Anda di halaman 1dari 28

Makalah Kimia Bahan Alam Laut

“AplikasiSenyawa Bioaktif dari Spons Laut dalam Bidang Farmasi”

Disusun oleh kelompok IV:

Fitrilya H31116001
Alpian H31116023
Sri Wahyuni Ismail H31116019
Wandi Ashar H311 16017
Indriani H31116311

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I
1.1 Latar Belakang
BAB II
2.1 Spons laut
2.2 Senyawa bioaktif
2.2.1 Senyawa anti mikroba
2.2.2 Senywa aktif secara biologi
2.2.3 Senyawa aktif secara farmasi
2.2.4 Senyawa sitotoksi dan antitumor
2.3 Pengembangan spons sebagai senyawa bioaktif
BAB III
3.1 Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai Negara kepulauan yang besar di dunia yang memiliki wilayah laut
sangat luas, dua pertiganya merupakan wilayah laut, Indonesia memiliki
sumberdaya alam hayati laut yang besar. Salah satu sumber daya alam tersebut
adalah ekosistem terumbu karang. Ekosistem terumbu karang merupakan bagian
dari ekosistem laut yang menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota
laut. Di dalam ekosistem terumbu karang bisa hidup lebih dari 300 jenis karang,
lebih dari 200 jenis ikan dan berpuluh-puluh jenis moluska, krustasea, sponge,
algae, lamun dan biota lainnya. Spons merupakan salah satu komponen biota
penyusun terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak
dimanfaatkan. Hewan laut ini mengandung senyawa aktif yang persentase
keaktifannya lebih besar dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang dihasilkan
oleh tumbuhan darat(1). Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons
laut sampai Mei 1998 menurut Soest dan Braekman(2) adalah 3500 jenis senyawa,
yang diambil dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae.
Senyawa tersebut kebanyakan diambil dari Kelas Demospongiae terutama dari
ordo Dictyoceratida dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis),
Haplosclerida (665 senyawa dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa dari 100
jenis), sedangkan ordo Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan Poecilosclerida,
senyawa yang didapatkan adalah sedang dan kelas Calcarea ditemukan sangat
sedikit.
Senyawa pada spons banyak dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan
(3)
harganya sangat mahal dalam katalog hasil laboratorium . Ekstrak metabolit
dari spons mengandung senyawa bioaktif yang diketahui mempunyai sifat
aktifitas seperti: sitotoksik dan antitumor(4), antivirus(5), anti HIV dan
antiinflamasi, antifungi (6), penghambat aktivitas enzim (2) .
Pemanfaatan spons laut sekarang ini cenderung semakin meningkat,
terutama untuk mencari senyawa bioaktif baru dan memproduksi senyawa
bioaktif tertentu. Pengumpulan spesimen untuk pemanfaatan tersebut, pada
umumnya diambil secara langsung dari alam dan belum ada dari hasil budidaya.
Cara seperti ini, jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan dapat
mengakibatkan penurunan populasi secara signifikan karena terjadi tangkap lebih
(overfishing), terutama pada jenis-jenis tertentu yang senyawa bioaktifnya sudah
diketahui aktifitas farmakologiknya dan sulit dibuat sintesisnya. Oleh karena itu,
untuk mendapatkan pemanfaatan yang berkesinambungan, kelestarian sumber
daya ini perlu dijaga dan dipertahankan. Hal-hal yang dapat merusak dan
mengancam kelestariannya harus dicegah dan dikendalikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Spons Laut

Spons adalah hewan yang termasuk Filum Porifera. Filum Porifera terdiri
(7, 8, 9)
dari tiga kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida ,
sedangkan menurut Warren(10) dan Ruppert dan Barnes(11), filum Porifera terdiri
dari empat kelas, yaitu: Calcarea, Demospongiae, Hexactinellida, dan
Sclerospongia. Dan menurut, Hooper and Soest(12) klasifikasi spons ini adalah
sebagai berikut: Kerajaan Animalia, Divisi Porifera, Kelas Demospongiae, Anak
Kelas Ceractinomorpha, Bangsa Halicon-drida, Suku Axenellida, Marga Stylissa
dengan nama Jenis Stylisa flabelliformis Spons Stylissa flabelliformis berwarna
merah dengan bentuk tipis dan lunak, permukaan berpori dengan tonjolan tak
beraturan pada seluruh tubuh, bagian dalam tubuh berwarna putih kekuningan.
Spons termasuk organisme multiseluler dan merupakan invertebrata laut
dengan tingkat paling rendah.Sebagian besar spons hidup di laut (80%),
sedangkan sisanya hidup di air tawar. Spons dapat ditemukan di semua daerah
kawasan laut dari katulistiwa sampai kutub, di laut dangkal maupun dalam (13)
Kelas Calcarea adalah kelas spons yang semuanya hidup di laut.Spons ini
mempunyai struktur sederhana dibandingkan yang lainnya.Spikulanya terdiri dari
kalsium karbonat dalam bentuk calcite.Kelas Demospongiae adalah kelompok
spons yang terdominan di antara Porifera masa kini.Mereka tersebar luas di alam,
serta jumlah jenis maupun organismenya sangat banyak.Mereka sering berbentuk
masif dan berwarna cerah dengan sistem saluran yang rumit, dihubungkan dengan
kamar-kamar bercambuk kecil yang bundar.Spikulanya ada yang terdiri dari
silikat dan ada beberapa (Dictyoceratida, Dendroceratida dan Verongida)
spikulanya hanya terdiri serat spongin, serat kollagen atau spikulanya tidak
ada.Kelas Hexactinellida merupakan spons gelas.Mereka kebanyakan hidup di
laut dalam dan tersebar luas.Spikulanya terdiri dari silikat dan tidak mengandung
spongin (10, 11, 14, 7, 9).
Kelas Sclerospongia merupakan spons yang kebanyakan hidup pada
perairan dalam di terumbu karang atau pada gua-gua, celah-celah batuan
bawah laut atau terowongan diterumbu karang.Semua jenis ini adalah bertipe
leuconoid yang kompleks yang mempunyai spikula silikat dan serat
spongin.Elemen-elemen ini dikelilingi oleh jaringan hidup yang terdapat pada
rangka basal kalsium karbonat yang kokoh atau pada rongga yang ditutupi
oleh kalsium karbonat (10. 15, 11).

Morfologi luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, kimiawi,
dan biologis lingkungannya.Spesimen yang berada di lingkungan terbuka dan
berombak besar cenderung pendek pertumbuhannya atau juga merambat.
Sebaliknya spesimen dari jenis yang sama pada lingkungan yang terlindung atau
pada perairan yang lebih dalam dan berarus tenang, pertumbuhannya cenderung
tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam spons cenderung memiliki
tubuh yang lebih simetris dan lebih besar sebagai akibat dari kondisi lingkungan
yang lebih stabil jika dibandingkan dengan jenis yang sama yang hidup pada
perairan yang dangkal(16, 7). Spons merupakan hewan multiseluler sederhana dan
memiliki bentuk yang bervariasi Bentuknya dipengaruhi oleh lingkungan kimia
dan lingkungan fisik seperti kedalaman, arus, ombak dan sedimentasi(17). contoh
sederhana penampang melintang dari suatu spons berdasarkan kategori saluran
serta susunan tubuh yaitu asconoid,syconoid, dan leuconoid.

Gambar 2.2 Penampang melintang tubuh spons berdasarkan susunan tubuhnya


(18)
Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis,
atau masif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiri dari
segumpal jaringan yang tak tentu bentuknya, menempel dan membuat kerak
pada batu, cangkang, tonggak, atau tumbuh-tumbuhan(18)

Gambar 2.1 Dinding Sel Spons (18)


Kelompok spons lain mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat
pada dasar perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk-bentuk yang dimiliki
spons dapat beragam.Beberapa jenis bercabang seperti pohon, lainnya
berbentuk seperti sarung tinju, seperti cawan atau seperti kubah. Ukuran spons
juga beragam, mulai dari jenis berukuran sebesar kepala jarum pentul, sampai
ke jenis yang ukuran garis tengahnya 0.9 m dan tebalnya 30.5 cm. Jenis-jenis
spons tertentu Nampak berbulu getar karena spikulanya menyembul keluar
dari badannya.

2.2 Senyawa bioaktif


Banyak jurnal yang membahas mengenai senyawa bioaktif.Baik dari segi
penelitian ataupun pemanfaatannya dalam bidang indusrti dan lain-lain.Dalam
(47)
berbagai jurnal membahas terkait defenisi senyawa bioaktif secara luas .
Namun dalam jurnal yang ditulis oleh Basyrowi Arbi, Widodo Farid Ma’ruf dan
Romadhon mendefenisikan sencara umum bahwa Senyawa bioaktif adalah
senyawa esensial dan non esensial (misalnya vitamin atau polifenol) yang
terdapat di alam, menjadi bagian dari rantai makanan dan memiliki pengaruh
terhadap kesehatan tubuh manusia. Dihasilkan oleh organisme melalui jalur
biosintetik metabolit sekunder(41).
Senyawa bioaktif merupakan senyawa yang terkandung dalam tubuh
hewan maupun tumbuhan. Senyawa ini memiliki berbagai manfaat bagi
kehidupan manusia, diantaranya dapat dijadikan sebagai sumber antioksidan,
antibakteri, antiinflamasi, dan antikanker(45). Prabowo et al. (2014) menyatakan
bahwa pada berbagai penelitian tentang senyawa bioaktif telah dilakukan untuk
tujuan kesehatan manusia, mulai dari dijadikan suplemen sampai obat bagi
manusia. Pernyataan lain bahwa senyawa bioaktif ini ada yang dapat berfungsi
sebagai antibakteri, antikanker, antiinflamasi dan antioksidan(49) . Antioksidan
adalah zat yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah terjadinya proses
oksidasi. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan dan berperan penting
untuk mempertahankan mutu produk pangan. Manfaat antioksidan bagi kesehatan
dan kecantikan, misalnya untuk mencegah penyakit kanker dan tumor,
penyempitan pembuluh darah, penuaan dini, dan lain-lain. Antioksidan dalam
produk pangan, dapat digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi yang
dapat menyebabkan kerusakan, misalnya ketengikan perubahan warna dan aroma,
serta kerusakan fisik lainnya(46).
Menurut pendapat lain bahwa Antioksidan adalah senyawa kimia yang
dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga
reaksi radikal bebas dapat terhambat. Antioksidan juga dapat diartikan sebagai
bahan atau senyawa yang dapat menghambat atau mencegah terjadinya oksidasi
pada substrat atau bahan yang dapat teroksidasi, walaupun memiliki jumlah yang
sedikit dalam makanan atau tubuh jika dibandingkan dengan substrat yang akan
teroksidasi(52).
Berkaitan dengan reaksinya di dalam tubuh, status antioksidan merupakan
parameter penting untuk memantau kesehatan seseorang. Tubuh manusia
memiliki sistem antioksidan untuk menangkal reaktivitas radikal bebas, yang
secara berlanjut dibentuk sendiri oleh tubuh. Jika jumlah senyawa oksigen reaktif
ini melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh, kelebihannya akan menyerang
komponen lipid, protein, maupun DNA sehingga mengakibatkan kerusakan-
kerusakan yang disebut dengan stres oksidatif (52, 53, 54).
Senyawa antioksidan dapat berupa senyawa alami maupun senyawa
sintetik, pada saat ini senyawa antioksidan sintetis sudah mulai ditinggalkan
karena memiliki sifat karsinogenik dan antioksidan yang berasal dari alam mulai
memegang peranan penting. Senyawa bioaktif yang bersifat antioksidan alam
banyak ditemukan di dalam kulit buah (48).
Penggunaan antioksidan sintetis yang dapat membahayakan kesehatan
tubuh manusia tersebut mendorong penelitian untuk mencari senyawa alami baru
sebagai antioksidan alami yang lebih aman bagi kesehatan manusia(47). Salah
satunya dengan memanfaatkan produk alam dari mikroalga yang diduga
mengandung senyawa bioaktif sebagai antioksidan alami. Spirulina yang biasa
digunakan pada berbagai penelitian adalah spirulina serbuk sehingga didapatkan
permasalahan Spirulina platensis segar berpotensi sebagai sumber antioksidan
alami dan perbedaan tingkat kepolaran pelarut dengan menggunakan metode
ekstraksi refluks dibantu sonikasi berpengaruh pada aktivitas antioksidannya (51).
Perbedaan tingkat kepolaran dari pelarut yang digunakan diduga akan
menghasilkan ekstrak dengan senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai
antioksidan alami yang berbeda juga. Sonikasi tersebut bertujuan agar senyawa
bioaktif dapat tertarik secara maksimal oleh pelarut(50).
Diantara berbagai biota laut, sponge merupakan sumber bahan bioktif
yang paling kaya(19). Misalnya, spons mengandung senyawa anti virus (20, 21, 22)
,
antibakteri (23, 24), anti jamur (25), dan anti kanker(26). Rumput laut merupakan salah
satu komoditas unggulan yang tersebar hampir di seluruh perairan Indonesia.
Rumput laut mengandung senyawa bioaktif yang dapat berfungsi sebagai
pertahanan dari radiasi sinar ultra violet(56,57). Rumput laut merupakan kelompok
tumbuhan berklorofil yang memproduksi metabolit. Senyawa metabolit yang
dihasilkan menunjukkan aktivitas antimikroba, yaitu antijamur dan antibakteri(58).
Rumput laut memproduksi metabolit untuk melindungi dirinya terhadap
perubahan lingkungan disekitarnya. Senyawa metabolit yang dihasilkann
menunjukkan aktivitas antiviral, antiprotozoal, antijamur, dan antibakteri..
Senyawa bioaktif ini (polisakarida, asam lemak, pigmen, lektin,
terpenoid,alkaloid dan senyawa halogen) diisolasi dari alga coklat, hijau dan
merah yang menunjukkan aktivitas antimikroba yang poten. mengenai senyawa
bioaktif rumput laut yang memiliki aktivitas antivirus, antijamur, antibakteri dan
Antiprotozoal(59,60). Senyawa bioaktif rumput laut dalam produk makanan,
kosmetik, kosmesetuikal, nutrseutikal, industry biomedisin rumput
laut/makroalga digunakan sebagai sumber senyawa bioaktifnya. Banyak senyawa
yang efektif sebagai antiparasit, antivirus dan antibakteri. Pengaruh faktor alam
seperti kondisi lingkungan (cahaya, suhu, kelembaban, usia, fase reproduksi) dari
rumput laut, dan lokasi geografi berpengaruh terahadap senyawa bioaktifnya(60).

Pembentukan senyawa bioaktif pada spons sangat ditentukan oleh


prekursor berupa enzim, nutrien serta hasil simbiosis dengan biota lain yang
mengandung senyawa bioaktif seperti bakteri, kapang dan beberapa jenis
dinoflagellata yang dapat memacu pembentukan senyawa bioaktif pada hewan
tersebut(27)Senyawa terpenoid dan turunannya pada berbagai jenis invertebrata
termasuk spons atau beberapa spesies dinoflagellata dan zooxanthelae yang
memiliki senyawa –senyawa yang belum diketahui, yang kemudian diubah
melalui biosintesis serta fotosintesis menghasilkan senyawa bioaktif yang spesifik
pada hewan tersebut(28).
Tabel 1 Senyawa bioaktif yang dihasilkan spons laut (2)

Senyawa Kelompok Spons


Peroxy-polyketides Homosclerophorida (9)
Steroid amines Plakina- Corticium (2)
Saponines Astrophorida (8)
Triterpenes Stelletta (4)
Penaresidins Penares (2)
Sulfated sterol Pachastrellidae (2)
Aaptamines Subberetidae (3)
4,8,12- trimethyl tridecanoid acid Spirastrellidae/ Clionidae (2)
Clionamides Cliona (2)
Peroxy-sesterterpenoids Latrunculiidae (4)
Pyrrologuinoline alkaloids Latrunculiidae (5)
Axinellidae-Agelasidae-
Pyrrole-2-carboxylic derivates
Ceratoporellidae (26)
Axinellidae-Bubaridae-
Halichondridae
Isocyanoterpene
(32)
Sulfated sterol Halichondriidae (9)
Cyclic diterpenes Desmoxydae (3)
Linear diterpenes Myrmekioderma (2)
Sesquiterpenes phenols Didiscus (2)
Topsentins Spongosorities (4)
Di-dan sesquiterpenes Agelas (6)
3- alkylpiperidine derivates Haplosclerida (12)
Polyhidroxylated acetylines Petrosia (7)

(29)
Rachmat menyatakan temuan senyawa baru dari spons laut Indonesia
telah dipublikasikan dalam jurnal dalam negeri dan jurnal
internasionalTetrahedron Letters dan jurnal Natural Product. Beberapa diantara
metabolit sekunder yang berhasil diisolasi, diidentifikasi, dan diuji
bioaktivitasnya secara ringkas diuraikan dibawah ini:

Aaptamin dan Demethylaaptamin diisolasi dari spons A. aaptos yang


dikumpulkan di perairan Barranglompo, Kepulauan Spermonde Sulawesi
Selatan.Aaptamin dan Demethylaaptamin merupakan senyawa alkaloid dan
menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Bacillus subtilis. Pengembangan senyawa bioaktif Aaaptamin dari A. aaptos
cukup prospektif karena spons A. aaptos merupakan spesies spons yang ada di
hampir seluruh perairan Indonesia dan telah berhasil dibudidayakan(29). Beberapa
senyawa bioaktif yang diisolasi dari spons Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4
dibawah ini.
Tabel 2 Senyawa bioaktif yang diisolasi dari spons Indonesia

Lead Compound Aktivitas Biota Asal

Aaptamine Sitotoksik Aaptos aaptos

Barangamide Sitotoksik Theonella swinhoei

Bitungolide A-F Sitotoksik Theonella swinhoei

Brianthein A Sitotoksik Brianthein exvacatum

Demethyl aaptamin Antibakteri

Sitotoksik Aaptos aaptos

Isomisakinolide Sitotoksik Theonella swinhoei

Jaspamide Sitotoksik Jaspis splendens

Lembehyne A MDR Haliclonia sp

Luteoresin Sitotoksik Chaelonaphysilla sp

Mcfarlandin Sitotoksik Chaelonaphysilla sp

Melophlin A dan B Sitotoksik Melophlus sarassinorum

Methyl scalardycin B Sitotoksik Carteriospongia foliascens

New

Mereosesquiterpenes Sitotoksik Aplidium longithorax

New scalarane

Sesterpenes Sitotoksik Phyllospongia sp

Sarasinoside A Sitotoksik Melophlus sarassinorum

Scalardycin Sitotoksik Carteriospongia foliascens


Swinholide A Sitotoksik Theonella swinhoei

Theonella peptolide Sitotoksik Theonella swinhoei

Xestoquinone Sitotoksik Xestospongia sp

Sumber: Rachmat (2008)

2.2.1 senyawa anti mikroba


Senyawa anti mikroba dalam berbagai sumber mengandung penjelasan
yang hampir mirip.Namun ditinjau secara umum bahwa Antimikorba adalah zat-
zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, zat tersebut memiliki khasiat
atau kemampuan untuk mematikan/menghambat pertumbuhan kuman sedangkan
toksisitas terhadap manusia relative kecil. Pernyataan tentang definisi antimikroba
merupakan suatu zat-zat kimia yang diperoleh/dibentuk dan dihasilkan oleh
mikroorganisme, zat tersebut mempunyai daya penghambat aktifitas
mikororganisme lain meskipun dalam jumlah sedikit(43).
- Sifat-Sifat Antimikroba
Beberapa sifat yang perlu dimiliki oleh zat antimikroba menurut para peneliti
dirangkum menjadi(43):
1. Menghambat atau membunuh mikroba patogen tanpa merusak
hospes/inang, yaitu antimikroba dapat mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan mikroba bahkan menghentikan pertumbuhan
bakteri/membunuh namun tidak berpengaruh/merusak pada hospes.
2. Bersifat bakterisida dan bukan bakteriostatik, yaitu antimikroba baiknya
bersifat bakterisida atau bersifat menghentikan laju
pertumbuhan/membunuh mikroba bukan bakteriostatik yang hanya
menghambat laju pertumbuhan mikroba(42).
3. Tidak menyebabkan resistensi pada kuman atau mikorba, yaitu
antimikroba tidak akan menimbulkan kekebalan kepada mikroba sehingga
antimikorba tidak dapat digunakan untuk menghentikan pertumbuhan
mikroba patogen lagi.
4. Berspektrum luas, yaitu antimikroba efektif digunakan untuk berbagai
spesies bakteri, baik bakteri kokus, basil, dan spiral.
5. Tidak menimbulkan alergenik atau menimbulkan efek samping bila
digunakan dalam jangka waktu lama, yaitu antimikroba yang digunakan
sebagai obat tidak menimbulkan efek samping kepada pemakai jika digunakan
dalam jangka waktu lama.
6. Zat antimikroba tetap aktif dalam plasma, cairan tubuh atau eskudat,
antimikroba yang berada dalam plasma atau cairan tubuh tetap bersifat aktif
dan tidak dalam keadaan berhenti tumbuh atau dormansi.
7. Zat antimikroba dapat larut dalam air dan stabil, antimikroba dapat larut
dan menyatu dalam air.
- Mekanisme Kerja Zat Antimikroba
Berdasarkan beberapa ahli menyebutkan bahwa mekanisme kerja zat antimikroba
mengganggu bagian-bagian yang peka di dalam sel, yaitu(43):
1. Antimikroba menghambat metabolisme sel
Untuk bertahan hidup dan melangsungkan kehidupan, mikroba
membutuhkan asam folat.Mikroba patogen tidak mendapatkan asam folat
dari luar tubuh, sehingga mikroba perlu mensintesis asam folat sendiri. Zat
antimikroba akan mengganggu proses pembentukkan asam folat, sehingga
menghasilkan asam folat yang nonfungsional dan metabolisme dalam sel
mikroba akan terganggu
2. Antimikroba menghambat sintesis protein
Suatu sel dapat hidup apabila molekul-molekul protein dan asam nukleat
dalam sel dalam keadaan alamiahnya.Terjadinya denaturasi protein dan
asam nukleat dapat merusak sel tanpa dapat diperbaiki kembali. Suhu
tinggi dan konsentrasi pekat dari beberapa zat kimia dapat mengakibatkan
koagulasi ireversibel komponen sel yang mendukung kehidupan suatu
3. Antimikroba menghambat sintesis dinding sel
Bakteri dikelilingi oleh struktur kaku seperti dinding sel yang berfungsi
untuk melindungi membrane protoplasma yang ada dalam sel. Senyawa
antimikroba mampu merusak dan mnecegah proses sintesis dinding sel,
sehingga akan menyebabkan terbentuknya sel yang peka terhadap tekanan
osmotik
Senyawa antibakteri telah diisolasi dari spons laut jenis: Discodermia kiiensis,
Cliona celata, Lanthella basta, Lanthella ardis, Psammaplysila purpurea, Agelas
sceptrum, Phakelia .flabellata. Senyawa antijamur telah diisolasi dari spons laut
jenis: Jaspis sp, Jaspis johnstoni, dan Geodia sp. Senyawa anti tumor dan anti
kanker telah diisolasi dari spons laut jenis: Aplysina fistularis, A. aerophoba(44).

2.2.2 senyawa aktif secara biologi


Indonesia merupakan pusat keragaman terumbu karang dunia termasuk
didalamnya spons laut. Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun
terumbu karang yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak
dimanfaatkan. Senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh spons laut adalah sebagai
antibakteri, antijamur, antitumor, antivirus, antifouling dan menghambat aktivitas
enzim. Kemajuan yang dicapai didalam hal kemampuan sarana analisis kimia dan
teknik produksi bahan alam telah memungkinkan pelaksanaan analisis kimia
kandungan bioaktif, uji manfaat, keamanaan serta uji mutu untuk standarisasi
bahan dan juga pengembangan industri bahan dari sekala laboratorium ke sekala
industri(70).
Spons merupakan salah satu komponen biota penyusun terumbu karang
yang mempunyai potensi bioaktif yang belum banyak dimanfaatkan. Hewan laut
ini mengandung senyawa aktif yang persentase keaktifannya lebih besar
dibandingkan dengan senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan darat(64).
Jumlah struktur senyawa yang telah didapatkan dari spons laut sampai Mei 1998
menurut Soest dan Braekman (1999) adalah 3500 jenis senyawa, yang diambil
dari 475 jenis dari dua kelas, yaitu Calcarea dan Demospongiae. Senyawa tersebut
kebanyakan diambil dari Kelas Demospongiae terutama dari ordo Dictyoceratida
dan Dendroceratida (1250 senyawa dari 145 jenis), Haplosclerida (665 senyawa
dari 85 jenis), Halichondrida (650 senyawa dari 100 jenis), sedangkan ordo
Astroporida, Lithistida, Hadromerida dan Poecilosclerida, senyawa yang
didapatkan adalah sedang dan kelas Calcarea ditemukan sangat sedikit.
Beberapa tahun terakhir ini peneliti kimia memperlihatkan perhatian pada
spons, karena keberadaan senyawa bahan alam yang dikandungnya. Senyawa
bahan alam ini banyak dimanfaatkan dalam bidang biologi dan harganya sangat
mahal dalam katalog hasil laboratorium(64,65). Ekstrak metabolit dari spons
mengandung senyawa bioaktif yang diketahui mempunyai sifat aktifitas seperti:
sitotoksik dan antitumor(63) , antivirus (Munro et, al., 1989), anti HIV dan
antiinflamasi, antifungi (Muliani et, al., 1998), antileukimia (Soediro, 1999),
penghambat aktivitas enzim (Soest dan Braekman, 1999). Selain sebagai sumber
senyawa bahan alam, spons juga memiliki manfaat yang lain, seperti(70):
1) digunakan sebagai indikator biologi untuk pemantauan pencemaran laut
2) indikator dalam interaksi komunitas (Bergquist, 1978) dan
3) sebagai hewan penting untuk akuarium laut(67)
Pemanfaatan spons laut sekarang ini cenderung semakin meningkat,
terutama untuk mencari senyawa bioaktif baru dan memproduksi senyawa
bioaktif tertentu. Pengumpulan spesimen untuk pemanfaatan tersebut, pada
umumnya diambil secara langsung dari alam dan belum ada dari hasil
budidaya(68,69). Cara seperti ini, jika dilakukan secara terus menerus diperkirakan
dapat mengakibatkan penurunan populasi secara signifikan karena terjadi tangkap
lebih (overfishing), terutama pada jenis-jenis tertentu yang senyawa bioaktifnya
sudah diketahui aktifitas farmakologiknya dan sulit dibuat sintesisnya. Oleh
karena itu, untuk mendapatkan pemanfaatan yang berkesinambungan, kelestarian
sumber daya ini perlu dijaga dan dipertahankan. Hal-hal yang dapat merusak dan
mengancam kelestariannya harus dicegah dan dikendalikan(70). Spons
menghasilkan berbagai metabolit sekunder, dngan kandungan alkaloid paling
banyak. Selain mengandung unsur alkaloid, spons juga mengandung senyawa
biosintesis lain seperti terpenoid, glikosida, fenol, feniasin, poliketida, asam
lemak, analog amino, nukleosida, porfirin, peroksida alifatik siklik, an sterol
(30)
dengan struktur kimia yang kompleks.
Substan tersebut memiliki aktivitas biologi yang spesifik seperti
antibakteri, antivirus, antifungi, antimalarial, anti-inflamatory, hingga immune
dan neuro-suppressive(30, 31, 32, 33)

2.2.3 senyawa aktif secara farmasi

Dalam protokol, dikatakan bahwa komponen toksik menghasilkan


efekfarmakologis apabila konsentrasi micromolar rendah, yaitu nilai IC50 =10
µM atau 4–5 µg/mL(34)Sedangkan berdasarkan National CancerInstitute
guidelines, ekstrak dan fraksi memiliki nilai IC50 < 20 µg/mL masihdinyatakan
aktif. Nilai IC50 >50 µM dalam pengujian dianggap tidakmemiliki aktivitas
sitotoksik(35).

2.2.4 senyawa sitotoksik dan antitumor

Beberapa penelitian telahmelakukan uji sitotoksik terhadap sponkelas


calcareae. Uji sitotoksik merupakanuji toksisitas secara in vitro
menggunakankultur sel yang digunakan untuk (A549), sel adenokarsinoma paru
(PC-9),kanker colon (HT29), dan sel kanker mendeteksi adanya aktivitas
antineoplastic suatu senyawa. Parameter yang digunakan untuk uji sitotoksik yaitu
nilai IC50, dimana nilai ini menunjukkan konsentrasi yang menghasilkan
hambatan poliferasi sel sebesar 50% dan menunjukkan potensi ketoksikan suatu
senyawa terhadap sel(36)
Potensi sitotoksik yang dimiliki oleh Petrosia sp.diharapkan dapat
digunakan sebagai sumber senyawaantitumor atau antikanker baru, mengingat
kankermasih merupakan penyakit penyebab kematian utama di
dunia(37).Kebutuhan obat kanker semakin lama semakin meningkat karena
obatobatanyang dipakai selama ini disamping harganya mahal, selektivitasnya
rendah karena adanya mekanisme multidrug resistance (MDR) yang
mengakibatkan berkurangnya efikasi obat kemoterapi (38)

2.3 Pengembangan Senyawa Bioaktif Spons


Penelitian di bidang bahan alami laut telah berkembang pada sekitar tiga
puluh tahun terakhir ini. Dari sekedar isolasi dan karakterisasi metabolit sekunder
sampai kepada isolasi senyawa-senyawa yang mempunyai aktivitas atau
farmakologi seringkali diikuti oleh uji toksisitas untuk menentukan keamanan
penggunaan senyawa-senyawa tersebut untuk obat. Laporan
Faulkner(28)menyatakan bahwa sampai tahun 1996, kimia produk alam laut telah
sangat berkembang dan telah sampai kepada sintesis senyawa-senyawa aktif yang
secara mendalam telah diteliti sifat biologinya, termasuk aktivitas atau efek
farmakologinya, dan sifat ekologinya. Laporan itu telah menyatakan tentang
produk alam laut baru yang mempunyai sifat biologi dan farmasetika yang
menarik. Sampai tahun 1996, penelitian terhadap spons masih tetap mendominasi
laporan produk alam laut. Metabolit spons yang diteliti umumnya karena sifat
biomediknya, tetapi juga fungsi ekologinya. Mengingat bahwa banyak senyawa
antibiotika dihasilkan dari mikroba daratan, maka tidak mustahil mikroorganisme
laut juga merupakan sumber senyawa antibiotika disampingaktivitas biologi lain.
Hal ini memerlukan penelitian interdisiplin lebih lanjutdengan peran utama
peneliti para ahli mikrobiolog.
Di bidang farmakologi, penelitian produk alami laut pada 30 tahun telah
berkembang ke arah penemuan senyawa-senyawa sitotoksik, antitumor,
antikanker, antibiotika, antivirus, antiparasitosis dan penyakit-penyakit akibat
gangguan fisik dan gangguan fungsi organ. Dari hasil-hasil pemanfaatan pada satu
tahun terakhir (1986 -1987) dari kurun waktu 10 tahun (1977-1987) dapat
dikemukan bahwa penelitian terhadap spons cenderung naik. Penelitian organisme
laut di bidang biomedik sampai sekarang masih tetap didominasi oleh spons(28).
Senyawa antibakteri telah diisolasi dari spons laut jenis:
Discodermiakiiensis, Cliona celata, Lanthella basta, Lanthella ardis,
Psammaplysila purpurea,Agelas sceptrum, Phakelia flabellata. Senyawa
antijamur telah diisolasi dari spons laut jenis: Jaspis sp, Jaspis johnstoni, dan
Geodia sp. Senyawa anti tumor dan anti kanker telah diisolasi dari spons laut
jenis: Aplysina fistularis, A.aerophoba. Senyawa antivirus telah diisolasi dari
spons laut jenis: Cryptotethya crypta, dan Ircinia variabilis. Senyawa sitotoksik
diisolasi dari spons laut jenis: Axinella cannabina, Epipolasis kuslumotoensis,
Spongia officinalis, Igernella notabilis, Tedania ignis, Axinella verrucosa, dan
Ircinia sp. Senyawa antienzimtertentu telah diisolasi dari spons laut jenis:
Psammaplysilla purea(39).
Kimura et al.(40) mengisolasi senyawa 1-Methyherbipoline dariHalisulfate-
1 dan Suvanin sebagai inhibitor protease serin dari sponge jenisCoscinoderma
mathewsi. Komponen bioaktif alami yang merupakan peptida.makrosiklik
berhasil diisolasi dari spons jenis Theonella swinhoei yang berasaldari perairan
Jepang. Komponen ini dikenal dengan nama Cyclotheonamida Adan B yang
menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap serin proteaseseperti thrombin dan
mempunyai dua bentuk utama yaitu cyclothonamida A(C36H45N9O81) serta
cyclotheonamida B (C34H47N9O) yang mengandungvinylogous tyrosine dan
alpa-ketoarginin residu yang merupakan jenis asam amino yang belum diketahui
secara pasti di alamsaling berikatan secara bergantian. Barangamide A telah diuji
aktivitasnyaterhadap sel leukemia limposit dan menunjukkan aktivitas sitotoksik
yangditunjukkan dengan IC 1.3 -2.4 µm/ml. Bitungolides A diisolasi dari spons
Theonella swinhoei yang dikumpulkan dari perairan Bitung. Bitungolide
merupakan novel substance berupa polyketides. Bitungolides menunjukkan
aktivitas sitotoksik IC5050 10 µg/ml(29).
Senyawa lain yaitu Lembehyne A diisolasi dari spons Haliclona sp
yangdiambil dari perairan Pulau Lembeh Sulawesi Utara. Dari hasil
identifikasiditunjukkan Lembehyne A sebagai senyawa polyacetylene.
Lembehyne Amerupakan novel substance serta menunjukkan aktivitas
neuritogenik terhadapsel kanker L1210 pada IC 10 µm/ml. Melophlins A dan B
diisolasi dari sponsMelophlus sarassinorum yang diambil dari perairan Kepulauan
Spermonde
Sulawesi Selatan.Identifikasi dengan spektrofotometer FTIR dan
NMR.Melophlins A dan B merupakan senyawa tetramic acid. Selain Melophlins
A dan B dalam Melophlins A menunjukkan aktivitas sitotoksik terhadap sel
kanker HL60 pada konsentrasi 0.2 dan 0.4 µm/ml dan efek efek reversing MDR
pada IC 505 µm/ml. Selain Barangamide dari spons Theonella swinhoei asal
Baranglompo telah diisolasi dan diidentifikasi Swinholide A. Swinholide A
merupakan senyawa peptida dan memiliki aktivitas citotoxic terhadap KB sel
dengan IC 0.05 µm/ml(29).
Sifat sitotoksik dari senyawa bioaktif “lead compound“ spons yang diuji
bervariasi dari IC50 0.2 µm/ml - IC 2.4 µm/ml untuk kriteria aktif sitotoksik. Ada
juga dengan IC5050 10 µm/ml yaitu Bitungolide dan Lembehyne. Pada umumnya
kandungan bioaktif dalam hewan invertebrata yang diperoleh jumlahnya relatif
sangat kecil yaitu hanya sekitar 10-6 %/bobot basah. Diperlukan biomassa dalam
jumlah besar merupakan salah satu hambatan dalam pengembangan atau
komersialisasi karena umumnya biomassa terdapat di alam senyawa aktif yang
tidak dapat dilanjutkan karena kekurangan biomassa. Di Indonesia belum
dilakukan budidaya spons secara komersial apalagi dalam kaitannya dengan
penggunaan untuk menghasilkan substansi bioaktif (29)

Use the "Insert Citation" button to add citations to this document.

Daftar Pustaka

(1) Muniarsih, T.; Rachmaniar R.; Isolasi Substansi Bioaktif Antimikroba dari
Spons Asal Pulau Pari Kepulauan Seribu. Prosidings SeminarBioteknologi
Kelautan Indonesia.; 1999.; Vol. 1.
(2) van Soest, R.; Braekman, J.-C. Chemosystematics of Porifera: A Review;
1999; Vol. 44.
(3) Pronzato, R.; Bavestrello, G.; Cerrano, C.; Magnino, G.; Manconi, R.;
Pantelis, J.; Sara, A.; Sidri, M.; Sponge Farming in the Mediterranian Sea:
New Perspectives. Memoir of the Queensland Museum; 2001; Vol. 44.
(4) Kobayashi, M.; Rachmaniar, R; Overview of Marine Natural Product
Chemistry: Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia; 2000;
Vol. 1.
(5) Munro, M.; Luibrand R.; Blunt, J.; The Search for Antivaral and Anticancer
Compounds from Marine Organisms; Bioorganic Marine Chemistry. 2001;
Vol. 1.
(6) Muliani; Suryati, E.; Tompo, A.; Parenrengi, A.; Rosmiati; Isolasi Bioaktif
Bunga Karang Sebagai Fungisida pad Benih Udang Windu Penaeusmonodon.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia; 2001; Vol. 4.
(7) Amir, I; Budiyanto; Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara Umum;
Oseana, 1996; Vol. 21.
(8) Rachmaniar, R.; Penelitian Produk Alam Laut Skreening Substansi Bioaktif.
Puslitbang Oseanologi; 1996.
(9) Romihmohtarto, K.; Juwana, S.; Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI; 1999.
(10) Warren, L.; Encyclopedia of Marine Invertebrates; Walls JG; 1982; Vol. 1.
(11) Ruppert E.; Barnes RD.; Invertebrates Zoology. Sixth Edition. Saunders
College Publishing;1991; Vol. 1.
(12) Hooper, J.N.A; van, Soest, R; Systema Porifera: A Guide to The
Classification of Sponges, Kluwer Academic/Plenum Publisher 2002, Vol. 1.
(13) Hooper, J.N.A.; Sponge Guide: Guide to Sponge Collection and
Identification; 1997.
(14) Brusca, RC, Brusca, GJ.; 1990. Invertebrates. Massachusetts: Inc.
Publishers.Sunderland.; 1990.
(15) Harrison FW.; De Vos L.; Microscopic Anatomy of Invertebrates; John
Wiley & Sons, Inc., Publication. 1991; Vol. 2.
(16) Bergquist PR.. Sponges. Hutchinson. 1978.
(17) Rachmat R. Penelitian Produk Alam Laut Skreening Substansi Bioaktif.
Puslitbang Oseanologi LIPI; 1994.
(18) Myers P.; Sponge (Porifera): Animal Diversity; 2001.
(19) Utomo M.T.S.; Adhita, S.P.; Formulasi pembuatan tablet hisap berbahan
dasar mikroalga Spirulina platensis sebagai sumber antioksidan alami. Jurnal
Sains MIPA 2009; Vol. 15.
(20) Kimura, J.; Ishizuka, E.; Nakao, Y.; Yoshida, W.Y.; Scheuer, PJ.; Borges,
K.; Isolation of 1- Methylherbipoline Salt of Halisulfate-1 and of Suvanine as
Serine Protease Inhibitors from Marine Spons Coscinoderma Mathewsi; JNat
Prod 1998; Vol.61.
(21) Prabowo, A.Y.; Estiasih. T.; Purwatiningrum. I.; Umbi gembili (Dioscorea
esculenta L.) sebagai bahan pangan mengandung senyawa bioaktif; Jurnal
Pangan dan Agroindustri; 2014; Vol. 2.
(22) Bintang I.A.K.; Sinurat A.P.; Purwadaria, T.; Penambahan ampas
mengkudu sebagai senyawa bioaktif terhadap performans ayam broiler; JITV
2007; Vol. 12.

(23) Tamat, S.R.; Wikanta, T.; Maulina, L.S.; Aktivitas antioksidan dan
toksisitas senyawa bioaktif dari ekstrak rumput laut hijau Ulva reticulata
Forsskal. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. 2007; Vol. 5.
(24) Winarsih; Antioksidan Alami dan Radikal Bebas; Kanisius; 2007.
(25) Prabowo, Aditya, Y.; Karakteristik Fisiko Kimia, Bioaktif, dan Organoleptik Mie
Berbasis Tepung Gembili (Dioscorea Esculenta L.). Skripsi. Universitas Brawijaya.
2013.

(26) Sumunar; Ratna, S.; Karakteristik Fisiko Kimia, Bioaktif, dan Organoleptik
Mie Berbasis Tepung Gadung (Dioscorea hispida Dennst); Skripsi.
Universitas Brawijaya. 2014.
(27) Lisdawati, V.; Broto; Aktivitas antioksidan dari berbagai fraksi ekstrak
daging buah dan kulit biji mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Artikel
Media Litbang Kesehatan 2006; Vol. 16.
(28) Fiya, F.; Extraction of Bioactive Compounds as Natural Antioxidants from
Fresh Spirulina platensis using Different Solvents, 2015; Vol. 18.
(29) Christina R, Hari K, Leenawaty L. 2008. Photodegradation and antioxidant
activity of chlorophyll a from spirulina (Spirulina sp.) powder. Indo Journal
Chemistry 8(2):236- 241.
(30) Belarbi, E. H.; Gomez, A. C.; Chisti, Y.; Camacho, F. G .; Grima, E.;
Producing drugs from marine sponges; Biotechnology Advances, 2003;
Vol. 21.
(31) Wipf, P.; Lim, S.; Total Synthesis of the Enantiomer of the Antiviral
Marine Natural Product Hennoxazole A, J. Am. Chem. Soc. 1995.
(32) Cutignano.; Dragmacidin F: A new antiviral bromoindole alkaloid from
the Mediterranean Halicortex sp., Tetrahedron. 2000. Vol. 56.
(33) Welington, K.D.; Cambie, R.C.; Rudledge, P.S.; Berquist, P.R.; Chemistry
of Sponges.19. Novel Metabolites from Hamigera tarangensis, J. Nat.
Prod.; 2000; Vol. 63.
(34) Cafieri, F.; Fattorusso, E.; Taglialatela-Scafati O.; Novel betaines from the
marine sponge Agelas dispar . Journal of Natural Products, 1998; Vol. 61.
(35) Pettit G.R.; Butler, M.S.; Bass, C.G.; Doubek, D.L.; Williams, M.D.;
Schmidt, J.M.; Pettit, R.K.; Hooper, J.N.A.; Tackett, L.P.; Filiatrault, M.J.
Antineoplastic Agents, 326. The Stereochemistry Of Bastadins 8, 10, And 12
From The Bismarck Archipelago Marine Sponge Ianthella Basta, Chemical
and Pharmaceutical Bulletin, 1994; Vol. 42.
(36) Sata, N. U., S. Matsunaga, N. Fusetani, R. V. M. van Soet. J. Nat. Prod.
1999. Vol. 62.
(37) Clark, D.P; Carrol, J.; Naylor, S.; Crews, P.; Antifungal
Cyclodepsipeptide, Cyclolitisthid A, from the sponge Theonella swinhoei, J.
Org. Chem., 1998.
(38) Suryati, E.; Parenrengi, A.; Rosmiati; Penapisan Serta Analisis Kandungan
Bioaktif Sponge Clathria sp. yang efektif sebagaAntibiofouling pada teritif
(Balanus amphitrit). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia; 2000; Vol. 5.
(39) Faulkner, D.J.; Marine Natural Products. J. Nat. Prod.; 1998; Vol. 15.
(40) Vera, J.; Castro, J.; Gonzalez, A.; Moenne, A.; Seawee Polysaccharides
and Derived Oligosaccharides Stimulate Defense Responses and Protection
Against Pathogens in Plants. Marine drugs. 2011; Vol. 9.
(41) Suleria, H.A.R.; Osborne, S.; Masci, P.; Gobe, G.; Marine-based
nutraceuticals: An innovative trend in the food and supplement industries.
Marine drugs, 2015; Vol. 13..
(42) Nuzaha.; Muchtaridi, M.; Aktivitas Antimikroba Dari Senyawa Bioaktif
Rumput Luat Atau Makroalga, Department of Pharmaceutical Analysis
and Medicinal Chemistry, 2015; Vol. 15.
(43) Rachmat R.; Penelitian Pengembangan Obat dari Produk Alami Laut.
Orasi Pengukuhan Profesor Riset Bidang Produk Alami Laut. LIPI.;
2008.
(44) Dembitsky, V.; Gloriozova, T.; Poroikov, V.; Novel Antitumor Agents:
Marine Sponge Alkaloids, their Synthetic Analogs and Derivatives.
Mini-Reviews inMedicinal Chemistry; 2005; Vol. 5.
(45) Gomes Filho, S. et al. 2014. Marine Sponge Lectins: Actual Status on
Properties and Biological Activities. Molecules 20(1): p.348–357.
(46) Husni, A.; Madalena, M.; Ustadi.; Aktivitas Antioksidan dan Tingkat
Penerimaan Konsumen pada Yoghurt yang Diperkaya dengan Ekstrak
Sargassum polycystum. JPHPI; 2015; Vol. 18.
(47) Maulana, I. T.; Sukraso.; Damayanti, S.; Kandungan Asam Lemak dalam
Minyak Ikan Indonesia. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis.
2014; Vol. 6.
(48) Reinheimer, G.; Aquatic Microbiology, John Wiley and Sons; 1991.
(49) Pronzato, R.; Bavestrello, G.; Cerrano, C.; Magnino, G.; Manconi, R.;
Pantelis, J.; Sara, A.; Sidri, M.; Sponge Farming in the Mediterranian Sea:
New Perspectives. Memoir of the Queensland Museum 1999; Vol. 44.
(50) Riseley, R.A.; Tropical Marine Aquaria. The Natural System. George
Allen & Unwin Ltd. Ruskin Hause Museum Street. London. 1971.
(51) Pratiwi, R.; Biota Laut; Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi-LIPI. 2006; Vol. 31..
(52) Suryati, E.; Parenrengi, A.; Rosmiati; Penapisan Serta Analisis
Kandungan Bioaktif Sponge Clathria sp. yang efektif sebagai
Antibiofouling pada teritif (Balanus amphitrit). Jurnal Penelitian
Perikanan Indonesia; 1999; Vol. 3.
(53) Junior, M.L.C.; Biegelmeyer F.; Silva, R.; Mothes, B.; Teresinha
H.A.; Claudio, J.; Current Status Natural Products with AntitumorActivity
from Brazilian MarinSponges. Current PharmaceutiBiotechnology; 2012;
Vol. 13.
(54) Mehbub, M.; Lei, J.; Franco, C.; Zhang, W.; Marine Sponge Derived
Natural Products: Trends and Opportunities for Discovery of Bioactives;
Marine Drugs; 2014; Vol. 12.
(55) Geran, R.I.; Greenbebrg, N.H.; Donald, M.M.; Protocols For Screening
Chemical Agents And Natural Products Against Animal Tumors And Other
Biological Systems. 1972; Vol. 3.
(56) Gong, K.K.; Tang, X.L.; Liu, Y.S.; Li, P.L.; Li, G.Q.; Imidazole
Alkaloids from the South China Sea Sponge Pericharax heteroraphis andTheir
Cytotoxic and Antiviral Activities. Molecules; 2016; Vol. 21.
(57) Djajanegara, I.; Wahyudi, P.; Pemakaian Sel HeLa dalam Uji
Sitotoksisitas Fraksi Kloroform dan Etanol Ekstrak Daun Annona squamosa.
Jurnal Kefarmasian Indonesia; 2009; Vol. 7.
(58) Astuti, P.; Alam, G.; Hartati, M.S.; Sari, D.; Wahyuono, S.; Uji Sitotoksik
Senyawa Alkoloid dari Spons Petrosia sp: Potensi Pengembangan sebagai
Antikanker. Majalah Farmasi Indonesia; 2005; Vol. 6.
(59) Setyowati, E.P.; Jenie. U.A.; Sudarsono; Kardono, B.; Rahmat, R.;
Meiyanto, E.; Isolasi senyawa sitotoksik spon kaliapsis. Majalah Farmasi
Indonesia; 2007; Vol. 18.
(60) Ireland, C.M.; Molinski, T.F.; Roll. D.M.; Zabriskie, T.M.; McKee, T.C.;
Swersey, J.C.; Foster, M.P.; Natural Product Peptides from Marine Organisms.
Bioorg Mar Chem. 1989; Vol. 3.
41.Basyrowi, A.; Widodo, F.M.; Romadon; Aktivitas Senyawa Bioaktid
Selada Laut Sebagai Anti Oksida Pada Minyak Ikan; 2016.; Vol. 12.
42.Hardiana, R.; Rudiyansyah; Zaharah, T.A.; Aktivitas Antioksi senyawa
mikroba dan Senyawa Golongan Fenol dari Beberapa Jenis Tumbuhan Famili
Malvaceae. JKK. 2012; Vol. 1.
43.
44.
(45).
(46)
(47).
(48)

(49)

(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55) Rahmatul, M.; Teti, E.; Antioxidant Activity of Bioactive Compounds of Local
Inferior Tubers: A Review, jurusan teknologi pertanian, 2015; Vol. 3.
(56) Suryaningrum, T.D.; Wikanta, T.; Kristiana, H.; Uji aktivitas senyawa
antioksidan dari rumput laut Halymenia harveyana dan Eucheuma cottonii.
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan; 2006; Vol. 1.

(57) Fevita, M.; Nurjanah.; Ruddy, S.; Effionora, A.; Taufik, H.; Kandungan Senyawa
Bioaktif Rumput Laut Padina Australis Dan Eucheuma Cottonii Sebagai Bahan
Baku Krim Tabir Surya, Kampus IPB Baranangsiang; 2017; Vol. 20.
(58)
(59)
(61) Amir, I.; Fauna Sepon (Porifera) dari Terumbu Karang Genteng Besar, Pulau-
Pulau Seribu. Oseanologi di Indonesia; 1991; Vol. 1.

(62) Amir, I dan Budiyanto. 1996. Mengenal Spons Laut (Demospongiae) Secara
Umum. Oseana, Volume XXI, Nomor 2, 1996: 15 – 31.

(63) Kobayashi M, dan Rachmaniar R.; Overview of Marine Natural Product


Chemistry. Prosidings Seminar Bioteknologi Kelautan Indonesia I ’98; 1999.

(64) Muniarsih T, dan Rachmaniar R. 1999. Isolasi Substansi Bioaktif Antimikroba


dari Spons Asal Pulau Pari Kepulauan Seribu. Prosidings Seminar Bioteknologi
Kelautan Indonesia I ’98. Jakarta 14 – 15 Oktober 1998: 151 - 158. Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia Jakarta, 1999.
(65)
(66) Rachmaniar R. 1996. Penelitian Produk Alam Laut Skreening Substansi
Bioaktif. Laporan Penelitian Tahun Anggaran 1995/1996. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Puslitbang Oseanologi.
(67) (68)

(1) Romihmohtarto, K. dan Juwana S. 1999. Biologi Laut. Ilmu Pengetahuan


tentang

Anda mungkin juga menyukai