Anda di halaman 1dari 13

Gangguan Kognitif Pada Lansia

Gangguan Kognitif Pada Lansia - Proses menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki/mengganti diri dan mempertahankan struktur serta
fungsi normalnya, yang terjadi secara perlahan-lahan. sehingga tidak dapat bertahan terhadap
jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Constatinides, 2006). Proses
tersebut menyebabkan manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi
serta mengalami distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai ”penyakit degeneratif”.
Menurut UU nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan usia lanjut, batas umur seseorang
dikatakan usia lanjut adalah ≥60 tahun (Nugroho, 1995).

Fungsi kognitif adalah kemampuan mental yang terdiri dari atensi, kemampuan berbahasa, daya
ingat, kemampuan visuospasial, kemampuan membuat konsep dan intelegensi (Kaplan, 1997;
American Psychology Assosiation, 2007). Kemampuan kognitif berubah secara bermakna
bersamaan dengan lajunya proses penuaan, tetapi perubahan tersebut tidak seragam. Sekitar 50%
dari seluruh populasi lansia menunjukkan penurunan kognitif sedangkan sisanya tetap memiliki
kemampuan kognitif sama seperti usia muda. Penurunan kognitif tidak hanya terjadi pada
individu yang mengalami penyakit yang berpengaruh terhadap proses penurunan kognitif
tersebut, namun juga terjadi pada individu lansia yang sehat. Pada beberapa individu, proses
penurunan fungsi kognitif tersebut dapat berlanjut sedemikian hingga terjadi gangguan kognitif
atau demensia (Pramanta dkk., 2002).

Demensia merupakan kumpulan gejala (sindrom) yang meliputi penurunan daya ingat atau
memori, disertai penurunan kemampuan paling sedikit dua dari domain intelektual berikut yaitu
orientasi, atensi, ketrampilan verbal, kemampuan visuospasial, kalkulasi, fungsi eksekutif,
kontrol motorik, praksis, abstraksi dan judgement. Berdasar kriteria internasional untuk sindrom
demensia, keseluruhan dari gejala tersebut juga harus menyebabkan gangguan fungsi independen
dalam kehidupan sehari-hari (WHO, 1991 cit de Leeuw and van. Gijn, 2003).

Referensi :
1. Consatantinides, 2006. Teori proses menua, dalam: R. Boedhi-Darmojo (Penyunting),
Geriatri, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2. Nugroho, 1995. Perawatan Usia Lanjut, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
3. WHO., 1998. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic, Geneva.
BABI
PENDAHULUAN

A. Definisi Gangguan Kognitif


Kognitif adalah : Kemampuan berpikir dan memberikan rasional,termasuk proses mengingat,
menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Stuart&Sundeen,1987).
Gangguan kognitif merupakan respon maladaptive yang ditandai oleh daya ingat terganggu,
disonentasi, inkoheren dan sukar bepikir logis. Gangguan kognitif erat kaitannya dengan fungsi
otak, karena kemampuan pasien untuk berpikir akan dipengaruhi oleh keadaan otak.
a). Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Gangguan kognitif umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi susunan saraf pusat (SSP).
SSP memerlukan nutrisi untuk berfungsi, setiap gangguan pengiriman nutrisi mengakibatkan
gangguan fungsi SSP. Faktor yang dapat menyebabkan adalah penyakit infeksi sistematik,
gangguan peredaran darah, keracunan zat (Beck, Rawlins dan Williams, 1984, hal 871). Banyak
faktor lain yang menurut beberapa ahli dapat menimbulkan gangguan kognitif, seperti
kekurangan vitamin, malnutrisi, gangguan jiwa fungsional.
2. Faktor Presipitasi
Setiap kejadian diotak dapat berakibat gangguan kognitif. Hipoksia dapat berupa anemia
Hipoksia, Hitoksik Hipoksia, Hipoksemia Hipoksia, atau Iskemik Hipoksia. Semua Keadaan ini
mengakibatkan distribusi nutrisi ke otak berkurang. Gangguan metabolisme sering mengganggu
fungsi mental, hipotiroidisme, hipoglikemia. Racun, virus dan virus menyerang otak
mengakibatkan gangguan fungsi otak, misalnya sifilis. Perubahan struktur otak akibat trauma
atau tumor juga mengubah fungsi otak. Stimulus yang kurang atau berlebihan dapat mengganggu
fungsi kognitif. Misalnya ruang ICU dengan cahaya, bunyi yang konstan merangsang dapat
mencetuskan disorientasi, delusi dan halusinasi, namun belum ada penelitian yang tepat.
b). Akibat gangguan kognitif
1. Menurun kemampuan konsentrasi terhadap stimulus (misalnya, pertanyaan harus
diulang).
2. Proses pikir yang tidak tertata, misalnya tidak relevan atau inkoheren.
3. Minimal 2 dari yang berikut :
- Menurunkan tingkat kesadaran.
- Gangguan persepsi, Ilusi, halusinasi.
- Gangguan tidur, tidur berjalan dan insomnia atau ngatuk pada siang hari.
- Meningkat atau Menurun aktivitas psikomotor.
- Disorientasi, tempat, waktu, orang.
- Gangguan daya ingat, tidak dapat mengingat hal baru, misalnya nama beberapa benda
setelah lima menit.
B. Pengkajian
1. Faktor Predisposisi
Penyebab : - Gangguan fungsi susunan saraf pusat
- Gangguan pengiriman nutrisi
- Ganggua peredaran darah
a. Penuaan
• Kumulatif degeneratif jaringan otak = penuaan
• Racun dalam jaringan otak
• Kimia toksik/logam berat = Respon kognitif maladaptif
b. Neurobiologi
• Penyakit Alzheimer’s
• Gangguan metabolik :
- Penyakit lever kronik,
- GGK
- Devisit vitamin
- Malnutrisi
• Anorexia nervosa
• Bulimia nervosa
c. Genetik :
Penyakit otak degeneratif herediter ( Huntington’s Chorea)
2. Stressor Presipitasi
a. Hipoksia :
- Anemia hipoksik
- Histotoksik hipoksia
- Hipoksemia hipopoksik
- Iskemia hipoksik = Suplai darah ke otak menurun/berkurang
b. Gangguan metabolisme
Malfungsi endokrin : Underproduct / Overproduct Hormon
- Hipotiroidisme
- Hipertiroidisme
- Hipoglikemia
c. Racun, Infeksi
- Gagal ginjal
- Syphilis
- Aids Dement Comp
d. Perubahan Struktur
- Tumor
- Trauma
e. Stimulasi Sensori
- Stimulasi sensori berkurang
- Stimulasi berlebih
Lingkungan yang stimulusai berkurang / atau lebih = halusinasi
Penerangan dan aktifitas di ICU yang konstan = bingung, delusi, halusinasi
3. Perilaku
Delirum: Suatu keadaan proses pikir yang terganggu, ditandai dengan: Gangguan perhatian,
memori, pikiran dan orientasi.
Demensia: Suatu keadaan respon kognitif maladaptif yang ditandai dengan hilangnya
kemampuan intelektual/ kerusakan memori, penilaian, berpikir abstrak.
Insomnia: Insomnia/sulit tidur adalah masalah yang lazim dialami lansia; sleep-maintenance
insomnia adalah kondisi terkait umur dan membuat penderitanya lemah (Bootzin, Engle-
Friedman, dan Hazelwood).

BAB II
PEMBAHASAN
A. Delirium, Demensia Dan Insomnia
Pada gangguan kognitif, diagnosa medis yang sering dihadapi adalah :
1. Delirium
2. Demensia
3. Insomnia
I. Delirium
1) Pengertan Delirium
Delirium adalah suatu kondisi yang dikarakterisasi dengan adanya perubahan kognitif akut
(defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) dan gangguaan pada sistem kesadaran
manusia. Delirium bukanlah suatu penyakit melainkan suatu sindrom dengan penyebab multipel
yang terdiri atas berbagai macam pasangan gejala akibat dari suatu penyakit dasar. Delirium
didefinisikan sebagai disfungsi cerebral yang reversible,akut dan bermanifestasi klinis pada
abnormalitas neuropsikiatri. Delirium, sering salah diintrepretasikan dengan demensia, depresi,
mania, schizophrenia akut, atau akibat usia tua, hal ini dapat terjadi karena gejala dan tanda dari
delirium juga muncul pada demensia, depresi, mania, psikosis dll. Kata “delirium” berasal dari
bahasa latin yang artinya lepas jalur. Sindrom ini pernah dilaporkan pada masa Hippocrates dan
pada tahun 1813 Sutton mendeskripsikan sebagai delirium tremens,kemudian Wernicke
menyebutnya sebagai Encephalopathy Wernicke.
Delirium adalah fungsi kognitif yang kacau ditandai dengan Kesadaran, berkabut yang
dimanifestasikan oleh lama konsentrasi yang rendah, persepsi yang salah, gangguan piker (Stuart
dan Sundeen, 1987).
2) Terdapat 3 tipe delirium, yaitu:
1. Delirium hiperaktif: didapatkan pada pasien dengan gejala putus substansi antara lain;
alkohol,amfetamin,lysergic acid diethylamide atau LSD.
2. Delirium hipoaktif: didapatkan pada pasien pada keadaan hepatic encephalopathy dan
hipercapnia.
3. Delirium campuran: pada pasien dengan gangguan tidur, pada siang hari mengantuk tapi pada
malam hari terjadi agitasi dan gangguan sikap.
Mekanisme penyebab delirium masih belum dipahami secara seutuhnya. Delirium
menyebabkan variasi yang luas terhadap gangguan structural dan fisiologik. Neuropatologi dari
delirium telah dipelajari pada pasien dengan hepatic encephalopathy dan pada pasien dengan
putus alcohol. Hipotesis utama yaitu gangguan metabolisme oksidatif yang reversibel dan
abnormalitas dari multipel neurotransmiter.
3) Berikut faktor-faktor penyebab Delirium:
a. Asetilkolin
data studi mendukung hipotesis bahwa asetilkolin adalah salah satu dari neurotransmiter
yang penting dari pathogenesis terjadinya delirium. Hal yang mendukung teori ini adalah bahwa
obat antikolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan bingung,pada pasien dengan transmisi
kolinergik yang terganggu juga muncul gejala ini. Pada pasien post operatif delirium serum
antikolinergik juga meningkat.
b. Dopamine
Pada otak,hubungan muncul antara aktivitas kolinergik dan dopaminergik. Pada delirium
muncul aktivitas berlebih dari dopaminergik,pengobatan simptomatis muncul pada pemberian
obat antipsikosis seperti haloperidol dan obat penghambat dopamine.
c. Neurotransmitter lainnya
Serotonin ; terdapat peningkatan serotonin pada pasien dengan encephalopati hepatikum.

GABA (Gamma-Aminobutyric acid); pada pasien dengan hepatic encephalopati,peningkatan


inhibitor GABA juga ditemukan. Peningkatan level ammonia terjadi pada pasien hepatic
encephalopati,yang menyebabkan peningkatan pada asam amino glutamat dan glutamine (kedua
asam amino ini merupakan precursor GABA). Penurunan level GABA pada susunan saraf pusat
juga ditemukan pada pasien yang mengalami gejala putus benzodiazepine dan alkohol.
d. Mekanisme peradangan/inflamasi
Studi terkini menyatakan bahwa peran sitokin, seperti interleukin-1 dan interleukin-6,dapat
menyebabkan delirium. Mengikuti setelah terjadinya infeksi yang luas dan paparan toksik,bahan
pirogen endogen seperti interleukin-1 dilepaskan dari sel. Trauma kepala dan iskemia, yang
sering dihubungkan dengan delirium,terdapat hubungan respon otak yang dimediasi oleh
interleukin-1 dan interleukin 6.
e. Mekanisme reaksi stress
Stress psikososial dan gangguan tidur mempermudah terjadinya delirium.
f. Mekanisme struktural
Pada pembelajaran terhadap MRI terdapat data yang mendukung hipotesis bahwa jalur
anatomi tertentu memainkan peranan yang lebih penting daripada anatomi yang lainnya.
Formatio reticularis dan jalurnya memainkan peranan penting dari bangkitan delirium. Jalur
tegmentum dorsal diproyeksikan dari formation retikularis mesensephalon ke tectum dan
thalamus adalah struktur yang terlibat pada delirium. Kerusakan pada sawar darah otak juga
dapat menyebabkan delirium,mekanismenya karena dapat menyebabkan agen neuro toksik dan
sel-sel peradangan (sitokin) untuk menembus otak.
4) Kriteria diagnostik untuk delirium :
1. Gangguan kesadaran. Penurunan kesadaran terhadap lingkungan sekitar ,dengan penurunan
kemampuan untuk fokus,mempertahankan atau mengganti perhatian.
2. Perubahan kognitif ( defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa )
3. Gangguan perkembangan dalam periode waktu yang singkat. Bukti dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik atau pemeriksaan laboratorium yang mengindikasikan bahwa gangguan
disebabkan oleh konsekuensi fisiologik langsung atau akibat kondisi medis yang umum.
Pengobatan terutama pada pasien delirium adalah untuk mengkoreksi kondisi medis yang
menyebabkan gangguan-gangguan utama. Langkah pertama pada tata laksana pasien dengan
delirium adalah melakukan pemeriksaan yang hati hati terhadap riwayat penderita,pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium. Informasi dari pasien tentang riwayat pasien terdahulu maupun
status penderita sekarang sangat membantu para praktisi medis untuk melakukan tata laksana
yang baik untuk mengobati delirium.
II. Demensia
1. Pengertian Demensia
Demensia merupakan istilah digunakan untuk menjelaskan penurunan fungsional yang
disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak. Demensia bukan berupa penyakit dan bukanlah
sindrom.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat, penyakit atau zat-
zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel otak. Tetapi demensia
biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia diatas 60 tahun. Namun demensia bukan
merupakan bagian dari proses penuaan yang normal. Sejalan dengan bertambahnya umur, maka
perubahan di dalam otak bisa menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka
pendek) dan penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi
fungsi.
Pikun merupakan gejala umum demensia, walaupun pikun itu sendiri belum berarti indikasi
terjadinya demensia. Orang-orang yang menderita demensia sering tidak dapat berpikir dengan
baik dan berakibat tidak dapat beraktivitas dengan baik. Oleh sebab itu mereka lambat laun
kehilangan kemampuan untuk menyelesaikan permasalahan dan perlahan menjadi emosional,
sering hal tersebut menjadi tidak terkendali.
2. Faktor Penyebab Demensia
Banyak penyakit/sindrom menyebabkan demensia, seperti stroke, Alzheimer, penyakit
Creutzfeldt-Jakob, Penyakit Pick, Huntington, Parkinson, AIDS, dan lain-lain. Demesia juga
dapat diinduksi oleh defisiensi niasin.
Hidrosefalus ini menyebabkan demensia yang tidak biasa, dimana tidak hanya menyebabkan
hilangnya fungsi mental tetapi juga terjadi inkontinensia air kemih dan kelainan berjalan. Orang
yang menderita cedera kepala berulang (misalnya petinju) seringkali mengalami demensia
pugilistika (ensefalopati traumatik progresif kronik); beberapa diantaranya juga menderita
hidrosefalus.
Usia lanjut yang menderita depresi juga mengalami pseudodemensia. Mereka jarang makan
dan tidur serta sering mengeluh tentang ingatannya yang berkurang; sedangkan pada demensia
sejati, penderita sering memungkiri hilangnya ingatan mereka.
3. Gejala Demensia
a. Demensia biasanya dimulai secara perlahan dan makin lama makin parah, sehingga keadaan ini
pada mulanya tidak disadari.
 Terjadi penurunan dalam ingatan, kemampuan untuk mengingat waktu dan kemampuan untuk
mengenali orang, tempat dan benda.
 Penderita memiliki kesulitan dalam menemukan dan menggunakan kata yang tepat dan dalam
pemikiran abstrak (misalnya dalam pemakaian angka).
 Sering terjadi perubahan kepribadian.
b. Demensia karena penyakit Alzheimer biasanya dimulai secara samar.
 Gejala awal biasanya adalah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi; tetapi bisa juga bermula
sebagai depresi, ketakutan, kecemasan, penurunan emosi atau perubahan kepribadian lainnya.
 Terjadi perubahan ringan dalam pola berbicara; penderita menggunakan kata-kata yang lebih
sederhana, menggunakan kata-kata yang tidak tepat atau tidak mampu menemukan kata-kata
yang tepat.
 Ketidakmampuan mengartikan tanda-tanda bisa menimbulkan kesulitan dalam mengemudikan
kendaraan.
 Pada akhirnya penderita tidak dapat menjalankan fungsi sosialnya.
c. Demensia karena stroke kecil memiliki perjalanan penyakit dengan pola seperti menuruni
tangga.
 Gejalanya memburuk secara tiba-tiba, kemudian agak membaik dan selanjutnya akan
memburuk kembali ketika stroke yang berikutnya terjadi.
 Mengendalikan tekanan darah tinggi dan kencing manis kadang dapat mencegah stroke
berikutnya dan kadang terjadi penyembuhan ringan.
 Beberapa penderita bisa menyembunyikan kekurangan mereka dengan baik.
 Mereka menghindari aktivitas yang rumit (misalnya membaca atau bekerja).
 Penderita yang tidak berhasil merubah hidupnya bisa mengalami frustasi karena
ketidakmampuannya melakukan tugas sehari-hari.
 Penderita lupa untuk melakukan tugasnya yang penting atau salah dalam melakukan tugasnya.
4. Diagnosa
Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan penilaian menyeluruh, dengan memperhatikan
usia penderita, riwayat keluarga, awal dan perkembangan gejala serta adanya penyakit lain
(misalnya tekanan darah tinggi atau kencing manis). Dilakukan pemeriksaan kimia darah
standar. Pemeriksaan CT scan dan MRI dimaksudkan untuk menentukan adanya tumor,
hidrosefalus atau stroke.
Jika pada seorang lanjut usia terjadi kemunduran ingatan yang terjadi secara bertahap, maka
diduga penyebabnya adalah penyakit Alzheimer. Diagnosis penyakit Alzheimer terbukti hanya
jika dilakukan otopsi terhadap otak, yang menunjukkan banyaknya sel saraf yang hilang. Sel
yang tersisa tampak semrawut dan di seluruh jaringan otak tersebar plak yang terdiri dari amiloid
(sejenis protein abnormal).
Metode diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan
pungsi lumbal dan PET (positron emission tomography), yang merupakan pemerisaan skening
otak khusus.
5. Pengobatan
 Sebagian besar kasus demensia tidak dapat disembuhkan.
 Obat takrin membantu penderita dengan penyakit Alzheimer, tetapi menyebabkan efek samping
yang serius. Takrin telah digantikan oleh donepezil, yang menyebabkan lebih sedikit efek
samping dan memperlambat perkembangan penyakit Alzheimer selama 1 tahun atau lebih.
 Ibuprofen juga bisa memperlambat perjalanan penyakit ini. Obat ini paling baik jika diberikan
pada stadium dini.
 Demensia karena stroke yang berturut-turut tidak dapat diobati, tetapi perkembangannya bisa
diperlambat atau bahkan dihentikan dengan mengobati tekanan darah tinggi atau kencing manis
yang berhubungan dengan stroke. Jika hilangnya ingatan disebabakan oleh depresi, diberikan
obat anti-depresi. Jika didiagnosis secara dini, maka demensia karena hidrosefalus bertekanan
normal kadang dapat diatasi dengan membuang cairan yang berlebihan di dalam otak melalui
selang drainase (shunting).
 Untuk mengendalikan agitasi dan perilaku yang meledak-ledak, yang bisa menyertai demensia
stadium lanjut, sering digunakanobat anti-psikosa (misalnya tioridazin dan haloperidol). Tetapi
obat ini kurang efektif dan menimbulkan efek samping yang serius. Obat anti-psikotik efektif
diberikan kepada penderita yang mengalami halusinasi atau paranoia.
6. Membantu penderita demensia dan keluarganya:
Mempertahankan lingkungan yang familiar akan membantu penderita tetap memiliki
orientasi. Kalender yang besar, cahaya yang terang, jam dinding dengan angka-angka yang besar
atau radio juga bisa membantu penderita tetap memiliki orientasi.
 Menyembunyikan kunci mobil dan memasang detektor pada pintu bisa membantu mencegah
terjadinya kecelekaan pada penderita yang senang berjalan-jalan.
 Menjalani kegiatan mandi, makan, tidur dan aktivitas lainnya secara rutin, bisa memberikan rasa
keteraturan kepada penderita.
 Memarahi atau menghukum penderita tidak akan membantu, bahkan akan memperburuk
keadaan.
 Meminta bantuan organisasi yang memberikan pelayanan sosial dan perawatan, akan sangat
membantu.

III. Insomnia
Insomnia/sulit tidur adalah masalah yang lazim dialami lansia; sleep-maintenance insomnia
adalah kondisi terkait umur dan membuat penderitanya lemah (Bootzin, Engle-Friedman, dan
Hazelwood). Dalam sleep education, terapis mengajari klien tentang perubahan-perubahan tidur
terkait umur; efek kafein, nikotin, alkohol, bantuan tidur olah raga, dan nutrisi; dan efek minimal
dari deprivasi/kekurangan tidur bagi kebanyakan orang. Kebanyakan orang bisa kehilangan
waktu tidur tanpa mengakibatkan masalah kesehatan.
Bagi sebagian klien, komponen terapi kognitif yang diadaptasi untuk imsomnia juga dapat
ditambahkan. Ini membantu klien dalam;
1. Mengidentifikasi pikiran-pikiran atau kekhawatiran-kekhawatiran disfungsionalnya.
2. Menantang keyakinan dan sikap maladaptifnya tentang tidur dan dampak kehilangan jam tidur
pada fungsinya disiang hari.
3. Mengganti pikiran-pikiran itu dengan alternative-alternatif yang lebih realistis.

B. Perbedaan Delirium dan Demensia


BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gangguan kognitif pada pasien yang mengalami gangguan jiwa, erat hubungannnya dengan
gangguan mental organik. Hal ini terlihat dari gambaran secara umum perilaku/ gejala yang
timbul akan dipengaruhi pada bagian otak yang mengalami gangguan.
Dari intervensi yang dilakukan untuk mengatasi masalah pasien , hal utama yang dilakukan
adalah: selalu menerapkan tehnik komunikasi terapeutik. Pendekatan secara individu dan
kelompok, juga keterlibatan keluarga dalam melakukan perawatan sangat penting untuk
mencapai kesembuhan pasien. Berdasarkan hal diatas masalah dengan gangguan kognitif sangat
penting diketahui apa penyebab terjadinya . Sehinngga intervensi yang diberikan tepat dan sesuai
untuk mengatasi masalah pasien. Akhirnya pasien diharapkan dapat seoptimal mungkin untuk
memenuhi kebutuhannya dan terhindar dari kecelakaan yang ,membahayakan keselamatan
pasien.

DAFTAR PUSTAKA

 Stuart, Gw. and Sundeen S.J (1995). Perbandingan Delirium, Depresi dan Demensia.St.louis:
Mosby year book
 Towsend, M.C (1993). Psychiatric Mental Health Nursing: Concept of Care, Philadelphia, 2nd,
Davis Company.
 Wilson, H.S, and Kneils, C.R . (1992). Psychiatric Nursing . California : Addison Wesley
Nursing.
 Stuart, Gail Wiscarz. Sundeen. J. Sandra. 1995. Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
 Google: http://id.wikipedia.org/wiki/Demensia (Diakses: 3:22, 27 Oktober 2011).
 Google: http://id.wikipedia.org/wiki/Delirium (Diakses: 2:47, 27 Oktober 2011).

Anda mungkin juga menyukai