Anda di halaman 1dari 15

TUGAS RISET KEPERAWATAN

PEROPOSAL PENELITIAN
GAMBARAN KOMITMEN ORGANISASI PERAWAT PELAKSANA
BERDASARKAN GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA RUANGAN DI
RUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM MARDIWALUYO
KOTA BLITAR

Di susun oleh:

DIMAS BIMAYAKTI
10216006

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena atas izin dan kuasanya
saya dapat menyelesaikan tugas Riset Keperawatan tentang Proposal
Penelitian dengan judul
“gambaran komitmen organisasi perawat pelaksana berdasarkan gaya
kepemimpinan kepala ruangan di ruang rawat inap rumah sakit umum
mardiwaluyo kota blitar”
sadar bahwa dalam penulisan ini tidak sedikit masalah yang dihadapi, namun
berkat kerja keras serta bantuan dari pihak, semua masalah tadi bisa teratasi
dengan baik. Oleh karena itu, saya banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penulis sadar bahwa ini jauh dari kesempurnaan, sehingga kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan sangat penulis harapkan. Akhir kata,
semoga dapat bermanfaat bagi pembaca, baik mahasiswa maupun masyarakat
sebagai tambahan wawasan pengetahuan.

Kediri, 05 april 2019

Penyusun
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep teori dasar kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan memberi inspirasi kepada


orang lain untuk bekerja sama sebagai suatu kelompok, agar dapat
mencapai suatu tujuan umum. Millus dalam Suarli (2002)
menyebutkan tanggung jawab para pemimpin secara rinci yaitu:

1. Menentukan tujuan pelaksanaan kerja yang realistis, dalam artian


kuantitas, kualitas, keamanan, dan lain sebagainya.

2. Melengkapi para karyawan/pegawai dengan sumber-sumber dana


yang di perlukan untuk menjalankan tugasnya

3. Mengkomunikasikan kepada para karyawan tentang apa yang di


harapkan dari mereka

4. Memberikan reward/insentif yang sepadan untuk mendorong prestasi

5. Mendeklarasikan wewenang apabila di perlukan dan mengundang


partisipasi apabila memungkinkan

6. Menghilangkan hambatan untuk pelaksanaan pekerjaan yang efektif

7. Menilai pelaksanaan pekerjaan dan mengkomunikasikan hasilnya.

8. Menunjukkan perhatian kepada karyawan/karyawati.

Pendapat lain menyebutkan tugas seorang pemimpin adalah :


1. Mewujudkan sasaran atau menyelesaikan tugas yang di bebankan
kepadanya secara tuntas

2. Menegakkan disiplin

3. Membina anggotanya

4. Meningkatkan kesejahteraan anggotanya.

B. Konsep teori wewenang kepemimpinan

Wewenang kepemimpinan merupakan hak untuk bertindak atau


mempengaruhi ingkah laku orang yang dipimpinnya. Wewenang
kepemimpinan di dapat dari luar diri pemimpin itu. Secara umum, ada dua
konsep pemberian wewenang kepemimpinan di lihat dari arahnya, yaitu dari
atas dan dari bawah. Wewenang dari atas umumnya berasal dari atasan,
misalnya seorang direktur rumah sakit menunjuk seorang perawat yang di
nilai mampu untuk menjadi kepala bagian dari perawatan dan kemudian di
beri wewenang untuk memerintah. Cara demikian ini di sebut “top down-
authority”, atau kewenangan dari atas ke bawah.

Manajemen puncak

Manajer yang lebih bawah

Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai

Konsep yang kedua adalah “bottom up-authority” atau kewenangan


dari bawah ke atas, yang berdasarkan pada teori penerimaan (receptance
theory). Pada konsep ini, pemimpin di pilih oleh mereka yang akan menjadi
bawahannya. Apabila seseorang diterima sebagai pimpinan dan di beri
wewenang untuk memimpin, maka para bawahan akan menghargai
wewenang tersebut. Pemimpin tersebut bisa juga merupakan seorang wakil
yang mewakili nilai-nilai yang mereka anggap penting.

Manajer

Pegawai Pegawai Pegawai Pegawai

C. Konsep teori kriteria pemimpin

Pemimpin yang berkualitas harus memenuhi kriteria dan sebagai berikut:

1. Mempunyai keinginan untuk menerima tanggung jawab

2. Mempunyai kemampuan untuk menentukan pioritas

3. Mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi

Karakteristik sifat dan keterampilan yang di perlukan pemimpin

Sifat Keterampilan
Tingkat intelegensia di atas rata-rata komunikasi yang baik
Memulai dengan dirinya Kreatif
Dapat beradaptasi dengan situasi Pengetahuan tentang tugas dan
penanganannya
Dapat mengetahui Peka terhadap lingkungan
Kematangan emosi dan integritas Pengorganisasian
Orientasi pada tugas Keterampilan konsep
Asertif Keterampilan konsep
Percaya diri Teknikal (pengetahuan tentang
metode dan prosesnya)
Pembuat keputusan Hubungan antar manusia
Dapat di percaya Hubungan antar manusia
Berpengaruh Hubungan antar manusia
Energik Hubungan antar manusia
Tolerans terhadap stres Hubungan antar manusia
Tanggung jawab Hubungan antar manusia
Original Hubungan antar manusia
(Sumijatun, 2009)

D. Konsep teori gaya kepemimpinan

Gaya kepemimpinan adalah pola tingkah laku yang di rancang untuk


mengintegrasikan tujuan organisasi dengan tujuan individu, untuk mencapai
suatu tujuan. Dasar yang sering di gunakan untuk mengelompokan gaya
kepemimpinan adalah: tugas yang harus di lakukan oleh pemimpin,
kewajiban pemimpin, dan falsafah yang di anut oleh pemimpin (Suarli,
2002).

Gilles dalam Suarli, 2002 mengemukakan ada empat gaya kepemimpinan,


yaitu:

1. Otokratis

Seorang pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan otokratik


(autocratic) menganggap bahwa semua kewajiban untuk mengambil
keputusan, menjalankan tindakan, mengarahkan, memberikan
motivasi, dan mengawasi bawahannya berpusat di tangannya.
Pemimpin seperti ini merasa bahwa hanya ia yang berkompeten untuk
memutuskan dan menganggap bahwa bawahannya tidak mampu
untuk mengarahkan diri mereka sendiri. Di lain pihak, ia mungkin
mempunyai alasan-alasan untuk mengambil posisi yang kuat untuk
mengarahkan dan berinisiatif. Seorang otokrat juga mengawasi
pelaksanaan pekerjaan dengan maksud untuk meminimalkan
penyimpangan dari arahan yang ia berikan.

2. Demokratis

Gaya seorang pemimpin yang menghargai karakteristik dan


kemampuan seseorang. Pemimpin demokratis menggunakan kekuatan
pribadi dan kekuatan jabatan untuk menarik gagasan dari para
pegawai dan memotovasi anggota kelompok kerja untuk menentukan
tujuan mereka sendiri.

3. Partisipatif

Seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinannya secara


konsultatif adalah pemimpin yang menggunakan gaya partisipatif.
Artinya ia tidak mendeklarasikan wewenangnya untuk membuat
keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan tertentu kepada
staf/bawahannya. Akan tetapi, ia mencari berbagai pendapat dan
pemikiran dari para bawahan mengenai keputusan yang diambil.
Pemimpin dengan gaya partisipatif akan secara serius mendengarkan
dan menilai pemikiran para bawahannya dan menerima sumbangan
pemikiran mereka, sejauh pemikiran tersebut bisa di praktikkan.
Pemimpin seperti itu akan mendorong kemampuan mengambil
keputusan dari para staf/bawahannya. Selain itu, ia juga mendorong
staf agar meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dan
menerima tanggung jawab yang lebih luas. Pemimpin akan menjadi
lebih suportif dalam kontak dengan para staf/bawahan dan bukan
bersikap diktator. Meskipun, tentu saja wewenang terakhir dalam
pengambilan keputusan ada pada pemimpin.

4. Laissez faire

Gaya mengatur atau gaya mengkoordinasi, dan memaksa bawahan


untuk merencanakan, melakukan, dan menilai pekerjaan mereka
sendiri.

E. Gaya kepemimpinaan berdasarkan kekuasaan dan wewenang

Menurut Gillies (1996) , dalam Nursalam (2002), gaya kepemimpinan


berdasarkan wewenang dan kekuasaan di bedakan menjadi 4 yaitu:

1. Otoriter

Merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau


pekerjaan. Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam
memimpin. Pemimpin menentukan semua tujuan yang akan dicapai
dalam pengambilan keputusan. Informasi diberikan hanya pada
kepentingan tugas. Motivasi dengan reward dan punishment.

2. Demokratis

Merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan


setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk
mkendorong ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan
tujuan sendiri. Membuat rencana dan pengontrolan dalam
penerapannya. Informasi diberikan seluas-luasnya dan terbuka.

3. Partisipatif

Merupakan gabungan antara otoriter dan demokratis, yaitu pemimpin


yang menyampaikan hasil gambaran masalah dan kemudian
mengusulkan tindakan tersebut pada bawahannya. Staf diminta saran
dan kritiknya serta mempertimbangkan respons staf terhadap
usulannya, dan keputusan akhir ada pada kelompok.

4. Laissez faire

Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan


tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi. Staf mengevaluasi
pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri. Pimpinan hanya sebagai
sumber informasi dan pengendalian secara minimal ( Nursalam, 2002
).

F. Komitmen organisasi

Komitmen organisasi adalah sebagai suatu keadaan dimana seseorang


karyawan memihak organisasi tertentu serta tujuan tujuan dan keinginannya
untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi tersebut. Keterlibatan
pekerjaaan yang tinggi berarti memihak pada pekerjaan tertentu seseorang
individu, sementara komitmen organisasional yang tinggi berarti memihak
organisasi yang merekrut individu tersebut (Stephen P. Robbins dalam Allen
& Meyer 1993).

Komitmen organisasi adalah tingkat sampai dimana karyawan yakin


dan menerima tujuan organisasional, serta berkeinginan untuk tinggal
bersama atau meninggalkan perusahaan pada akhirnya tercermin dalam
ketidakhadiran dan angka perputaran karyawan. L. Mathis-John H. Jackson
dalam Allen & Meyer 1993). (Mowday et. al., 1982) mendefinisikan
komitmen organisasi sebagai kekuatan reratif dari identifikasi individu dan
keterlibatan dalam organisasi khusus, meliputi kepercayaan, dukungan
terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan untuk menggunakan
upaya yang sungguh-sungguh untuk kepentingan organisasi, dan keinginan
yang kuat untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi. Komitmen
organisasi menunjuk pada pengedentifikasian tujuan karyawan dengan tujuan
organisasi, kemauan mengerahkan sebala daya untuk kepentingan organisasi
dan keterikatan untuk tetap menjadi bagian dari organisasi (Mowday, Steers,
Porter, 1979)
Komitmen organisasi (organizational commitment) adalah sikap yang
mencerminkan sejauh mana seseorang individu mengenal dan terikat pada
organisasinya. Seseorang individu yang memiliki komitmen tinggi
kemungkinan akan melihat dirinya sebagai anggota sejati organisasi (Griffin
dalam Allen dan Meyer 1993).

Komitmen organisasi adalah Keinginan kuat untuk tetap sebagai


anggota organisasi tertentu, keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan
organisasi dan keyakinan tertentu, dan penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Dengan kata lain, ini merupakan sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan
pada organisasi dan proses berkelanjutan di mana anggota organisasi
mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta
kemajuan yang berkelanjutan (Fred Luthan dalam Allen & Meyer 1993)

Menurut Newstrom and Davis (2002), komitmen organisasional


merupakan tingkat dimana individu memihak dan ingin secara kontinyu
berpartisipasi aktif dalam organisasi, yang tercermin melalui karakteristik-
karakteristi sebagai berikut:

1. Adanya keyakinan yang kuat dan penerimaan atas nilai dan tujuan
organisasi,
2. Kesediaan untuk mengusahakan yang terbaik bagi organisasi, dan
3. Adanya keinginan yang pasti untuk bertahan dalam organisasi.

Allen dan Meyer (1993), tiga Dimensi komitmen organisasi adalah:

1. Komitmen afektif

Keterikatan emosional karyawan, dan keterlibatan dalam organisasi,


kekuatan dari keinginan orang-orang untuk terus bekerja untuk
sebuh organisasi karena mereka setuju dengan sasaran dan nilai-nilai
yang mendasarinya. Orang-orang merasakan tingkat komitmen
afektif yang tinggi yang ingin bertahan dalam organisasi-organisasi
mereka karena mereka mendukung apa yang dipertahankan
organisasi dan berkeinginan untuk membantunya dalam mencapai
misinya.

Ada kalanya, terutama ketika sebuah organisasi sedang mengalami


perubahan, para karyawan dapat ingin mengetahui apakah nilai-nilai
pribadi mereka terus sejalan dengan nilai-nilai organisasi dimana
mereka terus bekerja. Ketika hal ini terjadi, mereka dapat
mempertanyakan apakah mereka masih diperhatikan dan, jika mereka
meyakini tidak, mereka dapat berhenti.

2. Komitmen berkelanjutan

Komitmen berdasarkan atas kerugian yang berhubungan dengan


keluarnya karyawan dari sebuah organisasi. Hal ini mungkin karena
kehilangan senioritas atas promosi ataupun benefit,

Orang-orang yang lebih lama bertahan dalam organisasi-organisasi


mereka, mereka lebih bertahan untuk kehilangan apa yang telah
mereka investasikan dalam organisasi tersebut selama bertahun-tahun
(misalnya, rencana pensiun, persahabatan erat). Banyak orang
memutuskan untuk bertahan pada pekerjaan mereka karena mereka
tidak berani mengambil resiko untuk kehilangan terhadap suatu hal
yang berkaitan dengan kelangsungan hidup mereka. Orang-orang
tersebut dapat dikatakan memiliki tingkat komitmen kelanjutan yang
tinggi. Tanda-tanda mengemukakan bahwa komitmen kelanjutan
tidak setinggi penggunaannya saat ini. Secara tradisional, orang-
orang mencari pekerjaan yang akan memberikan mereka kepastian
pekerjaan semasa hidup atau untuk kelangsungan hidup. Banyak
karyawan akan tetap pada pekerjaan mereka sepanjang masa kerja
mereka, yang dimulai dari tingkat dasar dan meniti karir mereka
melalui kualitas bekerja hingga mencapai tingkat atas. Akan tetapi
saat ini, skenario tersebut tidak mudah ditemukan, perjanjian tertulis
dari keamanan pekerjaan maupun dari pihak bagian sumber daya
manusia dalam pertukaran loyalitas semuanya berasal dari kancah
organisasi.

3. Komitmen normatif

Perasaan wajib untuk tetap berada dalam organisasi karena memang


harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus
dilakukan. Ini merujuk pada perasaan keharusan tinggal dengan
organisasi dari karyawan karena tekanan dari orang lain. Orang-
orang yang memiliki tingkat komitmen normatif yang tinggi sangat
mencemaskan tentang apa yang akan dipikirkan orang - orang lain
tentang mereka setelah keluar. Mereka enggan mengecewakan para
majikan mereka dan mencemaskan bahwa para karyawan sesama
mereka dapat berpikiran kurang baik tentang mereka atas keputusan
berhenti.

Beberapa pedoman khusus untuk mengimplementasikan sistem


manajemen yang mungkin membantu memecahkan masalah dan
meningkatkan komitmen organisasi pada diri karyawan :

4. Berkomitmen pada nilai manusia: Membuat aturan tertulis,


memperkerjakan manajer yang baik dan tepat, dan
mempertahankan komunikasi.

5. Memperjelas dan mengkomukasikan misi Anda: Memperjelas


misi dan ideologi; berkharisma; menggunakan praktik
perekrutan berdasarkan nilai; menekankan orientasi
berdasarkan nilai dan pelatihan; membentujk tradisi,
6. Menjamin keadilan organisasi: Memiliki prosedur
penyampaian keluhan yang koprehensif; menyediakan
komunikasi dua arah yang ekstensif.

7. Menciptakan rasa komunitas: Membangun homogenitas


berdasarkan nilai; keadilan; menekankan kerja sama, saling
mendukung, dan kerja tim, berkumpul bersama,

8. Mendukung perkembangan karyawan: Melakukan aktualisasi;


memberikan pekerjaan menantang pada tahun pertama;
memajukan dan memberdayakan; mempromosikan dari dalam;
menyediakan aktivitas perkembangan; menyediakan keamanan
kepada karyawan tanpa jaminan.

G. faktor yang mempengaruhi komitmen

Komitmen pegawai pada organisasi tidak terjadi begitu saja, tetapi


melalui proses yang cukup panjang dan bertahap. Steers (dalam Sopiah,
2008) menyatakan tiga faktor yang mempengaruhi komitmen seorang
karyawan antara lain :

1. Ciri pribadi pekerja termasuk masa jabatannya dalam organisasi,


dan variasi kebutuhan dan keinginan yang berbeda dari tiap
karyawan

2. Ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi


dengan rekan sekerja; dan

3. Pengalaman kerja, seperti keterandalan organisasi di masa lampau


dan cara pekerja-pekerja lain mengutarakan dan membicarakan
perasaannya tentang organisasi.

Sementara itu, Minner (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan empat faktor


yang mempengaruhi komitmen karyawan antara lain :
1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
pengalaman kerja dan kepribadian.

2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan, tantangan


dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

3. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk


organisasi, kehadiran serikat pekerjan, dan tingkat pengendalian
yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.

4. Pengalaman kerja. Pengalaman kerja seorang karyawan sangat


berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada
organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan
karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi
tentu memiliki tingkat

H. Pendekatan-Pendekatan terhadap Pengembangan Komitmen


Organisasi

Beberapa faktor penentu dari komitmen organisasi jatuh diluar


lingkup kontrol manajer, dengan memberikan kepada mereka beberapa
kesempatan untuk mempertinggi perasaan - perasaan ini. Sebagai contoh,
komitmen cenderung lebih rendah ketika ekonomi berlangsung dimana
kesempatan-kesempatan pekerjaan sangat banyak. Banyaknya opsi pekerjaan
benar pasti menurunkan komitmen kelanjutan, dan tidak ada terlalu banyak
yang dapat dilakukan sebuah perusahaan tentang hal ini. Meskipun demikian,
walaupun para manajer tidak dapat mengontrol ekonomi eksternal, mereka
dapat melakukan beberapa hal untuk membuat pasra karyawan ingin tetap
bekerja bagi perusahaan yaitu, mempertinggi komitmen afektif (Greenberg,
2003).
Daftar pustaka

Arwani & Supriyatno (2006). Manajemen bangsal keperawatan. (Cetakan


Pertama). Jakarta: EGC

Handoko, H. (1998). Manajemen. Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah


mada. Yogyakarta. Edisi 2. BPFE

Ilyas, Y. (2004). Perencanaan SDM rumah sakit. Teori, metoda dan formula..
Depok. Edisi Revisi.. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan. FKM-UI.

Nasir, dkk. (2009). Komunikasi dalam praktek keperawatan. Teori dan


aplikasi. Salemba Medika. Jakarta.

Nursalam (2007). Manajemen keperawatan. Aplikasi dalam praktik


keperawatan professional. Jakarta. Edisi 4. Salemba medika.

Marquis dan Huston (2010). Kepemimpinan dan manajemen keperawatan.


Teori dan Aplikasi. Alih bahasa: Widyawati dan Handayani. Jakarta. Edisi 4.
EGC.

Potter dan Perry (2009). Fundamentals of nursing. Fundamental


keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. Buku 1. Edisi 7.

Tappen, R.M. (1995). Nursing leadership and management: consepts and


practice. Third Edition. Philadelphia: F.A. Davis Company.

Anda mungkin juga menyukai