Anda di halaman 1dari 37

Apa itu Kitab Suci?

Kitab Suci disebut juga Alkitab. Istilah “Kitab Suci” lebih akrab di hati umat Katolik. Karena
Allah dan Sabda-Nya adalah suci, maka kitab yang memuat sabda-Nya disebut Kitab Suci.
Sedangkan “Alkitab”, berasal dari bahasa Arab yang artinya sang kitab, lebih akrab di hati
umat Protestan. Kitab Suci merupakan kumpulan buku yang ditulis oleh penulis manusia
dengan ilham dari Allah. Buku-buku tersebut berisi tulisan tentang wahyu Tuhan dan rencana
keselamatan umat manusia.

Apa itu Perjanjian Lama?

Perjanjian Lama, atau Kitab-kitab Yahudi, merupakan tulisan tentang hubungan Tuhan dengan
Israel, “bangsa pilihan”. Ditulis antara tahun 900 SM hingga 160 SM. Ke-46 kitab dalam
Perjanjian Lama dapat dibagi dalam empat bagian: 5 Kitab Pentateukh, 16 Kitab Sejarah, 7
Kitab Puitis dan Hikmat, serta 18 Kitab Para Nabi.

Sebagian besar Perjanjian Lama dipengaruhi oleh literatur negara-negara tetangga Israel di
Timur Tengah. Untuk menceritakan kisah-kisah mereka sendiri, bangsa Israel meminjam
kebudayaan bangsa-bangsa sekitarnya serta meniru bentuk-bentuk literatur mereka.

Apa itu Perjanjian Baru?

Perjanjian Baru terdiri dari dua puluh tujuh kitab yang semuanya ditulis dalam bahasa Yunani
antara tahun 50 M hingga 140 M. Perjanjian Baru meliputi Injil, Kisah Para Rasul, Epistula
atau Surat-surat dan Kitab Wahyu. Tema inti Perjanjian Baru adalah Yesus Kristus; pribadi-
Nya, pesan-Nya, sengsara-Nya, wafat serta kebangkitan-Nya, identitas-Nya sebagai Mesias
yang dijanjikan dan hubungan-Nya dengan kita sebagai Tuhan dan saudara.
KONSTITUSI DOGMATIS TENTANG WAHYU ILAHI

PAULUS USKUP
HAMBA PARA HAMBA ALLAH
BERSAMA BAPA-BAPA KONSILI SUCI
DEMI KENANGAN ABADI

1. (Pendahuluan)

Sambil mendengarkan SABDA ALLAH dengan khidmat dan mewartakannya penuh


kepercayaan, Konsili suci mematuhi amanat S. YOHANES: “Kami mewartakan kepadamu
hidup kekal, yang ada pada Bapa dan telah nampak kepada kami: Yang kami lihat dan kami
dengar, itulah yang kami wartakan kepadamu, supaya kamupun beroleh persekutuan kita
bersama Bapa dan Putera-Nya Yesus kristus” (1Yoh1:2-3). Maka dari itu, sambil mengikuti
jejak Konsili Trente dan Konsili Vatikan I, Konsili ini bermaksud menyajikan ajaran yang
asli tentang wahyu ilahi dan bagaimana itu diteruskan, supaya dengan mendengarkan
pewartaan keselamatan seluruh dunia mengimaninya, dengan beriman berharap, dan dengan
berharap mencintainya[1]

BAB SATU – TENTANG WAHYU SENDIRI

2. (Hakekat wahyu)

Dalam kebaikan dan kebijaksanaan-Nya Allah berkenan mewahyukan diri-Nya dan


memaklumkan rahasia kehendak-Nya (lih. Ef1:9); berkat rahasia itu manusia dapat menghadap
Bapa melalui Kristus Sabda yang menjadi daging, dalam Roh Kudus, dan ikut serta dalam
kodrat ilahi (lih. Ef2:18 ; 2Ptr1:4). Maka dengan wahyu itu Allah yang tidak kelihatan (lih. Kol
1:15; 1Tim 1:17) dari kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa manusia sebagai sahabat-sahabat-
Nya (lih. Kel33:11 ; Yoh15:14-15), dan bergaul dengan mereka (lih. Bar3:38), untuk
mengundang mereka ke dalam persekutuan dengan diri-Nya dan menyambut mereka
didalamnya. Tata perwahyuan itu terlaksana melalui perbuatan dan perkataan yang amat erat
terjalin, sehingga karya, yang dilaksanakan oleh Allah dalam sejarah keselamatan,
memperlihatkan dan meneguhkan ajaran serta kenyataan-kenyataan yang diungkapkan dengan
kata-kata, sedangkan kata-kata menyiarkan karya-karya dan menerangkan rahasia yang
tercantum di dalamnya. Tetapi melalui wahyu itu kebenaran yang sedalam-dalamnya tentang
Allah dan keselamatan manusia nampak bagi kita dalam Kristus, yang sekaligus menandai
pengantara dan kepenuhan seluruh wahyu[2]

3. (Persiapan wahyu ilahi)

Allah, yang menciptakan segala sesuatu melalui sabda-Nya (lih. Yoh 1:3), serta
melestarikannya, dalam makhluk-makhluk senantiasa memberikan kesaksian tentang diri-Nya
kepada manusia (lih. Rom1:19-20). Lagi pula karena Ia bermaksud membuka jalan menuju
keselamatan di sorga, Ia sejak awal mula telah menampakkan Diri kepada manusia pertama.
Setelah mereka jatuh, dengan menjanjikan penebusan Ia mengangkat mereka untuk
mengharapkan keselamatan (lih. Kej3:15). Tiada putus-putusnya Ia memelihara umat manusia,
untuk mengurniakan hidup kekal kepada semua, yang mencari keselamatan dan bertekun
melakukan apa yang baik (lih. Rom2:6-7). Adapun pada saat yang ditentukan Ia memanggil
Abraham untuk menjadikannya bangsa yang besar (lih. Kej12:2). Sesudah para Bapa bangsa
Ia membina bangsa itu dengan perantaraan Musa serta para Nabi, supaya mereka mengakui
Diri-Nya sebagai satu-satunya Allah yang hidup dan benar, bapa Penyelenggara dan hakim
yang adil, dan supaya mereka mendambakan Penebus yang dijanjikan. Dengan demikian
berabad-abad lamanya Ia menyiapkan jalan bagi Injil.

4. (Kristus kepenuhan wahyu)

Setelah berulang kali dan dengan berbagai cara Allah bersabda dengan perantaraan para Nabi,
“akhirnya pada zaman sekarang Ia bersabda kepada kita dalam Putera” (Ibr1:1-2). Sebab Ia
mengutus Putera-Nya, yakni sabda kekal, yang menyinari semua orang, supaya tinggal
ditengah umat manusia dan menceritakan kepada mereka hidup Allah yang terdalam (lih.
Yoh1:1-18).

Maka Yesus Kristus, Sabda yang menjadi daging, diutus sebagai “manusia kepada
manusia”[3], “menyampaikan sabda Allah” (Yoh3:34), dan menyelesaikan karya
penyelamatan, yang diserahkan oleh Bapa kepada-Nya (lih. Yoh5:36 ; Yoh17:4). Oleh karena
itu Dia – barang siapa melihat Dia, melihat Bapa juga (lih. Yoh14:9) – dengan segenap
kehadiran dan penampilan-Nya, dengan sabda maupun karya-Nya, dengan tanda-tanda serta
mukjizat-mukjizatnya, namun terutama dengan wafat dan kebangkitan-Nya penuh kemuliaan
dari maut, akhirnya dengan mengutus Roh Kebenaran, menyelesaikan wahyu dengan
memenuhinya, dan meneguhkan dengan kesaksian ilahi, bahwa Allah menyertai kita, untuk
membebaskan kita dari kegelapan dosa serta maut, dan untuk membangkitkan kita bagi hidup
kekal.

Adapun tata keselamatan kristiani, sebagai perjanjian baru dan tetap, tidak pernah akan lampau;
dan sama sekali tidak boleh dinantikan lagi wahyu umum yang baru, sebelum Tuhan kita Yesus
Kristus menampakkan Diri dalam kemuliaan-Nya (lih. 1Tim6:14 dan Tit2:13).

5. (Menerima wahyu dan iman)

Kepada Allah yang menyampaikan wahyu manusia wajib menyatakan “ketaatan iman”
(Rom16:26 ; lih. Rom1:5 ; 2Cor10:5-6). Demikianlah manusia dengan bebas menyerahkan diri
seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan “kepatuhan akalbudi serta kehendak yang
sepenuhnya kepada Allah yang mewahyukan”[4], dan dengan secara sukarela menerima
sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya. Supaya orang dapat beriman seperti itu,
diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus,
yang menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan
menimbulkan “pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai
kebenaran”[5]. Supaya semakin mendalamlah pengertian akan wahyu, Roh Kudus itu juga
senantiasa menyempurnakan iman melalui kurnia-kurnia-Nya.

6. (Kebenaran-kebenaran yang diwahyukan)

Dengan wahyu ilahi Allah telah mau menampakkan dan membuka diri-Nya sendiri serta
keputusan kehendak-Nya yang abadi tentang keselamatan manusia, yakni “untuk
mengikutsertakan manusia dalam harta-harta ilahi, yang sama sekali melampaui daya tangkap
akalbudi insani”[6]

Konsili suci mengakui bahwa “Allah, awal dan tujuan segalan sesuatu, dapat diketahui dengan
pasti dengan kodrati nalar manusia dari apa yang diciptakan” (lih. Rom1:20). Tetapi Konsili
mengajarkan juga bahwa berkat wahyu Allah itulah “segala, yang dalam hal-hal ilahi
sebetulnya tidak mustahil diketahui oleh akalbudi manusia, dalam keadaan umat manusia
sekarang dapat diketahui oleh semua dengan mudah, dengan kepastian yang teguh dan tanpa
tercampuri kekeliruan mana pun juga”[7]
BAB DUA – MENERUSKAN WAHYU ILAHI

7. (Para Rasul dan pengganti mereka sebagai pewarta Injil)

Dalam kebaikan-Nya Allah telah menetapkan, bahwa apa yang diwahyukan-Nya demi
keselamatan semua bangsa, harus tetap utuh untuk selamanya dan diteruskan kepada segala
keturunannya. Maka Kristus Tuhan, yang menjadi kepenuhan seluruh wahyu Allah yang
Mahatinggi (lih. 2Kor1:30 ; 2Kor3:16 ; 2Kor4:6), memerintahkan kepada para Rasul, supaya
Injil, yang dahulu telah dijanjikan melalui para Nabi dan dipenuhi oleh-Nya serta
dimaklumkan-Nya dengan mulut-nya sendiri, mereka wartakan pada semua orang, sebagai
sumber segala kebenaran yang menyelamatkan serta sumber ajaran kesusilaan[8], dan dengan
demikian dibagikan kurnia-kurnia ilahi kepada mereka. Perintah itu dilaksanakan dengan setia
oleh para Rasul, yang dalam pewartaan lisan, dengan teladan serta penetapan-penetapan
meneruskan entah apa yang telah mereka terima dari mulut, pergaulan dan karya Kristus
sendiri, entah apa yang atas dorongan Roh Kudus telah mereka pelajari. Perintah Tuhan
dijalankan pula oleh para Rasul dan tokoh-tokoh rasuli, yang atas ilham Roh Kudus itu juga
telah membukukan amanat keselamatan[9]

Adapun supaya Injil senantiasa terpelihara secara utuh dan hidup dalam Gereja, para Rasul
meninggalkan Uskup-uskup sebagai pengganti mereka, yang “mereka serahi kedudukan
mereka untuk mengajar”[10]

Maka dari itu Tradisi suci dan Kitab suci perjanjian Lama maupun Baru bagaikan cermin bagi
Gereja yang mengembara didunia, untuk memandang Allah yang menganugerahinya segala
sesuatu, hingga tiba saatnya gereja dihantar untuk menghadap Allah tatap muka, sebagaimana
ada-Nya (lih. 1Yoh3:2).

8. (Tradisi suci)

Oleh karena itu pewartaan para Rasul, yang secara istimewa diungkapkan dalam kitab-kitab
yang diilhami, harus dilestarikan sampai kepenuhan zaman melalui penggantian-penggantian
yang tiada putusnya. Maka para Rasul, seraya meneruskan apa yang telah mereka terima
sendiri, mengingatkan kaum beriman, supaya mereka berpegang teguh pada ajaran-ajaran
warisan, yang telah mereka terima entah secara lisan entah secara tertulis (lih. 2Tes2:15), dan
supaya mereka berjuang untuk membela iman yang sekali untuk selamanya diteruskan kepada
mereka (lih. Yud 3)[11]. Adapun apa yang telah diteruskan oleh para Rasul mencakup segala
sesuatu, yang membantu Umat Allah untuk menjalani hidup yang suci dan untuk berkembang
dalam imannya. Demikianlah Gereja dalam ajaran, hidup serta ibadatnya melestarikan serta
meneruskan kepada semua keturunan dirinya seluruhnya, imannya seutuhnya.

Tradisi yang berasal dari para rasul itu berkat bantuan Roh Kudus berkembang dalam
Gereja[12]: sebab berkembanglah pengertian tentang kenyataan-kenyataan maupun kata-kata
yang diturunkan, baik karena kaum beriman, yang menyimpannya dalam hati (lih. Luk 2:19
dan 51), merenungkan serta mempelajarinya, maupun karena mereka menyelami secara
mendalam pengalaman-pengalaman rohani mereka, maupun juga berkat pewartaan mereka,
yang sebagai pengganti dalam martabat Uskup menerima kurnia kebenaran yang pasti. Sebab
dalam perkembangan sejarah gereja tiada hentinya menuju kepenuhan kebenaran ilahi, sampai
terpenuhilah padanya sabda Allah.

Ungkapan-ungkapan para Bapa suci memberi kesaksian akan kehadiran Tradisi itu pun Gereja
mengenal kanon Kitab-kitab suci selengkapnya, dan dalam Tradisi itu Kitab suci sendiri
dimengerti secara lebih mendalam dan tiada hentinya dihadirkan secara aktif. Demikianlah
Allah, yang dulu

telah bersabda, tiada hentinya berwawancara dengan Mempelai Putera-Nya yang terkasih. Dan
Roh Kudus, yang menyebabkan suara Injil yang hidup bergema dalam Gereja, dan melalui
gereja dalam dunia, menghantarkan Umat beriman menuju segala kebenaran, dan
menyebabkan sabda kristus menetap dalam diri mereka secara melimpah (lih. Kol 3:16).

9. (Hubungan antara Tradisi dan Kitab suci)

Jadi Tradisi suci dan Kitab suci berhubungan erat sekali dan berpadu. Sebab keduanya mengalir
dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus
ke arah tujuan yang sama. . Sebab Kitab suci itu pembicaraan Allah sejauh itu termaktub
dengan ilham Roh ilahi. Sedangkan oleh Tradisi suci sabda Allah, yang oleh kristus Tuhan dan
Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti
mereka, supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan mereka
memelihara, menjelaskan dan menyebarkannya dengan setia. Dengan demikian gereja
menimba kepastian tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui kitab suci.
Maka dari itu keduanya (baik Tradisi maupun Kitab suci) harus diterima dan dihormati dengan
cita-rasa kesalehan dan hormat yang sama[13]

10. (Hubungan keduanya dengan seluruh Gereja dan magisterium)

Tradisi suci dan Kitab suci merupakan satu perbendaharaan keramat sabda Allah yang
dipercayakan kepada gereja. Dengan berpegang teguh padanya seluruh Umat suci bersatu
dengan para Gembala dan mereka dan tetap bertekun dalam ajaran para Rasul dan persekutuan,
dalam pemecahan roti dan doa-doa (lih. Kis 2:42 yun). Dengan demikian dalam
mempertahankan, melaksanakan dan mengakui iman yang diturunkan itu timbullah kerukunan
yang khas antara para Uskup dan kaum beriman[14].

Adapun tugas untuk menafsirkan secara otentik sabda Allah yang tertulis dan diturunkan
itu[15] dipercayakan hanya kepada Wewenang Mengajar Gereja yang hidup[16], yang
kewibawaannya dilaksanakan atas nama Yesus Kristus. Wewenang Mengajar itu tidak berada
diatas sabda Allah, melainkan melayaninya, yakni dengan hanya mengajarkan apa yang
diturunkan saja, sejauh sabda itu, karena perintah ilahi dan dengan bantuan Roh Kudus,
didengarkannya dengan khidmat, dipeliharanya dengan suci dan diterangkannya dengan setia;
dan itu semua diambilnya dari satu perbendaharaan iman itu, yang diajukannya untuk diimani
sebagai hal-hal yang diwahyukan oleh Allah.

Maka jelaslah tradisi suci, Kitab suci dan Wewenang Mengajar Gereja, menurut rencana Allah
yang mahabijaksana, saling berhubungan dan berpadu sedemikian rupa, sehingga yang satu
tidak dapat ada tanpa kedua lainnya, dan semuanya bersama-sama, masing-masing dengan
caranya sendiri, dibawah gerakan satu Roh Kudus, membantu secara berdaya guna bagi
keselamatan jiwa-jiwa.
BAB TIGA – ILHAM ILAHI KITAB SUCI DAN PENAFSIRAN

11. (Fakta ilham dan kebenaran Kitab suci)

Yang diwahyukan oleh Allah dan yang termuat serta tersedia dalam Kitab suci telah ditulis
dengan ilham Roh Kudus. Sebab Bunda Gereja yang kudus, berdasarkan iman para Rasul,
memandang Kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Baru secara keseluruhan, beserta semua
bagian-bagiannya, sebagai buku-buku yang suci dan kanonik, karena ditulis dengan ilham Roh
Kudus (lih. Yoh20:31 ; 2Tim3:16 ; 2Ptr1:19-21 ; 2Ptr3:15-16), dan mempunyai Allah sebagai
pengarangnya, serta dalam keadaannya demikian itu diserahkan kepada Gereja[17]. Tetapi
dalam mengarang kitab-kitab suci itu Allah memilih orang-orang, yang digunakan-Nya
sementara mereka memakai kecakapan dan kemampuan mereka sendiri[18], supaya –
sementara Dia berkarya dalam dan melalui mereka[19], – semua itu dan hanya itu yang
dikehendaki-Nya sendiri dituliskan oleh mereka sebagai pengarang yang sungguh-sungguh[20]

Oleh sebab itu, karena segala sesuatu, yang dinyatakan oleh para pengarang yang ilhami atau
hagiograf (penulis suci), harus dipandang sebagai pernyataan Roh Kudus, maka harus diakui,
bahwa buku-buku Alkitab mengajarkan dengan teguh dan setia serta tanpa kekeliruan
kebenaran, yang oleh Allah dikehendaki supaya dicantumkan dalam kitab-kitab suci demi
keselamatan kita[21]. Oleh karena itu “seluruh Alkitab diilhami oleh Allah dan berguna untuk
mengajar, meyakinkan, menegur dan mendidik dalam kebenaran: supaya manusia (hamba)
Allah menjadi sempurna, siap sedia bagi segala pekerjaan yang baik” (2Tim3:16-17 yun).

12. (Bagaimana Kitab suci harus ditafsirkan)

Adapun karena Allah dalam Kitab suci bersabda melalui manusia secara manusia[22], maka
untuk menangkap apa yang oleh Allah akan disampaikan kepada kita penafsir Kitab suci harus
menyelidiki dengan cermat, apa yang sebenarnya mau disampaikan oleh para penulis suci, dan
apa yang mau ditampakkan oleh Allah dengan kata-kata mereka.

Untuk menemukan maksud para pengarang suci antara lain perlu diperhatikan juga “jenis-jenis
sastra”. Sebab dengan cara yang berbeda-beda kebenaran dikemukakan dan diungkapkan
dalam nas-nas yang dengan aneka cara bersifat historis, atau profetis, atau poetis, atau dengan
jenis sastra lainnya. Selanjutnya penafsiran harus mencari arti, yang hendak diungkapkan dan
ternyata jadi diungkapkan oleh pengarang suci dalam keadaan tertentu, sesuai dengan situasi
jamannya dan kebudayaannya, melalui jenis-jenis sastra yang ketika itu digunakan[23]. Sebab
untuk mengerti dengan seksama apa yang oleh pengarang suci hendak dinyatakan dengan
tulisannya, perlu benar-benar diperhatikan baik cara-cara yang lazim dipakai oleh orang-orang
pada zaman pengarang itu dalam merasa, berbicara atau bercerita, maupun juga cara-cara yang
pada zaman itu biasanya dipakai dalam pergaulan antar manusia[24]

Akan tetapi Kitab suci ditulis dalam Roh Kudus dan harus dibaca dan ditafsirkan Roh itu
juga[25]. Maka untuk menggali dengan tepat arti nas-nas suci, perhatian yang sama besarnya
harus diberikan kepada isi dan kesatuan seluruh Alkitab, dengan mengindahkan Tradisi hidup
seluruh Gereja serta analogi iman. Merupakan kewajiban para ahli Kitab suci: berusaha
menurut norma-norma itu untuk semakin mendalam memahami dan menerangkan arti Kitab
suci, supaya seolah-oleh berkat penyelidikan yang disiapkan keputusan Gereja menjadi lebih
masak. Sebab akhirnya semua yang menyangkut cara menafsirkan Alkitab itu berada dibawah
keputusan Gereja, yang menunaikan tugas serta pelayanan memelihara dan menafsirkan sabda
allah[26].

13. (Turunnya Allah)

Jadi dalam Kitab suci – sementara kebenaran dan kesucian Allah tetap dipertahankan –
nampaklah “turunnya” Kebijaksanaan yang menakjubkan, “supaya kita mengenal kebaikan
Allah yang tak terperikan, dan betapa Ia melunakkan bahasa-Nya, dengan memperhatikan serta
mengindahkan kodrat kita.”[27] Sebab sabda Allah, yang diungkapkan dengan bahasa
manusia, telah menyerupai pembicaraan manusiawi, seperti dulu Sabda Bapa yang kekal,
dengan mengenakan daging kelemahan manusiawi, telah menjadi serupa dengan manusia.

BAB EMPAT – PERJANJIAN LAMA

14. (Sejarah keselamatan dalam kitab-kitab Perjanjian Lama)

Allah yang mahakasih dengan penuh perhatian merencanakan dan menyiapkan keselamatan
segenap umat manusia. Dalam pada itu Ia dengan penyelenggaraan yang istimewa memilih
bagi diri-Nya suatu bangsa, untuk diserahi janji-janji-Nya. Sebab setelah mengadakan
perjanjian dengan Abraham (lih. Kej15:18) dan dengan bangsa Israel melalui Musa (lih.
Kel24:8), dengan sabda maupun karya-Nya Ia mewahyukan Diri kepada umat yang diperoleh-
Nya sebagai satu-satunya Allah yang benar dan hidup sedemikian rupa, sehingga Israel
mengalami bagaimanakah Allah bergaul dengan manusia. Dan ketika Allah bersabda melalui
para Nabi, Israel semakin mendalam dan terang memahami itu, dan semakin meluas
menunjukkannya diantara para bangsa (lih. Mzm21:28-29 ; Mzm95:1-3 ; Yes2:1-4 ; Yer3:17).
Adapun tata keselamatan, yang diramalkan, diceritakan dan diterangkan oleh para pengarang
suci, sebagai sabda Allah yang benar terdapat dalam Kitab-kitab Perjanjian Lama. Maka dari
itu kitab-kitab itu, yang diilhami oleh Allah, tetap mempunyai nilai abadi: “Sebab apapun yang
tertulis, ditulis untuk menjadi pelajaran bagi kita, supaya kita karena kesabaran dan
penghiburan Kitab suci mempunyai pengharapan” (Rom15:4).

15. (Arti Perjanjian Lama untuk Umat kristiani)

Tata keselamatan Perjanjian Lama terutama dimaksudkan untuk meyiapkan kedatangan


Kristus Penebus seluruh dunia serta Kerajaan al Masih, mewartakannya dengan nubuat-nubuat
(lih. Luk24:44 ; Yoh5:39 ; 1Ptr1:10), dan menandakannya dengan pelbagai lambang (lih.
1Kor10:11). Kitab-kitab perjanjian Lama, sesuai dengan keadaan umat manusia sebelum
zaman pemulihan keselamatan oleh Kristus, mengungkapkan kepada semua orang pengertian
tentang Allah dan manusia serta cara-cara Allah yang adil dan rahim bergaul dengan manusia.
Meskipun juga mencantumkan hal-hal yang tidak sempurna dan bersifat sementara, kitab-kitab
itu memaparkan cara pendidikan ilahi yang sejati[28]. Maka kitab-kitab itu, yang
mengungkapkan kesadaran hidup akan Allah, yang mencantumkan ajaran-ajaran yang luhur
tentang Allah serta kebijaksanaan yang menyelamatkan tentang perihidup manusia, pun juga
perbendaharaan doa-doa yang menakjubkan, akhirnya secara terselubung mengemban
keselamatan kita, kitab-kitab itu harus diterima dengan khidmat oleh Umat beriman kristiani.

16. (Kesatuan antara kedua Perjanjian)

Allah, pengilham dan pengarang kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Baru, dalam
kebijaksanaan-Nya mengatur (Kitab suci) sedemikian rupa, sehingga Perjanjian Baru
tersembunyi dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Lama terbuka dalam Perjanjian Baru[29].
Sebab meskipun Kristus mengadakan Perjanjian yang Baru dalam darah-Nya (lih. Luk 22:20;
1Kor 11:25), namun Kitab-kitab Perjanjian Lama seutuhnya ditampung dalam pewartaan
Injil[30], dan dalam Perjanjian Baru memperoleh dan memperlihatkan maknanya yang penuh
(lih. Mat5:17 ; Luk24:27 ; Rom16:25-26 ; 2Kor3:14-16) dan sebaliknya juga menyinari dan
menjelaskan Perjanjian Baru.
BAB LIMA – PERJANJIAN BARU

17. (Keluhuran Perjanjian Baru)

Sabda Allah, yang merupakan kekuatan Allah demi keselamatan semua orang yang beriman
(lih. Rom1:16), dalam Kitab-kitab Perjanjian Baru disajikan secara istimewa dan
memperlihatkan daya kekuatannya. Sebab setelah genap waktunya (lih. Gal4:4), Sabda yang
menjadi daging dan diam di antara kita penuh rahmat dan kebenaran (lih. Yoh1:14). Kristus
mendirikan Kerajaan Allah di dunia, dengan karya dan sabda-Nya menampakkan Bapa-Nya
dan Diri-Nya sendiri, dengan wafat, kebangkitan serta kenaikan-Nya penuh kemuliaan, pun
dengan mengutus Roh Kudus menyelesaikan karya-Nya. Setelah ditinggikan dari bumi Ia
menarik semua orang kepada diri-Nya (lih. Yoh12:32, yun). Dialah satu-satunya, yang
mempunyai sabda kehidupan kekal (lih. Yoh6:68). Adapun rahasia itu tidak dinyatakan kepada
angkatan-angkatan lain, seperti sekarang telah diwahyukan dalam Roh Kudus kepada para
Rasul-Nya yang suci serta para Nabi (lih. Ef3:4-6, yun), supaya mereka mewartakan Injil,
membangkitkan iman akan Yesus Kristus dan Tuhan, dan menghimpun Gereja. Tentang
peristiwa-peristiwa itu dalam kitab-kitab Perjanjian Baru terdapat kesaksian kekal dan ilahi.

18. (Asal-usul Injil dari para Rasul)

Semua orang tahu, bahwa diantara semua kitab, juga yang termasuk Perjanjian Baru, Injillah
yang sewajarnya menduduki tempat istimewa. Sebab Injil merupakan kesaksian utama tentang
hidup dan ajaran Sabda yang menjadi daging, Penyelamat kita.

Selalu dan di mana-mana Gereja mempertahankan dan tetap berpandangan, bahwa keempat
Injil berasal dari para rasul. Sebab apa yang atas perintah Kristus diwartakan oleh para rasul,
kemudian dengan ilham Roh ilahi diteruskan secara tertulis kepada kita oleh mereka dan orang-
orang kerasulan, sebagai dasar iman, yakni Injil dalam keempat bentuknya menurut Mateus,
Markus, Lukas dan Yohanes[31]

19. (Sifat historis Injil)

Bunda Gereja yang kudus dimasa lampau mempertahankan dan tetap setia berpegang teguh
pada pandangan, bahwa keempat Injil tersebut, yang sifat historisnya diakui tanpa ragu-ragu,
dengan setia meneruskan apa yang oleh Yesus Putera Allah selama hidupnya diantara manusia
sungguh telah dikerjakan dan diajarkan demi keselamatan kekal mereka, sampai hari Ia
diangkat (lih. Kis1:1-2). Sesudah kenaikan Tuhan para Rasul meneruskan kepada para
pendengar mereka apa yang dikatakan dan dijalankan oleh Yesus sendiri, dengan pengertian
yang lebih penuh, yang mereka peroleh [32] karena di didik oleh peristiwa-peristiwa mulia
Kristus dan oleh terang Roh kebenaran[33]. Adapun cara penulis suci mengarang keempat Injil
dan memilih berbagai dari sekian banyak hal yang telah diturunkan secara lisan atau tertulis;
beberapa hal mereka susun secara agak sintetis, atau mereka uraikan dengan memperhatikan
keadaan Gereja-gereja; akhirnya dengan tetap mempertahankan bentuk pewartaan, namun
sedemikian rupa, sehingga mereka selalu menyampaikan kepada kita kebenaran yang murni
tentang Yesus[34]. Sebab mereka menulis, entah berdasarkan ingatan dan kenangan mereka
sendiri, entah berdasarkan kesaksian mereka “yang dari semula menjadi saksi mata dan pelayan
sabda”, dengan maksud supaya kita mengenal “kebenaran” kata-kata yang diajarkan kepada
kita (lih. Luk1:2-4).

20. (Kitab-kitab Perjanjian Baru lainnya)

Kecuali memuat keempat Injil kanon Perjanjian Baru juga mencantumkan surat-surat S. Paulus
serta tulisan para Rasul lainnya yang dikarang dengan ilham Roh Kudus. Menurut rencana
Allah yang bijaksana dalam tulisan-tulisan itu diteguhkan mengenai segala sesuatu mengenai
Kristus Tuhan, ajaran-Nya yang sejati semakin jelas, diwartakan daya kekuatan karya ilahi
Kristus yang menyelamatkan, dikisahkan awal mula Gereja dan penyebarannya yang
mengagumkan, dan dinubuatkan penyelesaiannya dalam kemuliaan.

Sebab Tuhan Yesus menyertai para Rasul-Nya seperti telah dijanjikan-Nya(lih. Mat 28:20),
dan Ia mengutus Roh Pembantu kepada mereka, untuk membimbing mereka memasuki
kepenuhan kebenaran (lih. Yoh16:13).
BAB ENAM – KITAB SUCI DALAM KEHIDUPAN GEREJA

21. (Gereja menghormati kitab-kitab suci)

Kitab-kitab ilahi seperti juga Tubuh Tuhan sendiri selalu dihormati oleh Gereja, yang –
terutama dalam Liturgi suci – tiada hentinya menyambut roti kehidupan dari meja sabda Allah
maupun Tubuh Kristus, dan menyajikannya kepada Umat beriman. Kitab-kitab itu bersama
dengan Tradisi suci selalu dipandang dan tetap dipandang sebagai norma imannya yang tinggi.
Sebab kitab-kitab itu diilhami oleh Allah dan sekali untuk selamanya telah dituliskan, serta
tanpa perubahan manapun menyampaikan sabda Allah sendiri, lagi pula mendengarkan suara
Roh Kudus dalam sabda para Nabi dan para Rasul. Jadi semua pewartaan dalam Gereja seperti
juga agama kristiani sendiri harus dipupuk dan diatur oleh Kitab suci. Sebab dalam kitab-kitab
suci Bapa yang ada di sorga penuh cinta kasih menjumpai para putera-Nya dan berwawancara
dengan mereka. Adapun demikian besarlah daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga bagi
Gereja merupakan tumpuan serta kekuatan, dan bagi putera-puteri Gereja menjadi kekuatan
iman, santapan jiwa, sumber jernih dan kekal hidup rohani. Oleh karena itu bagi Kitab suci
berlakulah secara istimewa kata-kata: “Memang sabda Allah penuh kehidupan dan kekuatan”
(Ibr4:12), “yang berkuasa membangun dan mengurniakan warisan diantara semua para kudus”
(Kis 20:32; lih. 1Tes 2:13).

22. (Dianjurkan terjemahan-terjemahan yang tepat)

Bagi kaum beriman kristisni jalan menuju Kitab suci harus terbuka lebar-lebar. Oleh karena itu
sejak semula Gereja mengambil alih terjemahan Yunani Perjanjian Lama yang amat kuno, yang
disebut “septuaginta”. Gereja selalu menghormati juga terjemahan-terjemahan lain ke dalam
bahasa Timur dan Latin, terutama yang disebut “Vulgata”. Tetapi karena sabda Allah harus
tersedia pada segala zaman, Gereja dengan perhatian keibuannya mengusahakan, supaya dibuat
terjemahan-terjemahan yang sesuai dan cermat ke dalam pelbagai bahasa, terutama
berdasarkan teks asli Kitab suci. Bila terjemahan-terjemahan itu – sekiranya ada kesempatan
baik dan Pimpinan Gereja menyetujuinya – diselenggarakan atas usaha bersama dengan
saudara-saudari terpisah, maka terjemahan-terjemahan itu dapat digunakan oleh semua orang
kristiani.
23. (Tugas kerasulan para ahli katolik)

Mempelai Sabda yang menjadi daging, yakni Gereja, dengan bimbingan Roh Kudus berusaha
memperoleh pengertian yang semakin mendalam tentang Kitab suci, supaya tiada hentinya
menyediakan santapan sabda-sabda ilahi bagi para puteranya. Oleh karena itu Gereja dengan
tepat pula memajukan usaha mempelajari para Bapa Gereja yang suci dari Timur maupun Barat
serta liturgi-liturgi suci. Para ahli Kitab suci katolik dan ahli teologi lainnya dalam kerja sama
yang erat harus berusaha, supaya mereka dibawah pengawasan Wewenang Mengajar yang suci
dan dengan upaya-upaya yang tepat menyelidiki dan menguraikan Kitab suci sedemikian rupa,
sehingga sebanyak mungkin pelayan sabda ilahi dengan hasil yang baik dapat menyajikan
santapan Kitab suci kepada Umat Allah, untuk menerangi budi, meneguhkan kehendak, dan
mengobarkan hati sesama untuk mengasihi Allah[35]. Konsili suci mendorong para putera
Gereja, para ahli Kitab suci, supaya mereka dengan tenaga yang selalu segar dan dengan sanagt
tekun meneruskan karya yang telah dimulai dengan baik, menurut kehendak gereja[36]

24. (Pentingnya Kitab suci bagi teologi)

Teologi suci bertumpu pada sabda Allah yang tertulis, bersama dengan Tradisi suci, sebagai
landasan yang tetap. Disitulah teologi amat sangat diteguhkan dan selalu diremajakan, dengan
menyelidiki dalam terang iman segala kebenaran yang tersimpan dalam rahasia Kristus.
Adapun Kitab suci mengemban sabda Allah, dan karena diilhami memang sungguh-sungguh
sabda Allah. Maka dari itu pelajaran Kitab suci hendaklah bagaikan jiwa Teologi suci[37].
Namun dengan sabda Alkitab juga pelayanan sabda, yakni pewartaan pastoral, ketekese dan
semua pelajaran kristiani – diantaranya homili liturgis harus sungguh diistimewakan –
mendapat bahan yang sehat dan berkembang dengan suci.

25. (Dianjurkan pembacaan Kitab suci)

Oleh sebab itu semua rohaniwan, terutama para imam Kristus serta lain-lainnya, yang sebagai
diakon atau katekis secara sah menunaikan pelayanan sabda, perlu berpegang teguh pada
Alkitab dengan membacanya dengan asyik dan mempelajarinya dengan saksama. Maksudnya
jangan sampai ada seorang pun diantara mereka yang menjadi “pewarta lahiriah dan hampa
sabda Allah, tetapi tidak mendengarkannya sendiri dalam batin”[38]. Padahal ia wajib
menyampaikan kepada kaum beriman yang dipercayakan kepadanya kekayaan sabda Allah
yang melimpah, khususnya dalam Liturgi suci. Begitu pula Konsili suci mendesak dengan
sangat dan istimewa semua orang beriman, terutama para religius, supaya dengan sering kali
membaca kitab-kitab ilahi memperoleh “pengertian yang mulia akan Yesus Kristus” (Flp3:8).
“Sebab tidak mengenal Alkitab berarti tidak mengenal Kristus”[39]. Maka hendaklah mereka
dengan suka hati menghadapi nas yang suci sendiri, entah melalui liturgi suci yang sarat dengan
sabda-sabda ilahi, entah melalui bacaan yang saleh, entah melalui lembaga-lembaga yang
cocok untuk itu serta bantuan-bantuan lain, yang berkat persetujuan dan usaha para Gembala
Gereja dewasa ini tersebar dimana-mana dengan amat baik. Namun hendaklah mereka ingat,
bahwa doa harus menyertai pembacaan Kitab suci, supaya terwujudlah wawancara antara Allah
dan manusia. Sebab “kita berbicara dengan-Nya bila berdoa; kita mendengarkan-Nya bila
membaca amanat-amanat ilahi”[40]

Adalah tugas para uskup, “yang mengemban ajaran para Rasul”[41], untuk membina dengan
baik Umat beriman yang dipercayakan kepada mereka, supaya dengan tepat menggunakan
kitab-kitab ilahi, terutama Perjanjian Baru dan lebih khusus lagi Injil-Injil, dengan
menyediakan terjemahan-terjemahan Kitab suci. Terjemahan-terjemahan itu hendaklah
dilengkapi dengan keterangan-keterangan yang diperlukan dan sungguh memadai, supaya
putera-puteri Gereja dengan aman dan berguna memakai Kitab suci, dan diresapi dengan
semangatnya.

Selain itu hendaknya diusahakan terbitan-terbitan Kitab suci, dibubuhi dengan catatan-catatan
yang sesuai, supaya digunakan juga oleh mereka yang bukan kristiani, dan yang cocok dengan
keadaan mereka. Hendaknya para Gembala jiwa, serta Umat kristiani dalam keadaan mana pun
juga, berusaha untuk dengan pelbagai cara menyebarluaskan terbitan-terbitan itu dengan
bijaksana.

26. (Akhir kata)

Maka semoga dengan demikian melalui pembacaan dan studi Kitab suci “sabda Allah berjalan
terus dan dimuliakan” (2Tes3:1), perbendaharaan wahyu yang dipercayakan kepada Gereja
semakin memenuhi hati orang-orang. Seperti hidup Gereja berkembang karena Umat sering
dan dengan rajin menghadiri misteri Ekaristi, begitu pula boleh diharapkan dorongan baru
dalam hidup rohani karena sabda Allah yang “tinggal selama-lamanya” (Yes40:8; lih.
1Ptr1:23-2) semakin dihormati.

Semua itu dan setiap hal yang dinyatakan dalam Konstitusi ini berkenan kepada para Bapa
Konsili suci. Adapun kami, atas kekuasaan Rasuli yang oleh Kristus diserahkan kepada Kami,
dalam Roh Kudus menyetujui, memutuskan dan menetapkan itu semua bersama dengan para
Bapa yang terhormat, lagi pula memerintahkan, agar segala sesuatu yang dengan demikian
telah ditetapkan dalam Konsili, dimaklumkan secara resmi demi kemuliaan Allah.

TRADISI DALAM GEREJA KATOLIK

1. Arti Tradisi dalam Gereja Katolik


Gereja senantiasa melestarikan dan meneruskan hidup, ajaran, dan ibadatnya dari generasi ke generasi.
Proses penerusan atau komunikasi iman dari satu angkatan kepada angkatan berikut dan di antara orang-
orang seangkatan itulah yang disebut tradisi. Tradisi berarti penyerahan, penerusan, dan komunikasi
terus-menerus. Tradisi bukan sesuatu yang “kolot” dari zaman dahulu, melainkan sesuatu yang masih
terjadi sekarang ini juga.
Dalam tradisi itu ada satu kurun waktu yang istimewa, yakni zaman Yesus dan para rasul. Periode itu
biasa disebut zaman “Gereja Perdana”. Tradisi zaman Gereja Perdana menjadi inti pokok untuk tradisi
berikutnya, “dibangun di atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu
penjuru” (Ef 2: 20). Sebagian dari tradisi itu kemudian ditulis, yang sekarang kita kenal sebagai Kitab
Suci Perjanjian Baru. Jadi, tidak semua tradisi ditulis, yang lainnya terus disampaikan secara lisan dari
generasi ke generasi. Kitab Suci Perjanjian Baru yang ditulis dengan ilham Roh Kudus dengan teguh
dan setia serta tanpa kekeliruan, terus mengajarkan kebenaran yang oleh Allah mau dicantumkan di
dalamnya demi keselamatan kita.
Sesudah Gereja Perdana, Gereja terus mengolah dan memperdalam ungkapan iman yang terdapat dalam
Kitab Suci. (bdk. Dei Verbum Art 8).

2. Contoh Tradisi Ajaran Iman Gereja Katolik

Tradisi dan Kitab Suci saling berhubungan. Tradisi mempunyai titik beratnya dalam Kitab Suci, tetapi
tidak terbatas pada Kitab Suci. Sebaliknya, tradisi berusaha terus menghayati dan memahami kekayaan
iman yang terungkap di dalam Kitab Suci. Kekayaan iman itu misalnya Syahadat. Di dalam Kitab Suci,
kita tidak menemukan Syahadat, tetapi apa yang terungkap dalam Syahadat jelas dilandaskan pada
Kitab Suci. Untuk jelasnya, kita akan mempelajari buah karya tradisi, yaitu Syahadat. Kita akan
mencoba membandingkan dua Syahadat, yaitu Syahadat Para Rasul

(Syahadat Singkat)Syahadat dari Konsili Nicea


Syahadat Para Rasul
Aku percaya akan Allah,
Bapa yang mahakuasa,
pencipta langit dan bumi;
dan akan Yesus Kristus,
Putra-Nya yang tunggal, Tuhan kita,
yang dikandung dari Roh Kudus,
dilahirkan oleh Perawan Maria;
yang menderita sengsara
dalam pemerintahan Ponsius Pilatus
disalibkan, wafat, dan dimakamkan;
yang turun ke tempat penantian
pada hari ketiga bangkit
dari antara orang mati;
yang naik ke surga,
duduk di sebelah kanan Allah Bapa
yang mahakuasa
dari situ Ia akan datang
mengadili orang hidup dan mati.
Aku percaya akan Roh Kudus,
Gereja Katolik yang kudus,
persekutuan para kudus,
pengampunan dosa,
kebangkitan badan,
kehidupan kekal.
Amin.
Singkat Syahadat Nisea/Syahadat Panjang
Aku percaya akan satu Allah,
Bapa yang Mahakuasa,
Pencipta langit dan bumi,
dan segala sesuatu yang kelihatan
dan tidak kelihatan;
dan akan satu Tuhan Yesus Kristus,
Putra Allah yang tunggal.
Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad,
Allah dari Allah,
terang dari terang;
Allah benar dari Allah benar.
Ia dilahirkan, bukan dijadikan
sehakikat dengan Bapa;
segala sesuatu dijadikan oleh-Nya.
Ia turun dari surga
untuk kita manusia
dan untuk keselamatan kita.
Dan Ia menjadi daging oleh Roh Kudus
dari Perawan Maria:
dan menjadi manusia.
Ia pun disalibkan untuk kita.
Waktu Ponsius Pilatuas
Ia wafat kesengsaraan dan dimakamkan.
Pada hari ketiga Ia bangkit
menurut Kitab Suci. Ia naik ke surga,
duduk di sisi Bapa.Ia akan kembali dengan mulia,
mengadili orang yang hidup dan yang mati;
kerajaan-Nya takkan berakhir. Aku percaya akan Roh Kudus,
Ia Tuhan yang menghidupkan;Ia berasal dari Bapa dan Putra;
Yang serta Bapa dan Putra,disembah dan dimuliakan;
Ia bersabda dengan perantaraan para nabi. Aku percaya akan Gereja
yang satu, kudus, katolik, dan apostolik, aku mengakui satu pembaptisan
akan penghapusan dosa.Aku menantikan kebangkitan orang mati
Dan hidup di akherat. Amin.

Dengan membandingkan kedua rumusan Syahadat tersebut di atas, kelihatan bahwa kedua
syahadat itu berbeda. Perbedaan tersebut terutama pada rumusan berikut: “Ia lahir dari Bapa
sebelum segala abad, Allah dari Allah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar. Ia
dilahirkan, bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa; segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. Ia
turun dari surga untuk kita manusia dan untuk keselamatan kita”. Yang lain juga berbeda
rumusannya, tetapi isinya kurang lebih sama.
Rumusan kedua syahadat itu adalah ajaran Gereja yang berasal dari Tradisi. Syahadat pendek lebih
tua daripada Syahadat panjang. Syahadat yang panjang muncul, antara lain disebabkan oleh munculnya
ajaran-ajaran sesat, yaitu ajaran yang tidak mengakui kemanusiaan Kristus dan yang tidak mengakui
ke-Allahan Kristus. Maka, dirumuskanlH Syahadat secara lebih lengkap. Dalam syahadat panjang ITU
ditekankan bahwa Yesus sungguh manusia dan sungguh-sungguh Allah.

3. Kitab Suci dan Tradisi Merupakan Tolok Ukur Iman Gereja


Kitab Suci bersama tradisi merupakan tolok ukur iman Gereja. Itu berarti iman Gereja, baik iman
Gereja secara keseluruhan (iman objektif) maupun iman dalam arti sikap masing-masing orang (iman
subjektif), diukur kebenarannya oleh Kitab Suci bersama Tradisi.

Tema pokok pewartaan Yesus adalah Kerajaan Allah: “Waktunya telah genap; Kerajaan Allah
sudah dekat” (Mrk 1:15). Kerajaan Allah, yaitu Allah yang datang sebagai Raja, sudah dekat.

Orang Yahudi pada zaman Yesus menghindari penyebutan langsung Nama Allah. Maka,
sebagai ganti “Allah meraja”, dikatakan “Kerajaan Allah” (seperti juga “sabda Allah” sebagai
ganti “Allah bersabda”; atau “kehadiran Allah” ganti “Allah hadir”). Bahkan sebagai ganti
“Kerajaan Allah” dikatakan “Kerajaan Surga”. Kata “Kerajaan Allah” atau “Kerajaan Surga”
tidak berarti daerah kekuasaan Allah atau surga. “Kerajaan Allah” berarti Allah sendiri yang
tampil sebagai Raja. Dari Mzm 145:11-13 dapat disimpulkan bahwa penampilan Allah itu
berarti penampilan dalam kemuliaan dan keperkasaan, namun bukan pertama-tama untuk
menghukum atau membalas, melainkan untuk menyelamatkan dan memberi perlindungan.
Para nabi (mis. Yes 24:21-23; 33:22; 52:7-10; Ob 21; Mi 2:12-13; Zef 3:14-20) melihat
kedatangan Allah dalam kemuliaan rajawi sebagai hari penebusan dan penyelamatan Israel.
Khususnya pada zaman Yesus pengharapan akan penyelamatan Allah ini amat kuat. Mereka
semua mengharapkan kedatangan Kerajaan Allah dan pewartaan Yesus menjawab
pengharapan itu.

Ciri khas pewartaan Yesus ialah bahwa kedatangan Allah sebagai Raja Penyelamat dinyatakan akan
terjadi dengan segera. Yesus menegaskan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat (Mrk 1:15;

13:29; Mat 10:7), sudah di ambang pintu (Luk 17:20-21.37), tidak akan ditunda-tunda lagi
(Luk 10:9 dsj.; 11:20 dsj.). Walaupun pewartaan Kerajaan Allah sudah ada sebelum Yesus,
baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam agama Yahudi, bagi Yesus pewartaan Kerajaan
mempunyai arti yang khusus. Pertama karena Kerajaan Allah paling pokok dalam sabda dan
karya Yesus. Tetapi juga karena Kerajaan mempunyai ciri-ciri khas dalam pewartaan Yesus.

Bagi Yesus kedatangan Kerajaan mendesak, karena kemalangan manusia hampir tidak tertahan
lagi. Maka belas-kasihan dan kerahiman Allah juga tidak akan tertunda lagi. Bagi Yohanes
kemalangan zaman itu berarti hukuman dari Allah (lih. Mat 3:7-8 dsj.), bagi Yesus justru
ajakan bertobat (Luk 13:3.5). Kemalangan menjadi tanda kedatangan Allah yang maharahim.

Pewartaan Kerajaan adalah pewartaan kerahiman Allah dan karena itu merupakan warta
pengharapan. Kerajaan Allah berarti turun tangan Allah untuk menyelamatkan, untuk
membebaskan dunia secara total dari kuasa kejahatan (lih. Luk 10:18). Maka sabda Yesus
tertuju kepada orang yang menderita (lih. “Sabda bahagia”: Luk 6:20-23 dsj.). Pewartaan Yesus
bukan janji-janji lagi. Dalam diri Yesus, Allah telah datang (Luk 11:20 dsj.). “Bagaimana
terjadinya, tidak diketahui” (Mrk 4:27).

“Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah; juga orang tidak dapat mengatakan: Lihat,
ia ada di sini atau ia ada di sana!” (Luk 17:20). Waktu kedatangannya tidak dapat
diperhitungkan. Bahkan “tentang hari atau saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-
malaikat di surga tidak, Anak pun tidak, hanya Bapa saja” (Mrk 13:32). Maka kata “dekat”
tidak pertama-tama harus diartikan secara temporal (“dalam waktu dekat”), tetapi secara
personal: Allah sendiri dekat. “Tuhan dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya” (Mzm
145:18). Yesus mengetahui, karena kesatuan-Nya dengan Allah, bahwa Tuhan tidak akan
“mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka. Ia akan segera membenarkan mereka” (Luk
18:7-8).

Khususnya mukjizat Yesus merupakan tanda kehadiran Kerajaan. Seluruh penampilan Yesus,
baik pewartaan maupun mukjizat-mukjizat-Nya, merupakan tanda bahwa Kerajaan Allah
memang dekat.

Pewartaan Yesus mengenai Kerajaan Allah ditujukan kepada pertobatan manusia. Ia


memanggil orang supaya siap siaga menerima Kerajaan bila datang. Dalam hubungan ini
mengesanlah betapa ditekankan oleh Yesus sifat “rahmat” Kerajaan: “Bapa memberikan
Kerajaan” (Luk 12:32; juga 22:29). Oleh karena itu orang harus menerima Kerajaan “seperti
kanak-kanak” (Mrk 10:14 dsj.; lih. juga Luk 6:20 dsj.). Tawaran rahmat itu sekaligus
merupakan tuntutan mutlak: “Kamu tidak dapat sekaligus mengabdi kepada Allah dan kepada
mamon (uang)” (Mat 6:24).

Kerajaan Allah adalah panggilan dan tawaran rahmat Allah, dan manusia harus menerimanya
dengan sikap iman yang dinyatakan dalam perbuatan yang baik, sebab Kerajaan Allah,
kendatipun berarti Allah dalam kerahiman-Nya, juga merupakan kenyataan bagi manusia.
Kerajaan Allah harus diwujudnyatakan dalam kehidupan manusia. Pengharapan akan Kerajaan
tidak tertuju kepada suatu peristiwa yang akan terjadi dalam masa yang akan datang, melainkan
diarahkan kepada Allah sendiri dan menjadi kenyataan dalam penyerahan itu sendiri, kalau
manusia boleh bertemu dengan Allah.

Kerap kali Yesus merumuskan ajaran-Nya mengenai Kerajaan dalam bentuk perumpamaan.
Dengan demikian ditekankan bahwa Kerajaan Allah dan kedatangannya berupa misteri bagi
manusia. Dalam perumpamaan tentang penabur (Mrk 4:3-9 dsj.), mengenai benih di ladang
(Mrk 4:26-29), mengenai biji sesawi (Mrk 4:30-34 dsj.) dan juga mengenai ragi (Luk 13:20-
21 dsj.) ditonjolkan perbedaan antara permulaan yang kecil dan hasil yang gemilang. Dengan
demikian dinyatakan bahwa dari satu pihak Kerajaan memang suatu misteri yang tak kelihatan,
tetapi dari pihak lain merupakan kenyataan hidup yang baru akan menjadi jelas pada akhir
zaman. Singkatnya, seluruh pewartaan Yesus mengenai Kerajaan mengungkapkan iman dan
pengharapan-Nya sendiri akan kebaikan dan cintakasih Allah.
PERJANJIANLAMA
Perjanjian Lama, atau Kitab-kitab Yahudi, merupakan tulisan tentang hubungan Tuhan dengan
Israel sebagai “bangsa pilihan”, yang tertulis dalam 46 kitab. [1] Kitab yang pertama, ditulis
oleh Musa sekitar 3300 tahun yang lalu, yang salinannya diletakkan di dalam Tabut. [2]

Sebelum berbentuk sebuah buku, Perjanjian Lama merupakan suatu pengalaman manusiawi
dan rohani, pengalaman akan Allah yang memanggil umat yang dipilih-Nya, dan membuat
perjanjian dengan mereka. Umat terpilih ini menjadi saksi akan janji Allah ditengah bangsa-
bangsa. Perjalanan Allah dengan bangsa Israel akan berlangsung selama berabad-abad. [3]

Barang siapa membolak-balik Kitab Suci, Perjanjian Lama akan tampak sebagai deretan cerita
yang kadang-kadang terulang, atau mengikuti suatu urutan yang kurang lebih ada pertalian,
yang sering mengagumkan dan kadang-kadang memalukan kita. Banyak hal disisipkan:
wejangan-wajangan, peraturan-peraturan tentang moral, liturgi, kehiduapn social, teguran-
teguran keras, perkataan-perkataan yang penuh harapan atau suatu seruan kemesraan. Oleh
karena itu, Perjanjian Lama adalah salah satu teks yang paling bagus diantara sastra-sastra
universal. Allah hadir dimana-mana, seolah-olah Ia disebut pada setiap halaman:
sesungguhnya Perjanjian Lama mengisahkan bagimana Allah mempersiapkan manusa, dan
khususnya bangsa Israael, untuk mengenal dan menyambut, dalam diri Yesus, Dia yang
mengadakan Perjanjian dengan manusia, suatu Perjanjian yang tak terselami dan
mengagumkan. [3]

Perjanjian Lama adalah sekaligus sabda Allah dan Sabda Manusia. Dan keduanya tidak bisa
dipisahkan. Maka, tidaklah mungkin memahami kitab-kitab ini jika salah satu dari dimensi ini
diabaikan. Dengan mengabaikan satu dimensi, yang lain dirugikan dan ada resiko nilai kitab-
kitab itu akan turun sehingga mereka menjadi dokumen-dokumen historis belaka. Dilain
pihak ada Resiko juga bahwa kita lupa bahwa Allah menyatakan Diri-Nya kepada kita (dan
masih terus menyatakan Diri-Nya sampai sekarang) ditengah-tengah sejarah jika kita
menganggap sabda Allah ini hanya sebagai kumpulan peraturan-peraturan religius. Perjanjian
Lama bukanlah suatu ajaran religius melainkan suatu penampakan kasih Allah yang adalah
Bapa kita, suatu undangan untuk setiap orang masuk kedalam suatu persekutuan (komunio)
cinta kasih dengan Dia.

Perjanjian Lama bukanlah buku yang berbicara kepada kita tentang Allah, melainkan suatu
buku dimana Allah berbicara kepada kita tentang Diri-Nya lewat saksi-saksi yang dipilih-Nya
sendiri diantara umat-Nya, yaitu Israel. Orang-orang Kristen perdana tidak keliru: ”Setelah
pada zaman dahulu Allah berulang kali dan dalam berbagai cara berbicara kepada para leluhur
kita dengan perantaraan para nabi, maka pada zaman ini Ia telah berbicara kepada kita dengan
perantaraan anak-Nya.” (Ibr 1:1). Maka Setelah membaca berbagai kitab Perjanjian Lama, kita
melihat betapa sabar Allah menyatakan Diri-Nya, dan betapa sabar Ia mempersiapkan umat-
Nya untuk berjumpa dengan Yesus, Putra Allah yang mnejadi manusia.” Dalam Dialah
berdiam seluruh kepenuhan Allah (Kol 2:9). [3]

Beberapa orang memperkirakan Perjanjian Lama disusun sekitar tahun 430 S.M. di bawah
Esdras dan Nehemiah, berdasarkan otoritas Yahudi terkenal, Josephus, mengatakan bahwa
sejak kematian Ataxerxes pada 424 S.M. ‘tidak ada seorang pun yang berani menambahkan
apa pun ke dalam Kitab Yahudi, mengurangi atau mengubah apa pun dari padanya.’ Apa pun
informasi yang benar, satu hal telah jelas — bahwa 100 tahun sebelum kelahiran Tuhan kita —
Perjanjian Lama ada persis seperti yang kita miliki saat ini. [2]

Bagian-bagian Perjanjian Lama :

 5 Kitab Pentateukh atau Hukum Taurat


 16 Kitab Sejarah
 7 Kitab Puitis dan Hikmat
 18 Kitab Para Nabi.
Kitab-kitab Pentateukh termasuk kisah penciptaan, Adam dan Hawa, bahtera Nuh serta kisah-
kisah lain tentang asal-mula bangsa Israel dan pelarian mereka di bawah pimpinan Musa dari
perbudakan Mesir. Sepuluh Perintah Allah dan hukum-hukum lainnya menyangkut hidup dan
ibadat bangsa Israel juga didapati dalam Kitab Pentateukh. Oleh sebab itu, Kitab Pentateukh
disebut juga Kitab Hukum atau Kitab Taurat. [1]

Kitab Sejarah berisi kisah tentang sejarah bangsa Israel serta campur tangan Allah dalam
sejarah mereka. Kisah-kisah tentang para tokoh terkenal, baik pria maupun wanita, dalam
sejarah Israel dapat ditemukan dalam kitab-kitab ini, termasuk tentang Raja Daud dan Raja
Salomo, juga Debora, Yudit, Ratu Ester. Kitab-kitab Sejarah mengungkapkan suatu pola
hubungan yang menarik antara Tuhan dengan Bangsa Pilihan-Nya. Apabila mereka setia pada
Tuhan dan pada hukum-hukum-Nya, maka hidup mereka sejahtera dan Tuhan melindungi
mereka dari para musuh. Tetapi, apabila mereka menyembah allah-allah lain dan hidup penuh
cela di hadapan Tuhan, dengan kata lain mengatakan kepada-Nya, “Kami tidak membutuhkan
Engkau,” maka bencana datang susul-menyusul menimpa mereka. [1]
Ada tujuh Kitab Puitis dan Hikmat yang agak berbeda dalam gaya literatur serta isinya.
Termasuk di dalamnya adalah Mazmur, yaitu doa-doa yang ditulis dalam bentuk puitis.
Terdapat kitab-kitab tentang bagaimana mencapai hidup bahagia, seperti Amsal dan Putera
Sirakh. Kidung Agung, salah satu puisi cinta paling sensual yang pernah ditulis,
menggambarkan kasih mesra Tuhan yang begitu besar bagi umat-Nya. [1]

Kitab Para Nabi berisi tulisan-tulisan para nabi besar Israel. Peran para nabi adalah menjaga
agar Bangsa Terpilih tetap setia pada perjanjian yang telah mereka buat dengan Tuhan dan
membawa mereka kembali apabila mereka menyimpang dari Tuhan. Tulisan-tulisan yang amat
berpengaruh ini menggambarkan dengan jelas ganjaran jika mereka setia dan hukuman jika
mereka tidak setia. Di samping itu, secara misterius, kitab-kitab para nabi menubuatkan
kedatangan Sang Mesias dan memberikan gambaran tentang-Nya. Kelahiran Yesus di
Betlehem dari seorang perawan, pewartaan-Nya bagi mereka yang sakit, miskin, dan tertindas,
juga wafat-Nya yang ngeri, semuanya telah dinubuatkan dalam kitab-kitab para nabi. [1]

Tentang Kitab Deuterokanonika dapat di baca di : sini.

PERJANJIANBARU
Perjanjian Baru terdiri dari 27 kitab yang semuanya ditulis dalam bahasa Yunani antara tahun
50 M hingga 140 M. Perjanjian Baru meliputi Injil, Kisah Para Rasul, Epistula atau Surat-surat
dan Kitab Wahyu. Tema inti Perjanjian Baru adalah Yesus Kristus, yaitu pribadi-Nya, pesan-
Nya, sengsara-Nya, wafat serta kebangkitan-Nya, identitas-Nya sebagai Mesias yang
dijanjikan dan hubungan-Nya dengan kita sebagai Tuhan dan saudara. Perjanjian Baru ditulis
dalam bahasa Yunani karena pada waktu itu bahasa Yunani merupakan bahasa percakapan
yang paling umum dipergunakan di wilayah Laut Tengah. [1] Gereja para rasul melihat dalam
kitab-kitab ini suatu ungkapan iman mereka yang otentik. Gereja telah mengakui secara resmi
bahwa kitab-kitab ini diilhami oleh Allah, sabagai sabda Allah. [4]

Sama seperti dalam Perjanjian Lama, kitab-kitab ini tidak begitu saja jatuh dari langit,
sebaliknya kita mengakuinya sebagai milik para rasul dan para pewarta Injil dalam Gereja
Perdana. Kitab-kitab ini tidak bermaksud untuk menjawab semua pertanyaan kita mengenai
iman, melainkan suatu kumpulan kesaksian untuk menemukan pribadi Yesus dan cara Gereja
perdana melihat dirinya dijiwai dan digerakkan oleh kuasa kebangkitan-Nya. Kehendak Allah
telah membuat orang-orang Kristen dari segala abad dapat mengenal Yesus dan karya
penebusan-Nya melalui kesaksian-kesaksian yang dahsyat ini. [4]

Tetapi mengapa suatu Perjanjian Baru ditempatkan setelah Perjanjian Lama? Semata-mata
karena setiap perjanjian membentuk suatu bagian sejarah keselamatan dan pewahyuan Allah
dalam sejarah. Salib Yesus memisahkan dua fase ini :
Dalam Perjanjian Lama sebuah bangsa dibentuk. Mereka bertumbuh melalui pengalaman
mereka, dan setelah berharap akan seribu satu hal yang dicari semua orang, mereka baru
mengerti bahwa yang benar-benar penting adalah mengharapkan dan mencari kerajaan
keadilan dimana semua orang akan diciptakan baru. Ketika kita membaca sejarah Kitab Suci,
kita dapat melihat arah yang ditempuh dan menemukan tahap-tahap berbeda dan tokoh-tokoh
kuncinya. Israel menemukan nilai luhur eksistensi dan kehidupan sosial. Kita mengerti
mengapa mereka memerlukan waktu berabad-abad untuk menemukan suatu yang melampaui
pemahaman mereka. Kita mengerti mengapa kesejahteraan kerajaan Israel kuno tidak dapat
bertahan lama dan mengapa penting bagi umat Allah untuk menginsafi dan menyadari apa yang
hilang dalam kekuasaan dan kemuliaan duniawi. Kita melihat mengapa, setelah bermunculan
banyak juruselamat palsu, Juruselamat sejati datang bagi mereka yang sementara mengalami
krisis akhir dibawah penindasan Romawi dan radikalisasi kekuatan-kekuatan politik. [4]

Jadi pesan Yesus merupakan suatu panggilan untuk mengatasi keterbatasan nasionalisme dan
fanastisisme yang sempit, supaya menemukan disini dan kini Kerajaan dan Keadilan Allah.
Sejarah Israel harus mengalir kedalam suatu era baru dengan umat Allah yang universal, yang
kaya pengetahuan akan Bapa dan Putra. Umat semacam itu tidak akan mempraktekan
kekerasan sehingga menghindari perpecahan dan penindasan. Kita tahu bahwa bagsa Yahudi
jatuh setelah beberapa tahun kemudian itulah akhir dari suatu dunia dan leyapnya sebuah
harapan. [4]

Perjanjian Baru tidak menggantikan Perjanjian Lama. Ajaran Yesus tidak membut peringatan-
peringatan para nabi menjadi tidak relevan, Cinta tidak menggantikan keadilan. Keselamatan
yang dijanjikan kepada umat Yahudi tidak digantikan oleh suatu “keselamatan jiwa-jiwa”
tetapi sebaliknya Injil disampaikan sebagai kebenaran yang membebaskan yang meluruskan
kembali sejarah dan mengerahkan semua bangsa kearah tujuan penyatuan kembali dan
rekonsiliasi dalam Kristus atas semua kekuasaan manusia dan daya kreasi dalam alam semesta.
[4]
Ketika usaha-usaha untuk menginjili orang-orang Yahudi di Palestina gagal, orang-orang
Kristen Yahudi pertama berbalik kepada bangsa-bangsa lain dan memberitakan Injil kepada
mereka. Dalam beberapa tahun saja, Gereja mulai tersebar luas diseluruh Dunia, yang
kemudian dikenal sebagai bangsa-bangsa dari kerajaanYunani-Romawi. Pada Permulaannya
ada suatu kepercayaan umum diantara orang-orang Kristen bahwa pesan Yesus akan segera
sampai keujung dunia, dan Yesus akan datang kembali dalam kemuliaan untuk menghakimi.
Pada tahun 70-an ilusi ini hilang; sejarah berakhir lebih lama daripada yang telah mereka
harapkan. [4]

Komunitas Gereja mulai mengumpulkan apa yang telah ditulis untuk menyelamatkan
ajaran para rasul. Mereka juga mengartikan kembali pengalaman-pengalaman penting orang-
orang Kristen perdana. Dari Kitab-kitab yang dihasilkan Gereja menyetujui kitab-kitab yang
menyatakan iman sebagaimana diterima dari para rasul dan menolak kitab-kitab lainnya yang
meskipun sangat pantas dihargai, kelihatannya tidak menyampaikan pesan iman yang paling
fundamental dan universal. [4]

Bagian-bagian dalam Perjanjian Baru :

 4 Injil
 1 Kisah Para Rasul
 Epistula
o 14 Surat Paulus
o 7 Surat Apostolik
 Wahyu
INJIL merupakan turunan
kata Arab yang artinya Kabar Gembira. Dalam bahasa Yunani ‘euaggelion’; dalam bahasa
Latin ‘evangelium’. Ada 4 (empat) Injil. Masing-masing Injil menceritakan kisah hidup,
ajaran-ajaran, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus. Ketiga Injil pertama: Matius,
Markus dan Lukas disebut Injil Sinoptik. Sinoptik berasal dari kata Yunani yang artinya ‘satu
pandangan’, sebab ketiga Injil tersebut mirip dalam struktur maupun isinya. Injil Yohanes,
meskipun tidak bertentangan dengan Injil Sinoptik, berbeda dalam struktur dan mencakup
beberapa kisah dan perkataan-perkataan Yesus yang tidak ditemukan dalam Injil Sinoptik.
Banyak kisah Kitab Suci yang terkenal tentang Yesus ditemukan dalam Injil, termasuk kisah
kelahiran-Nya di Betlehem, kisah-kisah tentang Yesus menyembuhkan mereka yang sakit, juga
perumpamaan-perumpamaan, misalnya perumpamaan tentang Anak yang Hilang. [1]

Kisah Para Rasul ditulis oleh St. Lukas sekitar tahun 70 M hingga 75 M. Kitab ini berisi
catatan tentang iman, pertumbuhannya dan cara hidup Gereja Perdana. Kisah Kenaikan Yesus
ke surga, turunnya Roh Kudus atas Gereja pada hari Pentakosta, kemartiran St. Stefanus dan
bertobatnya St. Paulus, semuanya dapat ditemukan dalam kitab ini. [1]
ARTI ALKITAB PERJANJIAN BARU
Kitab Perjanjian Baru (PB), adalah bagian dari Alkitab Kristen yang ditulis setelah kelahiran
Yesus Kristus. Kata "Perjanjian Baru" merupakan terjemahan dari bahasa Latin, Novum
Testamentum, yang merupakan terjemahan Yunani: ΗΚαινη Διαθηκη, I Keni Diathiki. Umat
Kristen awal berpendapat bahwa kitab ini merupakan penggenapan isi nubuat yang ada di
Alkitab yang sudah ada dan kemudian diberi nama Perjanjian Lama. Perjanjian Baru kadang-
kadang disebut sebagai Kitab Yunani Kristen karena ditulis dalam bahasa Yunani oleh para
pengikut Yesus yang belakangan dikenal sebagai Kristen.

1. Mengenal Kitab Perjanjian Baru


Perjanjian Baru terdiri dari dua puluh tujuh kitab yang semuanya ditulis dalam bahasa Yunani
antara tahun 50 M hingga 140 M. Perjanjian Baru meliputi Injil, Kisah Para Rasul, Epistula
atau Surat-surat dan Kitab Wahyu. Tema inti Perjanjian Baru adalah Yesus Kristus; pribadi-
Nya, pesan-Nya, sengsara-Nya, wafat serta kebangkitan-Nya, identitas-Nya sebagai Mesias
yang dijanjikan dan hubungan-Nya dengan kita sebagai Tuhan dan saudara.
Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani karena pada waktu itu bahasa Yunani
merupakan bahasa percakapan yang paling umum dipergunakan di wilayah Laut Tengah. Dan
Perjanjian Baru di tulis oleh orang yang dekat dan mengenal siapa Yesus, dari perjuangan,
hidup dan penderitaan-Nya.
Kita dapat membaca Injil Markus 1:9-11, ketika Yesus dibaptis di sungan Yordan, oleh
Yohanes Pembaptis.
“Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah Galilea, dan Ia dibaptis di sungai
Yordan oleh Yohanes. Pada saat Ia keluar dari air, Ia melihat langit terkoyak, dan Roh seperti
burung merpati turun ke atas-Nya. Lalu terdengarlah suara dari sorga: "Engkaulah Anak-Ku
yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan."
Kisah dalam kutipan Injil Markus di atas bukan merupakan sebuah laporang, tetapi
merupakan suatu kisah yang mempunyai arti yang sangat mendalam bagi penulisnya. Kisah
ini mau mengungkapkan iman umat perdana dan iman pengaran Injil (Markus). Iman umat
perdana inilah yang kemudian ditulis oleh para pangarang Injil, dan yang oleh Gereja
diterima sebagai Kitab Suci Perjanjian Baru.
Kitab Suci Perjanjian Baru sebenarnya menunjuk kepada seluruh isi yang bersifat
menyeluruh pada sebuah Kitab. Perjanjian itu disebut “Baru”, karena memang berisi
perjanjian yang memperbaharui (Luk 22:20) “Demikian juga cawan minuman itu,
sesudahnya makan, kata-Nya, "Cawan minuman ini adalah perjanjian baharu di dalam darah-
Ku, yang ditumpahkan karena kamu.” Yang oleh Allah dikaitkan dengan umat manusia
melalui Yesus Kristus. Artinya perjanjian itu bersifat kekal, sebab hubungan Allah dan
manusia di dalam Yesus Kristus tidak pernah akan terputus. Perjanjian Baru melanjutkan dan
sekaligus menyempurnakan perjanjian lama yang diikat oleh Allah dengan umat Israel.

2. Bagian-bagian Kitab Perjanjian Baru.


Dalam Perjanjian Baru ada 27 tulisan atau Kitab. Semua tulisan itu masing-masing dengan
caranya sendiri, berbicara tentang Yesus Kristus, karya-Nya, sabda-Nya, tuntutannya dan
hidup-Nya. Meskipun Perjanjian Baru berpusat pada Yesus Kristus, namun di dalamnya juga
tercantum beberapa hal mengenai mereka (jemaat perdana) yang percaya kepada Yesus
Kristus. Secara umum, Kitab Suci Perjanjian Baru berntuknya bersifat kisah (perjalanan dan
mukjijat), perumpamaan, ajaran, surat dan nubuat (Wahyu Yohanes).
Secara tematik kitab ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: Injil, Kisah Para rasul,
Epistula (surat-surat Paulus, surat-surat Apostolik) dan Kitab Wahyu.
a. Injil
Injil merupakan turunan kata Arab yang artinya Kabar Gembira. Dalam bahasa Yunani
'euaggelion'; dalam bahasa Latin 'evangelium'. Ada empat Injil. Masing-masing Injil
menceritakan kisah hidup, ajaran-ajaran, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus:
• Matius - Menceritakan kisah Yesus dari segi sebagai Mesias, Raja orang Israel. Injil ini
penuh dengan penggenapan nubuat-nubuat Perjanjian Lama.
• Markus - Menceritakan kisah Yesus dari segi sebagai Hamba.
• Lukas - Mempresentasikan Yesus sebagai Anak Manusia yang datang untuk mencari dan
menyelamatkan mereka yang terhilang.
• Yohanes - Mempresentasikan Yesus sebagai Firman Allah yang menjelma menjadi
manusia, Kristus, yang berarti, Yang Diurapi.
Ketiga Injil pertama: Matius, Markus dan Lukas disebut Injil Sinoptik. Sinoptik berasal dari
kata Yunani yang artinya 'satu pandangan', sebab ketiga Injil tersebut mirip dalam struktur
maupun isinya. Injil Yohanes, meskipun tidak bertentangan dengan Injil Sinoptik, berbeda
dalam struktur dan mencakup beberapa kisah dan perkataan-perkataan Yesus yang tidak
ditemukan dalam Injil Sinoptik.
b. Kisah Para Rasul
Kisah Para Rasul - Catatan sejarah dari kenaikan Yesus hingga perjalanan-perjalanan misi
Paulus, sejarah gereja mula-mula.
Kisah Para Rasul ditulis oleh St. Lukas sekitar tahun 70 M hingga 75 M. Kitab ini berisi
catatan tentang iman, pertumbuhannya dan cara hidup Gereja Perdana. Kisah Kenaikan
Yesus ke surga, turunnya Roh Kudus atas Gereja pada hari Pentakosta, kemartiran St.
Stefanus dan bertobatnya St. Paulus, semuanya dapat ditemukan dalam kitab ini.

c. Epistula
Epistula atau Surat-surat merupakan bagian terbesar dari Perjanjian Baru. Epistula dibagi
dalam dua kelompok: Surat-surat Paulus dan Surat-surat Apostolik lainnya. Semua surat
mengikuti format penulisan surat pada masa itu. Setiap surat biasanya diawali dengan salam
dan identitas pengirim serta penerima surat. Selanjutnya adalah doa, biasanya dalam bentuk
ucapan syukur. Isi surat adalah penjelasan terperinci tentang ajaran-ajaran Kristiani, biasanya
menanggapi keadaan penerima surat. Bagian berikutnya dapat berupa pembicaraan tentang
rencana perjalanan misi penulis surat dan diakhiri dengan nasehat-nasehat praktis dan salam
perpisahan.
Surat-surat Paulus ditulis oleh St. Paulus atau salah seorang muridnya; tak lama sesudah
wafat dan kebangkitan Yesus, yaitu antara tahun 54 M hingga 80 M. Surat-surat tersebut
menggambarkan perkembangan awal ajaran dan praktek Kristiani.
• Roma - Penelaahan yang sistematis atas pembenaran, pengudusan, dan pemuliaan.
Menelaah rencana Allah atas orang Yahudi maupun non-Yahudi.
• 1 Korintus - Surat ini menyoroti perpecahan dalam jemaat dan teguran atas pelanggaran
susila, masalah mencari keadilan kepada orang-orang yang tidak beriman, dan kebiasaan-
kebiasaan yang salah dalam Perjamuan Kudus. Juga menyinggung tentang penyembahan
berhala, pernikahan, dan kebangkitan.
• 2 Korintus - Pembelaan Paulus atas kerasulannya.
• Galatia - Paulus membuktikan kesalahan dari legalisme (menganggap Hukum Taurat
sebagai mutlak dalam memperoleh keselamatan) dan menelaah mengenai tempat yang layak
bagi anugrah di dalam kehidupan orang-orang Kristen.
• Efesus - Posisi orang percaya di dalam Kristus dan informasi mengenai peperangan rohani.
• Filipi - Paulus membicarakan tentang pemenjaraannya, kasihnya kepada jemaat di Filipi. Ia
mendesak mereka ke arah kesalehan dan memperingatkan mereka akan bahaya legalisme.
• Kolose - Paulus memfokuskan pada keutamaan Yesus dalam penciptaan, penebusan, dan
kekudusanNya.
• 1 Tesalonika - Pelayanan Paulus kepada jemaat Tesalonika. Pengajaran mengenai kesucian
dan menyinggung tentang kembalinya Kristus untuk yang kedua kalinya.
• 2 Tesalonika - Koreksi-koreksi atas pendapat yang salah mengenai Hari Tuhan.
• 1 Timotius - Instruksi-instruksi kepada Timotius mengenai kepemimpinan yang benar dan
cara-cara menghadapi ajaran sesat, peranan wanita dalam gereja, doa, dan syarat-syarat bagi
penilik jemaat dan diaken.
• 2 Timotius - Sepucuk surat untuk menguatkan Timotius.
• Titus - Paulus meninggalkan Titus di Kreta guna menggembalakan gereja-gereja di sana.
Syarat-syarat menjadi penatua gereja dan penilik jemaat.
• Filemon - Sepucuk surat kepada seorang tuan mengenai budaknya yang melarikan diri.
Permohonan Paulus kepada Filemon supaya mengampuni Onesimus, budaknya.
Surat-surat Apostolik dimaksudkan untuk ditujukan, bukan kepada suatu komunitas atau
individu tertentu, tetapi kepada pembaca yang lebih universal. Surat-surat Apostolok ditulis
oleh beberapa penulis antara tahun 65 M hingga 95 M.
• Ibrani - Sepucuk surat kepada jemaat Kristen Yahudi yang sedang di ambang kembali
memeluk Yudaisme. Surat ini menunjukkan keunggulan Kristus dibandingkan dengan sistem
Perjanjian Lama. Menyinggung juga tentang keimaman Melkisedek. Penulis tidak diketahui.
Beberapa pakar menilai dari gaya tulisannya bahwa penulisnya adalah Paulus, namun karena
kurangnya bukti selain gaya penulisan, maka pakar lain memilih untuk tidak berpendapat.
• Yakobus - Ajaran tentang hubungan antara iman dan perbuatan.
• 1 Petrus - Surat ini untuk menguatkan penerima suratnya dalam penderitaan mereka dan
agar mereka tetap rendah hati.
• 2 Petrus - Membicarakan mengenai batin tiap pribadi, peringatan mengenai ajaran palsu,
dan menyinggung mengenai Hari Tuhan.
• 1 Yohanes - Surat yang memperingatkan jemaat terhadap ajaran-ajaran sesat pada
permulaan sejarah Gereja.
• 2 Yohanes - Puji-pujian untuk mereka yang berjalan di dalam Kristus dan sebuah peringatan
untuk tetap berjalan di dalam kasih Allah.
• 3 Yohanes - Yohanes berterimakasih kepada Gayus atas kebaikannya terhadap jemaat Allah
dan menegur Diotrefes.
• Yudas - Mengekspos guru-guru palsu dan menggunakan ibarat-ibarat dalam Perjanjian
Lama dalam melukiskan penghakiman atas mereka. Nasihat-nasihat untuk meneguhkan iman.

d. Wahyu
Kitab terakhir dalam Perjanjian Baru, yaitu Kitab Wahyu, ditulis sekitar sesudah tahun 90 M.
Dengan banyak bahasa simbolik, Kitab Wahyu menyajikan kisah pertarungan antara Gereja
dengan kekuatan-kekuatan jahat yang berakhir dengan kemenangan Yesus. Meskipun Kitab
Wahyu menuliskan peringatan-peringatan yang mengerikan akan apa yang terjadi di masa
mendatang, Kitab Wahyu pada pokoknya merupakan pesan pengharapan bagi Gereja. Kitab
Wahyu merupakan Kitab eskatologi yang dikirimkan kepada jemaat-jemaat yang mengalami
penganiayaan oleh pemerintah Roma dan anjuran agar mereka tetap setia di dalam iman
mereka

3. Proses Penyusunan Kitab Suci Perjanjian Baru


Seperti Kitab-kitab Perjanjian Lama, Kitab-kitab Perjanjian Baru juga tidak ditulis oleh satu
orang, tetapi adalah hasil karya setidaknya delapan orang. Kitab Perjanjian Baru terdiri dari 4
kitab Injil, 14 surat Rasul Paulus, 2 surat Rasul Petrus, 1 surat Rasul Yakobus, 1 surat Rasul
Yudas, 3 surat Rasul Yohanes dan Wahyu Rasul Yohanes dan Kisah Para Rasul yang ditulis
oleh Santo Lukas, yang juga menulis Kitab Injil yang ketiga. Sejak kitab Injil yang pertama
yaitu Injil Matius sampai kitab Wahyu Yohanes, ada kira-kira memakan waktu 50 tahun.
Tuhan Yesus sendiri, sejauh yang kita ketahui, tidak pernah menuliskan satu barispun dari
kitab Perjanjian Baru. Dia tidak pernah memerintahkan para Rasul untuk menuliskan apapun
yang diajarkan oleh-Nya. Melainkan Dia berkata: "Maka pergilah dan ajarlah segala bangsa"
(Matius 28:19-20), "Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku" (Lukas
10:16).
Apa yang Yesus perintahkan kepada mereka persis sama seperti apa yang Yesus sendiri
lakukan: menyampaikan Firman Allah kepada orang-orang melalui kata-kata, meyakinkan,
mengajar, dan menpertobatkan mereka dengan bertemu muka. Jadi bukan melalui sebuah
buku yang mungkin bisa rusak dan hilang, dan disalah tafsirkan dan diubah-ubah isinya,
melainkan melalui cara yang lebih aman dan alami dalam menyampaikan firman yaitu dari
mulut ke mulut. Demikianlah para Rasul mengajar generasi seterusnya untuk melakukan hal
yang serupa setelah mereka meninggal. Oleh karena itu melalui Tradisi seperti inilah Firman
Allah disampaikan kepada generasi-generasi umat Kristen sebagaimana pertama kali diterima
oleh para Rasul.
Ketika Yesus masih hidup, tidak seorangpun di antara murid-murid-Nya yang mencatat apa
yang Yesus lakukan dan perbuat. Bahkah sesudah kebangkitan, pada murid yang memperoleh
semangat dan keyakinan akan Yesus Kristus baru mulai bercerita dan mewartakan Yesus
Kristus sebagai kegenapan Injil Allah, sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Semua itu dilakukan
secara lisan. Pertama-tama dilakukan mereka mewartakan wafat dan kebangkitan Kristus,
kemudian juga mewartakan ajaran, karya dan mukjijat Yesus, secara lisan. Baru sesudah para
saksi mata mulai meninggal dan umat yang percaya kepada Yesus semakin banyak,
muncullah kebutuhan akan tulisan baik mengenai hidup Yesus dan karya-Nya, sabda-Nya
maupun akhir hidup-Nya. Maka mulailah ditulis cerita-cerita tentang kehidupan Yesus, dan
untuk berkomunikasi dengan jemaat yang jauh, mereka mulai menggunakan surat yang berisi
wejangan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam suatu jemaat dan meneguhkan
imat jemaat itu karena pada rasul tidak dapat datang. Jadi anda bisa melihat kesimpulan
penting disini: Gereja dan iman Katolik sudah ada sebelum Alkitab dijadikan. Beribu-ribu
orang bertobat menjadi Kristen melalui khotbah para Rasul dan missionaris di berbagai
wilayah, dan mereka percaya kepada kebenaran Ilahi seperti kita percaya sekarang, dan
bahkan menjadi orang-orang kudus tanpa pernah melihat ataupun membaca satu kalimat pun
dari kitab Perjanjian Baru. Ini karena alasan yang sederhana yaitu bahwa pada waktu itu
Alkitab seperti yang kita kenal, belum ada. Jadi, bagaimanakah mereka menjadi Kristen tanpa
pernah melihat Alkitab? Yaitu dengan cara yang sama orang non-Kristen menjadi Kristen
pada masa kini, yaitu dengan mendengar Firman Allah dari mulut para misionaris.
Melalui bimbingan Roh Kudus, mereka menuliskan kisah tentang Yesus berdasarkan cerita-
cerita dari para saksi mata, para pengikut-Nya yang sudah berkembang luas di tengah umat
dan sudah diwarnai oleh rasa kagum, rasa cinta dan iman akan Yesus Kristus (Luk 1:1-4).
Tulisan-tulisan dalam Perjanjian Baru bukanlah buku laporan atau sejarah, tetapi sebagai
buku iman dan cinta umat perdana akan Yesus Kristus. Tulisan-tulisan dalam Perjanjian Baru
dipengaruhi oleh kemampuan, iman dan maksud serta tujuan penulis dan situasi jemaat pada
saat itu, sehingga tidak perlu heran jika dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru terdapat
perbedaan.
Untuk mengetahui proses terjadinya tulisan-tulisan mengenai Yesus Kristus, kita akan mulai
dari periode hidup Yesus sampai pembentukan kanon Perjanjian Baru.

 Antara tahun 7/6 sebelum Masehi (SM) – 30 sesudah Masehi (M)


Kelahiran Yesus pada waktu kekaisaran Roma dipimpin oleh Agustus dan di Palestina oleh
Herodes Agung, sekitar tahun 7/6 SM. Tahun 27/28 M Yesus dibaptis di sungai Yordan oleh
Yohanes Pembaptis. Yang kemudian menjadi awal tampilnya Yesus di depan umum, hidup
dan karya-Nya sampai dengan kematian-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari alam
maut. Yang pada akhirnya menjadi keyakinan baru dan sumber kekuatan bagi para murid.
Kekuatan itu dating dari Allah dan dialami sebagai kuasa Roh. Roh itu yang mendorong para
murid untuk memberikan kesaksian iman tentang Yesus Kristus yang menderita sengsara,
wafat dan bangkit dari alam maut.

 Antara tahun 40 – 120 Masehi: penyusunan dan Penulisan Kitab Suci Perjanjian Baru.
Karangan tertua dari Kitab Suci Perjanjian Baru adalah 1 Tesalonika (ditulis sekitar tahun 40)
sedangkan yang paling akhir adalah 2 Petrus (tahun 120).
Pada mulanya para murid mewartakan tentang Yesus secara lisan. Inti pewartaan pada
mulanya adalan wafat dan kebangkitan Yesus, kemudian pewartaan berkembang dengan
pewartaan hidup Yesus, karya dan sabda-Nya, perjalanan hidup-Nya yang diwartakan dalam
terang kebangkitan, karena kebangkitan Kristus merupakan dasar dari iman kepada Yesus
Kristus.
Jemaat yang berkembang menjadi komunitas-komunitas perlu dibina dan terus
dikembangkan. Sementara para saksi mata jumlahnya terbatas, maka mulailah ditulis pokok-
pokok iman yang penting, seperti kisah kebangkitan, sengsara, sabda dan karya Yesus dengan
maksud untuk membina perkembangan iman komunitas atau jemaat. Hal ini terus
berkembang dengan munculnya banyak tulisan dan karangan yang berupa fragmen-fragmen,
yang menceritakan kehidupan Yesus.
Yang pada akhirnya disusunlah Injil-injil dan kisah para rasul. Tulisan-tulisan itu disusun
berdasarkan atas tradisi baik lisan maupun tulisan yang disesuaikan dengan maksud dan
tujuan penulis serta setuasi jemaat pada waktu itu.

 Antara tahun 120 – 400 Masehi: pembentukan Kanon (Daftar resmi Kitab Suci Perjanjian
Baru)
Pada awal abad kedua sampai akhir abad kedua muncul begitu banyak tulisan-tulisan tentang
Yesus, yang bisa membingungkan umat beriman, mana yang menyalurkan trasidi sejati mana
yang palsu, sehingga umat mulai mencari kepastian mana Kitab-kitab yang membina iman
sejati.
Setelah melalui proses penyusunan daftar Kitab-kitab yang bisa diterima sebagai Kitab Suci
dan ditolak, sampai pada akhirnya sekitar tahun 300 M secara umum sudah diterima sebagai
Kitab Suci, 4 Injil, 13 Surat-surat Paulus, Kisah Para Rasul, 1 Petrus, 1 Yohanes dan Wahyu.
Baru pada tahun 400 perbedaan pendapat dalah hal jumlah Kitab Suci hampir hilang
seluruhnya, sampai tersusun daftar Kitab Suci Perjanjian Baru dengan jumlah 27 Kitab
seperti yang kita kenal sekarang.
4. Gereja Katolik menetapkan Kitab Perjanjian Baru.
Ke-dua puluh tujuh kitab diterima sebagai Kitab Suci Perjanjian Baru baik oleh umat Kristen
Katolik maupun Kristen lain. Pertanyaannya adalah: Siapa yang memutuskan kanonisasi
Perjanjian Baru sebagai kitab-kitab yang berasal dari inspirasi Allah? Kita tahu bahwa
Alkitab tidak jatuh dari langit, jadi darimana kita tahu bahwa kita bisa percaya kepada setiap
kita-kitab tersebut?
Pada tahun 382 Masehi, didahului oleh Konsili Roma, Paus Damasus menulis dekrit yang
menulis daftar kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang terdiri dari 73 kitab.
Konsili Hippo di Afrika Utara pada tahun 393 menetapkan ke 73 kitab-kitab Perjanjian Lama
dan Perjanjian Baru.
Konsili Kartago di Afrika Utara pada tahun 397 menetapkan kanon yang sama untuk Alkitab
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Catatan: Ini adalah konsili yang dianggap oleh banyak
pihak non-Katolik sebagai yang menentukan bagi kanonisasi kitab-kitab dalam Perjanjian
Baru.
Paus Santo Innocentius I (401-417) pada tahun 405 Masehi menyetujui kanonisasi ke 73
kitab-kitab dalam Alkitab dan menutup kanonisasi Alkitab.
Jadi kanonisasi Alkitab telah ditetapkan di abad ke empat oleh konsili-konsili Gereja Katolik
dan para Paus pada masa itu. Melihat sejarah, Gereja Katolik menggunakan wibawa dan
kuasanya untuk menentukan kitab-kitab yang mana yang termasuk dalam Alkitab dan
memastikan bahwa segala yang tertulis dalam Alkitab adalah hasil inspirasi Allah.

C. Membaca dan Mendalami Sabda Tuhan yang terdapat dalam Kitab Suci
Kita semua menyadari, bahwa Alkitab merupakan tulisan suci, indah dan menyentuh
sanubari. Lewat Kitab Suci kita mengenal suara Tuhan. Menurut Konstitusi Dogmatik
tentang Wahyu Ilahi, Kitab Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru ditulis di bawah
bimbingan Roh Kudus, Allah adalah pengarang yang benar dan “harus diakui bahwa Alkitab
mengajarkan dengan teguh dan setia serta tanpa kekeliruan kebenaran, yang oleh Allah
dikehendaki supaya dicantumkan dalam Kitab Suci demi keselamatan kita” (DV art. 11).
Untuk itu Kitab Suci menjadi norma bagi iman dan ajaran Kristiani, serta sebagai sabda Allah
yang merupakan sumber yang kaya bagi doa pribadi.
Ada beberapa alas an mengapa kita perlu membaca dan mendalami sabda Tuhan yang
terdapat dalam Kitab Suci.
Pertama, Iman kita akan tumbuh dan berkembang dengan membaca Kitab Suci. “Segala
Tulisan yang diilhamkan oleh Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan
kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan mendidi orang dalam kebenaran (2 Tim 3:16-
17).
Kedua, Kita tidak akan mengenal Kristus kalau kita tidak membaca Kitab Suci.
Ketiga, Kitab Suci adalah buku Gereja, buku Iman Gereja, Kitab Suci adalah sabda Allah
dalam bahasa manusia, Gereja menerimanya sebagai yang suci dan ilahi karena di dalamnya
mengandung sabda Allah. Dari sabda itu, Kitab Suci bersama Tradisi menjadi tolak ukur
tertinggi bagaimana kita mengenal Iman Gereja. Kita tahu, bahwa dapat dikatakan, Kitab
Suci adalah sabda Allah yang belum “tampak”. Sabda Allah yang belum “tampak” ini dapat
menjadi firman yang hidup dan terbuka, apa bila dibaca dan dibacakan serta didengar dengan
iman yang dari dalam diri kita. Maka apabila Kitab Suci dibaca dengan iman kepercayaan,
Allah hadir dan bersabda. Dalam arti demikian maka jika orang membaca Kitab Suci dengan
penuh iman maka orang itu menghadirkan Allah dan Yesus Kristus dalam hidupnya. Sabda
Allah itulah yang paling berwibawa dan secara actual menjadi ukuran serta penghayatan iman
bagi seluruh umat, sabda Allah dalam Kitab Suci akan dihidupkan kembali oleh iman yang
sejati, menjadi firman yang hidup dan berdaya guna, karena dapat mengubah hidup manusia.
Sabda Allah itu akan berbicara tentang kasih dan karya Allah yang sudah terangkum di
dalamnya, untuk orang yang dengan imannya berusaha mengenal dan mendengarkannya,
orang yang menyerap sabda Allah itu sekaligus menyerap kasih Allah. Untuk itu dibutuhkan
iman dan keterbukaan terhadap sabda Allah.

Anda mungkin juga menyukai