Anda di halaman 1dari 8

Definisi

Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan spektrum kondisi yang luas dan mencakup angina pektoris tidak stabil (APTS),
infark miokard akut non-elevasi ST (IMA-NEST), dan infark miokard akut-elevasi ST (IMA-EST) (Theé roux, 2010).
Patofisiologi paling umum yang mendasari SKA yaitu ruptur atau erosi plak aterosklerotik yang tidak stabil, diikuti dengan
pembentukan thrombus platelet – fibrin. Faktor lain yang berperan seperti vasospasme dan vasokonstriksi koroner,
perburukan aterosklerosis, dan kenaikan kebutuhan oksigen miokard yang melebihi suplai oksigen miokard. Derajat
gangguan aliran darah koroner, kebutuhan oksigen miokard, ada tidaknya aliran kolateral, serta faktor lainnya dapat
menimbulkan presentasi klinis SKA yang berbeda-beda (Theé roux, 2010).

Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung,
Sindrom Koroner Akut dibagi menjadi (Lily, 2012):
1) Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation myocardial infarction) [Temuan EKG:
Depresi segmen T · Inversi gelombang T · Tidak ada gelombang Q] [enzim Jantung: tidak meningkat]
2) Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment elevation myocardial infarction) [Temuan
EKG: Depresi segmen ST · Inversi gelombang T] [enzim jantung: Meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal]
3) Angina Pektoris tidak stabil (APTS) (UAP: unstable angina pectoris) Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut
(STEMI) merupakan indicator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. [Temuan EKG: Hiperakut T · Elevasi
segmen T · Gelombang Q · Inversi gelombang T] [enzim jantung Meningkat minimal 2 kali nilai batas atas normal]
Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard
secepatnya; medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer.
Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua
sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka
jantung ( Darma,2009).
Berdasarkan beratnya menurut Braunwald:
Kelas I: Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat
ringan, terjadi >2 kali per hari.
Kelas II: Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada waktu istirahat.
Kelas III: Akut, yakni kurang dari 48 jam.

Pencegahan
Pencegahan sekunder penting dilakukan karena kejadian iskemik cenderung terjadi dengan laju yang tinggi setelah fase
akut. Beberapa pengobatan jangka panjang yang direkomendasikan adalah:
1. Aspirin diberikan seumur hidup, apabila dapat ditoleransi pasien.
2. Pemberian penghambat reseptor ADP dilanjutkan selama 12 bulan kecuali bila risiko perdarahan tinggi
3. Statin dosis tinggi diberikan sejak awal dengan tujuan menurunkan kolesterol LDL <70 mg/dL (Kelas I-B).
4. Penyekat beta disarankan untuk pasien dengan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF ≤40%) (Kelas I-A).
5. ACE-I diberikan dalam 24 jam pada semua pasien dengan LVEF ≤40% dan yang menderita gagal jantung, diabetes,
hipertensi, atau PGK, kecuali diindikasikontrakan (Kelas I-B).
6. ACE-I juga disarankan untuk pasien lainnya untuk mencegah berulangnya kejadian iskemik, dengan memilih agen dan
dosis yang telah terbukti efikasinya (Kelas I-B).
7. ARB dapat diberikan pada pasien dengan intoleransi ACE-I, dengan memilih agen dan dosis yang telah terbukti
efikasinya (Kelas I-B).
8. Antagonis aldosteron disarankan pada pasien setelah MI yang sudah mendapatkan ACE-I dan penyekat beta dengan
LVEF ≤35% dengan diabetes atau gagal jantung, apabila tidak ada disfungsi ginjal yang bermakna (kreatinin serum >2,5
mg/dL pada pria dan >2 mg/dL pada
wanita) atau hiperkalemia (Kelas I-A).
Selain rekomendasi di atas, pasien juga disarankan menjalani perubahan gaya hidup terutama yang terkait dengan
diet dan berolahraga teratur.

Etiologi
Penyebab tersering adalah deposit ateroma di jaringan subintima pada arteri koroner besar dan sedang (aterosklerosis).
Aterosklerosis adalah proses kronis yang progresif dan tiba-tiba muncul dengan karakteristik berupa penumpukan lemak,
elemen fibrosa dan molekul inflamasi pada dinding arteri koroner. Progresivitas aterosklerosis berhubungan dengan faktor
lingkungan dan genetik dimana faktor tersebut akan berubah menjadi faktor resiko penyakit jantung koroner.
Penyebab sindroma koroner akut adalah menurut Departmen Kesehatan :
a) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada Penyebab paling sering SKA adalah penurunan perfusi miokard oleh
karena penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada plak aterosklerosis yang robek/pecah dan
biasanya tidak sampai menyumbat. Pada kebanyakan pasien, mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang ruptur akan mengakibatkan infark kecil di distal adalah petanda kerusakan miokard
b) Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi) Penyebab agak jarang , yang mungkin sebab oleh spasme fokal
yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel. Juga bisa terjadi akibat konstiksi
abnormal pada pembuluh darah yang kecil
c) Obstruksi mekanik yang progresif Penyebab ini adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau
trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah
intervensi koroner perkutan (PCI)
d) Inflamasi dan/atau infeksi Inflamasi bisa disebabkan oleh/berhubungan dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan
penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak dapat
mengakibatkan penipisan dan ruptur plak sehingga terjadi SKA.
e) Faktor atau keadaan pencetus
Faktor ini merupakan faktor sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Penyebab berupa penyempitan arteri
koroner yang menyebabkan terbatasnya perfusi miokard, dan biasanya pasien ini menderita angina stabil

Masalah pada ACS terletak pada penyempitan pembuluh darah jantung ( vasokontriksi ). Penyempitan ini diakibatka oleh :
1) Adanya timbunan lemak ( aterosklerosis ) dalam pembuluh darah akibat konsumsi kolesterol yang tinggi.
2) Sumbatan ( trombosit ) oleh sel bekuan darah ( thrombus ) atau pembentukan trombus.
3) Vasokontriksi ( penyempitan pembuluh darah )
4) Dipengaruhi juga oleh beberapa keadaaan seperti : aktivitas atau latihan fisik yang berlebihan, stress atau emosi.
(Bunner & Suddarth, 2003).

Etiologi SKA antara lain:


1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada pada plak aterosklerosis. Mikroemboli dari
agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang rupture mengakibatkan infark kecil di distal.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen arteri koroner epikardium. Spasme ini
disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus  terjadi pada sejumlah pasien dengan
aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi  penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis. Makrofag, limfosit T  ↑ metalloproteinase
 penipisan dan ruptur plak
5. Keadaan/factor pencetus:
a. ↑ kebutuhan oksigen miokard  demam, takikardi, tirotoksikosis
b. ↓ aliran darah koroner
c. ↓ pasokan oksigen miokard  anemia, hipoksemia

Patofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak atau pecah. Hal ini
berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan
diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white
thrombus). Trombus ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi
mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti sekitar 20 menit menyebabkan miokardium
mengalami nekrosis (infark miokard). Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah koroner.
Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah gangguan kontraktilitas miokardium karena proses
hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan
fungsi ventrikel). Sebagian pasien SKA tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka mengalami SKA
karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri
koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi plak atau restenosis setelah Intervensi
Koroner Perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat
menjadi pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan
trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan
fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption ‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur
maka tissue factor ‘faktor jaringan’ dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex
mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adesi
platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis
‘trombosis akut’.
Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya
ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui
perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan
dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak.
Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun
vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak).
Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif,
yakni xanthine oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric
Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis,
perokok, hipertensi, dan gagal jantung.
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons
terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2,
dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin).
Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke
endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi
platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.
SKA yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak aterosklerosis yang ringan sampai dengan
moderat, dan terjadi disrupsi plak karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak, adanya
inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.

Gambaran Klinis Sindrom Koroner Akut


Gambaran Klinis Angina Tak Stabil
1. Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali atau keluhan angina yang bertambah dari biasa.
2. Nyeri dada seperti pada angina biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau timbul
karena aktivitas yang minimal.
3. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.
4. Pada pemeriksaan jasmani seringkali tidak ada yang khas.
Gambaran Klinis Infark Miokard Dengan Non Elevasi Segmen ST (NSTEMI)
1. Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti
diikat, perasaan terbakar.
2. Nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI.
Universitas Sumatera Utara
3. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahawa mereka yang memiliki gejala dengan onset baru angina
berat/terakselerasi memiliki prognosis lebih baik dibandingkan dengan yang memiliki nyeri pada waktu istirahat.
4. Gejala khas rasa tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik.
5. Gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga
terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.
Gambaran Klinis Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST (STEMI)
1. Nyeri dada dengan lokasi substernal, retrosternal, dan prekordial.
2. Sifat nyeri seperti rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan
dipelintir.
3. Penjalaran biasanya ke lengan kiri, dapat juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan dapat juga
ke lengan kanan.
4. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat, atau obat nitrat.
5. Gejala yang menyertai seperti mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, cemas dan lemas.

Menurut Mutaqqin, 2012. Manisfestasi klinik disrupsi plak tergantung pada derajat, lokasi, lamanya iskemi miokard dan
cepatnya pembentukan trombus secara vasokontriksi sekitar plak.
a. Nyeri dada
b. Terasa sesak, tampak pucat, pusing.
c. Dada seperti ditindih, seperti ditusuk-tusuk, lama nyeri ± 20 menit
d. Berkeringat, TD menurun / meningkat
e. Adanya mual dan muntah, lemah, lesu, palpitasi.
f. Nyeri angina stabil hanya terjadi pada saat beraktivitas atau olahraga dan menghilang dengan cepat pada saat istirahat.
g. Nyeri menjalar ke tangan kiri, kedua tangan atau ke dagu.

Komplikasi
 Aritmia
 Disfungsi ventrikel kiri
 Hipotensi
 Lain-lain:
o Emboli Paru Dan Infark Paru
o Emboli Arteri Sistemik
o Stroke Emboli
o Disfungsi dan Ruptur m. Papilaris

a) Gagal jantung kongestif apabila jantung tidak dapat memompa keluar semua aliran darah yang diterima
b) Terjadinya syok kardiogenik apabila curah jantung sangat berkurang dalam waktu lama
c) Dapat terjadinya ruptur miokardium
d) Dapat terjadi perikarditis, peradangan selaput jantung.

Penatalaksanaan
Evaluasi Awal
Berdasarkan kualitas nyeri dada, anamnesa dan pemeriksaan fisik terarah serta gambaran EKG, pasien dikelompokan
menjadi salah satu dari: STEMI, NSTEMI dan kemungkinan bukan SKA.
Penanganan Awal
Penanganan awal dimulai dengan pemberian beberapa terapi medikamentosa yang telah terbukti dapat memperbaiki
prognosis jangka panjang seperti pemberian antiplatelet jangka panjang untuk menurunkan risiko thrombosis arteri
koroner berulang, penyekat beta dan statin.
Terapi Anti-Iskemia dan Analgesik
1. Oksigen dianjurkan bila saturasi O₂ perifer < 90%.
2. Nitrogliserin, isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual dan dilanjutkan dengan pemberian kontinu melalui
intravena.
3. Morphine diberikan untuk mengatasi nyeri dada dan ansietas.
4. Penyekat beta secara kompetitif mengambat efek katekolamin terhadap miokard dengan cara menurunkan laju jantung,
kontraktilitas dan tekanan darah, sehingga konsumsi oksigen oleh miokard menurun.
Agen Antiplatelet
Peran aktivasi dan agregasi platelet merupakan target utama pada penanganan pasien SKA. Pemberian antiplatelet
dilakukan untuk mengurangi risiko komplikasi iskemia akut dan kejadian aterotrombosis berulang.
1. Penyekat Glycoprotein IIb/IIIa Pengunaan GIIb/IIIa akan meningkatkan kejadian perdarahan mayor, sehingga potensi
keuntungannya harus dinilai bersama dengan risiko perdarahannya.
2. Antikoagulan Antikoagulan diberikan untuk mencegah generasi thrombin dan aktivitasnya. Banyak studi telah
membuktikan bahwa kombinasi antikoagulan dan antiplatelet sangat efektif dalam mengurangi serangan jantung akibat
thrombosis.
Revaskularisasi Koroner
Pada pasien dengan risiko tinggi menjalani kematian dan kejadian kardivaskular, pemeriksaan angiografi koroner dengan
tujuan untuk revaskularisasi (strategi invasif) telah terbukti mengatasi simptom, memperpendek hari perawatan dan
memperbaiki prognosis.
Intervensi Koroner Perkutan (PCI)
Intervensi koroner perkutan (PCI) umumnya menggunakan stent/cincin untuk mengurangi kejadian oklusi tiba-tiba
(abrupt closure) dan penyempitan kembali.
Intervensi Bedah: Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Proses trombosis merupakan target terapi antiplatelet dan antikoagulan, sehingga bila pasien menjalani CABG risiko
perdarahan dan komplikasi perioperatif lebih tinggi. Secara umum bila memungkinkan, CABG dilakukan setelah minimal
48-72 jam.
Tatalaksana Jangka Panjang
Pasien dengan SKA non ST elevasi memiliki risiko tinggi untuk berulangnya iskemia setelah fase awal. Oleh sebab itu,
prevensi sekunder secara aktif sangat penting sebagai tatalaksana jangka panjang, yang mencakup :
1. Perbaikan gaya hidup seperti berhenti merokok, aktivitas fisik teratur, dan diet.
2. Penurunan berat badan pada pasien obesitas dan kelebihan berat badan overweight.
3. Intervensi terhadap profil lipid yaitu :
a. Statin direkomendasikan pada semua pasien dengan SKA tanpa ST elevasi, diberikan hari ke 1-4, dengan tujuan
menstabilisasi dinding plak aterosklerosis, efek pleitropik.
b. Disarankan terapi penurunan level lipid secara intensif dengan target LDL

Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami
cedera serta menurunkan beratnya ST-elevasi. Ini dilakukan sampai dengan pasien stabil dengan level oksigen 2–3 liter/
menit.
Nitrogliserin (NTG): digunakan pada pasien yang tidak hipotensi, tujuan memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
menurunkan kebutuhan oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel; dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet (masih
menjadi pertanyaan).
Morphine: mengurangi kecemasan dan kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia; meningkatkan venous
capacitance; menurunkan tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah juga menurun, sehingga
preload dan after load menurun, beban miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg intravena sambil
memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan depresi pernapasan
Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut jika tidak ada kontraindikasi (ulkus gaster, asma
bronkial). Efeknya ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah pembentukan tromboksan-A2.
Kedua hal tersebut menyebabkan agregasi platelet dan konstriksi arterial.
Clopidogrel, Ticlopidine: derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan
menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP (adenosine diphosphate) pada reseptor platelet.,
sehingga menurunkan kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46% kematian vaskular dan nonfatal
infark miokard. Dapat dikombinasi dengan Aspirin untuk prevensi trombosis dan iskemia berulang pada pasien yang telah
mengalami implantasi stent koroner. Pada pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi dapat
dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari.
Clopidogrel secara bermakna lebih efektif untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada
aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).
Heparin: Obat ini sudah mulai ditinggalkan karena ada preparat-preparat baru yang lebih aman (tanpa efek samping
trombositopenia) dan lebih mudah pemantauannya. Heparin mempunyai efek menghambat tidak langsung pada
pembentukan trombin, namun dapat merangsang aktivasi platelet.
Warfarin: Antikoagulan peroral dapat diberikan dengan pemikiran bahwa pengobatan jangka panjang dapat memperoleh
efek antikoagulan secara dini. Tak ada perbedaan antara pemberian Warfarin plus Aspirin dengan Aspirin saja (CHAMP
Study, CARS Trial) sehingga tak dianjurkan pemberian kombinasi Warfarin dengan Asparin.
Glycoprotein IIb/IIIa Inhibitor (GPIIb/IIIa-I): obat ini perlu diberikan pada NSTEMI SKA dengan risiko tinggi, terutama
hubungannya dengan intervensi koroner perkutan (IKP).
Trombolitik: dengan trombolitik pada STEMI dan left bundle branch block (LBBB) baru, dapat menurunkan mortalitas
dalam waktu pendek sebesar 18%,

Pemeriksaan Diagnostik
ada 3 komponen yang harus ditemukan, yakni:
- Sakit dada
- Perubahan EKG, berupa gambaran STEMI/ NSTEMI dengan atau tanpa gelombang Q patologik
- Peningkatan enzim jantung (paling sedikit 1,5 kali nilai batas atas normal), terutama CKMB dan troponin-T /I, dimana
troponin lebih spesifik untuk nekrosis miokard. Nilai normal troponin ialah 0,1--0,2 ng/dl, dan dianggap positif bila >
0,2 ng/dl.

Asuhan Keperawatan
PENGAKAJIAN
1) Pengumpulan data
Data Umum
Umur : Telah dibuktikan adanya hubungan antara umur dan kematian akibat CAD. Sebagian besar kasus kematian
terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol pada laki-laki
dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada
perempuan sebelum menopause (45-50) lebih rendah dari pada laki-laki dengan umur yang sama. Setelah
menopasuse kadar kolesterol perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.
Jenis kelamin: Pada 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 17 perempuan. Ini berarti bahwa laki-laki mempunyai resiko 2-3 x
lebih besar dari perempuan.
Keluhan Utama
Keluhan uatama biasanya nyeri dada dapat menjalar, perasaan sulit bernapas.

Riwayat penyakit sekarang


Keluhan utama dengan melakukan serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada klien secara PQRST adalah:
1) provoking incident
nyeri setelah beraktivitas dan kadang tidak berkurang dengan istirahat
2) quality of pain
seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien, sifat keluhan nyeri seperti tertekan
3) regio, rediation, relief
lokasi nyeri di daerah subternal atau di atas perikardium. Penyebaran dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri serta
ketidakmampuan bahu dan tangan
4) severng (scale) of pain
klien bisa ditanya dengan menggunakan rentang 0-5 dan klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri yang di rasakan.
Biasanya pada saat angina skala nyeri berkisar antara 4-5 skala (0-5)
5) time
sifat mula timbulnya onset, gejala timbul mendadak. Lama timbulnya (durasi) nyeri dada dikeluhkan lebih dari 15 menit.
Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan hiperlipidemia. Tanyakan mengenai obat-
obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu yang masih relevan. Tanyakan juga mengenai rekasi alergi obat
dan reaksi apa yang timbul.
Riwayat keluarga
Riwayat di dalam keluarga ada dalam menderita penyakit jantung, diabetes, stroke, hipertensi, perokok.
Riwayat pekerja dan kebiasaan
Tanyakan situasi tempat kerja dan lingkungannya. Kebiasaan sosial dan kebiasaan pola hidup misalnya minum alkohol atau
oabat tertentu.

2) Pemeriksaan fisik
a. Muskuloskeletal
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin didapatkan tachycardia dan dispnea pada saat beristirahat
atau pada saat beraktivitas)
b. Respirasi
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat merokok dengan pernafasan kronis. Pada pemeriksaan
mungkin didapatkan peningkatan respirasi, pucat atau sianosis, suara nafas cracles atau wheezing atau juga vesikuler.
Sputum jernih atau juga merah muda/pink tinged.
c. Kardiovaskuler
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beraktivitas atau dengan nitrogliserin. Lokasi nyeri dada
bagian depan subternal yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah. Karakteristik nyeri dapat
dikatakan sebagai rasa nyeri yang sangat pernah di alami sebagai akibat nyeri tersebut mungkin didapatkan wajah
yang menyeringai, perubahan postur tubuh menangis, penurunan kontak mata, perubahan irama jantung, EKG, TD,
respirasi dan warna kulit serta tingkat kesadaran. TD : normal/meningkat, N: normal atau terlambat capilary time,
distrimia. Suara jantung/ ventrikel kehilangan kontrakstilitasnya, murmur jika ada merupakan akibat dari
insufisiensi katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi. Heart rate mungkin meningkat atau mengalami
penurunan (tachy atau bradi cardia). Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal. Edema : jugular vena
distension, edema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal jantung Dispnea atau nyeri dada atau dada
berdebar-debar pada saat melakukan aktivitas
d. Integumen
warna kulit mungkin pucat naik di bibir dan di kuku
e. Pencernaan
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal, Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat
banyak muntah dan perubahan berat badan
f. Neurobehavior
Nyeri kepala yang hebat. Changes mentation.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Nyeri akut b.d iskemik miokard
b) Intoleransi aktifitas b.d berkurangnya curah jantung, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
c) Gangguan rasa nyaman nyeri dengan iskemia jaringan jantung atau sumbatan pada arteri koronaria
d) Resiko terjadinya penurunan curah jantung b.d perubahan dalam rate, irama, konduksi jantung, menurunnya
preload, miocardial infark, pucat, lemas.
e) Resiko terjadinya penurunan perfusi jaringan b.d penurunan TD, hipovolemia
f) Ansietas b.d rasa takut akan ancaman kematian yang tiba-tiba.

PERENCANAAN KEPERAWATAN
No Diagnosa Perencanaan
keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1. Gangguan rasa Setelah diberikan a. monitor dan kaji a.variasi penampilan dan
nyaman nyeri b.d perawatan di harapkan karakteristik nyeri dan perilaku klien karena nyeri
iskemia jantung rasa nyeri klien lokasi nyeri terjadi sebagai temuan
atau ada berkurang dengan b. atur posisi klien yang pengkajian
sumbatan pada kriteria: nyaman b. posisi yang nyaman dan
arteri koronaria - klien tidak mengeluh c. ciptakan lingkungan fisiologis akan meningkatkan
nyeri, yang tenang asupan o2 ke jaringan yang
- TTV dalam batas d. ajarkan teknik distraksi mengalami iskemi
normal (TD:120/80 pada saat nyeri c. lingkungan yang tenang
mmhg, N: 60-80x/mnt, e. kolaborasi dalam akan menurunkan stimulasi
S: 36-37°c, RR: 12- pemberian terapi nyeri eksternal.
20x/mnt) farmakolofis antiangina d. distraksi (pengahlihan
- wajah rilexs ( nitrogliserin) perhatian) dapat menurunkan
Tidak terjadi f. observsi keluhan nyeri,
stikulus internal dengan
penurunan perfusi skala nyeri , ttv
mekanisme peningkatan
perifer produksi endorfin dan
Urine 0,5-1 enkefalin yang dapat memblok
cc/kgbb/jam reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri,
sehingga menurunkan
persepsi nyeri
e. nitrat berguna untuk
mengontrol nyeri dengan efek
vasodilator koroner
f. untuk mengetahui
keberhasilan dan tindakan &
menentukan intervensi
selanjutnya
2. Aktual/resiko Setelah diberikan a. jelaskan penyebab sesak a. untuk meningkatkan
pola nafas tidak perawatan di harapkan pada klien dan keluarga pengetahuan pasien dan klien
efektif b.d tidak terjadi perubahan b. kaji adanya edema dan dapat kooperatif dalam
pengembangan pola napas dengan auskultasi bunyi nafas mengikuti tindakan
paru tidak kriteria : c. ukur intake dan output keperawatan
d. berikan oksigen b. indikasi edema paru
maksimal, - klien tidak sesak
tambahan dengan kanul sekunder akibat
kelebihan cairan nafas, RR dalam batas
nasal atau masker sesuai dekompensasi jantung dan
di paru sekunder normal (12-20x/mnt),
dengan indikasi dicurigai gagal
dan edema paru respon batuk
e. kolaborasi dalam
aktif berkurang kongesti/kelebihan volume
pemberian untuk diuretik:
cairan
furosemide, spinolakton, c. penurunan curah jantung
hidronolakton mengakibatkan gangguan
f. pantau RR, keluhan sesak
perfuai ginjal, retensi
dan data laboratorium
natrium/air, dan penurunan
elektrolit kalium
keluaran urine
d. meningkatkan jumlah
oksigen yang ada untuk
pemakaian miokardium
sekaligus mengurangi
ketidaknyamanan karena
iskemia
e. diuretik bertujuan untuk
menurunkan volume plasma
dan menurunkan retensi
cairan di jaringan, sehingga
menurunkan resiko terjadinya
edema paru
f. hipokalemia dan membatasi
keefektifan terapi
3. Aktual/resiko Setelah diberikan a. auskultasi TD, dan nasi a. hipotensi dpat terjadi pada
tinggi perawatan di harapkan b. dengarkan bunyi s3/s4 disfungsi ventrikel, hipertensi
penurunkan tidak terjadi penurunan c. kolaborasi dalam juga fenomena umum yang
curah jantung b.d curah jantung dengan pemberian heparin berhubungan dengan nyeri
d. observasi frekuenasi
perubahan kriteria: cemas pengeluaran
- TD dalam batas jantung, irama, hail lab
frekuensi, irama katekolamin
normal (120/80 enzim jantung, GDA dan b. s3 berhubungan dengan
dan konsuksi
mmhg), elektrolit adanya gagal jantung kongestif
elektrikal
- curah jantung kembali atau gagal mitral yang disertai
meningkat infark berat
- intake dan output s4 berhubungan dengan
sesuai iskemia, kekakuan ventrikel
- tidak menunjukan atau hipertensi pulmonal
tanda-tanda distritmia. c. jalur yang penting untuk
peemberian obat darurat
d. untuk melihat keberhasilan
dari tindakan dan untuk
menentukan intervensi
selanjutnya

Sumber :
Juzar D dan Irmalita, (2012). Sindrom koroner akut. Dalam: (Lily I Rilantono) Penyakit Kardiovaskular (PKV) edisi 5 . Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp 138-160.
PERKI. (2015). Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular. edisi pert., Jakarta: Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular. Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. 1st ed. Indonesia. Centra
Communications; (2013)
Alwi I. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST. In: A.W Sudoyo, et al. 5th ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta,
(2009) : Interna Publising, p. 1741- 1745.
Muttaqin, A. (2014) Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Sudoyo, Aru W. et al. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Ed V. PAPDI: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai