Anda di halaman 1dari 27

Nurlutfiyyah Aini / 04011281520144

Alpha 2015

Analisis Masalah
1. Nn. ZS, usia 33 tahun, seorang model, datang ke poliklinik dengan keluhan mual, nyeri
kepala, pegal-pegal, nyeri sendi, nyeri perut dan gangguan mestruasi, yang dirasakan
pertama kali sekitar 2 tahun yang lalu. Nn. ZS sudah ke dokter penyakit dalam dan
kandungan namun tidak ditemui kelainan apapun.
a. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan terhadap kasus ini?
1. Jenis kelamin
Wanita0.2-2%
Laki-laki 0.2%
Rasio W:P adalah 5:1
2. Usia
Awitan sebelum 30 tahun, biasanya usia remaja antara 20-30.
3. Karakteristik biologi, perkembangan, kepribadian, dan sosiokultural. Pasien dengan
riwayat keluarga pernah menderita gangguan somatoform (berisiko 10-20 kali lebih
besar dibanding yang tidak ada riwayat).
b. Bagaimana mekanisme mual?

Gangguan somatisasi ini mencakup interaksi pikiran-tubuh; di dalam interaksi ini, dengan
cara yang masih belum diketahui, otak mengirimkan berbagai sinyal yang memengaruhi
kesadaran pasien dan menunjukkan adanya masalah serius di dalam tubuh. Disamping itu,
perubahan ringan neurokimia, neurofisiologi, dan neuroimmunologidapat terjadi akibat
mekanisme otak atau jiwa yang tidak diketahui yang menyebabkan penyakit.
Lingkngan/sosial-gagal menikah  stressor  merangsang hipotalamus-melepaskan CRH
 merangsang Hipofisis anterior- sekresi ACTH  merangsang Korteks adrenal 
melepaskan kortisol  peningkatan HCL  Mual.
c. Bagaimana mekanisme nyeri kepala?

Teori yang ada, teori belajar, terjadi karena individu belajar untuk mensomatisasikan
dirinya untuk mengekspresikan keinginan dan kebutuhan akan perhatian dari keluarga dan
orang lain sehingga, gangguan psikis dialihkan menjadi suatu gangguan fisik yang disini
adalah nyeri kepala.
d. Bagaimana mekanisme nyeri sendi?

Lingkngan/social gagal menikah → stressor → hipotalamus melepasakn CRH →


merangsang Hipofisis anterior → merangsang medula adrenal → pelepaskan
epinefrin atau norepinefrin-aktifasi saraf otonom/saraf simpatis → vasokontriksi
pembuluh darah → hipoksia → nyeri sendi.
e. Bagaimana mekanisme nyeri perut?

Riwayat somatisasi 2 tahun lalu + stres (gagal menikah)  stimulasi hipotalamus untuk
meghaskan CRH  stimulasi hipofisis anterior untuk enghasilkan ACTH  Stimulasi
korteks adrenal untuk menghasilkan kortisol  menuju organ target (lambung)  ↑ kadar
HCl  nyeri perut.

2. Beberapa bulan sebelumnya Nn. ZS berencana menikah namun dibatalkan tanpa sebab
oleh calon suaminya.
a. Bagaimana hubungan kejadian beberapa bulan batal nikahnya Nn. ZS dengan
keluhannya sekarang?

Kejadian beberapa bulan lalu batal nikah merupakan stressor yang memicu keluhan pasien
sekarang.

3. Nn. ZS menyangkal perasaan sedih, tidak berguna dan putus asa namun sesekali
mengalami sulit tidur, sulit konsentrasi, tegang dan mudah marah.
a. Bagaimana hubungan keluhan diatas?
Sulit tidur merupakan keluhan yang sangat mengganggu, karena menyebabkan kualitas
tidur menjadi tidak baik dan badan menjadi tidak bugar keesokan harinya. Terdapat
beberapa jenis sulit tidur, yaitu dapat diawal tidur (untuk memulai tidur), ditengah tidur
(mudah terbangun atau sulit tidur lagi setelah terbangun), di akhir tidur (bangun terlalu
dini).
b. Bagaimana mekanisme sulit tidur?
Gambar: Mekanisme sulit tidur.
Sumber: Clinical Practice Guideline for the Management of Patients with Insomnia in
Primary Health Care.

c. Bagaimana mekanisme sulit konsentrasi?


Riwayat gagal menikah dan penyakit yang tidak diketahui (somatisasi)  stress, ditambah
lagi dengan gangguan kepribadian histrionik yang cenderung rentan terhadap stress  Nn.
Zs memikirkan hal tersebut secara terus-menerus  sulit konsentrasi
d. Bagaimana mekanisme tegang?

Tegang pada Nn. ZS mungkin adalah suatu gejala kecemasan menderita suatu penyakit
karena gejala somatisasi yang Nn. ZS rasakan.
e. Adakah hubungan keluhan tersebut dengan riwayat batal menikah Nn. ZS?
Jelaskan!

Ada. Batal menikah pada Nn. ZS menyebabkan salah satu masalah yang harus
dihadapinya dan hal ini sangat terkait dengan masa depannya sehingga dapat menjadi
factor stress (stressor) dan ditambah lagi memiliki riwayat somatisasi sehingga keluhan
diatas dapat muncul.
f. Apa makna klinis dari gejala gejala yang ditanyakan?

Untuk mendiagnosis adanya gangguan somatisasi.

4. Nn. ZS mengakui bahwa dirinya merupakan tipe orang yang cenderung menghindari
konflik dengan orang lain namun sangat terpengaruhi dengan perkataan orang lain.
a. Apakah tipe kepribadian Nn. ZS termasuk gangguan kepribadian?

Pada pasien dicurigai mengalami gangguan somatisasi. Hal ini sesuai dengan yang
didapatkan saat anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien menunjukkan keluhan serta
gejala yang berulang – ulang, disertai dengan permintaan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang, walaupun dari hasil menunjukkan bahwa pasien tidak memilki
kelainan yang berarti pasien tetap merasa cemas dan ketakutan akan penyakitnya. Selain
itu akibat dari keadaan ini pada pasien terdapat disabilitas dalam lingkungan keluarga dan
sosialnya, pasien menjadi lebih emosi dan dan tidak mau melakukan aktivitas sehari –
harinya.

Berdasarkan uraian diatas dan berdasarkan data yang didapat bahwa pasien tidak memiliki
mengalami retardasi mental. gangguan kepribadian: histrionik (suatu gangguan
kepribadian yang melibatkan emosi yang berlebihan dan kebutuhan yang besar untuk
menjadi pusat perhatian)

b. Apa hubungan jenis kepribadian gangguan pada kasus?

Jenis temperament Nn. ZS kemungkinan Phlegmatic dengan Sanguine. Gangguan


somatisasi dapat disebabkan oleh supresi rasa marah terhadap orang lain dan mengarahkan
rasa marah tersebut pada diri sendiri. Kemungkinannya temperament phlegmatic Nn. ZS
yang cinta damai membuat rasa kesal dan marah terhadap orang lain ditahan dan
diarahkan pada diri Nn. ZS. Pada penderita somatization disorder gangguan psikis
dialihkan menjadi gangguan fisik yang dirasakan nyata sehingga menyebabkan gejala
somatisasi.

5. Status Psikiatrikus
a. Bagaimana interpretasi hasil status psikiatrikus?
Keadaan pada skenario Interpretasi
Berpostur tinggi, berpakaian rapi,
Penampilan Normal
perawatan diri baik, kooperatif
Bicara Verbalisasi jelas dan lancar Normal
Emosi
a. Mood Disforik Abnormal
b. Afek Sesuai, luas Normal
Realistik, relevan, koheren, preokupasi
terkait keluhan fisik, waham tidak ada, Preokupasi terkait keluhan
Pikiran
perasaan bersalah, tidak berguna dan fisik: abnormal
putus asa tidak ada
Persepsi Halusinasi tidak ada, ilusi tidak ada Normal

b. Bagaimana mekanisme abnormal status psikiatrikus?

Gangguan kepribadian histrionik  mudah terganggu oleh stressor dalam hal ini gagal
menikah dan sakit yang tidak diketahui penyebabnya  terbentuk mood dismorfik.

c. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan status psikiatrikus?


Pemeriksaan Status Mental Hal yang harus dikerjakan
I. Deskripsi Umum
A. Penampilan Mengamati bentuk tubuh, postur,
(tampak sehat,sakit, agak sakit, ketenangan, pakaian, dandanan, rambut,
kelihatan tua, kelihatan muda, kusut, kuku dan tanda kecemasan.
seperti anak-anak, kacau, dsb.)
B. Perilaku dan aktivitas psikomotor
(manerisme, tiks, gerakan stereotipik, Mengamati dan/atau memeriksa cara
hiperaktivitas, agitasi, retardasi, berjalan, gerakan, dan aktivitas pasien
fleksibilitas, rigiditas, dll.) saat wawancara.
C. Sikap terhadap pemeriksa
(bekerja sama, bersahabat, menggoda, Mengamati dan merasakan sikap dan
apatis, bermusuhan, merendahkan,dll.) jawaban pasien saat wawancara psikiatrik
II. Bicara
Cepat, lambat, memaksa (pressure), ragu- Mengamati selama proses wawancara.
ragu (hesitant), emosional, monoton,
keras, membisik (whispered), mencerca
(slurred), komat-kamit (mumbled), gagap,
ekolalia, intensitas, puncak (pitch),
berkurang (ease), spontan, bergaya
(manner), bersajak (prosody).
III. Mood dan Afek
A. Mood Menanyakan tentang suasana perasaan
(emosi yang meresap dan terus- pasien. “bagaimana perasaan anda akhir-
menerus mewarnai persepsi seseorang akhir ini?” (pertanyaan terbuka)
terhadap dunia: depresi,kecewa, “apakah anda merasa sedih?” (pertanyaan
mudah marah, cemas, euforik, tertutup)
meluap-luap, ketakutan,dsb)
B. Afek Mengamati variasi ekspresi wajah, irama,
(respon emosional pasien yang nada suara, gerakan tangan, dan
tampak: meningkat, normal, pergerkan tubuh.
menyempit, tumpul, dan datar)
IV. Pikiran Menanyakan sesuatu permasalahan untuk
A. Proses atau bentuk pikiran menilai bentuk dan isi pikiran pasien.
(realistik, nonrealistik, autistik,
irasional)
B. Isi pikiran
(waham, preokupasi, obsesi, fobia)
V. Pesepsi Menanyakan tentang gangguan persepsi
(halusinasi, ilusi, depersonalisasi, yang pernah atau sedang dirasakan oleh
derealisasi) pasien.
“Apakah anda pernah mendengar suara
atau bunyi lain yang tidak dapat didengar
oleh orang lain?”
“Apakah anda dapat atau pernah melihat
sesuatu yang tampaknya tidak dilihat
orang lain?”
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan penunjang?
Hamilton anxiety rating scale (HARS) : 17
Interpretasi : kecemasan sedang
0 - 7 = Normal
8 - 13 = Mild Depression
14-18 = Moderate Depression
19 - 22 = Severe Depression
>23 = Very Severe Depression

 Each item is scored on a scale of 0 (not present) to 4 (severe), with a total score range of
0–56, where <17 indi- cates mild severity, 18–24 mild to moderate severity and 25–30
moderate to severe.

b. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan penunjang?

HRS-A (Hamilton Rating Scale for Anxiety)


Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Hamilton Rating Scale for Anxiety
(HRS-A) yang sudah dikembangkan oleh kelompok Psikiatri Biologi Jakarta (KPBJ) dalam
bentuk Anxiety Analog Scale (AAS).
Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut alat ukur
kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan
pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang
mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms yang nampak pada
individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor
antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe).
Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk
melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi
ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala HARS akan
diperoleh hasil yang valid dan reliable. Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang
dikutip Nursalam (2003) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:
1. Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung.
2. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
3. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut
pada binatang besar.
4. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas
dan mimpi buruk.
5. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.
6. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih,
perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.
7. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan
kedutan otot.
8. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat
serta merasa lemah.
9. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan detak
jantung hilang sekejap.
10. Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas
panjang dan merasa napas pendek.
11. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan
muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut.
12. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea, ereksi
lemah atau impotensi.
13. Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri,
pusing atau sakit kepala.
14. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau
kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:


0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada
3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1- 14 dengan
hasil:
 Skor kurang dari 14 = tidak ada kecemasan.
 Skor 14 – 20 = kecemasan ringan.
 Skor 21 – 27 = kecemasan sedang.
 Skor 28 - 41 = kecemasan berat.
 Skor 42 – 56 = kecemasan berat sekali / panik.

SKALA NILAI DEPRESI DARI HAMILTON


HAMILTON DEPRESSION RATING SCALE (HDRS)
Untuk setiap nomor di bawah ini, pilihlah keadaan yang paling tepat menggambarkan
tentang pasien.
1. Keadaan Perasaan sedih ( sedih, putus asa, tak berdaya, tak berguna)
0 tidak ada
1 perasaan ini ada hanya bila ditanya
2 perasaan ini dinyatakan spontan secara verbal
3 perasaan ini dinyatakan spontan secara verbal dan non verbal maupun non verbal
2. Perasaan bersalah
0 tidak ada
1 menyalahkan diri sendiri, merasa telah mengecewakan orang lain
2 ide-ide bersalah atau renungan tentang perbuatan salah atau berdosa pada masa lalu
3 sakit ini merupakan suatu hukuman, waham bersalah
4 mendengar suara-suara tuduhan atau kutukan dan /atau mengalami halusinasi
penglihatan yang mengancam
3. Bunuh diri
0 tidak ada
1 merasa hidup tidak berharga
2 mengharapkan kematian atau segala pikiran tentang kemungkinan tersebut
3 ide-ide atau gerak-gerak tentang bunuh diri
4 percobaan bunuh diri (segala percobaan yang serius diberi nilai 4)
4. Insomnia (early)
0 tidak ada kesulitan jatuh tidur
1 kadang-kadang mengeluh sulit tidur, misalnya lebih dari 15 menit
2 mengeluh sulit jatuh tidur tiap malam
5. Insomnia (middle)
0 tidak ada kesulitan mempertahankan tidur
1 mengeluh gelisah dan terganggu sepanjang malam
2 terjaga sepanjang malam (segala keadaan bangkit dari tempat tidur diberi nilai 2
kecuali untuk buang air kecil)
6. Insomnia (late)
0 tidak ada kesulitan
1 bangun terlalu pagi tetapi dapat tidur kembali
2 bila telah bangun/bangkit dari tempat tidur, tidak dapat tidur kembali
7. Kerja dan kegiatan
0 tidak ada kesulitan
1 pikiran dan perasaan tentang ketidakmampuan, keletihan atau kelemahan sehubungan
dengan kegiatan, kerja atau hobi
2 hilangnya minat dalam melakukan kegiatan, hobi atau pekerjaan, baik dilaporkan
secara langsung oleh pasien atau secara tidak langsung melalui kelesuan/tidak
bergairah keragu-raguan dan kebimbangan (merasa harus mendorong diri untuk
bekerja atau melakukan kegiatan
3 berkurangnya waktu aktual yang dihabiskan dalam melakukan kegiatan atau
menurunnya produktivitas. Di rumah sakit, beri nilai 3 bila pasien tidak
menghabiskan waktu paling sedikit 3 jam sehari dalam melakukan kegiatan (tugas
rumah sakit atau hobi) diluar tugas-tugas bangsal
4 berhenti bekerja karena sakitnya sekarang. Di rumah sakit, beri nilai 4 bila pasien tidak
melakukan kegiatan apapun kecuali tugas-tugas bangsal, atau bila pasien gagal
melaksanakan tugas-tugas bangsal tanpa dibantu
8. Retardasi (lambat dalam berpikir dan berbicara, kemampuan berkonsentrasi , penurunan
aktivitas motorik)
0 normal dalam berbicara dan berpikir
1 sedikit lamban dalam wawancara
2 jelas lamban dalam wawancara
3 sulit diwawancarai
4 stupor lengkap
9. Agitasi
0 tidak ada
1 memainkan tangan, rambut dan lain-lain
2 meremas tangan, menggigit kuku, menarik kuku, menggigit bibir
10. Anxietas psikis
0 tidak ada kesulitan
1 ketegangan dan mudah tersinggung yang bersifat subyektif
2 menguatkan hal-hal kecil
3 sikap khawatir yang tercermin di wajah atau pembicara
4 ketakutan di ekspresi tanpa ditanya
11. Anxietas somatik
0 tidak ada
1 ringan
2 sedang
3 berat
4 inkapasitas
Keadaan fisiologis yang mengiringi anxietas seperti :
 gastrointestinal : mulut, sulit mencerna, diare, kram, sendawa
 kardiovaskuler : palpitasi, nyeri kepala
 pernapasan : hiperventilasi, menghela nafas panjang sering sering
buang air kecil, berkeringat
12. Gejala somatik (gastrointestinal)
0 tidak ada
1 tidak ada nafsu makan tetapi dapat makan tanpa dorongan orang lain. Perut terasa
penuh
2 Sulit makan tanpa dorongan orang lain, meminta atau membutuhkan pencahar atau
obat-obatan untuk buang air besar atau obat- obatan untuk simtom gastrointestinal
13. Gejala somatic (umum)

0 tidak ada
1 anggota gerak punggung atau kepala berat. Nyeri punggung, nyeri kepala, nyeri otot.
Hilang tenaga dan kelelahan
2 segala symptom di atas yang jelas diberi nilai 2
14. Gejala genital (misalnya: hilangnya libido, gangguan menstruasi)
0 tidak ada
1 ringan
2 berat
15. Hipokondriasis

0 tidak ada
1 dihayati sendiri
2 preokupasi tentang kesehatan diri
3 sering mengeluh, meminta pertolongan, dan lain-lain
4 waham hipokondriasis
16. Kehilangan berat badan (pilih antara A atau B)
A. Bila dinilai berdasarkan riwayat
0 tidak ada kehilangan berat badan
1 kemungkinan berat badan berkurang sehubungan dengan sakit sekarang
2 berat badan jelas berkurang
B. Bila diukur perubahan berat aktual, dinilai setiap minggu oleh psikiater bangsal
0 kehilangan berat badan kurang dari 0,5 kg seminggu
1 kehilangan berat badan lebih dari 0,5 kg seminggu
2 kehilangan berat badan lebih dari 1 kg seminggu
17. Tilikan

0 mengetahui dirinya depresi dan sakit


1 mengetahui dirinya sakit tetapi disebabkan oleh makanan yang buruk, iklim, kerja
berlebihan, virus, perlu istirahat, dan lain- lain.
2 menyangkal sepenuhnya bahwa dirinya sakit
18. Variasi diurnal
0 Tidak ada
1 Ringan
2 Berat
Dicatat apakah simtom lebih berat pada pagi atau sore hari dan dinilai keparahan variasi
tersebut.
19. Depersonalisasi dan derealisasi (misalnya: merasa tidak nyata, ide nihilistik)
0 tidak ada
1 ringan
2 sedang
3 berat
4 inkapasitas
20. Gejala paranoid

0 tidak ada
1 kecurigaan ringan
2 kecurigaan sedang
3 ide referensi
4 waham
21. Gejala obsesif dan kompulsif
0 Tidak ada
1 Ringan
2 Berat
22. Ketidakberdayaan

0 tidak ada
1 perasaan subyektif yang diperoleh hanya ditanya
2 perasaan tidak berdaya dinyatakan langsung oleh pasien
3 memerlukan dorongan, bimbingan dan penentraman hati untuk menyelesaikan
tugas bangsal atau higiene diri
4 memerlukan bantuan fisik untuk berpakaian, makan, bedside task atau higene diri
23. Keputusasaan

0 tidak ada
1 sering-sering merasa ragu bahwa „keadaan akan membaik‟ tetapi masih dapat
ditentramkan
2 merasa putus asa secara konsisten tetapi masih menerima penentraman
3 mengekspresikan perasaan putus asa, hilang harapan, pesimis tentang masa depan,
yang tidak dapat dihilangkan
4 keteguhan spontan dan tidak sesuai bahwa „saya tidak akan pernah sembuh‟ atau
padanannya
24. Perasaan tidak berharga (terentang dari hilangnya harga diri, perasaan rendah diri,
mencela diri yang ringan sampai waham tentang ketidakberhargaan)
0 tidak ada
1 menunjukkan perasaan tidak berharga (kehilangan harga diri) hanya bila ditanya.
2 menunjukkan perasaan tidak berharga (kehilangan harga diri) secara spontan
3 berbeda dengan nilai 2 di atas berdasarkan derajat. Pasien secara sukarela
menyatakan bahwa dia „tidak baik ‟rendah”
4 waham tentang ketidakberhargaan, misalnya “saya adalah tumpukan sampah” atau
padanannya

Interpretasi (rentang nilai 0-50)


 Nilai keseluruhan < 7 : normal
 Nilai keseluruhan 8 – 13 : depresi ringan
 Nilai keseluruhan 14 – 18 : depresi sedang
 Nilai keseluruhan 19 – 22 : depresi berat
 Nilai keseluruhan > 23 : depresi sangat berat

LEARNING ISSUE
1. Gangguan somatisasi
a. Definisi

Gangguan somatisasi merupakan suatu kondisi psikiatrik yang ditandai dengan keluhan
fisik yang diderita pasien, yaitu nyeri, gejala gastrointestinal, gejala seksual, dan gejala
pseudoneurologis, dimana tidak ditemukannya penjelasan medis yang akurat.
Seseorang dengan gangguan somatisasi akan menderita sedikitnya 4 gejala fisik yang
berbeda. Orang yang menderita gangguan somatisasi biasanya merasakan sensasi terbakar, nyeri
yang berpindah-pindah, rasa yang aneh pada lidah, kesemutan, geli, atau tremor. Orang-orang ini
akan mendatangi berbagai dokter dengan harapan dapat menemukan masalah pada diri mereka.

b. Epidemiologi

Prevalensi seumur hidup gangguan somatisasi dalam populasi umum diperkirakan 0,1
hingga 0,5 persen. Di Mesir Kuno juga menyebutkan bahwa gangguan somatisasi lebih sering
terjadi pada perempuan. Perempuan dengan gangguan somatisasi jumlahnya melebihi laki-laki 5
hingga 20 kali tetapi perkiraan tertinggi mungkin karena kecenderungan awal yang tidak
mendiagnosis gangguan somatisasi pada laki-laki. Di antara pasien yang datang ke tempat
praktik dokter umum dan dokter keluarga, sebanyak 5 sampai 10 persen pasien mungkin
memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan somatisasi. (Sadock: 2007)

c. Etiologi

Orang-orang dengan gangguan somatisasi memiliki kemampuan toleransi yang rendah


terhadap gangguan fisik. Umumnya, sensasi somatik yang ditimbulkan pada tubuh mereka
mengalami amplifikasi, misalnya jika ada penekanan pada abdomen, maka orang dengan
gangguan somatisasi menginterpretasikannya sebagai nyeri abdominal. Gangguan ini muncul
sebagai akibat adanya gangguan emosional pada diri seseorang karena stresor tertentu.

d. Factor Resiko
 Mengalami gangguan rasa cemas atau depresi
 Sedang mengalami permasalahan medis atau dalam proses penyembuhan
 Beresiko untuk mengalami suatu permasalahan medis, seperti memiliki riwayat penyakit
serius yang cukup signifikan
 Mengalami kejadian hidup yang menimbulkan stres, trauma ataupun kekerasan
 Memiliki riwayat trauma di masa lalu, seperti kekerasan seksual pada masa kecil
 Riwayat pendidikan dan status sosioekonomi yang rendah
e. Klasifikasi

Terdapat beberapa versi penggolongan gangguan somatoform.


1.Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, fourth edition (DSM-IV)
terdapat 7 gangguan di dalam kategori gangguan somatisasi
a) Gangguan somatisasi (somatization disorder)

b) Gangguan somatisasi tidak terinci (undifferentiated somatoform disorder)

c) Gangguan konversi (conversion disorder)

d) Gangguan nyeri (pain disorder)

e) Hipokondriasis (hypochondriasis)

f) Body Dysmorphic Disorder (BDD)

a. Gangguan somatoform yang tidak tergolongkan (somatoform disorder not otherwise


specified-NOS)

2.Menurut ICD-10/PPDGJ-III
a) Gangguan somatisasi (F.45.0)

b) Gangguan somatoform tidak terinci (F.45.1)

c) Gangguan hipokondrik (F 45.2)

d) Disfungsi otonomik somatoform (F 45.3)

e) Gangguan nyeri somatoform menetap (F 45.4)

f) Gangguan somatoform lainnya (F. 45.8)

3.Perbandingan antara DSM-IV-TR dengan ICD-10


DSM IV-TR memasukkan gangguan konversi dan body dysmorphic disorder dalam
gangguan somatoform sedangkan ICD-10 tidak. Dalam ICD-10 gangguan konversi
dimasukkan ke dalam gangguan disosiatif, dan ICD-10 juga merincikan yang disebut
disfungsi otonomik somatoform dan gangguan somatofrom jenis lainnya yang dalam DSM-IV
gejala-gejalanya mirip dengan gangguan cemas dan gangguan depresi. Dalam ICD-10, body
dysmorphic disorder dimasukkan ke dalam kelas hipokondriasis

f. Manifestasi Klinis

Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan riwayat medik
yang panjang dan rumit. Gejala-gejala umum yang sering dikeluhkan adalah mual, muntah
(bukan karena kehamilan), sulit menelan, sakit pada lengan dan tungkai, nafas pendek (bukan
karena olahraga), amnesia, komplikasi kehamilan dan menstruasi. Sering kali pasien
beranggapan dirinya menderita sakit sepanjang hidupnya. Gejala pseudoneurologik sering
dianggap gangguan neurologik.
Penderitaan psikologik dan masalah interpersonal menonjol, dengan cemas dan depresi
merupakan gejala psikiatri yang sering muncul. Ancaman akan bunuh diri sering dilakukan,
namun bunuh diri aktual sangat jarang. Biasanya pasien mengungkapkan keluhan secara
dinamik, dengan muatan emosi dan berlebihan. Pasien-pasien ini biasanya tampak mandiri,
terpusat pada dirinya, haus penghargaan dan pujian, dan munipulatif.
Gangguan somatisasi sering sekali disertai oleh gangguan mental lainnya, termasuk
depresif berat, gangguan kepribadian, gangguan berhubungan zat, gangguan kecemasan umum,
dan fobia. Kombinasi gangguan-gangguan tersebut dan gejala kronis menyebabkan peningkatan
insiden masalah perkawinan, pekerjaan, dan social.

g. Patogenesis

Sebenarnya, patofisiologi dari gangguan somatoform masih belum diketahui dengan jelas
hingga saat ini. Namun, gangguan somatoform primer dapat diasosiasikan dengan peningkatan
rasa awas terhadap sensasi-sensasi tubuh yang normal. Peningkatan ini dapat diikuti dengan bias
kognitif dalam menginterpretasikan berbagai gejala fisik sebagai indikasi penyakit medis. Pada
penderita gangguan somatoform biasanya ditemukan juga gejala-gejala otonom yang meningkat
seperti takikardia dan hipermotilitas gaster. Peningkatan gejala otonom tersebut adalah sebagai
efek-efek fisiologis dari komponen-komponen noradrenergik endogen. Sebagai tambahan,
peningkatan gejala otonom dapat pula berujung pada rasa nyeri akibat hiperaktivitas otot dan
ketegangan otot seperti pada pasien dengan muscle tension headache
h. Patofisiologi

Lingkngan/sosial-gagal menikahstressormerangsang hipotalamus-melepaskan


CRHmerangsang Hipofisis anterior- sekresi ACTHmerangsang Korteks
adrenalmelepaskan kortisolpeningkatan HCLMual

Lingkngan/sosial-gagal menikahstressorhipotalamus-melepasakn
CRHmerangsang Hipofisis anterior merangsang medula adrenalpelepaskan
epinefrin atau norepinefrin-aktifasi saraf otonom/saraf simpatisvasokontriksi pembuluh
darah hipoksia  nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri perut

Lingkngan/sosial-gagal menikahstressorhipotalamus-melepasakn
CRHmerangsang Hipofisis anteriorpeningkatan prolaktinGNRH turunLH dan
FSH turungangguan menstrasi

Timbulah gejala fisik yang beragam


Ganggauan somatisasi
i. Algoritma Penegakan Diagnosis

(sumber: Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan PPDGJ-III dan
DSM-5. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.)

j. Tata Laksana

Penanganan sebaiknya dengan satu orang dokter, sebab apabila dengan beberapa dokter
maka pasien akan mendapat kesempatan lebih banyak mengungkapkan keluhan
somatiknya. Interval pertemuan sebulan sekali. Meskipun pemeriksaan fisik tetap harus
dilakukan untuk setiap keluhan somatic yang baru, dokter harus mendengarkan keluhan
somatik sebagai ekspresi emosional dan bukan sebagai keluhan medik.

Psikoterapi baik individual maupun kelompok akan menurunkan pengeluaran


dana perawatan kesehatan terutama untuk rawat inap di rumah sakit. Dengan psikoterapi dapat
membantu pasien untuk mengatasi gejala-gejalanya, mengekspresikan emosi yang mendasari dan
mengembangkan strategi alternative untuk megungkapkan perasaan.

Terapi psikofarmakologi dianjurkan apabila terdapat gangguan lain, misalnya


gangguan mood dan cemas. Pengawasan ketat terhadap pemeriksaan obat harus dilakukan
karena pasien dengan gangguan somatisasi cenderung menggunakan obat-obatan berganti-
ganti dan tidak rasional.

k. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang digunakan untuk menyingkirkan diagnosis terutama terhadap


penyakit yang dirasakan atau yang diderita oleh pasien,

l. Komplikasi

Gangguan somatisasi menyebabkan seseorang merasakan gejala-gejala fisik yang


sebenarnya tidak ada penyebabnya. Beberapa kasus gangguan somatisasi menyebabkan
penderitanya memiliki ketergantungan terhadap obat pereda nyeri atau obat-obatan sedatif.

m. Prognosis

Tanpa tatalaksana, prognosis pada kasus ini adalah buruk/ jelek. Remisi spontan jarang
ditemui. Gangguan somatisasi cenderung bersifat kronis dan berfluktuasi. Dengan tatalaksana
yang tepat maka distress dapat dikurangi namun tidak dapat sama sekali dihilangkan.

n. Edukasi

Seseorang yang memiliki masalah psikiatrik diharapkan mampu menjelakan keluhannya


kepada seorang psikiater sebagai bentuk ekspresi emosionalnya. Psikiater lalu membantu untuk
meningkatkan kesadaran pasien tentang kemungkinan terlibatnya faktor psikologis terhadap
keluhan pasien saat ini.
a) Melakukan edukasi kepada pasien untuk menghindari gejala kecemasan dan masalah psikis
lainnya yang bisa memperberat gangguan.
b) Melakukan edukasi kepada pasien untuk tidak membatasi aktivitas dan fungsi sosialnya di
dalam masyarakat meskipun mengalami keluhan fisik.
c) Memberikan edukasi kepada keluarga pasien agar tidak terfokus pada gejala fisik pasien dan
ikut serta membantu memperbaiki aspek psikososial pasien.

o. Pencegahan
 Pada anggota keluarga yang menunjukangejala yang sama diharapkandapat dibawa ke
pelayanan kesehatan terdekat
 Keluarga di edukasi untuk memberikan dorongan dan semangat kepada pasien

p. Diagnosis banding

Keadaan medis nonpsikiatri harus disingkirkan untuk menegakkan diagnosis gangguan


ini, yaitu SLE (Systemic Lupus Erythematosus), AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome), porfiria akut intermitten, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, dan infeksi sistemik
kronik.
Beberapa gangguan jiwa lain juga harus disingkirkan. Pasien dengan depresi berat,
skizofrenia, gangguan ansietas menyeluruh, semuanya memiliki keluhan awal yang berpusat
pada gangguan somatik, meskipun pada akhirnya semua gangguan ini akan mendominasi.

q. SKDI

4A: Dokter mampu mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas.

2. Depresi
a. Definisi
Depresi merupakan gangguan jiwa dengan karakteristik penurunan mood yang persisten
atau hilangnya ketertarikan terhadap suatu aktivitas, menyebabkan munculnya masalah yang
signifikan pada kehidupan sehari-hari.

b. Etiologi
Insiden keparahan penyakitnya meningkat dengan bertambahnya usia. Lebih dari
setengah jumlah keseluruhan kasus dilaporkan terjadi pada usia lebih dari 60 tahun, dan
komplikasi terjadi hampir 50% di usia tua.
Depresi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor genetik, gangguan
neurotransmitter, dan faktor psikososial.
a) Faktor genetik
b) Gangguan neurotransmitter
c) Faktor psikososial

c. Patofisiologi

Depresi dan gangguan mood melibatkan berbagai faktor yang saling mempengaruhi.
Konsisten dengan model diatesis-stres, depresi dapat merefleksikan antara faktor-faktor
biologis (seperti faktor genetis, ketidakteraturan neurotransmitter, atau abnormalitas otak),
faktor psikologis (seperti distorsi kognitif atau ketidakberdayaan yang dipelajari), serta stressor
sosial dan lingkungan (sepreti perceraian atau kehilangan pekerjaan).
Faktor Potensial Pelindung

Sumber – sumber daya

Coping
Dukungan sosial

Diatesis (+) Faktor Resiko


Kerentanan psikologis Pengangguran
Kerentanan biologis Perceraian
Sosiokultural

Gambar 2.1.5. Model diatesis-stres dari depresi (Nevid et al, 2005).

d. Algoritma Penegakan Diagnosis


Kriteria diagnostik depresi berdasarkan DSM-V:
1. Terdapat lima atau lebih gejala berikut, paling sedikit dalam dua minggu, dan
memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi. Paling sedikit satu dari gejala ini harus ada,
yaitu (1) afek depresi atau (2) hilangnya minat atau rasa senang. Tidak boleh memasukkan
gejala yang jelas-jelas disebabkan oleh kondisi medis umum atau halusinasi atau waham
yang tidak serasi dengan mood.
a) Mood depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap hari, yang ditunjukkan
baik oleh laporan subjektif (misalnya, rasa sedih atau hampa), atau yang dapat
diobservasi oleh orang lain (misalnya, terlihat menangis). Pada anak-anak atau
remaja, mood bisa bersifat iritabel.
b) Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua, atau hampir semua
aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari (yang diindikasikan oleh laporan subjektif
atau diobservasi oleh orang lain).
c) Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang diit atau peningkatan berat
badan (misalnya, perubahan berat badan lebih dari 5% dalam satu bulan) atau
penurunan atau peningkatan nafsu makan hampir setiap hari.
d) Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
e) Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat diobservasi oleh orang lain,
tidak hanya perasaan subjektif tentang adanya kegelisahan atau perasaan menjadi
lamban).
f) Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari.
g) Rasa tidak berharga atau berlebihan atau rasa bersalah yang tidak pantas atau sesuai
(mungkin bertaraf waham) hampir setiap hari (tidak hanya rasa bersalah karena berada
dalam keadaan sakit).
h) Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, ragu-ragu, hampir setiap
hari (baik dilaporkan secara subjektif atau dapat diobservasi oleh orang lain).
i) Berulangnya pemikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati), berulangnya ide-ide
bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau tindakan-tindakan bunuh diri atau rencana
spesifik untuk melakukan bunuh diri.
2. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik atau terjadinya
hendaya sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
3. Episode depresi tidak berhubungan dengan efek psikologis dari kondisi medis lain.
4. Gejala yang terjadi tidak dapat dijelaskan dengan gangguan skizoafektif, skizofrenia,
schizophreniform disorder, gangguan delusi, dan gangguan psikotik lainnya.
5. Tidak ada episode manik ataupun hipomanik.

3. Neuroanatomi dan Fisiologi

Sistem limbik adalah bagian otak yang berhubungan dengan tiga fungsi utama: emosi,
kenangan, dan gairah (stimulasi). Sistem ini terdiri dari beberapa bagian, yang ditemukan di atas
batang otak dan di dalam otak besar. Sistem limbik menghubungkan bagian otak yang
berhubungan dengan fungsi tinggi dan rendah. Di bawah ini, penjelasan bagian utama dari sistem
limbik.
Talamus
Talamus adalah bagian dari otak yang bertanggung jawab untuk mendeteksi dan
menyampaikan informasi dari indera kita, seperti bau dan penglihatan. Talamus ini terletak
dalam batang otak, dan merupakan bagian dari jalur informasi ke dalam otak, yang merupakan
bagian dari otak yang bertanggung jawab untuk berpikir dan gerakan.
Hipotalamus
Hipotalamus adalah bagian penting dari sistem limbik yang bertanggung jawab untuk
memproduksi beberapa pembawa pesan kimiawi, yang disebut hormon. Hormon-hormon ini
mengontrol kadar air dalam tubuh, siklus tidur, suhu tubuh, dan asupan makanan. Hipotalamus
terletak di bawah talamus.
Girus singulata
Girus singulata berfungsi sebagai jalur yang mentransmisikan pesan antara bagian dalam
dan luar dari sistem limbik.
Amigdala dan Hipokampus
Amigdala adalah salah satu dari dua kelompok berbentuk almond sel-sel saraf pada
temporal (sisi) lobus dari otak besar. Kedua amigdala bertanggung jawab untuk mempersiapkan
tubuh untuk situasi darurat, seperti sedang ‘kaget’, dan untuk menyimpan kenangan peristiwa
untuk pengenalan masa depan. Amigdala membantu dalam pengembangan kenangan, terutama
yang berkaitan dengan peristiwa emosional dan keadaan darurat. Amigdala ini juga terlibat
secara khusus dengan perkembangan emosi rasa takut, dan dapat menjadi penyebab ekspresi
ekstrim ketakutan, seperti dalam kasus panik. Selain itu, amygdalae memainkan peran utama
dalam kesenangan dan gairah generatif, dan dapat bervariasi dalam ukuran tergantung pada
aktivitas generatif dan kematangan individu.
Hipokampus
Hipokampus adalah bagian lain dari lobus temporal yang bertanggung jawab untuk
mengubah kenangan jangka pendek ke memori jangka panjang disebut. Hipokampus ini
diperkirakan bekerja dengan amigdala untuk penyimpanan memori, dan kerusakan pada
hipokampus dapat menyebabkan amnesia (hilang ingatan).
Ganglia basal
Ganglia basal adalah kumpulan badan sel saraf yang bertanggung jawab untuk
mengkoordinasikan gerakan otot dalam postur tubuh. Secara khusus, ganglia basal membantu
untuk memblokir gerakan yang tidak diinginkan dari terjadi, dan langsung terhubung dengan
otak untuk koordinasi.

Daftar Pustaka
Baratawidjaja KG. 2006. Imunologi Psiko-Neuro-Endokrin. dalam Imunologi Dasar Edisi VII.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp: 247-65
Guyton A.C, Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Gabbard GO. Psychoanalysis In: Kaplan H, Saddock B, editors. Comprehensive textbook of
psychiatry vol I. 7th ed. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins; 2000.p.586-96
Hidayat Aziz Halimul. (2004). Pengantar Konsep Keperawatan Dasar. Salemba Medika :
Jakarta
Hamilton, M: A rating scale for depression, Journal of Neurology, Neurosurgery, and
Psychiatry 23:56-62, 1960
Kaplan, HI, Saddock, BJ & Grabb, JA., 2010. Kaplan-Sadock Sinopsis Psikiatri. Ilmu
Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. Tangerang : Bina Rupa Aksara pp.1-8.
Maslim R. dr. 2013. Gangguan Somatoform : Gangguan Somatisasi. Dalam Buku Saku Pedoman
Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa PPDGJ-III dan DSM 5. Jakarta : Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
Sadock, B. J., & Sadock, V. A. (2007). Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: Behavioral
Sciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. New York: Lippincott William & Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai