Gangguan Kognitif Pada Lansia
Gangguan Kognitif Pada Lansia
Gangguan Kognitif Pada Lansia - Proses menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki/mengganti diri dan mempertahankan struktur serta
fungsi normalnya, yang terjadi secara perlahan-lahan. sehingga tidak dapat bertahan terhadap
jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constatinides, 2006). Proses
tersebut menyebabkan manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi
serta mengalami distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai ”penyakit degeneratif”.
Menurut UU nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut, batas umur seseorang
dikatakan usia lanjut adalah ≥60 tahun (Nugroho, 1995).
Fungsi kognitif adalah kemampuan mental yang terdiri dari atensi, kemampuan berbahasa, daya
ingat, kemampuan visuospasial, kemampuan membuat konsep dan intelegensi (Kaplan, 1997;
American Psychology Assosiation, 2007). Kemampuan kognitif berubah secara bermakna
bersamaan dengan lajunya proses penuaan, tetapi perubahan tersebut tidak seragam. Sekitar 50%
dari seluruh populasi lansia menunjukkan penurunan kognitif sedangkan sisanya tetap memiliki
kemampuan kognitif sama seperti usia muda. Penurunan kognitif tidak hanya terjadi pada
individu yang mengalami penyakit yang berpengaruh terhadap proses penurunan kognitif
tersebut, namun juga terjadi pada individu lansia yang sehat. Pada beberapa individu, proses
penurunan fungsi kognitif tersebut dapat berlanjut sedemikian hingga terjadi gangguan kognitif
atau demensia (Pramanta dkk., 2002).
Demensia merupakan kumpulan gejala (sindrom) yang meliputi penurunan daya ingat atau
memori, disertai penurunan kemampuan paling sedikit dua dari domain intelektual berikut yaitu
orientasi, atensi, ketrampilan verbal, kemampuan visuospasial, kalkulasi, fungsi eksekutif,
kontrol motorik, praksis, abstraksi dan judgement. Berdasar kriteria internasional untuk sindrom
demensia, keseluruhan dari gejala tersebut juga harus menyebabkan gangguan fungsi independen
dalam kehidupan sehari-hari (WHO, 1991 cit de Leeuw and van. Gijn, 2003).
Referensi :
1. Consatantinides, 2006. Teori proses menua, dalam: R. Boedhi-Darmojo (Penyunting),
Geriatri, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2. Nugroho, 1995. Perawatan Usia Lanjut, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. WHO., 1998. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic, Geneva.
BABI
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. Delirium, Demensia Dan Insomnia
Pada gangguan kognitif, diagnosa medis yang sering dihadapi adalah :
1. Delirium
2. Demensia
3. Insomnia
I. Delirium
1) Pengertan Delirium
Delirium adalah suatu kondisi yang dikarakterisasi dengan adanya perubahan kognitif akut
(defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) dan gangguaan pada sistem kesadaran
manusia. Delirium bukanlah suatu penyakit melainkan suatu sindrom dengan penyebab multipel
yang terdiri atas berbagai macam pasangan gejala akibat dari suatu penyakit dasar. Delirium
didefinisikan sebagai disfungsi cerebral yang reversible,akut dan bermanifestasi klinis pada
abnormalitas neuropsikiatri. Delirium, sering salah diintrepretasikan dengan demensia, depresi,
mania, schizophrenia akut, atau akibat usia tua, hal ini dapat terjadi karena gejala dan tanda dari
delirium juga muncul pada demensia, depresi, mania, psikosis dll. Kata “delirium” berasal dari
bahasa latin yang artinya lepas jalur. Sindrom ini pernah dilaporkan pada masa Hippocrates dan
pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan sebagai delirium tremens,kemudian Wernicke
menyebutnya sebagai Encephalopathy Wernicke.
Delirium adalah fungsi kognitif yang kacau ditandai dengan Kesadaran, berkabut yang
dimanifestasikan oleh lama konsentrasi yang rendah, persepsi yang salah, gangguan piker (Stuart
dan Sundeen, 1987).
2) Terdapat 3 tipe delirium, yaitu:
1. Delirium hiperaktif: didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi antara lain;
alkohol,amfetamin,lysergic acid diethylamide atau LSD.
2. Delirium hipoaktif: didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic encephalopathy dan
hipercapnia.
3. Delirium campuran: pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang hari mengantuk tapi pada
malam hari terjadi agitasi dan gangguan sikap.
Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Delirium
menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan structural dan fisiologik. Neuropatologi dari
delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic encephalopathy dan pada pasien dengan
putus alcohol. Hipotesis utama yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel dan
abnormalitas dari multipel neurotransmiter.
3) Berikut faktor-faktor penyebab Delirium:
a. Asetilkolin
data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari neurotransmiter
yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa
obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan bingung,pada pasien dengan transmisi
kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini. Pada pasien post operatif delirium serum
antikolinergik juga meningkat.
b. Dopamine
Pada otak,hubungan muncul antara aktivitas kolinergik dan dopaminergik. Pada delirium
muncul aktivitas berlebih dari dopaminergik,pengobatan simptomatis muncul pada pemberian
obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat dopamine.
c. Neurotransmitter lainnya
Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encephalopati hepatikum.
III. Insomnia
Insomnia/sulit tidur adalah masalah yang lazim dialami lansia; sleep-maintenance insomnia
adalah kondisi terkait umur dan membuat penderitanya lemah (Bootzin, Engle-Friedman, dan
Hazelwood). Dalam sleep education, terapis mengajari klien tentang perubahan-perubahan tidur
terkait umur; efek kafein, nikotin, alkohol, bantuan tidur olah raga, dan nutrisi; dan efek minimal
dari deprivasi/kekurangan tidur bagi kebanyakan orang. Kebanyakan orang bisa kehilangan
waktu tidur tanpa mengakibatkan masalah kesehatan.
Bagi sebagian klien, komponen terapi kognitif yang diadaptasi untuk imsomnia juga dapat
ditambahkan. Ini membantu klien dalam;
1. Mengidentifikasi pikiran-pikiran atau kekhawatiran-kekhawatiran disfungsionalnya.
2. Menantang keyakinan dan sikap maladaptifnya tentang tidur dan dampak kehilangan jam tidur
pada fungsinya disiang hari.
3. Mengganti pikiran-pikiran itu dengan alternative-alternatif yang lebih realistis.
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan Delirium, Depresi dan Demensia.St.louis:
Mosby year book
Towsend, M.C (1993). Psychiatric Mental Health Nursing: Concept of Care, Philadelphia, 2nd,
Davis Company.
Wilson, H.S, and Kneils, C.R . (1992). Psychiatric Nursing . California : Addison Wesley
Nursing.
Stuart, Gail Wiscarz. Sundeen. J. Sandra. 1995. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Google: http://id.wikipedia.org/wiki/Demensia (Diakses: 3:22, 27 Oktober 2011).
Google: http://id.wikipedia.org/wiki/Delirium (Diakses: 2:47, 27 Oktober 2011).