Anda di halaman 1dari 5

PHOTOVOLTAIK DARI ZAT ANTOSIANIN BUAH

CENGKODOK SEBAGAI PENGHASIL ENERGI LISTRIK


YANG EKONOMIS DAN RAMAH LINGKUNGAN

Sub Tema: Teknologi

Pendahuluan

Kenaikan tarif dasar listrik pada dua dekade terakhir ini yang memukul
kehidupan masyarakat, terutama kalangan ekonomi lemah, telah menyadarkan
kembali pada masalah krisis energi listrik yang belum terpecahkan. Tingginya
konsumsi dari penggunaan energi listrik dengan bahan bakar berbasis fosil dapat
berdampak pada habisnya sumber daya tersebut suatu saat nanti. Energi berbasis
fosil membutuhkan waktu yang sangat lama untuk proses pembentukannya dan
membutuhkan biaya yang sangat besar untuk melakukan proses produksinya. BP
Statitical Review of world Energy (2013) menyatakan konsumsi energi pokok dunia
tumbuh hingga 1,8% pada tahun 2012. Salah satu dampak dari hal tersebut,
Indonesia saat ini menghadapi masalah serius yaitu ketahanan energi. Menurut data
dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (2014) bahwa konsumsi energi di
Indonesia pada periode 2000-2012 meningkat rata-rata sebesar 2,9% per tahun.

Tenaga surya dipandang sebagai solusi ideal krisis sumber energi listrik
karena murah, bebas polusi, dan alami. Energi surya juga diharapkan dapat menjadi
solusi bagi terbatasnya bahan bakar fosil dan pemanasan global. Jumlah energi
surya yang sampai ke bumi setiap menitnya mencapai 700 megawatt atau 10.000
kali lebih besar daripada keseluruhan pemakaian energi dunia. Penggunaan sel
surya sebagai sumber energi listrik masih sangat terbatas karena terkendala
mahalnya bahan utama modul sel, yakni silikon. Meski dari itu lebih dari 90 persen
sel surya yang digunakan saat ini berbahan utama silikon.

Demikian pula dengan penggunaan bahan anorganik lainnya seperti GaSb,


GaAs, AlGaSb, ZnO, C1GS (copper indium gallium selenide dengan struktur yang
kompleks), yang harganya juga tidak murah. Oleh karena itu, para peneliti dari
seluruh dunia pun berlomba-lomba mencari alternatif peranti sel surya yang murah
dengan kualitas yang rasional dan mudah fabrikasinya. Salah satunya adalah sel
surya berbasis bahan organik, atau yang lebih dikenal dengan DSSC (Dye
Sentisized Solar Cell). Prinsip dasar DSSC yakni dengan menggunakan zat warna
alami bahan organik yang mudah diperoleh dengan harga yang murah, serta
mengingat bahan alam Indonesia yang melimpah.

DSSC merupakan salah satu kandidat potensial sel surya generasi


mendatang, hal ini dikarenakan tidak memerlukan material dengan kemurnian
tinggi sehingga biaya proses produksinya yang relatif rendah. Indonesia yang
terletak di antara 6º LU – 11º LS dan 95ºBT - 141º BT merupakan salah satu negara
yang menerima panas matahari lebih banyak daripada negara lain, yaitu 4800
watt/m2/hari (Zahrok dan Gontjang, 2015). Maka dari itu Indonesia memiliki
potensi yang sangat besar untuk mengembangkan sumber energi terbarukan
dibidang geotermal tersebut, terutama untuk peningkatan efisiensi sel surya pada
daerah Kalimantan Barat.

Dalam penulisan ini kami mencoba memanfaatkan zat warna yang terdapat
pada buah cengkodok (Melastoma malabatricum Linn) untuk dijadikan sebagai
sensitizer pada sel surya fotoeletrokimia. Serta mengubah struktur molekul pada
dye yang akan dibentuk menjadi struktur oligomer dengan harapan agar dye
sensitizer ini dapat menangkap panjang gelombang cahaya tampak dan dapat
meningkatkan efisiensi dari dye sensitizer pada penelitian sebelumnya.

Pembuatan DSSC ini selaras dengan pengimplementasian revolusi industri


4.0 yang mana semua tataran kehidupan manusia akan beralih dengan energi bersih
dan terjangkau. Diharapkan ini dapat memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan
tentang pengolahan limbah organik menjadi liquid hidrogen melalui teknologi
fermentasi anaerob, dan juga memberikan saran kepada masyarakat sebagai bahan
pertimbangan dalam pengelolaan limbah yang dihasilkan sehingga pencemaran
limbah organik dapat dikurangi.
Isi

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa, DSSC merupakan salah


satu teknologi alternatif untuk menghasilkan listrik dengan cara menkonversi
cahaya tampak menjadi arus listrik berdasarkan lebar bandgap semikonduktor
sensitized, dan pada umum nya terdiri dari photoelektroda, redox elektrolit, dan
counter elektroda. Perkembangan DSSC dua dekade terakhir ini menghasilkan
variasi baru DSSC berdasarkan prototipe sel Grätzel. Variasi baru DSSC meliputi:
P-type, tandem, hybird, wire format, solid dan quasi-solid DSSC. Zat warna pada
DSSC dapat diganti dengan quantum dot sehingga menghasilkan quantum dot
sensitized solar cell (QDSSC). Hal yang sama dilakukan yaitu mengganti larutan
elektrolit pada quasi-solid DSSC dengan konduktor padat (solidstate DSSC). Di
antara sekian banyak pilihan variasi, tandem DSSC menjadi perhatian utama karena
kemampuan dalam mengasilkan efisiensi energi yang besar (Jiawei et al., 2016)

Menurut Di wei (2010) DSSC solid state dan printable akan memiliki masa
depan yang menjanjikan untuk pengembangan optoelektronik yang efisien dan
fleksibel. Dikarenakan DSSC lebih tahan lama dan bekerja pada sudut yang lebar.
Selain itu, DSSC juga bekerja lebih efisien dalam pencahayaan ruangan, karena zat
warna yang menyerap sinar matahari dapat menyebar dengan perbaikan pada
elektrolit nonvolatile, pewarna organik dan elektroda semikonduktor nanoporous.
DSSC dengan harga yang murah tapi lebih kuat pasti akan mengambil bagiannya
di pasar sel surya yang bersaing dengan teknologi solar film tipis tradisional.
Berbagai komponen tumbuhan seperti bunga, daun, dan kulit kayu sudah pernah
diteliti sebagai sensitized selama 2 dekade terakhir (Narayan, 2011).

Calogero et al., (2010) melakukan penelitian DSSC menggunakan turnip


merah dan buah pir sicilian prickly ungu sebagai sensitized alami. Hasil terbaik
yang dicapai sel surya ini ialah efisiensi konversi energi sebesar 1,7% dengan
menggunakan turnip merah. Saha et al., (2016) berhasil mendapatkan efisiensi
koversi energi tertinggi yaitu sebesar 2,87% dengan menggunakan ekstrak zat
warna bunga kenaf hibiscus sebagai sensitized alami.
Nadeak dan Susanti (2012) berhasil membuat Dye Sensitized Solar Cell
(DSSC) menggunakan materi organik yaitu ekstrak larutan dye buah naga dengan
nilai panjang gelombang maksimum 538 nm dan materi anorganik berupa Titanium
Dioksida, larutan elektrolit, dan Pd/Au) pada materi konduktif kaca Indium Tin
Oxide dengan metode spin coating. Dalam uji kelistrikan DSSC buah naga
dihasilkan nilai kelistrikan terbesar terdapat pada sample dengan pemanasan pada
temperatur kalsinasi 550o C dan waktu tahan kalsinasi selama 60 menit dengan nilai
voltase terbesar 562 mV, kuat arus terbesar 0.307 mA/cm2, daya terbesar 172.5
mW/cm2, dan efisiensi 0.089% dengan penurunan voltase dalam rentang
1.318.74%

Dalam penulisan ini dye yang di kaji menggunakan buah cengkodok di


karenakan buah cengkodok mengandung zat antosianin yang dapat mengkonversi
energi matahari menjadi energi listrik. Pada tanaman cengkodok pelarut terbaik
adalah etanol yang menghasilkan warna ungu pekat. Menurut Pudjaatmaka (1990),
untuk mengekstrak buah cengkodok terdapat faktor kecocokan antara kepolaran
pelarut dengan zat yang dilarutkan menyebabkan antosianin mudah larut. Ini berarti
kepolaran etanol (70%) cocok dengan kepolaran antosianin pada ekstrak
cengkodok. Sehingga dapat menarik ekstrak antosianin pada cengkodok lebih
banyak. Senyawa yang terkandung didalam M. malabathricum adalah Antosianidin
yang terdiri dari struktur sianidin.

Menurut eko dan Panca (2016) Hasil terbaik diperoleh dari ekstraksi
tanaman cengkodok yaitu dengan cara ekstraksi basah, dengan rendemen
32,6142%, total antosianin 33,3279 mg/ 100 gr bahan, dan aktivitas antioksidan
95,2234% (dalam konsentrasi 1000 ppm). Aktivitas antioksidan dan stabilitas
warna pigmen antosianin mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya nilai
pH, kadar gula, dan suhu pemanasan.

Preparasi material pembuatan prototype DSSC melalui beberapa tahapan


seperti pembersihan kaca ITO, pembuatan larutan elektrolit, pembuatan pasta TiO2,
pembuatan dye, preparasi counter elektroda dan pembuatan prototype DSSC.
Kesimpulan

Melihat penelitian yang dilakukan oleh eko dan panca (2016) dengan nilai
total antosianin sebesar 33,3279 mg/100gr bahan dapat di simpulkan bahwa
pembuatan DSSC dengan bahan baku buah cengkodok dapat dilakukan. Untuk
meningkatkan efisiensi yang dihasilkan dapat dilakukan dengan menggunakan
perubahan sturuktur menjadi bentuk oligomer.

Berdasarkan hasil penelitian Sunardi (2015) yang telah dilakukan,


dihasilkan sifat optik dengan uji UV-Vis. Hasil UV-Vis Untuk daun pandan
perendaman 3 hari, puncak serapan terjadi pada λ= 650 nm dengan α= 1, untuk
perendaman 5 hari puncak serapan terjadi pada λ= 350 nm dengan α= 1.

Dahlan et al., (2016) melakukan penelitian DSSC menggunakan zat


pewarna ekstrak daun pandan dan kunyit. Pada dye ekstrak daun pandan energi gap
yang dihasilkan sebesar 1,387 eV, besar arus short circuit sebesar 18 μA, besar
voltase open circuit sebesar 685 mV dan efisiensi yang dihasilkan sebesar 0,055 %.
Pada dye ekstrak kunyit energi gap yang dihasilkan sebesar 1,756 eV, besar arus
short circuit sebesar 25 μA, besar voltase open circuit sebesar 598 mV dan efisiensi
yang dihasilkan sebesar 0,056 %. Dahlan et al., (2016) juga melakukan
pencampuran ekstrak pandan dan ekstrak kunyit. Besar gap yang dihasilkan sebesar
1,756 eV, besar arus short circuit sebesar 36 μA, besar voltase open circuit sebesar
499 mV dan efisiensi yang dihasilkan sebesar 0,085 %.

Ini berarti DSSC sangat berpotensi sebagai sumber energi listrik di masa
mendatang. Teknologi DSSC (Dye Sensitizer Solar Cell) ini merupakan
perwujudan atau pengimplementasian dari era revolusi industri 4.0 yang mana
semua tataran kehidupan manusia akan beralih dengan energi bersih dan terjangkau,
dimana teknologi pada era revolusi industry 4.0 akan sangat berkembang dengan
sangat cepat dan pesat.

Anda mungkin juga menyukai