STROKE EMBOLI
8
dan inteligensi. Hemisfer serebri kanan mengatur bagian tubuh sebelah
kiri dan hemisfer serebri kiri mengatur bagian tubuh kanan. Konsep
fungsional ini disebut pengendalian kontralateral. (Muttaqin, 2012)
Menurut Fransisca Batticaca (2008), serebrum terbagi menjadi 4 lobus :
a) Lobus Frontal.
Lobus frontal merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa
anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan,
kepribadian, dan menahan diri.
b) Lobus Pariental.
Lobus pariental disebut juga lobus sensorik. Area ini
menginterpretasikan sensasi. Area ini mengatur individu untuk
mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
c) Lobus Temporal.
Lobus temporal berfungsi untuk mengintregasikan sensasi
pengecapan, penciuman, dan pendengaran. Memori jangka pendek
sangat berhubungan dengan daerah ini.
d) Lobus Oksipital.
Lobus oksipital terletak pada lobus posterior hemisfer. Bagian ini
bertanggung jawab menginterpretasikan penglihatan.
Gambar 2.1 gambaran otak terlihat dari luar yang memperhatikan bagian-bagian penting
dari lobus.
9
2) Otak kecil (Cerebellum).
Otak kecil atau cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat
dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol banyak fungsi
otomatis otak, diantaranya : mengatur sikap atau posisi tubuh, mengontrol
keseimbangan, koordinasi otot dan gerak tubuh. Otak kecil juga menyimpan
dan melaksanakan serangkaian gerak otomatis yang dipelajari seperti gerak
mengendarai mobil, gerakan tangan saat menulis, gerakan mengunci pintu
dan sebagainya. (Kusumastuti, 2016).
Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada
sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan jadi tidak terkoordinasi, misalnya
orang tersebut tidak mampu memasukan makanan kedalam mulutnya atau
tidak mampu mengancingkan baju. (Hernanta Iyan, 2013)
3) Batang otak
Brainstem berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala, bagian
dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang
belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk
pernafasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses
pencernaan, dan merupakan sumer insting dasar manusia, yaitu Fight or flight
(lawan atau lari) saat datang bahaya. (Hernanta Iyan, 2013)
Batang otak berada pada fosa anterior. Batang otak terdiri dari
mesenfalon, pons, dan medula oblongata (dapat di lihat pada gambar 2.1).
otak tengah (midbrain) atau masenfalon (masencephalon) adalah bagian
sempit otak yang melewati incisura tertorii yang menghubungkan pons dan
serebellum dengan hemiser serebrum. Bagian ini terdiri atas jalur sensorik
dan motorik serta sebagai pusat pendengaran dan penglihatan. Pons terletak
di depan serebellum, di antara mesenfalon dan medula oblongata dan
merupakan jembatan antara dua bagian serebrum, serta antara medula dan
serebrum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik. (Batticaca, 2008)
Batang otak, terdiri dari otak tengah, pons, medula oblongata.
a) Otak tengah/mesencephalon, Terletak di depan otak kecil dan jembatan
varol (menghubungkan otak kecil bagian kiri dan kanan, juga
menghubungkan otak besardan sumsum tulang belakang). bagian yang
10
menghubungkan diencephalon dan pons. Fungsi utama menghantarkan
impuls ke pusat otak yang berhubungan dengan pergerakan otot,
penglihatan, pembesaran pupil mata, dan pendengaran.
Di depan otak tengah (diencephalon). Talamus (Pusat pengatur
sensoris). Hipotalamus (Pusat pengatursuhu, Mengatur selera makan,
Keseimbangan cairan tubuh). Bagian atas ada lobusoptikus (pusat refleks
mata).
b) Pons: Merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat otak
bersama dengan formasi reticular. Pons pada dasarnya merupakan bagian
yang menentukan apakah manusia terjaga atau tertidur.
c) Medula oblongata, merupakan pusat refleks guna mengontrol fungsi
involunter seperti detak jantung, pernafasan, bersin, menelan, batuk,
pengeluaran saliva, muntah.
B. PENGERTIAN
Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau berhentinya aliran
darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara
spesifik untuk menjelaskan infark serebrum. Istilah yang masih lama dan masih
sering digunakan adalah cerebrovaskular accident (CVA) (Price, 2006).
Penyakit serebrovaskuler menunjukan adanya beberapa kelainan otak baik
secara fungsional maupun struktural yang disebabkan oleh keadaan patologis dari
pembuluh darah serebral atau dari seluruh sistem pembuluh darah otak. Patologis
ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang terjadi pada dinding
pembuluh atau kerusakaan sirkulasi serebral oleh oklusi parsial atau seluruh
lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat sementara atau permanen
(Doenges, 2012:290).
Menurut WHO (2014) stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-
gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.
11
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun
tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder (Muttaqin,
2008).
Stroke iskemik/non hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi
otak yang diakibatkan oleh penyumbatan aliran darah arteri yang lama kebagian
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
C. FAKTOR RISIKO
Menurut Smeltzer, 2002 faktor resiko yang dapat menyebabkan stroke non
hemoragi yaitu:
1. Hipertensi
Merupakan factor resiko utama. Pengendalian hipertensi adalah kunci
utama mencegah stroke. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang
potensial. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya
pembuluh darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah
perdarahan otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran
darah ke otak akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
2. Penyakit kardiovaskuler, embolisme serebral yang berasal dari jantung,
penyakit arteri koronaria, gagal jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri,
abnormalitas irama (khususnya fibrasi atrium), penyakit jantung kongestif.
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor
risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel – sel/jaringan yang telah mati ke
dalam aliran darah. Kerusakan kerja jantung akan menurunkan kardiak output
dan menurunkan aliran darah ke otak. Ddisamping itu dapat terjadi proses
embolisasi yang bersumber pada kelainan jantung dan pembuluh darah.
3. Kolesterol tinggi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density
lipoprotein (LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya
arteriosklerosis (menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti
12
penurunan elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL dan
penurunan kadar HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko
untuk terjadinya penyakit jantung koroner.
4. Infeksi
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko
stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
5. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung. Pada
obesitas dapat terjadi hipertensi dan peningkatan kadar kolesterol sehingga
dapat mengakibatkan gangguan pada pembuluh darah, salah satunya
pembuluh drah otak.
6. Peningkatan hemotokrit meningkatkan resiko infark serebral
7. Diabetes, Terjadinya peningkatan viskositas darah sehingga memperlambat
aliran darah
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak
yang berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut
kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya
akan menyebabkan infark sel – sel otak.
8. Kontrasepsi oral (khusunya dengan disertai hipertensi, merokok, dan estrogen
tinggi)
9. Merokok
merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.
Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh darah oleh nikotin sehingga
terjadi aterosklerosis.
10. Usia
merupakan foktor resiko independen terjadinya strok, dimana refleks
sirkulasi sudah tidak baik lagi.
11. Penyalahgunaan obat (kokain)
12. Konsumsi alkohol
13. Faktor keturunan / genetic
13
D. ETIOLOGI
Menurut Smeltzer, 2002 penyebab stroke non hemoragic yaitu:
a. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan
aliran darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan
menyebabkan kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh
darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak
yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis
biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini
dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemia serebral. Tanda dan gejala neurologis
seringkali memburuk pada 48 jam setelah trombosis.
b. Embolisme cerebral
Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak
dari bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.
Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik
c. Iskemia (penurunan aliran darah ke area otak)
14
Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah,
terutama yang menuju otak. Yang mampu berperan sebagai faktor risiko
stroke adalah tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
d. Obat-obatan
Ada beberapa obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah
otak.
e. Hipotensi atau hipertensi.
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke
bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun. Sedangkan
Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh
darah otak. Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan
otak dan apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak
akan terganggu dan sel – sel otak akan mengalami kematian.
15
1. Emboli
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang
melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan
dan bagian kiri atrium atau ventrikel.
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis.
3) Fibrilasi atrium
4) Infarksio kordis akut
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun
dari right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab
terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada
mitral stenosis, endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti
infark miokard, atrial fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif)
dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke emboli diakibatkan
oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan
pertama setelah terjadinya infark miokard.
2. Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat
16
menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan
resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan
platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle
sel, defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses
yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
E. PATOFISIOLOGI
Stroke emboli dapat diakibatkan dari embolisasi dari arteri di sirkulasi
pusat dari berbagai sumber. Selain gumpalan darah, agregasi trombosit, fibrin, dan
potongan-potongan plak atheromatous, bahan-bahan emboli yang diketahui masuk
ke sirkulasi pusat termasuk lemak, udara, tumor atau metastasis, bakteri, dan
benda asing. Tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria
sereberi media, terutama bagian atas (Shah, 2005).
Emboli akan lisis, pecah atau tetap utuh dan menyumbat pembuluh darah
sebelah distal, tergantung pada ukuran, komposisi, konsistensi dan umur plak
tersebut, dan juga tergantung pada pola dan kecepatan aliran darah. Sumbatan
pada pembuluh darah tersebut (terutama pembuluh darah di otak) akan
meyebabkan matinya jaringan otak, dimana kelainan ini tergantung pada adanya
pembuluh darah yang adekuat (Japardi, 2002).
17
arteri karotid internal di lokasi dari plak ulserasi). Hasil neurologis dari stroke
emboli tidak hanya bergantung pada wilayah vaskular tetapi juga pada
kemampuan embolus menyebabkan vasospasm dengan bertindak sebagai iritan
vaskular. Vasospasm cenderung terjadi pada pasien yang lebih muda, mungkin
karena pembuluh lebih lentur dan kurang aterosklerotik (Shah, 2005).
18
Faktor pencetus : HT, DM, Penyakit jantung, obesitas, kolesterol
meningkat dalam darah, merokok, stress, gaya hidup yang kurang sehat
Kerusakan endotel
Stroke emboli
Disfagia afasia Kelainan visual Mudah frustasi Hemiplegia Hemiplegia Deficit Nervus I Nervus II Nervus Nervus VII Nervus Nervus IX, Nervus V Nervus XII
kanan kanan kiri perseptual III, IV,VI VIII X, XI
Daya Daya
Kelainan penciuman penglihatan Penurunan Terganggunya : Pendengaran Reflek
Kerusakan Kelemahan
Gangguan Kemampuan mengunyah
komunikasi fisik fisual kiri menurun menurun lapang penutupan dan
konsep diri : menelan menurun
verbal pandang kelopak mata, keseimbangan
harga diri rendah menurun
fungsii tubuh menurun
pengecapan 2/3
Reflek Tersedak
Defisit Hambatan Resiko tinggi lidah
cahaya
perawatan mobilitas fisik cidera menurun
diri
Kerusakan menelan Obstruksi
Perubahan jalan nafas
Resiko tinggi
kerusakan integritas ukuran
kulit pupil
Bersihan
jalan nafas
tidamk efekif
Bola mata tidak dapat
Gangguan mengikuti perintah
persepsi sensori
1
III: Okulomotorius Gerak mata; kontriksi pupil; Diplopia (penglihatan
akomodasi kembar), ptosis; midriasis;
hilangnya akomodasi
IV: Troklearis Gerak mata Diplopia
V: Trigeminus Sensasi umum wajah, kulit ”mati rasa” pada wajah;
kepala, dan gigi; gerak kelemahan otot rahang
mengunyah
VI: Abdusen Gerak mata Diplopia
VII: Fasialis Pengecapan; sensasi umum Hilangnya kemampuan
pada platum dan telinga luar; mengecap pada dua pertiga
sekresi kelenjar lakrimalis, anterior lidah; mulut kering;
submandibula dan sublingual; hilangnya lakrimasi; paralisis
ekspresi wajah otot wajah
VIII: Pendengaran; keseimbangan Tuli; tinitus(berdenging terus
Vestibulokoklearis menerus); vertigo; nitagmus
IX: Glosofaringeus Pengecapan; sensasi umum Hilangnya daya pengecapan
pada faring dan telinga; pada sepertiga posterior
mengangkat palatum; sekresi lidah; anestesi pada farings;
kelenjar parotis mulut kering sebagian
X: Vagus Pengecapan; sensasi umum Disfagia (gangguan menelan)
pada farings, laring dan suara parau; paralisis palatum
telinga; menelan; fonasi;
parasimpatis untuk jantung
dan visera abdomen
XI: Asesorius Spinal Fonasi; gerakan kepala; leher Suara parau; kelemahan otot
dan bahu kepala, leher dan bahu
XII: Hipoglosus Gerak lidah Kelemahan dan pelayuan
lidah
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Angiografi serebral Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti
perdarahan atau obstruksi arteri.
2) Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT) Untuk
mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3) CT scan Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya
secara pasti.
4) MRI (Magnetic Imaging Resonance) Menggunakan gelombang megnetik
untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan otak. Hasil yang
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5) EEG Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam
jaringan otak.
6) Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur angsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat
Pasien yang koma dalam pada saat masuk rumah sakit dipertimbangkan
mempunyai prognosis buruk. Sebaliknya, pasien sadar penuh menghadapi
hasil yang lebih dapat diharapkan. Fase akut biasanya berakhir 48-72 jam.
Dengan mempertahankan jalan napas dan ventilasi adekuat adalah prioritas
dalam fase akut ini. Selain itu tindakan yang dapat dilakukan untuk
menyatabilkan keadaan pasien dengan konsep gawat darurat yang lain yaitu
dengan konsep ABC, yaitu:
a. Airway artinya mengusahakan agar jalan napas bebas dari segala
hambatan, baik akibat hambatan yang terjadi akibat benda asing
maupun sebagai akibat strokenya sendiri. Contoh tindakannya adalah
pasien dipantau untuk adanya komplikasi pulmonal (aspirasi,
atelektasis, pneumonia), yang mungkin berkaitan dengan kehilangan
refleks jalan napas, imobilitas, atau hipoventilasi dan Jangan biarkan
makanan atau minuman masuk lewat hidung.
b. Breathing atau fungsi bernapas yang mungkin terjadi akibat gangguan
di pusat napas (akibat stroke) atau oleh karena komplikasi infeksi di
saluran napas. Contoh tindakannya adalah intubasi endotrakea dan
ventilasi mekanik perlu untuk pasien dengan stroke masif, karena henti
pernapasan biasanya faktor yang mengancam kehidupan pada situasi ini
dan berikan oksigen 2-4 L/menit melalui kanul nasal.
c. Cardiovaskular function (fungsi kardiovaskular), yaitu fungsi jantung
dan pembuluh darah. Seringkali terdapat gangguan irama, adanya
trombus, atau gangguan tekanan darah yang harus ditangani secara
cepat. Gangguan jantung seringkali merupakan penyebab stroke, akan
tetapi juga bisa merupakan komplikasi dari stroke tersebut. Contoh
tindakannya adalah pasien ditempatkan pada posisi lateral atau semi
telungkup dengan kepala tempat tidur agak ditinggikan sampai tekanan
vena serebral berkurang dan jantung diperiksa untuk abnormalitas
dalam ukuran dan irama serta tanda gagal jantung kongestif.
2. Tatalaksana terapi stroke iskhemik
a. Tujuan terapi:
Melancarkan aliran darah otak dengan menghilangkan
sumbatan/clots,
Menghentikan kerusakan seluler yang berkaitan dengan
iskemik/hipoksia (Ikawati, 2009).
b. Sasaran terapi:
Sumbatan aliran darah
Kerusakan seluler
c. Terapi non farmakologi:
Kendalikan tekanan darah tinggi (hipertensi)
Mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh.
Tidak merokok
Kontrol diabetes dan berat badan
Olah raga teratur dan mengurangi stress
Konsumsi makanan kaya serat
Pembedahan (surgical therapy): Carotid endarterectomy (baik untuk
pasien dengan stenosis ≥ 70%) (Dipiro, 2005).
d. Terapi farmakologi:
Dewan Stroke dari American Stroke Association telah menciptakan
dan menerbitkan panduan yang membahas pengelolaan stroke iskemik
akut. Secara umum, hanya dua agen farmakologis direkomendasikan
yaitu plasminogen aktivator (tPA) dalam waktu 3 jam onset dan aspirin
dalam 48 jam onset.
1) Tissue Plasminogen Activator (tPA)
Indikasi : tPA sebagai obat untuk menghilangkan bekuan darah
untuk memecahkan bekuan darah penyebab stroke. Awal
reperfusi (<3 jam dari onset) dengan tPA intravena telah terbukti
mengurangi kecacatan utama karena iskemik stroke.
Mekanisme Kerja: Adanya mekanisme tubuh untuk
menghancurkan fibrin atau thrombus yang ada didalam tubuh
dikenal sebagai fibrinolysis atau trombolisis , komponen utama
dari trombolisis ini adalah plasminogen yang kemudian
diaktifkan dan dikenal sebagai plasmin oleh tissue plasminogen
activator (t-PA). (Anonim, 2008).
Dosis : tPA 0,9 mg/kg lebih dari 1 jam, dengan 10% diberikan
sebagai bolus awal lebih dari 1 menit
2) Antiplatelet
a) Aspirin
lndikasi digunakannya aspirin yaitu untuk menurunkan resiko
TIA atau stroke berulang pada penderita yang pernah menderita
iskemi otak yang diakibatkan embolus. Menurunkan resiko
menderita stroke pada penderita resiko tinggi seperti pada
penderita tibrilasi atrium non valvular yang tidak bisa diberikan
anti koagulan.
b) Dipiridamol
Dipiridamol digunakan sebagai terapi tambahan atau kombinasi
dengan aspirin dalam bentuk extended release. Mekanisme
kerjanya dengan menghambat pengeluaran asam arakhidonat
dari membrane fosfolipid dan mengurangi aktivitas tromboksan
A2 sehingga menurunkan terjadinya agregasi platelet yang dapat
menyumbat aliran darah ke otak yang merupakan penyebab
penyakit stroke. Efek samping yang kadang menyebabkan obat
harus dihentikan adalah efek pada gastrointestinal dan sakit
kepala (AHFS, 2004).
c) Klopidogrel
Klopidogrel merupakan agen antiplatelet struktural dan
farmakologis mirip dengan Tiklopidine, digunakan untuk
menurunkan kejadian aterosklerosis seperti stroke (Dipiro,
2005).
d) Tiklopidin
Tiklopidin adalah produk tienopiridin. Cara kerjanya dengan
menghambat jalan adenosine difosfat (ADP) pada agregasi
platelet dan menghambat factor-faktor yang diketahui
merupakan stimuli agregasi platelet. Dosis 250mg 2x sehari
dapat digunakan sebagai alternative antiplatelet pada pasien
yang mengalami intoleransi aspirin.
3) Antikoagulan
Fungsi antikoagulan dalam terapi stroke yaitu:
Antikoagulan digunakan untuk mencegah perluasan thrombus
yang menyebabkan bertambahnya deficit neurologic dan untuk
mencegah kambuhnya episode gangguan serebrovaskular
Antikoagulan oral diindikasikan pada kelompok resiko tinggi
untuk emboli otak berulang (fibrilasi atrium non valvuler, katup
jantung buatan, thrombus mural dalam ventrikel, infark miokard
baru).
a) Warfarin
Warfarin merupakan antikoagulan yang efektif mencegah
stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi. Warfarin juga
digunakan untuk terapi sekunder mencegah kardioembolik
stroke. Warfarin menghambat reduktase vitamin K maupun
epoksidanya sehingga karboksilasi residu glutamat menjadi
gamakarboksiglutamat (Gla) yang tergantung dari vitamin K
terhambat dan hal ini meyebabkan modifikasi factor VII, IX,
X dan protombin (II) (Neal Michael J., 2005).
b) Heparin
Heparin adalah asam mukopolisakada dengan berat molekul
(4,000-40,000 daltons) yang pertama kali diambil dari hati.
Ketika terjadi trombolisis biasanya digunakan untuk
mencegah pembekuan darah daripada melisis pembekuan
darah yang sudah terbentuk. Jenis heparin adalah Low
Molecular Weight Heparins (LMWH) dan Unfractionated
Heparin. Heparin berat molekul rendah memunyai waktu
paruh lebih panjang daripada heparin standar Heparin ini
mempunyai keuntungan karena hanya membutuhkan dosis
tunggal harian melalui suntikan subkutan dan dosis profilaktif
tidak membutuhkan pemantauan. (Pirmin et al, 2009).
Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada klien dengan stroke infark bertujuan
untuk mencegah keadaan yang lebih buruk dan komplikasi yang dapat
ditimbulkan. Untuk itu dalam merawat pasien stroke perlu diperhatikan faktor-
faktor kritis seperti mengkaji status pernafasan, mengobservasi tanda-tanda
vital, memantau fungsi usus dan kandung kemih, melakukan kateterisasi
kandung kemih, dan mempertahankan tirah baring.
Penatalaksanaan Diet
Penatalaksanaan nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan stroke infark
yaitu dengan memberikan makanan cair agar tidak terjadi aspirasi dan cairan
hendaknya dibatasi dari hari pertama setelah cedera serebrovaskuler (CVA)
sebagai upaya untuk mencegah edema otak, serta memberikan diet rendah
garam dan hindari makanan tinggi lemak dan kolesterol.
I. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1) Berhubungan dengan immobilisasi, infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2) Berhubungan dengan paralisis, nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
3) Berhubungan dengan kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala.
4) Hidrocephalus Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang
mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.
Menurut Ariani (2012) komplikasi stroke yaitu:
a. Komplikasi dini (0-48 jam pertama).
1) Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat
mengakibatkan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya
menimbulkan kematian.
2) Infark miokard : penyebab kematian mendadak pada stroke stadium
awal.
b. Komplikasi jangka pendek (1-14 hari pertama).
1) Pneumonia: akibat immobilisasi lama.
2) Infark miokard.
3) Emboli paru: cenderung terjadi 7-14 hari pasca-stroke, sering kali pada
saat penderita mulai mobilisasi.
4) Stroke rekuren: dapat terjadi pada setiap saat.
c. Komplikasi jangka panjang.
Stroke rekuren, infark miokard, gangguan vaskular lain: penyakit vasikular
perifer.
J. PENGKAJIAN
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Selain nama, status, suku bangsa, agama, alamat pendidikan, diagnosa
medis, tanggal masuk dan tanggal dikasi biasanya pada pasien stroke
berfokus pada usia dan jenis kelamin.
1) Usia yang sering mengalami penyakit stroke yaitu tergantung
pada jenis stroke nya menurut (Fransisca Batticaca, 2008) :
Stroke hemoragik Parenchymatous Hemorrhage : 45-60 tahun
Stroke hemoragik Subarachnoid Hemorrhage : 20-40 tahun
Stroke iskemik Trombosis of cerebral vessels : 50 tahun
Stroke iskemik Embolism of cerebral vessels : tidak penting pada
sumber emboli.
2) Jenis kelamin, laki-laki lebih cenderung untuk terkena stroke lebih
tinggi dibandingkan wanita dengan perbandingan 3:1 kecuali pada
usia lanjut laki-laki dan wanita hampir tidak berbeda.
b. Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
tidak dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran, nyeri
kepala,sampai terjadi kelumpuhan yang mengganggu aktivitas klien.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian ditemukan adanya kelemahan umum :
kehilangan sensorik/ refleks, terganggunya komunikasi verbal,
kelumpuhan satu sisi (unilateral), hemiparesis, kehilangan komunikasi.
Mulai terasa sejak beberapa hari, kemudian masuk RS.
d. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat –
obat antib koagulan, aspirin, vasodilator, obat – obat adiktif,
kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan
klien, seperti pemakaian antihipertensi, antilipidemia, penghambat
beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan
penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat
mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan merupakan
data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan
selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dan generasi terdahulu.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kualitatif : Pada pasien stroke biasanya keadaan umum
dapat terjadi pada Compos Mentis sampai Coma
a) Compos Mentis = Kesadaran penuh.
b) Apatis = Kesadaran dimana pasien terlihat mengantuk tetapi
mudah di bangunkan dan reaksi penglihatan, pendengaran,
serta perabaan normal.
c) Somnolent = Kesadaran dapat dibangunkan bila dirangsang,
dapat disuruh dan menjawab pertanyaan. Bila rangsangan
berhenti pasien tidur lagi.
d) Sopor = Kesadaran yang dapat dibangunkan dengan
rangsangan kasar dan terus menerus.
e) Sopora Coma = Reflek motoris terjadi hanya bila dirangsang
nyeri.
f) Coma = Tidak ada reflek motoris sekalipun dengan rangsangan
nyeri.
2) Kuantitatif : GCS (Glasgow Coma Scale)
a) Eye (respon membuka mata) :
(4) : spontan atau membuka mata dengan sendirinya tanpa
dirangsang.
(3) : dengan rangsang suara (dilakukan dengan menyuruh
pasien untuk membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (memberikan rangsangan nyeri,
misalnya menekan kuku jari).
(1) : tidak ada respon meskipun sudah dirangsang.
b) Verbal (respon verbal atau ucapan) :
(5) : orientasi baik, bicaranya jelas.
(4) : bingung, berbicara mengacau (berulang-ulang),
disorientasi tempat dan waktu.
(3) : mengucapkan kata-kata yang tidak jelas.
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
c) Motorik (Gerakan) :
(6) : mengikuti perintah pemeriksa
(5) : melokalisir nyeri, menjangkau dan menjauhkan
stimulus saat diberi rangsang nyeri.
(4) : withdraws, menghindar atau menarik tubuh untuk
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri.
(3) : flexi abnormal, salah satu tangan atau keduanya
menekuk saat diberi rangsang nyeri.
(2) : extensi abnormal, salah satu tangan atau keduanya
bergerak lurus (ekstensi) di sisi tubuh saat diberi
rangsang nyeri.
(1) : tidak ada respon
b. Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : terjadi peningkatan darah 30-50 mmHg sistolik
dan diastolik 30 mmHg
Nadi : terjadi peningkatan denyut nadi.
Respirasi : sesak bisa terjadi dan bisa tidak terjadi.
Suhu : suhu bisa naik bisa juga turun.
K. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada stroke emboli adalah
sebagai berikut :
1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor resiko aliran
darah ke otak terhambat
2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan, benda asing dalam jalan nafas
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular,
intoleransi aktivitas
4. Hambatan Komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakcukupan stimuli
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan asupan diet kurang
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
7. Harga diri rendah berhubungan dengan gangguan citra tubuh
8. Risiko kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko tekanan pada
tonjolan tulang
9. Risiko cedera dengan faktor resiko dengan faktor resiko hambatan fisik
INTERVENSI KEPERAWATAN
6. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Self care assistance: ADLs
berhubungan dengan keperawatan 3 x 24 jam, 1. Monitor kemampuan klien
kelemahan diharapkan defisit perawatan diri untuk perawatan diri yang
pasien teratasi mandiri
Kriteria Hasil: 2. Monitor kebutuhan klien
Self care activity of daily living untuk alat-alat bantu
Indikator IR ER kebersihan diri, berpakaian,
- Makan 5 1 berhias, toileting dan
makan.
- Berpakaian 3 1
3. Sediakan barang-barang
- Toileting 3 1
yang diperlukan klien,
- Mandi 3 1 seperti deodoran, sabun
- Terawat 3 1 mandi, sikat gigi, dll
- Kebersihan diri 3 1 4. Sediakan bantuan sampai
- Oral higiene 5 1 klien mampu secara utuh
untuk melakukan perawatan
Keterangan diri
1. Tidak mandiri 5. Dorong klien untuk
2. Dibantu orang dan alat melakukan secara mandiri,
3. Dibantu orang tapi beri bantuan ketika
4. Dibantu alat klien tidak mampu untuk
5. Mandiri penuh melakukannya
6. Ajarkan klien/keluarga
untuk mendorong
kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya
jika pasien tidak mampu
untuk melakukannya
7. Beri aktivitas rutin sehari-
haari sesuai kemampuannya