Anda di halaman 1dari 18

Skenario

Tn. Udin, 50 tahun, datang ke rs dengan keluhan utama mata kuning yang semakin
bertambah sejak satu minggu yang lalu. Sejak 6 bulan yang lalu, tn. Udin sedang mengeluh
nyeri perut kanan atas yang hilang timbul khususnya setelah makan berlemak, tidak ada
demam, BAB dan BAK normal. Sejak 4 bulan yang lalu, dia mengeluh teraba massa di
daerah ulu hati, nafsu makan menurun dan mual-mual. Sejak 2 bulan yang lalu tn. Udin
mengeluh matanya kuning, BAK berwarna teh tua, kadang-kadang diikuti demam, badan
terasa lemah, berat badan menurun, BAB berwarna pucat seperti dempul dan gatal-gatal.
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran: CM
Tanda vital: TD: 130/80 mmHg, N: 115x /menit, reguler, RR: 24x/ menit, T: 38,5oC Berat
badan: 50 kg, TB : 155 cm
Pemeriksaan Spesifik :
Mata : sklera ikterik ( +/+), konjungtiva palpebra pucat
Thoraks : paru:suara nafas vesikular normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : HR : 84x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan perut kanan atas, murphy sign (+), teraba massa pada epigastrium
Berukuran 7x4 cm, konsistensi keras berdungkul-dungkul, shifting dullness (-)
Ekstremitas : Edema (-)
Pemeriksaan laboratorium
Hb : 7,6 g/dl WBC: 15.000/mm3
ESR: 50 mm/jam trombosit: 80.000
BSS: 100mg/dl
Ureum: 40mg/dl creatine: 0,8 mg/dl
SGOT: 102 U/I SGPT: 125 U/I
Direct bilirubin: 23,25 mg/dl indirect bilirubin: 2,10 mg/dl
Total bilirubin: 25,35 mg/dl alkaline phosphatase: 1135 U/I
Urynaliysis: bilirubin (+)

I. Klarifikasi Istilah
 Feses dempul: feses yang berwarna terang atau putih akibat tidak adanya warna
empedu yang tidak mewarnai
 Sklera ikterik: warna kekuningan pada sklera akibat hiperglirubinemia dan
pengendapan pigmen empedu
 Vesikuler :suara napas yang normal
 Ronki: bunyi gaduh yang dalam
 Wheezing: suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang terdengar di akhir
ekspirasi
 Gallop: kelainan irama jantung
 Konjugtiva palpebra: membran halus yang melapisi kelopak mata dan menutupi
bola mata
 Murphy sign: pemeriksaan untuk menentukan adanya kolelitiasis dan kolesistisis
dengan menggunakan ibu jari/jari telunjuk
 SGOT: (serum glutamic oxaloacetic transminase) enzim yang terdapat dalam
parenkim hati
 SGPT: (serum glutamat piruvat transminase) enzim yang normalnya di jumpai
dalam serum dan jaringan tubuh, terutama pada hati, biasanya dilepaskan sebagai
hasil cedera jaringan
 Alkaline phosphatase: enzim yang banyak ditemukan pada tulang dan hati
 Bilirubin direct: bilirubin yang melewat pada albumin
 Bilirubin indirect: bentuk bilirubin larut lemak yang beredar dalam asosiasi
longgar dengan protein plasma

II. Identifikasi Masalah


1. Tn. Udin, 50 tahun, datang ke rs dengan keluhan utama mata kuning yang
semakin bertambah sejak satu minggu yang lalu.(*****)
2. Sejak 6 bulan yang lalu, tn. Udin sedang mengeluh nyeri perut kanan atas yang
hilang timbul khususnya setelah makan berlemak, tidak ada demam, BAB dan
BAK normal.(**)
3. Sejak 4 bulan yang lalu, dia mengeluh teraba massa di daerah ulu hati, nafsu
makan menurun dan mual-mual.(***)
4. Sejak 2 bulan yang lalu tn. Udin mengeluh matanya kuning, BAK berwarna teh
tua, kadang-kadang diikuti demam, badan terasa lemah, berat badan menurun,
BAB berwarna pucat seperti dempul dan gatal-gatal.(****)
5. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran: CM
Tanda vital: TD: 130/80 mmHg, N: 115x /menit, reguler, RR: 24x/ menit, T:
38,5oC Berat badan: 50 kg, TB : 155 cm (*)
6. Pemeriksaan Spesifik : (*)
Mata : sklera ikterik ( +/+), konjungtiva palpebra pucat
Thoraks : paru:suara nafas vesikular normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : HR : 84x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan perut kanan atas, murphy sign (+), teraba massa pada
epigastrium berukuran 7x4 cm, konsistensi keras berdungkul-dungkul, shifting
dullness (-)
Ekstremitas : Edema (-)
7. Pemeriksaan laboratorium(*)
Hb : 7,6 g/dl WBC: 15.000/mm3
ESR: 50 mm/jam trombosit: 80.000
BSS: 100mg/dl
Ureum: 40mg/dl creatine: 0,8 mg/dl
SGOT: 102 U/I SGPT: 125 U/I
Direct bilirubin: 23,25 mg/dl indirect bilirubin: 2,10 mg/dl
Total bilirubin: 25,35 mg/dl alkaline phosphatase: 1135 U/I
Urynaliysis: bilirubin (+)

III. Analisis Masalah


1. Tn. Udin, 50 tahun, datang ke rs dengan keluhan utama mata kuning yang
semakin bertambah sejak satu minggu yang lalu.(*****)
a. Apa saja kemungkinan penyakit dengan gejala mata kuning?
b. Apa etiologi dari mata kuning?
Etiologi: Konsentrasi bilirubin meningkat dalam darah (Hiperbilirubinemia)
c. Bagaimana mekanisme dari terjadinya mata kuning?
Mekanisme: Pemecahan eritrosit intravaskular dan ekstravaskular → Bilirubin
indirect terbentuk dari pemecahan heme → Di bawa melalui pembuluh darah
menuju hepar untuk diubah menjadi bilirubin direct → Bilirubin indirect
menjadi bilirubin direct → Di ekskresikan melalui duktus hepatikus →
Disimpan di vesika felea → Di dalam vesika felea terdapat batu yang
kemungkinan akhirnya menyumbat duktus koledokus → Saluran pengeluaran
empedu ke duodenum tertutup → Terjadi aliran balik bilirubin direct ke hepar
→ Bilirubin direct masuk ke darah → Hiperbilirubinemia → Mata dan badan
kuning.

d. Apa hubungan usia dan jenis kelamin dengan gejala yang dialami Tn. Udin?
Semakin tua seseorang, semakin banyak zat-zat yang tertumpuk dalam
tubuhnya, terutama kolestrol. Kolestrol berlebih terutama di usia tua dapat
menjadi penyebab utama terjadinya batu empedu karena garam empedu dibuat
dari kolestrol.
Pada wanita, estrogen meningkatkan kolestrol dan mengurangi motilitas
kantung empedu. Wanita hamil atau wanita yang menggunakan pill hormon
untuk mengontrol kelahiran lebih besar kemungkinan untuk mengalami batu
empedu.
e. Apa faktor yang menyebabkan gejala bertambah parah?

2. Sejak 6 bulan yang lalu, tn. Udin sering mengeluh nyeri perut kanan atas yang
hilang timbul khususnya setelah makan berlemak, tidak ada demam, BAB dan
BAK normal.(**)
a. Bagaimana anatomi dari regio abdomen?
Tiga fungsi dasar hepar :
- Produksi dan sekresi empedu.
- dalam aktifitas metabolik yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein.
- Filtrasi darah untuk menyingkirkan bakteri dan partikel asing yang masuk
melalui lumen usus.
Fungsi Vesica fellea sebagai tempat cadangan empedu. Ia mampu memekatkan
empedu melalui permukaan membrana mucosa yang berlipat-lipat membentuk
gambaran sarang tawon

b. Bagaimana mekanisme nyeri perut terkait kasus?


Pada batu empedu biasanya akan terjadi usaha dari otot polos dinding vesica
biliaris untuk mengeluarkan batu tersebut. Hal ini akan mensensitasi serabut
saraf yang menpersarafi otot polos dinding vesica biliaris yaitu plexus
coeliacus dan nervus splanchnicus major, dan akan dirasakan nyeri alih di
kuadran kanan atau atau daerah epigastrium ( dermatome T7,8,9).

c. Penyakit apa saja yang mungkin terjadi yang menyebabkan nyeri perut kanan
atas?
d. Bagaimana karakteristik dari BAB dan BAK normal?
3. Sejak 4 bulan yang lalu, dia mengeluh teraba massa di daerah ulu hati, nafsu
makan menurun dan mual-mual.(***)
a. bagaimana mekanisme nafsu makan menurun dan mual-mual terkait kasus?
4. Sejak 2 bulan yang lalu Tn. Udin mengeluh matanya kuning, BAK berwarna teh
tua, kadang-kadang diikuti demam, badan terasa lemah, berat badan menurun,
BAB berwarna pucat seperti dempul dan gatal-gatal.(****)
a. Bagaimana fisiologi metabolisme dari bilirubin?
b. Bagaimana mekanisme BAK berwarna teh tua?
c. Bagaimana mekanisme demam terkait kasus?
Etiologi: Kolesistitis
Mekanisme: Pemecahan eritrosit intravaskular dan ekstravaskular → Bilirubin
indirect terbentuk dari pemecahan heme → Di bawa melalui pembuluh darah
menuju hepar untuk diubah menjadi bilirubin direct → Bilirubin indirect
menjadi bilirubin direct → Di ekskresikan melalui duktus hepatikus →
Disimpan di vesika felea → Di dalam vesika felea terdapat batu yang
kemungkinan menyumbat duktus sistikus → Statis cairan empedu →
Inflamasi → Kolesistitis → Terdapat kerja dari mediator sel-sel radang →
Temperatur tubuh dinaikan untuk mengoptimalkan kerja sel-sel radang →
Demam ringan.

d. Bagaimana mekanisme badan terasa lemah?


e. Bagaimana mekanisme berat badan menurun?
f. Bagaimana mekanisme BAB berwarna pucat seperti dempul dan gatal-
gatal?
Seperti dempul
Etiologi: Obstruksi saluran empedu ke duodenum
Mekanisme: Pemecahan eritrosit intravaskular dan ekstravaskular → Bilirubin
indirect terbentuk dari pemecahan heme → Di bawa melalui pembuluh darah
menuju hepar untuk diubah menjadi bilirubin direct → Bilirubin indirect
menjadi bilirubin direct → Di ekskresikan melalui duktus hepatikus →
Disimpan di vesika felea → Di dalam vesika felea terdapat batu yang
kemungkinan akhirnya menyumbat duktus koledokus → Saluran pengeluaran
empedu ke duodenum tertutup → Tidak ada empedu yang diekskresikan ke
duodenum → Bilirubin untuk pewarnaan feses tidak tersedia → BAB seperti
dempul.
Gatal-gatal
Etiologi: Hiperbilirubinemia
Obstruksi saluran empedu → empedu gagal masuk ke duodenum→
bendungan cairan empedu dalam hati → regurgutasi empedu (bilirubin,
garam empedu, lipid) ke sirkulasi sistemik → peningkatan dan penumpukan
garam empedu dalam sirkulasi (pruritogen / faktor endogen) selain itu
obstruksi empedu juga meningkatkan opioid ( senyawa yang
memicu timbulnya pruritus)→ merangsang ujung serabut saraf C
pruritoseptif→ impuls dihantarkan sepanjang serabut saraf sensorik→ terjadi
input eksitasi di lamina 1 Obstruksi saluran empedu → empedu gagal
masuk ke duodenum→ bendungan cairan empedu dalam hati →
regurgutasi empedu (bilirubin, garam empedu, lipid) ke sirkulasi sistemik →
peningkatan dan penumpukan garam empedu dalam sirkulasi (pruritogen /
faktor endogen) selain itu obstruksi empedu juga meningkatkan
opioid ( senyawa yang memicu timbulnya pruritus)→ merangsang
ujung serabut saraf C pruritoseptif→ impuls dihantarkan sepanjang serabut
saraf sensorik→ terjadi input eksitasi di lamina 1

5. Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum: tampak sakit berat, kesadaran: CM
Tanda vital: TD: 130/80 mmHg, N: 115x /menit, reguler, RR: 24x/ menit, T:
38,5oC Berat badan: 50 kg, TB : 155 cm (*)
a. bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
b. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari hasil pemeriksaan fisik?

6. Pemeriksaan Spesifik : (*)


Mata : sklera ikterik ( +/+), konjungtiva palpebra pucat
Thoraks : paru:suara nafas vesikular normal, ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : HR : 84x/menit, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan perut kanan atas, murphy sign (+), teraba massa pada
epigastrium berukuran 7x4 cm, konsistensi keras berdungkul-dungkul, shifting
dullness (-)
Ekstremitas : Edema (-)
a. bagaimana interpretasi dari pemeriksaan spesifik?
b. bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan spesifik?
c. Apa kemungkinan massa yang memiliki ciri ukuran 7x4cm dan konsistensi
keras berdungkul-dungkul?
d. Bagaimana indikasi dan prosedur pemeriksaan shifting dullness?
e. Bagaimana indikasi dan prosedur pemeriksaan murphy sign?
Murphy’s sign
Pasien diperiksa dalam posisi supine (berbaring). Ketika pemeriksa
menekan/palpasi regio subcostal kanan (hipocondria dextra) pasien, kemudian
pasien diminta untuk menarik napas panjang yang dapat menyebabkan kandung
empedu turun menuju tangan pemeriksa. Ketika manuver ini menimbulkan respon
sangat nyeri kepada pasien, kemudian tampak pasien menahan penarikan napas
(inspirasi terhenti), maka hal ini disebut Murphy's Sign Positif.

1. Palpasi dapat dilakukan dengan satu tangan atau dua tangan terutama pada
pasien gemuk.

Perkusi :
Shifting dullness : Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian
abdomen terendah. Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan
suara timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur miring pada satu
sisi, lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan suara timpani ke redup maka
akan tampak adanya peralihan suara redup.Pada pasien yang tidak mengalami
asites, biasanya batas antara bunyi timpani dan redup relatif tidak berubah.
Auskultasi :
Banyak ahli diagnostik lebih suka melakukan auskultasi abdomen sebelum palpasi
dan perkusi agar tidak merangsang timbulnya peristalsis. Auskultasi abdomen
bertujuan untuk mendengarkan suara peristaltik dan suara pembuluh darah.
Stetoskop ditempelkan sekitar 15-20 detik atau 30-60 detik untuk mendengarkan
bising usus. Bising usus normalnya 5-30 kali/menit.Jika kurang dari itu atau tidak
ada sama sekali kemungkinan ada peristaltik ileus, konstipasi, peritonitis, atau
obstruksi. Jika peristaltik usus terdengar lebih dari normal kemungkinan pasien
sedang mengalami diare.

7. Pemeriksaan laboratorium(*)
Hb : 7,6 g/dl WBC: 15.000/mm3
ESR: 50 mm/jam trombosit: 80.000/mm3
BSS: 100mg/dl
Ureum: 40mg/dl creatine: 0,8 mg/dl
SGOT: 102 U/I SGPT: 125 U/I
Direct bilirubin: 23,25 mg/dl indirect bilirubin: 2,10 mg/dl
Total bilirubin: 25,35 mg/dl alkaline phosphatase: 1135 U/I
Urynaliysis: bilirubin (+)
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan laboratorium?

IV. Hipotesis
Tn.Udin 50 tahun diduga menderita obstruksi ikterus yang disebabkan oleh
CA caput pankreas, kolesistitis, kolangitis dan sepsis
TEMPLATE
a. DD
Obstruksi kterus yang disebabkan oleh CA caput pankreas, kolelitiasis,
kolesistitis, sepsis
b. Working diagnose
c. How to diagnose
d. epidemiologi
e. Etiologi
f. Faktor risiko
Batu empedu dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini.
Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya batu empedu. Faktor resiko batu kolesterol
antara lain:
1. Obesitas
Sindrom metabolik pada obesitas trunkal, resistensi insulin, diabetes melitus
tipe 2, hipertensi, dan hiperlipidemia dapat meningkatkan sekresi kolesterol
hepatik yang kemudian mengakibatkan kadar kolesterol dalam kandung
empedu tinggi. Kadar kolesterol dalam kandung empedu yang tinggi dapat
mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi atau pengosongan
kandung empedu sehingga meningkatkan resiko terjadinya kolelitiasis.
2. Obat-obatan
Penggunaan estrogen dapat meningkatkan sekresi kolesterol di dalam
empedu.Obat-obat clofibrat dan fibrat dapat meningkatkan eliminasi
kolesterol melalui sekresi empedu dan tampaknya meningkatkan resiko
terjadinya batu kolesterol empedu.Sedangkan obat-obat dari analog
somatostatin dapat dapat mengurangi pengosongan kandung empedu.
3. Kehamilan
Faktor resiko meningkat pada wanita yang telah beberapa kali hamil. Kadar
progesteron tinggi dapat mengurangi kontraktilitas kandung empedu yang
mengakibatkan retensi memanjang dan konsentrasi tinggi bile dalam kandung
empedu.
4. Kandung empedu statis
Kandung empedu yang statis diakibatkan dari konsumsi obat-obatan dan
terlalu lama puasa setelah pasca operasi dengan total nutrisi parenteral dan
penurunan berat badan yang berlebihan.
5. Keturunan
Faktor genetik memegang peranan sekitar 25%.Batu empedu terjadi 1½
sampai 2 kali lebih umum diantara orang-orang Skandinavia dan orang-orang
Amerika keturunan Meksiko.Diantara orang-orang Amerika keturunan Indian,
kelaziman batu empedu mencapai lebih dari 80%.Perbedaan-perbedaan ini
mungkin dipertanggungjawabkan oleh faktor-faktor genetik (yang
diturunkan).
6. Umur
Usia rata-rata tersering terjadinya batu empedu adalah 40-50 tahun. Sangat
sedikit penderita batu empedu yang dijumpai pada usia remaja, setelah itu
dengan semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk
mendapatkanbatuempedu, sehinggapadausia 90 tahunkemungkinannyaadalah
satu dari tiga orang.
7. Jenis Kelamin
Batu empedu lebih sering terjadi pada wanita dari pada laki-laki dengan
perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu
kandung empedu, sementara di Italia 20 % wanitadan 14 % laki-laki.
Sementara di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-
laki.
8. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah
operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari
empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
9. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya
kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit
berkontraksi.
10. Penyakit usus halus.
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn
disease, diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik.
11. Nutrisi intravena jangka lama
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak
terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan/ nutrisi yang
melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi
meningkat dalam kandung empedu.

g. Patogenesis
h. Patofisiologi
i. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari ikterus obstruktif ialah sklera berwarna kuning, kulit
kekuning-kuningan, feses berwarna pekat, urin berwarna teh, pruritus, fatik,
dan anoreksia (Black, 1997).
Kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik menimbulkan sindrom klinik ikterus
yang sama, yaitu
o Gatal
o Peningkatan transaminase
o Peningkatan fosfatase alkali
o Gangguan ekskresi zat warna kolesistografi
o Kandung empedu tidak terlihat
o Tetapi biasanya obstruksi intrahepatik jarang seberat obstruksi
ekstrahepatik.

Sebanyak 75% orang yang memiliki batu empedu tidak memperlihatkan


gejala. Sebagian besar gejala timbul bila batu menyumbat aliran empedu.
Batu empedu biasanya menghasilkan gejala dengan menyebabkan peradangan
atau obstruksi berikut migrasi mereka ke dalam duktus sistikus atau CBD.
Yang paling spesifik dan karakteristik Gejala penyakit batu empedu adalah
biliary colic yang konstan dan sering nyeri yang tahan lama. Obstruksi duktus
sistikus atau CBD dengan batu menghasilkan peningkatan tekanan
intraluminal dan distensi dari viskus yang tidak dapat dihilangkan dengan
kontraksi empedu berulang. Nyeri viseral yang dihasilkan bersifat parah, sakit
atau penuh pada epigastrium atau kuadran kanan atas (kuadran kanan atas)
dari perut dengan sering radiasi ke daerah interskapula, skapula, atau bahu.
Kolik bilier dimulai tiba-tiba dan dapat bertahan dengan intensitas berat
selama 30 menit sampai 5 jam, mereda secara perlahan atau cepat . Sebuah
episode nyeri bilier bertahan melampaui 5 jam sebaiknya meningkatkan
kecurigaan kolesistitis akut. Mual dan muntah sering menemani episode nyeri
bilier . Peningjatan serum bilirubin dan / atau alkali fosfatase menunjukkan
batu saluran empedu umum . Demam atau kedinginan ( menggigil) dengan
nyeri empedu biasanya menyiratkan komplikasi yaitu, kolesistitis,
pankreatitis, atau kolangitis. Keluhan epigastrium samar-samar kepenuhan ,
dispepsia , ledakan , atau perut kembung , terutama setelah makan lemak.
Gejala ini sebenarnya tidak spesifik untuk batu empedu . Kolik bilier mungkin
dipicu oleh makan makanan berlemak, dengan konsumsi makan besar yang
diikuti periode puasa berkepanjangan.
Sumbatan ini sering diikuti oleh kolesistitis akut dan kronis. Gambaran yang
akut, seperti:
o Nyeri hebat mendadak pada epigastrium atau kuadran kanan atas
o Nyeri dapat menyebar ke punggung dan bahu kanan
o Penderita dapat berkeringat banyak
o Nausea dan muntah sering terjadi

Gambaran yang kronis mirip dengan gejala akut, tetapi kurang nyata.
Penyulit batu empedu lain yang biasanya muncul seperti cholangitis
yaitu peradangan saluran empedu, yang mempunyai klinis seperti:
o Riwayat penyakit saluran empedu
o Charchot’s triad (demam menggigil, ikterus, dan nyeri abdomen)

Cholangitis terjadi karena adanya obstruksi dan invasi bakteri

j. Pemeriksaan penunjang
k. Tata laksana
1. Penatalaksanaan pendukung dan diet
Kurang lebih 80% dari pasien-pasien inflamasi akut kandung empedu sembuh
dengan istirahat, cairan infus, penghisapan nasogastrik, analgesik dan
antibiotik. Intervensi bedah harus ditunda sampai gejala akut mereda dan
evalusi yang lengkap dapat dilaksanakan, kecuali jika kondisi pasien
memburuk.(Smeltzer, 2002)
Manajemen terapi :
 Diet rendah lemak, tinggi kalori, tinggi protein
 Pemasangan pipa lambung bila terjadi distensi perut.
 Observasi keadaan umum dan pemeriksaan vital sign
 Dipasang infus program cairan elektrolit dan glukosa untuk mengatasi
syok.
 Pemberian antibiotik sistemik dan vitamin K (anti koagulopati)

2. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan


 Pelarutan batu empedu Pelarutan batu empedu dengan bahan
pelarut (misal : monooktanoin atau metil tertier butil eter/MTBE) dengan
melalui jalur : melalui selang atau kateter yang dipasang perkutan langsung
kedalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang dimasukkan melalui
saluran T Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada saat
pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal.
 Pengangkatan non bedah Beberapa metode non bedah digunakan
untuk mengelurkan batu yang belum terangkat pada saat kolisistektomi atau
yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama sebuah kateter dan
alat disertai jaring yang terpasang padanya disisipkan lewat saluran T Tube
atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T Tube; jaring digunakan
untuk memegang dan menarik keluar batu yang terjepit dalam duktus
koledokus. Prosedur kedua adalah penggunaan endoskop ERCP. Setelah
endoskop terpasang, alat pemotong dimasukkan lewat endoskop tersebut ke
dalam ampula Vater dari duktus koledokus. Alat ini digunakan untuk
memotong serabut-serabut mukosa atau papila dari spingter Oddi sehingga
mulut spingter tersebut dapat diperlebar; pelebaran ini memungkinkan batu
yang terjepit untuk bergerak dengan spontan kedalam duodenum. Alat lain
yang dilengkapi dengan jaring atau balon kecil pada ujungnya dapat
dimsukkan melalui endoskop untuk mengeluarkan batu empedu. Meskipun
komplikasi setelah tindakan ini jarang terjadi, namun kondisi pasien harus
diobservasi dengan ketat untuk mengamati kemungkinan terjadinya
perdarahan, perforasi dan pankreatitis.
 ESWL (Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy) Prosedur
noninvasiv ini menggunakan gelombang kejut berulang (Repeated Shock
Wave) yang diarahkan pada batu empedu didalam kandung empedu atau
duktus koledokus dengan maksud memecah batu tersebut menjadi beberapa
sejumlah fragmen.(Smeltzer, 2002)
3. Penatalaksanaan bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu
dilaksanakan untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk
menghilangkan penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut.
Pembedahan dapat efektif jika gejala yang dirasakan pasien sudah mereda atau
bisa dikerjakan sebagai suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien
mengharuskannya.
Tindakan operatif meliputi
 Sfingerotomy endosokopik
 PTBD (perkutaneus transhepatik bilirian drainage)
 Pemasangan “T Tube ” saluran empedu koledoskop
 Laparatomi kolesistektomi pemasangan T Tube
Penatalaksanaan pra operatif :
1. Pemeriksaan sinar X pada kandung empedu
2. Foto thoraks
3. Ektrokardiogram
4. Pemeriksaan faal hati
5. Vitamin k (diberikan bila kadar protrombin pasien rendah)
6. Terapi komponen darah
Penuhi kebutuhan nutrisi, pemberian larutan glukosa scara intravena bersama
suplemen hidrolisat protein mungkin diperlikan untuk membentu kesembuhan
luka dan mencegah kerusakan hati.

l. Pencegahan
m. Edukasi
n. Komplikasi
o. Prognosis
Pada choledocholithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan
meningkatnya kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa
disebabkan karena adanya komplikasi. Jadi prognosis choledocholithiasis
tergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya komplikasi. Namun, adanya
infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran
biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan
diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan
biasanya sangat baik.

p. Skdi

V. LI
a. Ca caput pancreas
b. Kolelitiasis
Penyakit empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, dan
dikenal sebagai kolelitiasis, tetapi batu tersebut dapat bermigrasi melalui
duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi Koledokolitiasis.
Umumnya pasien dengan batu empedu jarang mempunyai keluhan, namun
sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik yang spesifik
maka resiko untuk mengalami komplikasi akan terus meningkat.
Adanya batu empedu menyebabkan radang kandung empedu (kolesistitis
akut). Kolesistitis akut adalah reaksi inflamasi akut kandung empedu yang
disertai nyeri perut kanan bagian atas, nyeri tekan dan nyeri demam.
Karena terjadi obstruksi aliran empedu akibat koledokolitiasis, terjadi
infeksi bakteri cairan empedu di dalam saluran empedu yang disebut
kolangitis.
KOLELITIASIS (“BATU EMPEDU”)

Epidemiologi: > 10% orang dewasa menderita batu empedu, prevalensi


↑ pada perempuan dan sejalan dengan penambahan usia, obesitas, dan
kehamilan.
Patogenesis : Empedu = gram empedu, fosfolipid, kolesterol, ↑ saturasi
kolesterol dalam empedu → pembentukan batu empedu. Jenis batu
empedu terdapat campuran (80%) : batu multipel, kebanyakan kolesterol,
dapat berkalsifikasi (15-20%), kolesterol (10%) : biasanya batu tunggal,
besar, tidak mengalami kalsifikasi, pigmen (10%) : bilirubin tak
terkonjugasi (karena itu terlihat pada hemolisis kronis) dan kalsium.
Manifestasi klinis terdapat Anamnesis : mungkin asimtomatik (gejala
pada ∼ 2% tahun) “kolik” biliaris serangan di kuadran kanan atas atau
nyeri di epigastrium yang mulainya mendadak, terus-menerus, menghilang
perlahan, dan berlangsung selama 30 menit hingga 3 jam. Berhubungan
dengan nausea. Bisa dicetuskan oleh makanan berlemak. Pada
pemeriksaan fisik : tidak demam, nyeri tekan pada abdomen kuadran
kanan atas dan pemeriksaan diagnostik USG abdomen kuadran kanan atas
: sensitivitas dan spesifisitas > 90-95%; dapat memperlihatkan komplikasi
(kolesistitis dan kolangitis)
Penatalaksanaan berupa Kolesistektomi (biasanya laparoskopi) jika
simtomatik, terapi disolusi oral (ursodiol) pada pasien yang menolak atau
yang tidak memenuhi syarat untuk dilakukannya tindakan pembedahan.
Komplikasi berupa kolesistitis (30% kolik biliaris simtomatik →
kolesistitis dalam 2 tahun), kolangitis, pankreatitis.
c. Kolesititis
Definisi berupa peradangan pada kandung empedu (vesika felea).
Patogenesis kolesistitis berupa pbstruksi duktus sistikus oleh batu empedu
Manifestasi klinis dari hasil anamnesis : mual, muntah, demam, nyeri di
abdomen kuadran kanan atas dan mid-epigastrium yang berat dan
menetap. Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan di abdomen
kuadrah kanan atas, tanda Murphy = ↑ rasa nyeri di kuadran kanan atas
pada saat inspirasi, palpasi vesika felea bisa +. Evaluasi laboratorium :
jumlah leukosit ↑, bilirubin dan AP ↑ +, amilase ↑ + (bahkan tanpa adanya
pankreatitis)
Pemeriksaan diagnostik berupa USG abdomen kuadran kanan atas :
sensitivitas dan spesifisitas tinggi untuk batu empedu; tanda spesifik
kolesistitis meliputi cairan perikolesistik, edema dinding vesika felea, dan
tanda Murphy pada sonografi. Koleskintigrafi (HIDA-scan) : uji paling
sensitif terhadap kolesistitis akut. Prosedurnya meliputi injeksi HID
intravena yang berlabel radioaktif, yang secara selektif melakukan sekresi
ke dalam percabangan biliaris. Pada kolesistitis akut, HIDA memasuki
duktus kolekodus (CBD), tapi tidak ke vesika felea.
Penatalaksanaan yakni :NPO, cairan IV, antibiotik (E. Coli, Klebsiela,
enterokokus, dan Enterobacter adalah kuman patogen yang sering),
kolesistektomi semidarurat (biasanya dalam 72 jam), kolesistostomi dan
drainase perkutaneus pada pasien yang keadaan umumnya sangat lemah
sehingga belum bisa dilakukan tindakan pembedahan, ERCP atau
eksplorasi duktus koledokus untuk melihat koledokolitiasis pada pasien
yang ikterik atau terlihat batu di duktus koledokusnya pada USG.
Komplikasi yakni perforasi, empiema, vesika felea emfisematosa karena
infeksi oleh organisme yang membentuk gas, fistula kolesisenterik (ke
duodenum, kolon, atau gaster) : dapat terlihat udara pada percabangan
biliaris, Ileus batu empedu : obstruksi usus (biasanya pada ileum
terminalis) karena batu dalam usus yang melewati suatu fistula.
d. Kolangitis
e. Sepsis
f. Obstruksi ikterus
g. Metabolisme bilirubin
h. Anatomi

Anda mungkin juga menyukai