Anda di halaman 1dari 13

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
1. Hiperbilirubinemia
Bilirubin adalah Salah satu produk akhir dari hemoglobin adalah bilirubin.
(guyton 2012). Bilirubin diproduksi dari proses katabolisme hemoglobin di sistem
retikuloendotelial.
Hiperbilirubinemia adalah keadaan bayi baru lahir, dimana kadar bilirubin serum total
lebih dari 10mg/dl pada minggu pertama yang ditandai dengan warna kekuningan pada bayi
atau disebut ikterius. Keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir yang disebut ikterus neonatorum
yang bersifat patologis atau yang lebih dikenal dengan hiperbilirubenemia.
Hiperbilirubenemia merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin dalam jaringan
ekstravaskuler sehingga konjungtiva,kulit, dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan
tersebut yang berpotensi menyebabkan ikterius yang merupakan kerusakan otak akibat
perlengketan bilirubin indirek diotak (hidayat, 2005).
Hiperbilirubenemia adalah istilah yang mengacu pada kelainan akumulasi bilirubin
dalam darah, karakteristik dari hiperbilirubenemia adalah jaundice dan ikterik (wong 2007).

Perbedaan bilirubin indirek dan direk:


1. Bilirubin Tidak terkonyugasi (indirek):
a. Bilirubin indirek
b. Tidak larut dalam air
c. Berikatan dengan albumin untuk transport
d. Komponen bebas larut dalam lemak
e. Komponen bebas bersifat toksik untuk otak
2. Terkonyugasi (direk):
a. Bilirubin direk
b. Larut dalam air
c. Tidak larut dalam lemak
d. Tidak toksik untuk otak

B. KLASIFIKASI
1. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir. penyebabnya organ hati yang belum matang
dalam memproses bilirubin.
Ikterus neonatus fisiologi tidak disebabkan oleh faktor tunggal tapi kombinasi dari berbagai
faktor yang berhubungan dengan maturitas fisiologi bayi baru lahir. Peningkatan kadar bilirubin
tidak terkonjugasi pada bayi baru lahir disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan
bilirubin dan penurunan clearance bilirubin. Peningkatan ketersediaan bilirubin dan early bilirubin
lebih besar serta penurunan usia sel darah merah. Pada bayi yang diberi minum lebih awal atau
diberi minum lebih sering cenderung akan terserang ikterik fisiologi (IDAI; h, 152-153).
Ikterik fisiologi neonatus normal memperlihatkann peningkatan ringan bilirubin serum dalam
darah tali pusat dengan peningkatan bertahaps sampai maksimum 8 mg/dL pada hari ke 3 sampai 5
setelah lahir dan kembali ke nilai normal pada minggu ke dua. Pada bayi yang lahir prematur,
kadar bilirubin dalam serum dapat memuncak pada kadar yang lebih tinggi dan tetap tinggi untuk
periode yang lama.
Kausa lain hiperbilirubinemia tidak tergunjugasi harus dicari pada situasi klinis berikut :
a. Ikterus awitan dini (dalam 24 jam)
b. Peningkatan ekstrim bilirubin tidak terkonjugasi (> 12 mg/dL, pada bayi yang mendapat susu
formula atau >14 mg/dL pada bayi yang mendapat ASI)
c. Peningkatan komponen bilirubin terkonjugasi (>2 mg/dL)
d. Ikterus menetap (>2 minggu)
Ikterik patologik dijumpai sekitar 60% bayi aterm dan lebih dari 80% prematur. Bilirubin
serum mencapai kadar maksimum sebesar 6 mg/dL. Antara hari ke 2 dan ke 4 pada bayi
aterm. Dan 10-12 mg/dL , pada hari ke 5 sampai 7 pada bayi prematur. Kosentrasi pigmen
menurun secara bertahap, mencapai kadar normal dalam 2 minggu pada bayi aterm dan 2
bulan pada bayi prematur.
2. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena metabolisme blirubin pada bayi baru lahir berada dalam transisi dari stadium
janin yang selama waktu tersebut plasenta merupakan tempat utama eliminasi bilirubin yang larut
lemak ke stadium dewasa yang selama waktu tersebut bentuk bilirubin terkonjugasi yang larut air
diekskresikan dari sel hati ke dalam sistem biliaris dan kemudian ke dalam saluran pencernaan.
Percepatan dekstruksi sel darah merah pada janin dan neonatus paling sering disebabkan oleh
inkomtabilitas golongan darah Rh dan ABO dengan golongan darah ibu (eritroblastosis fetalis).
Kosentrasi beilirubin serum hanya sedikit meningkat di darah tali pusat bayi yang terkena, tetapi
dapat meningkat pesat setelah pemisahan plasenta saat persalinan.
Bilirubin direk yang larut dalam air terjadi ekskresi segera ke sistem empedu kemudian ke
usus. Di dalam usus bilirubin direk tidak di absorbsi sebagian blirubin direks di hidrolisis menjadi
bilirubin indirek dan direabsorbsi. Siklus ini disebut siklis entheropathik.

C. ETIOLOGI
1. Peningkatan produksi :
Ø Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat tidak sesuaian golongan darah
dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
Ø Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
Ø Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi
Hipoksia atau Asidosis .
Ø Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
Ø Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
Ø Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat
misalnya pada berat badan lahir rendah.
Ø Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
3. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat
langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi, Toksoplasmosis, Siphilis.
4. Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5. Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Wong (2005) :
a. Waktu timbulnya ikterus berkaitan erat dengan penyebab ikterus.
· Timbul pada hari pertama : Inkompabilitas ABO/Rh, Infeksi intra uteri, Toksoplasmosis
· Hari ke-2 dan ke-3 : Ikterus fisiologis
· Hari ke-4 dan ke-5 : Ikterus karena ASI
· Setelah minggu pertama : Atresia ductus pasca choledakus, Infeksi pasca natal, Hepatitis neonatal

b. Jaundice (kulit menjadi kuning)


· Pertama kali muncul pada kepala dan berangsur-angsur menyebar pada abdomen dan bagian
tubuh yang lain.
· Kuning terang orange : Unconjugated bilirubin
· Kuning kehijauan : Conjugated bilirubin
E. PATOFISIOLOGI
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering di
temukan adalah beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.Gangguan pemecahan bilirubin plasma
juga
menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein berkurag
atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin
adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan
ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu .Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan
merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak.
Sifat inimemungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubintadi dapat
menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi di otakdisebut kernikterus. Pada umumnya
dianggap bahwa kadar bilirubinindirek lebih dari 20mg/dl.Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati
sawar darah otakternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirekakan
mudah melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah, hipoksia,
dan hipoglikemia. (Markum, 1991)
Gangguan ekskresi

Gangguan hati tidak dapat Reabsorbsi kembali


metabolik memecah dan bilirubin dari saluran
(hipoksia) mengeluarkan cerna ke hati
bilirubin

HIPERBILIRUBIN

Peningkatan otak fototerapi Post fototerapi


Bilirubin Indirek

Peningkatan
Pemisahan pemecahan
Toksik bagi kernikterus Perubahan Alergi
bayi dg bilirubin
jaringan suhu
orangtua
lingkungan
Pertukaran
Risiko injuri Gangguan Saraf aferen Penyakit cairan empedu di
Ikterus peran kulit usus
Neonatus orangtua
Peristaltik usus
Hipotalamus Kerusakan
naik
Perubahan integumen
peran Kulit
orangtua
Vasokonstriks
i Diare

Penyempitan
Penguapan pemb. darah Kekurangan
volume Cairan

Resiko Lemah
termoregulasi

Resiko
Cedera
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan bilirubin serum
A. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dlantara 2-4 hari setelah lahir.
Apabila nilainya lebih dari 10mg/dltidak fisiologis.
B. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12mg/dl antara 5-7 hari setelah
lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari14mg/dl tidak fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hatiatau hepatoma3.
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepaticdengan ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yangsukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intrahepatic selain itu juga untuk memastikan
keadaan seperti hepatitis,serosis hati, hepatoma.
5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat fotodokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat fotodokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
G. KOMPLIKASI
1. Retardasi mental - Kerusakan neurologis
Dikarenakan vasokonstriksi pada Thalamus dan hipokampus, dan otak tidak dapat bekerja
normal.
2. Gangguan pendengaran dan penglihatan
3. Kematian.
4. Kernikterus
Kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak, menyerang Thalamus,
Hipotalamus
H. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan umum
Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamilMencegah truma lahir, pemberian
obat pada ibu hamil atau bayi barulahir yang dapat menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuaidengan kebutuhan bayi baru
lahir. Imunisasi yang cukup baik ditempat bayi dirawat.
2. Tindakan khusus Fototerapi
Dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirbin patologis dan berfungsi untuk menurunkan
bilirubin dalam kulit melalui tinja dan urin dengan oksidasi foto.

3. Pemberian fenobarbital
mempercepat konjugasi dan mempermudah ekskresi, namun pemberian ini tidak efektif karena
dapat menyebabkan ganggan metabolic dan pernafasan baik pada bayi atau ibu. Memberikan
substrat yang kurang untuk transportasi/konjugasi misalnya pemberian albumin karean akan
mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin lebihmudah
dikeluarkan dengan transfuse tukar.Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapiuntuk
mencegah efek cahaya berlebihan dari sinar yang ditimbulkandan dikhawatirkan akan merusak
retina. Terapi ini juga digunakanuntuk menurunkan kadar bilirubin serum pada neonatus
denganhiperbilirubin jinak hingga moderat.
4. Terapi transfuse
digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin yang tinggi.
5. Terapi obat-obatan
Misalnya obat phenor barbital/luminal untuk meningkatkan bilirubin di sel hati yang menyebabkan
sifat indirect menjadi direct, selain itu juga berguna untuk mengurangi timbulnya bilirubin dan
mengangkut bilirubin bebas ke organ lain.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat orang tua:Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh,
ABO,Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik:Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking,refleks
menyusui yang lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial:Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orangtua
merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi:Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut,
apakahmengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia (Cindy SmithGreenberg. 1988).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ikterus neonatus b.d bilirubin indirek meningkat
2. Risiko/defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuat nyaintake cairan, serta
peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dandefikasi sekunder postfototherapi.
3. Risiko/gangguan integumen berhubungan, efek postfototerapi.
4. Risiko termoregulasi berhubungan dengan efek postfototerapi.
5. Gangguan perubahan peran orang tua berhubungan dengan fototerapi
6. Resiko tinggi cedera b.d. efek Post fototerapI

INTERVENSI KEPERAWATAN

DX 1: ikterus neonatus b.d bilirubin indirek meningkat

DX 2: Risiko/defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan serta peningkatan
IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jamdiharapkan tidak terjadi
deficit volume cairan dengan kriteria :
1. Jumlah intake dan output seimbang
2. Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
3. Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BB
Intervensi:
1. Kaji reflek hisap bayi
Rasional: mengetahui kemampuan hisap bayi
2. Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
Rasional: menjamin keadekuatan intake
3. Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces
Rasional: mengetahui kecukupan intake.
4. Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam
Rasional: turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalahtanda-tanda dehidrasi.
5. Timbang BB setiap hari
Rasional: mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi.

DX 3: Risiko/termoregulasi berhubungan dengan efek postfototerapi


Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
hipertermi dengan kriteria:
1. suhu aksilla stabil antara 36,5-37,0

Intervensi:
1. Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jamRasional: suhu terpantau secara rutin.
2. Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikankompres dingin serta ekstra
minum.Rasional: mengurangi pajanan sinar sementara.
3. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi
4. Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi

.DX 4: Risiko/Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek postfototerapi.


Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam di harapkan tidak terjadi
gangguan integritas kulit dengan kriteria:
1. Tidak terjadi decubitus
2. Kulit bersih dan lembab
Intervensi:
1. Kaji warna kulit tiap 8 jam
Rasional: mengetahui adanya perubahan warna kulit.
2. Ubah posisi setiap 2 jam
Rasional: mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalamwaktu lama .
3. Masase daerah yang menonjol
Rasional: melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekandi daerah tersebut.
4. Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab
Rasional: mencegah lecet.
5. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubinturun menjadi 7,5 mg%
fototerafi dihentikan
Rasional: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama.

DX 4: Gangguan perubahan peran orangtua berhubungan dengan fototerapi.


Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan
1. orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua
dapat mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi :
1. Bawa bayi ke ibu untuk disusui
Rasional: mempererat kontak sosial ibu dan bayi.
2. Buka tutup mata saat disusui
Rasional: untuk stimulasi sosial dengan ibu
3. Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknyaV
Rasional: mempererat kontak dan stimulasi sosial
4. Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkanV
Rasional: meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi.
5. Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya
Rasional: mengurangi beban psikis orang tua.

DX 5. risiko integumen b.d postfototerapi

Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan

Intervensi :

1. Kaji warna kulit tiap 8 jam


2. Pantau bilirubin direk dan indirek

3. Rubah posisi setiap 2 jam

4. Masase daerah yang menonjol

5. Jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.


DX 6; risiko injuri b.d postfototerapi, selama dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan tidak terjadi injuri, dengan kriteria hasil :

1. - Adanya kontak mata waktu mata dibuka


2. - Adanya respon ketika diajak bicara –

3. Bayi bebas dari komplikasi

INTERVENSI

1. Letakkan bayi + 18 inchi dari sumber cahaya


2. Tutup mata dengan kain yang dapat menyerap cahaya dan dapat memproteksi mata
dari sumber cahaya.

3. Matikan lampu dan buka penutup mata bayi setiap 8 jam lakukan inspeksi warna
sclera

4. Pada waktu menutup mata bayi yakinkan bahwa penutup tidak menutupi hidung

5. buka penutup mata waktu memberi makan bayi. Ajak bicara bayi selama perawatan

DX 7; risiko tinggi cidera b.d post fototerapi


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. 2000.Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta: EGC.


Doengoes, M. E. 1999. Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Santosa,Budi.2006. Diagnosa Keperawatan NANDA. Jakarta: Prima Medika.

Anda mungkin juga menyukai

  • M
    M
    Dokumen36 halaman
    M
    Anonymous u5IR5f
    Belum ada peringkat
  • MUTU Kel 4
    MUTU Kel 4
    Dokumen35 halaman
    MUTU Kel 4
    Anonymous u5IR5f
    Belum ada peringkat
  • Otonomi
    Otonomi
    Dokumen13 halaman
    Otonomi
    Anonymous u5IR5f
    Belum ada peringkat
  • Teori Middle Range
    Teori Middle Range
    Dokumen17 halaman
    Teori Middle Range
    Anonymous u5IR5f
    Belum ada peringkat
  • Teori Lieninger
    Teori Lieninger
    Dokumen13 halaman
    Teori Lieninger
    Anonymous u5IR5f
    Belum ada peringkat