya yang disebabkan oleh organisme piogenik ataupun non-piogenik.
Penyebab osteomielitis tersering adalah kuman piogenik: Staphylococcus aureus (89-90%
kasus). Infeksi dapat mencapai tulang dengan melakukan perjalanan melalui aliran darah atau
menyebar dari jaringan di dekatnya. Osteomielitis juga dapat terjadi langsung pada tulang itu
sendiri jika terjadi cedera yang mengekspos tulang, sehingga kuman dapat langsung masuk
melalui luka tersebut.1
Osteomielitis dapat menyerang orang pada semua usia tetapi sering ditemukan pada
usia dekade I-II; dan dapat pula ditemukan pada bayi dan ‘infant’. Anak laki-laki lebih sering
dibanding anak perempuan (4:1).7 Lokasi yang tersering ialah tulang-tulang panjang seperti
femur, tibia, radius, humerus, ulna, dan fibula. Kejadian tertinggi pada Negara berkembang.
Tingkat mortalitas osteomielitis adalah rendah, kecuali jika sudah terdapat sepsis atau kondisi
medis berat yang mendasari.
Pendiagnosisan secara dini dan tepat akan mempermudah dalam penatalaksanaan
osteomielitis. Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium maupun penunjang yang lain. Pemeriksaan penunjang atau
pencitraan yang dapat dilakukan adalah foto polos, CT scan, MRI, dan Radioisotop bone
scan, yang memiliki keunggulan masing-masing. Gambaran radiografi foto polos
osteomielitis sangat khas dan diagnosis dapat mudah dibuat disesuaikan dengan riwayat
klinis, sehingga pemeriksaan radiologis tambahan lainnya seperti CT, dan MRI jarang
diperlukan.
Penatalaksanaannya harus secara komprehensif meliputi pemberian antibiotika,
pembedahan, dan konstruksi jaringan lunak, kulit, dan tulang. Pendiagnosisan dan
penatalaksanaan yang efektif dan tepat akan memberikan prognosis yang lebih baik.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Infeksi dan Inflamasi, Edisi ke-3. Jakarta: PT
Yarsif Watampone. 2008; 132-41.
2. King RW, Kulkarni R. Osteomyelitis in Emergency Medicine. Updated: 25 July 2013.
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/785020-overview#showall.
Accessed: 9 September 2013
3. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi: Struktur dan Fungsi Tulang, Edisi ke-3.
Jakarta: PT Yarsif Watampone. 2008; 6-11.
4. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6.
Jakarta: EGC.
5. Carlos Junqueira, Jose Carniero, Robert Kelley. 1998. Histologi Dasar. Jakarta : EGC.
6. Ott S. Bone Growth and Remodelling. 2008. Available from:URL:
depts.washington.edu/bonebio/ASBMRed/growth.html. Accessed 5 September 2013
7. Kalyoussef F. Pediatric Osteomyelitis. Updated: 10 April 2013. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/967095-overview#showall. Accessed: 9
September 2013
8. Elsevier. Osteomyelitis in Adult. Updated: 2012. Available at:
https://www.clinicalkey.com/topics/orthopedic-surgery/osteomyelitis-in-adults.html.
Accessed: 9 September 2013
9. Jong W., Sjamsuhidayat R. 2005. Infeksi Muskuloskeletal. In Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi kedua. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 903 – 910.
10. Siregar P. Osteomielitis. Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah Staff
Pengajar FK UI. Binarupa Aksara. Jakarta. 1995. Hal 472 – 74
11. Matteson EL, Osmon DR. Infections of bursae, joints, and bones. In: Goldman L, Schafer
AI, eds. Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2011:chap 280.
12. Berbari BF, Steckelberg JM, Osmon Dr. Osteomyelitis. In: Mandell GL, Bennett JE,
Dolin R, eds. Principles and Practice of Infectious Diseases. 7th ed. Philadelphia, Pa:
Elsevier Churchill Livingstone; 2009:chap 103.

36

Anda mungkin juga menyukai