Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sperma yang sering disebut juga mani atau semen adalah ejakulat yang

berasal dari seorang pria berupa cairan kental dan keruh, berisi sekret dari

kelenjar prostat, kelenjar2 lain dan spermatozoa. Pemeriksaan sperma

merupakan salah satu elemen penting dalam penilaian fertilitas atau

infertilitas. Pemeriksaan sperma meliputi maksroskopis (hal-hal yang terlihat

dengan mata telanjang), mikrospkopis, kimia dan imunologi. Namun, di sini

yang akan kita lakukan adalah hanya pemeriksaan sperma secara makroskopis

dan mikroskopis saja.

Banyak pria yang sering merasa tidak nyaman dengan adanya

pemeriksaan sperma hal ini mengingat sperma merupakan produk cairan

tubuh yang hanya bisa dikeluarkan sebagai puncak rasa birahi (orgasme).

Tidak seperti cairan tubuh lain yang biasa diperoleh dengan cara yang

menyakitkan yaitu disuntik seperti darah, cairan sumsum tulang, cairan otak

maka cairan sperma ini dikeluarkan dengan cara “tidak menyakitkan”. Tidak

semua pria dengan mudah bisa mengeluarkan sperma apalagi disebuah tempat

yang cukup asing seperti rumah sakit atau laboratorium. Sebenarnya hal ini

tidak bisa menjadi alasan karena saat ini rumah sakit atau laboratorium

biasanya telah menyediakan tempat yang dibuat sedemikian rupa agar pasien

bisa melakukan proses mengeluarkan sperma dengan nyaman.

Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa (berasal dari bahasa

Yunani Kuno yang berarti benih dan makhluk hidup) adalah sel dari sistem
reproduksi jantan. Sel sperma akan membentuk zigot. Zigot adalah sebuah sel

dengan kromosom lengkap yang akan berkembang menjadi embrio. Peran

aktif spermatozoon adalah sebagai gamet jantan sehingga penting pada

keberhasilan munculnya individu baru. Oleh karena itu, di dalam reproduksi

sering diperlukan adanya standar kualitas spermatozoa.

Pemeriksaan analisa sperma pada semen pria merupakan suatu analisa

lengkap yang penting untuk pasangan yang berkonsultasi masalah infertilitas.

Infertilitas yang diperkirakan 10% hingga 15% dari seluruh jumlah pasangan

yang ada, bila ditelusuri setengah dari kasus-kasusnya, penyebabnya dari

pihak pria. Adanya semen memungkinkan pemeriksaan langsung dari sel

benih pria, memberikan informasi berharga yang tidak dapat diperoleh pada

wanita. Sperma analisa meliputi pemeriksaan spermatozoa, elemen selular

non sperma dan cairan seminal. Ketiganya memberi petunjuk tentang fungsi

testikular dan kondisi saluran reproduksi pria.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sperma ?

2. Bagaimana proses pembentukan/pematangan sel sperma ?

3. Kelainan-kelainan pada sel sperma ?

1.3 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk mengetahui

pengertian sperma, proses pematangan sel sperma dan kelainan-kelainan yang

dapat terjadi pada sel sperma.


1.4 Manfaat Praktikum

Adapun manfaat dilakukannya praktikum ini yaitu praktikan dapat

mengetahui pengertian sperma, proses pematangan sel sperma dan kelainan-

kelainan yang dapat terjadi pada sel sperma.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Sperma

Sperma atau disebut juga spermatozoa adalah sel gamet dari laki-laki. Sel

ini mempunyai ukuran panjang keseluruhan 50-60 mikrometer, dimana terdiri

tiga bagian yaitu bagian kepala, bagian tengah (leher) dan ekor. Dimensi

kepala dengan panjang 4 - 5 mikrometer, lebar 2.5 - 3.5 mikrometer, dengan

rasio antara panjang dan lebar yaitu 1.50 - 1.75. Spermatozoa atau sperma

dihasilkan oleh testis, sedangkan cairan seminal diproduksi oleh kelenjar

tambahan di sepanjang saluran reproduksi pria, yaitu kelenjar vesikula

seminalis, prostat, kelenjar bulbo urethralis (Cowper’s) dan kelenjar urethra

(Littre’s), (Anonim, 2009).

2.2 Struktur Sel Sperma

Spermatozoa merupakan sel yang sangat terspesialisasi dan padat yang

tidak lagi mengalami pembelahan atau pertumbuhan, berasal

dari gonosit yang menjadispermatogonium, spermatosit primer dan sekunder

dan selanjutnya berubah menjadi spermatid dan akhirnya berubah

menjadi spermatozoa. Spermatozoa terdiri atas dua bagian fungsional yang

penting yaitu kepala dan ekor (Anonim, 2009).

Sperma dewasa terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, bagian tengah dan

ekor (flagellata). Kepala sperma mengandung nukleus. Bagian ujung kepala

ini mengandung akrosom yang menghasilkan enzim yang berfungsi untuk

menembus lapisan–lapisan sel telur pada waktu fertilisasi. Bagian tengah

sperma mengandung mitokondria yang menghasilkan ATP sebagai sumber


energi untuk pergerakan sperma. Ekor sperma berfungsi sebagai alat

gerak (Anonim, 2009).

1. Kepala

Kepala spermatozoa bentuknya bulat telur dengan ukuran panjang 5

mikron, diameter 3 mikron dan tebal 2 mikron yang terutama dibentuk

oleh nukleus berisi bahan-bahan sifat penurunan ayah. Kepala sperma

mengandung nukleus. Bagian ujung kepala atau pada bagian anterior

kepala spermatozoa terdapat akrosom, suatu struktur yang berbentuk topi

yang menutupi dua per tiga bagian anterior kepala dan mengandung

beberapa enzim hidrolitik antara lain: hyaluronidase, proakrosin, akrosin,

esterase, asam hidrolase dan Corona Penetrating Enzim (CPE) yang

semuanya penting untuk penembusan ovum (sel telur) pada proses

fertilisasi (Anonim, 2009).

Bahan kandungan akrosom adalah setengah padat yang dikelilingi

oleh membran akrosom yang terdiri dari dua lapis, yaitu membran

akrosom dalam (inner acrosomal membran) dan membran akrosom luar

(outer acrosomal membran). Secara molekuler susunan kedua membran

akrosom ini sangat berbeda, membran akrosom luar bersatu dengan

plasma membran (membran spermatozoa) pada waktu terjadinya reaksi

akrosom sedang membran akrosom dalam menghilang. Bagian ekuatorial

akrosom merupakan bagian penting pada spermatozoa, hal ini karena

bagian anterior pada akrosom ini yang mengawali penggabungan dengan

membran oosit pada proses fertilisasi berubah menjadi spermatid dan

akhirnya berubah menjadi spermatozoa (Anonim, 2009).


2. Ekor

Ekor dibedakan atas 3 bagian, yaitu sebagai berikut:

a. Bagian tengah (midpiece)

b. Bagian utama (principle piece)

c. Bagian ujung (endpiece).

Panjang ekor seluruhnya sekitar 55 mikron dengan diameter yang

makin ke ujung makin kecil: di depan 1 mikron, di ujung 0,1 mikron.

Panjang bagian tengah: 5-7 mikron, tebal 1 mikron; bagian utama panjang

45 mikron, tebal 0,5 mikron dan bagian ujung panjang 4-5 mikron, tebal

0,3 mikron. Bagian ekor tidak bisa dibedakan dengan mikroskop cahaya

tetapi harus dengan mikroskop electron (Anonim, 2009).

Mitokondria sebagai pembangkit energi pada spermatozoa. Principle

piece dibungkus oleh sarung fibrous (fibrous sheath) yang perbatasannya

disebut anulus. Sarung fibrous bentuknya terdiri dari kolom ventral dan

dorsal yang masing-masing melalui rusuk-rusuk. Ke arah sentral ada

semacam tonjolan yang memegangi cincin nomor 3, 8 dari aksonema.

Keduanya (tahanan rusuk dan pegangan cincin aksonema) memberikan

gerak tertentu (Anonim, 2009)

(Gambar Struktur Sel Sperma ; Sumber https://www.google.co.id )


2.3 Spermatogenesis

Spermatogenesis terjadi di testis. Didalam testis terdapat tubulus

seminiferus. Dinding tubulus seminiferus terdiri dari jaringan epitel dan

jaringan ikat, pada jaringan epithelium terdapat sel–sel spermatogonia dan sel

Sertoli yang berfungsi memberi nutrisi pada spermatozoa. Selain itu pada

tubulus seminiferus terdapat pula sel Leydig yang mengsekresikan hormone

testosterone yang berperan pada proses spermatogenesis (Anonim, 2009).

Sperma dihasilkan oleh tubulus seminiferus yang memiliki panjang 250 m

dalam testes. Sel-sel yang berada di tubulus seminiferus berupa sel germinal

dengan bermacam-macam tahap perkembangan dan sel Sertoli yang

memberikan dukungan penting pada spermatogenesis. Spermatogenesis

adalah proses kompleks sel germinal primordial spermatogonia (46

kromosom) berproliferasi dan dikonversi menjadi spermatozoa motil (23

kromosom). Prosesnya memerlukan waktu 64 hari dengan 3 tahap: mitosis,

meiosis, dan spermiogenesis (Anonim, 2011).

Proses spermatogenesis ini dapat terjadi karena dukungan dari sel Sertoli.

Fungsi penting sel Sertoli selama proses spermatogenesis antara lain:

2.3.1 Sel Sertoli membentuk tight junction sebagai barrier spermatozoa

dengan arah sehingga dapat mencegah pembentukan antibodi yang

dapat menyerang sel spermatozoa (dianggap sebagai zat asing karena

haploid, sel tubuh bersifat diploid).

2.3.2 Memberikan makanan.


2.3.3 Sel Sertoli berfungsi untuk memfagosit sitoplasma dari spermatid

yang berubah menjadi spermatozoa dan menghancurkan sel germinal

yang rusak.

2.3.4 Sel Sertoli membentuk lumen cairan tubulus seminiferus sehingga

sperma dapat dilepaskan dari tubulus ke epididimis untuk disimpan

dan diproses lebih lanjut.

2.3.5 Sel Sertoli mensekresi androgen-binding protein (ABP). ABP

berfungsi untuk mempertahankan testosteron tetap berada dalam

tubulus seminiferus, karena testosteron berupa lipid yang mudah

keluar dari membran plasma dan meninggalkan lumen.

2.3.6 Menghasilkan hormon inhibin sebagai umpan balik negatif yang

mengontrol sekresi FSH (Anonim, 2011).

Sel sperma yang bersifat haploid (n) dibentuk di dalam testis melewati

sebuah proses kompleks yang disebut dengan spermatogenesis. Secara

simultan proses ini memproduksi sperma matang di dalam tubulus

seminiferus lewat langkah-langkah berikut.

Ketika seorang anak laki-laki mencapai pubertas pada usia 11 sampai 14

tahun, sel kelamin jantan primitif yang belum terspesialisasi dan disebut

dengan spermatogonium menjadi diaktifkan oleh sekresi hormon testosteron.

Masing-masing spermatogonium membelah secara mitosis untuk

menghasilkan dua sel anak yang masing-masing berisi 46 kromosom lengkap.

Dua sel anak yang dihasilkan tersebut masing-masing disebut

spermatogonium yang kembali melakukan pembelahan mitosis untuk


menghasilkan sel anak, dan satunya lagi disebut spermatosit primer yang

berukuran lebih besar dan bergerak ke dalam lumen tubulus seminiferus.

Spermatosit primer melakukan meiosis untuk menhasilkan dua spermatosit

sekunder yang berukuran lebih kecil dari spermatosit primer. Spermatosit

sekunder ini masing-masing memiliki 23 kromosom yang terdiri atas 22

kromosom tubuh dan satu kromosom kelamin (Y atau X).

Kedua spermatosit sekunder tersebut melakukan mitosis untuk

menghasilkan empat sel lagi yang disebut spermatid yang tetap memiliki 23

kromosom.

Spermatid kemudian berubah menjadi spermatozoa matang tanpa

mengalami pembelahan dan bersifat haploid (n) 23 kromosom. Keseluruhan

proses spermatogenesis ini menghabiskan waktu sekitar 64 hari (Anonim,

2011).

(Gambar Struktur Testis ; Sumber https://www.google.co.id)

Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut

spermatogenesis. Spermatogenesis mencakup pematangan sel epitel germinal

melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang bertujuan untuk

membentuk sperma fungsional. Pematangan sel terjadi di tubulus seminiferus


yang kemudian disimpan di epididimis. Dinding tubulus seminiferus tersusun

dari jaringan ikat dan jaringan epitelium germinal (jaringan epitelium benih)

yang berfungsi pada saat spermatogenesis. Pintalan-pintalan tubulus

seminiferus terdapat di dalam ruang-ruang testis (lobulus testis). Satu testis

umumnya mengandung sekitar 250 lobulus testis. Tubulus seminiferus terdiri

dari sejumlah besar sel epitel germinal (sel epitel benih) yang disebut

spermatogonia (spermatogonium = tunggal). Spermatogonia terletak di dua

sampai tiga lapisan luar sel-sel epitel tubulus seminiferus. Spermatogonia

terus-menerus membelah untuk memperbanyak diri, sebagian dari

spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu

untuk membentuk sperma (Anonim, 2009).

Pada tubulus seminiferus terdapat sel-sel induk spermatozoa atau

spermatogonium, sel Sertoli, dan sel Leydig. Sel Sertoli berfungsi memberi

makan spermatozoa sedangkan sel Leydig yang terdapat di antara tubulus

seminiferus berfungsi menghasilkan testosterone (Anonim, 2009).

Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon

yang dihasilkan kelenjar hipofisis yaitu:

1. LH (Luteinizing Hormone) merangsang sel Leydig untuk menghasilkan

hormon testosteron. Pada masa pubertas, androgen/testosteron memacu

tumbuhnya sifat kelamin sekunder.

2. FSH (Folicle Stimulating Hormone) merangsang sel Sertoli untuk

menghasilkan ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu

spermatogonium untuk memulai proses spermatogenesis. Proses


pemasakan spermatosit menjadi spermatozoa disebut spermiogenesis.

Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis dan membutuhkan waktu

selama 2 hari (Anonim, 2009).

Proses pembentukan sel sperma melalui 3 fase yaitu fase pertumbuhan,

fase pembelahan dan fase diferensiasi.

1. Fase Pertumbuhan

Pada fase pertumbuhan sel–sel calon indung sperma tumbuh,

membesar dan berduplikasi. Pada fase ini juga terjadi penambahan materi

inti, sintesis DNA dan sintesis organel sel. Fase ini juga disebut fase

persiapan sebelum melakukan pembelahan. Akhir dari fase pertumbuhan

terbentuklah spermatogonium (sel induk sperma) yang sudah siap untuk

melakukan pembelahan (Anonim, 2009).

2. Fase Pembelahan

Tiap spermatogonium yang sudah terbentuk akan mengalami proses

pembelahan . Spermatogonium yang terbentuk akan menjadi spermatosit

primer . Spermatosit primer inilah yang akan mengalami pembelahan.

Pembelahan yang tejadi adalah pembelahan meiosis, yaitu pembelahan

yang terjadi pada pembentukan gamet yang bertujuan untuk mereduksi

jumlah kromosom. Spermatosit primer mengalami pembelahan meiosis I

membentuk 2 buah spermatosit sekunder. Jumlah kromosom sel

spermatosit sekunder adalah setengah dari sel spermatosit primer

(Anonim, 2009).
Pembelahan belum selesai, speratosit sekunder yang tebentuk akan

segera mengalami pembelahan menjadi 4 buah spermatid. Spermatid

inilah sel yang akan menjadi sel sperma.

3. Fase Diferensiasi

Spermatid yang terbentuk pada fase pembelahan harus mengalami

perubahan agar mampu berenang mencari letak sel telur. Bentuk awalnya

yang hanya berbentuk bulatan dirasa tidak mungkin mampu mencapai sel

telur. Maka dari itu , spermatid harus mengalami diferensiasi menjadi sel–

sel sperma yang siap untuk membuahi sel telur. Setelah proses

diferensiasi, terbentuklah 4 buah sel sperma aktif yang strukturnya sudah

berubah. Kini sperma berbentuk seperti seekor berudu, dengan bentuk

kepala seperti mata panah dan berekor panjang. Tentu saja bentuk seperti

ini dimaksudkan agar sel sperma bisa dengan mudah berenang mencapai

sel telur. Selain itu pada bagian kepala terdapat organel aparatus Golgi

yang berfungsi pada saat penetrasi (Anonim, 2009).

Pada manusia proses spermatogenesis berlangsung setiap hari.

Siklus spermatogenesis berlangsung rata–rata 74 hari. Artinya,

perkembangan sel spermatogonia menjadi spermatozoa matang

memerlukan waktu rata–rata 74 hari. Sementara itu pemasakan

spermatosit menjadi sperma memerlukan waktu dua hari. Proses

pemasakan spermatosit menjadi sperma dinamakan spermatogenesis dan

terjadi di dalam epididimis (Anonim, 2009).


(Gambar Proses Spermatogenesis; Sumber https://www.google.co.id )

Pada pria dewasa normal, proses spermatogenesis terus

berlangsung sepanjang hidup, walaupun kualitas dan kauntitasnya makin

menurun dengan bertambahnya usia (Anonim, 2009).

2.4 Kelainan Pada Sel Sperma

1. Jumlah Sperma

Cairan yang dikeluarkan pria pada saat ejakulasi sewaktu senggama

disebut cairan semen. Volume normal cairan semen sekitar 2-5 ml. Cairan

semen ini berwarna putih mutiara dan berbau khas langu dengan pH 7-

8. Volume cairan semen dianggap rendah secara abnormal jika kurang

dari 1,5 ml. Volume semen melebihi 5 ml juga dianggap abnormal. Dalam

cairan semen inilah jumlah spermatozoa merupakan penentu keberhasilan

memperoleh keturunan. Yang normal, jumlah spermatozoanya sekitar 20

juta/ml. Pada pria ditemukan kasus spermatozoa yang kurang

(oligozoospermia) atau bahkan tak ditemukan sel sperma sama sekali

(azoospermia), (Tri Bowo, 2011).


Kecuali sel-sel spermatozoa, dalam cairan semen ini terdapat zat-zat

lain yang berasal dari kelenjar-kelenjar sekitar reproduksi pria. Zat-zat itu

berfungsi menyuplai makanan dan mempertahankan kualitas spermatozoa

sehingga bisa bertahan hidup sampai masuk ke dalam saluran reproduksi

wanita, (Tri Bowo, 2011).

2. Kelainan Bentuk (Morfologi)

Sperma yang normal berbentuk seperti kecebong. Terdiri dari kepala,

tubuh, dan ekor. Kelainan seperti kepala kecil atau tak memiliki ekor akan

mempengaruhi pergerakan sperma. Ini tentu saja akan mempersulit sel

sperma mencapai sel telur (Tri Bowo, 2011).

(Gambar kelainan bentuk sperma ; Sumberhttps://www.google.co.id )

3. Pergerakan Lemah

Untuk mencapai sel telur, sel sperma harus mampu melakukan

perjalanan panjang. Ini pun menjadi penentu terjadinya pembuahan.

Jumlah sel sperma yang cukup, jika tak dibarengi pergerakan yang normal,

membuat sel sperma tak akan mencapai sel telur. Sebaliknya, kendati

jumlahnya sedikit namun pergerakannya cepat, bisa mencapai sel telur(Tri

Bowo, 2011).
Kasus lemahnya pergerakan sperma (asthenozoospermia) kerap

dijumpai. Adakalanya spermatozoa mati (necrozoospermia). Gerakan

spermatozoa dibagi dalam 4 kategori, yaitu:

a. Bergerak cepat dan maju lurus

b. Bergerak lambat dan sulit maju lurus

c. Tak bergerak maju (bergerak di tempat)

d. Tak bergerak

Sperma dikatakan normal bila memiliki gerakan normal dengan

kategori a lebih besar atau sama dengan 25% atau kategori b lebih besar

atau sama dengan 50%.Spermatozoa yang normal satu sama lain terpisah

dan bergerak sesuai arahnya masing-masing. Dalam keadaan tertentu,

spermatozoa abnormal bergerombol, berikatan satu sama lain, dan tak

bergerak. Keadaan tersebut dikatakan terjadi aglutinasi. Aglutinasi dapat

terjadi karena terjadi kelainan imunologis di mana sel telur menolak sel

sperma (Tri Bowo, 2011).

4. Cairan Semen Terlalu Kental

Cairan semen yang terlalu kental mengakibatkan sel sperma sulit

bergerak. Pembuahan pun jadi sulit karena sel sperma tak berhasil

mencapai sel telur. Pada kasus normal, saat diejakulasikan, cairan semen

dalam bentuk yang kental akan mencair (liquifaksi) antara 15-60

menit (Tri Bowo, 2011).

5. Saluran Tersumbat

Saat ejakulasi, sperma keluar dari testis menuju penis melalui saluran

yang sangat halus. Jika saluran-saluran itu tersumbat, maka sperma tak
bisa keluar. Umumnya hal ini disebabkan trauma pada benturan. Bisa juga

karena kurang menjaga kebersihan alat kelamin sehingga menyuburkan

kehidupan virus atau bakteri (Tri Bowo, 2011).

6. Kerusakan Testis

Testis dapat rusak karena virus dan berbagai infeksi, seperti

gondongan, gonorrhea,sifilis, dan sebagainya. Untuk diketahui, testis

merupakan pabrik sperma. Dengan demikian kesehatannya harus

dijaga karena testis yang sehat akan menghasilkan sperma yang baik

secara kualitas dan kuantitas. Testis ini sangat sensitif. Mudah sekali

dipengaruhi oleh faktor-faktor luar. Jika testis terganggu, produksi sperma

bisa terganggu. Mungkin saat berhubungan, pria tetap mengeluarkan

sperma. Hanya saja tanpa sel sperma (azoospermia), (Tri Bowo, 2011).

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kelainan Sperma

Jumlah sperma dan gerak sperma yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh

berbagai faktor yaitu:

1. Faktor genetic (kromosom)

2. Suhu tinggi

3. Kelainan organ reproduksi, saluran kemih dan hormon.

4. Kurang nutrisi dan vitamin (vitamin C, selenium, zinc, folat)

5. Kemoterapi, obesitas, merokok, alkohol, logam berat, dsb.

6. Faktor psikologis: stres, panik, depresi

7. Faktor lingkungan: air yang tercemar

Pada prinsipnya hanya dibutuhkan satu sperma dari banyak sperma yang

dihasilkan untuk membuahi sel telur. Dengan jumlah sperma sedikit


kemungkinan terjadinya kehamilan tentu menjadi semakin kecil, namun pada

beberapa kasus (jarang) ternyata oligospermia masih dapat membuahi sel

telur. Hingga saat ini memang belum ada terapi yang terbukti sangat efektif

dalam meningkatkan jumlah dan gerak sperma, namun ada obat yang

mengandung hormon androgen yang diyakini dapat membantu meningkatkan

jumlah dan kualitas sperma. Frekuensi hubungan seksual yang ideal juga

perlu diperhatikan untuk meningkatkan kemungkinan kehamilan tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sperma sangat beragam, misalnya faktor

makanan, stress, dsb.

2.6 Cara Penangan Kelainan Sperma

Sementara itu, kualitas sperma dapat ditingkatkan dengan meningkatkan

asupan makanan yang mengandung :

1. Vitamin C: Melindungi sperma dari kerusakan karena oksidasi serta

mengurangi aglutinasi sperma (sperma saling menempel)

2. Vitamin B6: Penting dalam pembentukan hormon seks pria

3. Vitamin B12: Bersama dengan asam folat, B12 diperlukan untuk

pembentukan materi genetik. Kadar yang kurang menyebabkan produksi

sperma yang abnormal, penurunan jumlah sperma, dan kemampan gerak

sperma.

4. Vitamin E: Juga merupakan antioksidan. Membantu sperma dalam

penetrasi sel telur.

5. Zinc : Kekurangan zinc menurunkan kadar testosteron. Suplementasi

mikronutrien ini dapat meninkatkan jumlah sperma dan memperbaiki

kesuburan.
6. Arginin dan L-Carnintine: Asam-asam amino yang diperlukan dapal

pemebentukan serta fungsi normal sperma.

7. Berolah raga teratur, makan makanan yang banyak mengandung zink (sea

food, terong), dan vitamin E (tauge) yang dapat membantu meningkatkan

jumlah sperma.

8. Hindari stres dan faktor risiko yang kami sebutkan di atas dapat

membantu memperbaiki kualitas sperma.

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Pra-Analitik

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum kali ini berupa

pot sampel, gelas ukur, kertas indicator universal, pipet posteur dan sampel

sperma.

3.3 Analitik

3.3.1 Bau

1. Kibaskan telapak tangan di atas pot sampel yang berisi sperma

2. Cium bau sperma tersebut.

3.3.2 Warna
Amati sperma dengan latar belakang warna putih dengan penerangan

yang cukup.

3.3.3 Pengukuran pH

1. Celupkan kertas pH pada sperma yang telah homogeny

2. Baca hasil : pH normal = 7,2 – 7,8 (basa)

3.3.4 Pengukuran Volume

1. Ukur volume sperma dengan gelas ukur

2. Baca hasil : Volume normal = 2 – 3 ml

3.3.5 Pengukuran konsentrasi dan pencairan

1. Mengambil permukaan sperma dengan kedua jari telunjuk dan ibu

jari atau batang pengaduk

2. Kemudian ditarik akan membentuk benang yang panjangnya 2-5 cm

3.3 Pasca Analitik

3.3.1 Bau

1. Normal : Khas seperti bunga akasia, pandan, kaporit

2. Abnormal : Bau Busuk

3.3.2 Warna

1. Normal : Putih kelabu homogen

2. Abnormal : Jernih

3.3.3 Pengukuran Ph

1. Normal : pH 7,2 – 7,8

2. Abnormal : pH > 7,8 (infeksi)

3.3.4 Pengukuran Volume


1. Normal : > 2 ml

2. Abnormal : < 2 ml

3.3.5 Pengukuran Konsentrasi

1. Normal : Benang yang terbentuk > 2 ml

2. Abnormal : Benang yang terbentuk < 2 ml


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai

berikut.

No. Makroskopis Normal Hasil Keterangan

1. Bau Bunga akasia, Khas Pandan Normal

pandan, dan

kaporid

2. Warna Putih Keruh Putih Keruh Normal

3. pH 7,2-7,8 7,5 Basa

4. Volume >2 mL 2,5 mL Normal

5. Kekentalan Kental Kental Normal

6. Pencairan 10-20 20

Tabel 4.1 hasil pemeriksaan sperma

4.2 Pembahasan

Spermatozoid atau sel sperma atau spermatozoa adalah dari sistem

reproduksi laki-laki. Sel sperma manusia adalah sel sistem reproduksi utama

dari laki-laki. Sel sperma memiliki jenis kelamin laki-laki atau perempuan.

Sperma berbentuk seperti kecebong, dan terbagi menjadi 3 bagian yaitu :

kepala, leher dan ekor. Kepala berbentuk lonjong agak gepeng berisi inti

(nucleus). Bagian leher menghubungkan kepala dengan bagian tengah.

Sedangkan ekor berfungsi untuk bergerak maju, panjang ekor sekitar 10 kali

bagian kepala.
Spermatozoa yang dapat dibagi menjadi tiga kriteria (motilitas baik,

motilitas kurang baik dan tidak motil), morfologi spermatozoa meliputi

bentuknya (normal atau abnormal, abnormalitas dapat terjadi pada

kepala, midpiece, ekor atau end piece), konsentrasi atau jumlah spermatozoa

dan viabilitas (daya hidup) spermatozoa.

Penerangan dan cara penampungan sperma manusia sebelum melakukan

analisis sperma perlu terlebih dahulu untuk memberikan penerangan sejelas-

jelasnya kepada pria yang akan diperiksa tersebut mengenai maksud dan

tujuan analisis sperma dan juga untuk menjelaskan cara pengeluaran dan

penampungan sperma tersebut. Penerangan mengenai cara pengeluaran,

penampungan dan pengiriman sperma ke laboraturium.

Ada beberapa cara untuk mengeluarkan sperma diantaranya yaitu dengan

cara Masturbasi/Onani biasanya dilakukan dengan tangan atau dengan suatu

alat tertentu. Cara selanjutnya yaitu dengan Coitus Intereptus yaitu

melakukan persetubuhan secara terputus, selanjutnya dengan cara message

prostat suatu cara pengeluaran dengan cara memijat kelenjar prostat lewat

rectum.

Untuk pengambilan cairan sperma jika sampel diambil dirumah, maka

sudah harus sampai di lab dalam waktu satu jam. Hindari sampel dari terkena

sinar matahari langsung dan jangan terlalu panas/terlalu dingin.

Pada praktikum ini yaitu pemeriksaan sperma secara makroskopis.

Beberapa pemeriksaan makroskopis yaitu warna sperma, pengukuran volume,

pH, Bau sperma, warna sperma, kekentalan dan pencairan.


Sperma yang didapakan atau yang dikeluarkan oleh pria mempunyi

volume 2,5 mL Menandakan bahwa volumenya normal. Bagi orang indonesia

volume sperma yang normal >2 mL. Bila jumlahnya kurang dari itu, maka

dikhawatirkan jumlah sel spermanya tidak cukup untuk mencapai sel telur.

Dan warna normal dari sperma yaitu berwarna putih kelabu maka sesuai

dengan sperma yang diperiksa. pH sperma yang dipriksa yaitu 7,5

menandakan sperma tersebut normal karena sperma yang normal mempunyai

pH 7,2 - 7,8 atau dalam keadaan basa. Selanjutnya pemeriksaan bau sperma

hasil pemeriksaan sperma berbau seperti daun pandan. Menandakan sperma

normal, karena bau sperma yang normal berbau seperti daun pandan, bunga

akasia dan berbau kaporid. Jika sperma terinfeksi maka akan berbau busuk.

Semen yang terlalu banyak juga bisa mengencerkan konsentrasi sperma.

Idealnya, cairan mani harus cukup kental dan mengencer sekitar 10-15 menit

pasca-ejakulasi. Cairan mani yang terlalu kental akan membuat sperma sulit

berenang.

Tujuan dari pemeriksaan sperma yaitu untuk mengetahui kualitas dan

kuantitas sperma dan mengetahui tingkat kesuburan pria.

Meskipun pria menghasilkan jutaan sperma per harinya (dibandingkan

dengan perempuan yang melepaskan sel telur sejumlah 300-400 selama hidup

mereka), faktor eksternal seperti suhu dapat sangat mempengaruhi kesehatan

sperma. Dan karena sel sperma membutuhkan waktu sekitar 75 hari untuk

tumbuh menjadi dewasa, kualitas sperma yang buruk dapat mempengaruhi

kesuburan. Beberapa faktor lain yang menurunkan kualitas sperma yaitu

panas berlebih, jika testis pria lebih panas maka tidak akan berfungsi dengan
baik kecuali suhunya lebih dingin dibandingkan dengan bagian tubuh yang

lain, maka dari itu celana yang harus digunakan tidak bisa terlalu ketat.

Faktor kegemukan atau berat badan juga bisa mengurangi jumlah sperma

dan menyebabkan disfungsi seksual pada pria. Selain itu alkohol, narkoba,

dan rokok juga mempengaruhi kualitas dan produksi sperma secara negatif,

sementara merokok mengganggu motilitas dan pergerakan sperma.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Sperma atau disebut juga spermatozoa adalah sel gamet dari laki-laki. Sel

ini mempunyai ukuran panjang keseluruhan 50-60 mikrometer, dimana terdiri

tiga bagian yaitu bagian kepala, bagian tengah (leher) dan ekor. Proses

pembentukan sperma disebut dengn spermatogenesis. Proses pembentukan

sperma terjadi di tubulus seminiferus. Pada dinding tubulus seminiferus sudah

terdapat spermatogenia yang berjumlah ribuan. Setiap spermatogenia akan

melakukan pembelahan secara mitosis menjadi spermatosit primer, setiap satu

spermatosit primer akan melakukan pembelahan miosis I menjadi dua

spermatosit sekunder. Setiap spermatosit sekunder akan melakukan

pembelahan menjadi spermatid yang bersifat haploid yang matang dan

menuju epidermidis. Adapun kelainan pada sel sperma yaitu Azoosperma,

asthenozoosperma, oligozoosperma serta torotozoosperma.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada pemeriksaan sperma

secara makroskopik didapatkan hasil yang normal yaitu uji bau memiliki

aroma khas pandan, warna putih keruh, pH : 7,5, volume 2,5 ml, serta masa

pencairan selama 20 menit.

5.2 Saran

Sebaiknya sampel sperma yang digunakan sebagai bahan uji diambil

tidak lebih dari 1 jam, agar hasil yang diperoleh lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Spermatogenesis. (Online). Tersedia . Diakses pada tanggal

8 Maret 2019.

Anonim. 2011. Bioteknologi pada Sistem Reproduksi. Tersedia http://E-

bookbioteknologipdsistemreproduksi.pdf. Diakses pada tanggal 8 Maret

2019.

Bowo,Tri.2011. Enam Masalah Pada Sperma Pria. Diakses pada 8 Maret 2019.

Anda mungkin juga menyukai