Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Chronic Kidney Disease

2.1.1 Definisi chronic kidney disease

Chronic kidney disease (CKD) merupakan kegagalan dalam fungsi ginjal

untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan elektrolit akibat

kerusakan struktur ginjal yang progresif. Chronic kidney disease dapat disebabkan

karena produk akhir metabolisme dalam darah yang tidak dapat di keluarkan

sehingga mengakibatkan uremia (Muttaqin, 2011). Gagal ginjal terminal (GGT)

merupakan stadium terberat dari penyakit kronik yang irreversible, dimana

penderita harus menjalani terapi pengganti ginjal untuk dapat mempertahankan

hidup (Nurjanah, 2012).Penyakit gagal ginjal kroik adalah setiap kerusakanginjal

atau penurunan laju filtrasi glomerulus , 60 ml/menit/1,73 m3 untuk jangka waktu

≥ 3 bulan. Kerusakan ginjal adalah setiap kelainan patologis atau pertanda

kerusakan ginjal, termasuk kelainan dalam darah, urin atau studi pencitraan

(Pernefri, 2013).

2.1.2 Etiologi Chronic Kidney Disease

Menurut Prabowo dan Pranata (2014), chronic kidney disease (CKD)

menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit

sekunder (secondary illness). Penyebab yang sering terjadi adalah diabetes mellitus

dan hipertensi. Adapun beberapa penyebab lainnya yaitu Penyakit glomerular

kronis (glomerulonefritis), infeksi kronis (pyelonefritis kronis), kelainan kongenital

9
(polikistik ginjal), penyakit vaskuler (renal nephorosclerosis), obstruksi saluran

kemih (nephrolithisis).

2.1.3 Tanda dan Gejala Chronic Kidney Disease

Laju filtrasi glomerulus (LFG) merupakan gambaran kondisi fungsi ginjal

dan merupakan salah satu kriteria diagnosis chronic kidney disease. Chronic kidney

disease merupakan abnormalitas struktur atau fungsi ginjal selama >3 bulan dengan

kriteria LFG <60 mL/ menit/1,73 m2 dengan atau tanpa kerusakan ginjal,

ditemukannya satu atau lebih gejala seperti albuminuria, sedimen urin yang

abnormal, kelainan elektrolit yang berhubungan dengan kelainan tubulus, kelainan

histologi, kelainan yang dideteksi dengan imaging dan riwayat transplantasi ginjal.

Tanda gejala yang akan sering terjadi pada pasien chronic kidney disease

yaitu kulit terasa gatal, mengalami kram otot, kehilangan nafsu makan, berat badan

menurun, lebih sering BAK (buang air kecil) terutama pada malam hari, mengalami

kejang pada otot, mengalami disfungsi ereksi pada pria, nyeri pada dada akibat

cairan menumpuk di sekitar jantung, mengalami gangguan tidur atau susah tidur,

penumpukan cairan yang mengakibatkan pembengkakan pada pergelangan kaki

dan tangan, mengalami gangguan pernafasan/sesak nafas, dan terdapat darah atau

protein dalam urine saat melakukan test urine (Ariani, 2016)

2.1.4 Stadium Chronic Kidney Disease

Tabel 2.1
Stadium Chronic Kidney Disease

Stadium Deskripsi LFG (mL/menit/1.73 𝒎𝟐


1 Fungsi ginjal normal,tetapi temuan urin, abnormalitas ≥90
strukturatauciri genetik menunjukkan adanya
penyakit ginjal.

10
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain 60-89
(seperti pada stadium 1) menunjukkan adanya
penyakit ginjal.
3a Penurunan ringan fungsi ginjal 45-59
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
5 Chronic kidney disease <15

2.1.5 Patofisiologi Chronic Kidney Disease

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya

di ekskresikan oleh urine) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan

mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah

maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala urea membaik setelah hemodialisa.

Penurunan laju filtrasi glomerulus dapat di deteksi dengan mendapatkan urin 24jam

untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya filtrasi glomerulus akibat tidak

berfungsinya glomerulus, klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum

akan meningkat. Kadar nitrogen urea darah dan blood urea nitrogen (BUN)

biasanya meningkat.

Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal

karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya

dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,

katabolisme dan medikasi seperti steroid. Selama CKD, beberapa nefron termasuk

glomerulus dan tubula masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak

dan tidak berfungsi lagi. Nefron yang masih utuh dan berfungsi mengalami

hipertrofi dan menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Reabsorpsi tubula juga

meningkat walaupun laju filtrasi glomerulus berkurang. Kompensasi nefron yang

11
masih utuh dapat membuat ginjal mempertahankan fungsinya sampai tiga perempat

nefron rusak (Baradero, 2009).

2.1.6 Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease

Adapun beberapa penatalaksanaan dalam penanganan chronic kidney

disease adalah manajemen diet, dialisis dan transplantasi ginjal (Henny, 2013).

2.1.6.1 Manajemen diet

Pada pasien chronic kidney disease manajemen diet diberikan sejak tahap

awal sampai tahap akhir, dimana tujuan dari manajemen diet ini adalah untuk

membantu dan mempertahankan status gizi secara optimal, mencegah faktor-faktor

pemberat, memperlambat penurunan fungsi ginjal, mengurangi atau jika mungkin

dapat menghilangkan gejala yang mengganggu dan mengatur keseimbangan cairan

dan elektrolit. Jadi, jika pasien gagal ginjal menjalani manajemen diet yang baik

maka penderita akan dapat hidup normal, produktif, dan menunda melakukan

hemodialisa. Adapun manajemen diet pada pasien chronic kidney disease yang

menalani hemodialysis adalah :

1. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB ideal/hari pada pasien Hemodialisis (HD)

maupun continous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD). Pada CAPD

diperhitungkan jumlah energi yang berasal dari cairan dialisis. Bila diperlukan

penurunan berat badan, harus dilakukan secara berangsur (250 – 500 g/minggu)

untuk mengurangi risiko katabolisme massa tubuh tanpa lemak (Lean Body

Mass).

2. Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mengganti

asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1 – 1,2 g/kgBB ideal/hari pada

12
HD dan 1,3 g/kgBB ideal/hari pada CAPD. 50% protein hendaknya bernilai

biologik tinggi.

3. Lemak normal, yaitu 15 – 30 % dari kebutuhan energi total.

4. Karbohidrat cukup, yaitu 55 – 75 % dari kebutuhan energi total.

5. Natrium diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar/24 jam, yaitu : · 1 g

+ penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g untuk tip ½ liter urin (HD)

· 1 – 4 g + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g untuk tiap ½ liter

urin (CAPD)

6. Kalium diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar/24 jam, yaitu : · 2 g

+ penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g untuk tip ½ liter urin (HD)

· 3 g + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g untuk tiap ½ liter urin

(CAPD)

7. Kalsium tinggi, yaitu 1000 mg/hari. Bila perlu diberikan suplemen kalsium.

8. Cairan dibatasi, yaitu jumlah urin/24 jam ditambah 500 – 750 ml.

9. Bila kemampuan untuk makan rendah, makanan diberikan dalam bentuk

formula enteral atau parenteral. Bila diperlukan, tambahan suplemen terutama

vitamin larut air seperti asam folat, vitamin B6, dan C

2.1.6.2 Dialisis

Dialisis dapat juga dikatakan sebagai cuci darah yang merupakan tindakan

yang harus dilakukan bagi penderita gagal ginjal akut dan kronis. Tindakan ini

dikatakan sebagai terapi pengganti karena berfungsi untuk menggantikan fungsi

dari sebagian fungsi ginjal yaitu ekskresi. Eksresi adalah zat yang berbahaya yang

dibuang oleh tubuh dari hasil metabolisme. Saat ini hemodialisa hanya

13
mengeluarkan 48% sampai 52% dari toksin uremik, sehingga penderita harus

diberikan pembatasan makanan, minuman yang ketat dan intervensi obat-obatan

agar mengatur aspek-aspek kegagalan fungsi ginjal yang lain.

2.1.6.3 Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD)


Peritoneal dialisis merupakan suatu metode dialisis yang dilakukan melalui

rongga peritonium sebagai kantong tempat cairan dialisis dan memanfaatkan

membran peritonium sebagai filter yang semipermiabel untuk mengeluarkan sisa

metabolisme dan cairan dari darah (Muttaqin, 2011) .

2.1.6.4 Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan upaya akhir dalam penanganan gagal ginjal,

karena hal ini dilakukan ketika fungsi ginjal sedikit atau tidak ada fungsinya lagi.

Prinsipnya adalah dengan cara mengganti ginjal yang sudah rusak dengan ginjal

sehat yang sudah di donorkan lewat prosedur operasi. Transplantasi ginjal

membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang panjang karena harus melakukan

uji laboratorium untuk mengetahui ginjal yang di donorkan cocok untuk penderita

dan perawatan pasca operasi.

2.2 Hemodialisa

2.2.1 Definisi

Suwitra (2010) menyatakan kata hemodialisa berasal dari bahasa Yunani,

dimana kata hemo berarti darah dan dialisa berarti memisahkan atau membersihkan.

Jadi hemodialisa merupakan tindakan atau usaha untuk membersihkan darah dari

bahan beracun yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal dari dalam tubuh.

Hemodialisa merupakan alat yang terdiri dari dua kompartemen yaitu darah dan

14
dialisat, dimana alat tersebut dapat menjadi terapi untuk mengalirkan darah.

Dialisat merupakan cairan yang dapat membantu untuk mengeluarkan sampah

uremik seperti ureum dan kreatinin, kelebihan elektrolit seperti kalium dan sodium

dari dalam darah pasien. Selain itu dialisat juga dapat menggantikan substansi yang

dibutuhkan oleh tubuh seperti kalsium dan bikarbonat yang dapat membantu

menjaga keseimbangan pH tubuh (Cahyaningsih, 2011).

2.2.2 Indikasi Hemodialisa

Indikasi dilakukannya hemodialisa pada pasien chronic kidney disease

adalah LFG <15 ml/menit. Keadaan klinis pasien yang memiliki LFG <15 ml/menit

tidak selalu sama, sehingga hemodialisa dianggap perlu dilaksanakan jika

ditemukan salah satu hal yaitu keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata,

hiperkalemia, kreatinin tinggi, asidosis berat, kelebihan cairan (Cahyaningsih,

2011).

2.2.3 Kontraindikasi hemodialisa

Menurut Suwitra (2010) mengatakan kontraindikasi untuk dilakukannya

hemodialisa adalah pada pasien yang terlalu lemah atau dengan sakit stadium

terminal, tekanan darah pasien rendah, pasien dengan pembekuan darah, pada

pasien yang mengalami gangguan jiwa dan pada pasien yang menolak melakukan

hemodialisa.

2.2.4 Proses Hemodialisa

Dalam proses hemodialisa dilakukan beberapa kegiatan diantaranya :

15
2.2.4.1 Pra Dialisis

Pada tahapan pra dialysis dilakukan persiapan mesin, cairan dan obat serta

yang paling penting adalah persipan pasien itu sendiri. Persiapan pasien sebelum

dilakukan hemodialisa yang dilakukan adalah menimbang berat badan untuk

mengetahui berat badan pra hemodialisa, mengukur tanda vital, pemeriksaan hasil

laboratorium dan penunjang lainnya serta menentukan akses darah yang akan

digunakan.

2.2.4.2 Intra Dialisis

Tahap intra dialysis dilakukan kegiatan menghubungkan antara mesin

dengan pasien dan memulai proses hemodialisa. Pasien dipersilakan berbaring di

tempat tidur untuk mulai dilakukannya hemodialisa. Pada beberapa tempat

hemodialisa dapat dilakukan dalam keadaan duduk. Saat pasien sudah memakai

hubungan arteri-vena, perawat akan melakukan penusukan pada jalan masuk

vaskuler. Terdapat dua tusukan yaitu satu untuk mengeluarkan darah dari pembuluh

darah arteri ke mesin dan yang satu lagi untuk memasukkan darah dari mesin ke

dalam pembuluh darah balik. Pada saat proses hemodialisa berlangsung maka akan

dilakukan observasi terhadap mesin hemodialisa dan keadaan pasien itu sendiri.

Pada pasien yang dilakukan observasi adalah tanda vital yang diukur tiap satu jam,

dosisi pemberian heparin setiap satu jam, cairan yang masuk perparenteral maupun

oral yang dicatat jumlahnya dalam rekam medis. Pada mesin hemodialisa dilakukan

observasi berupa kecepatan aliran darah/Qb, kecepatan aliran dialisat/Qd yang

dicatat setiap satu jam, tekanan negatif, positif, suhu dialisa, conductivity, jumlah

cairan dialisat, jumlah air, ginjal buatan, selang darah, dan selang dialisat

16
2.2.4.3 Post Dialisis

Setelah proses hemodialisa selesai, perawat akan mencabut jarum-jarum

dari pintu masuk vaskuker atau membuka kanul kateter subklavia. Lubang tempat

tusukan akan ditekan sebentar kemudian ditutup dengan plester selama ± 24 jam,

untuk mencegah terjadinya perdarahan. Selanjutnya pasien diminta untuk

menimbang berat badan pasca hemodialisa dan perawat akan menghitung, apakah

ada penurunan berat badan sesuai dengan yang direncanakan. Jumlah pengurangan

berat badan adalah jumlah air yang dikeluarkan dari tubuh pasien selama proses

hemodialisa (Suwitra, 2010).

2.2.5 Komplikasi Hemodialisa

Komplikasi terapi hemodialisa mencakup beberapa hal seperti hipotensi,

emboli udara, nyeri dada, gangguan keseimbangan hemodialisa, dan pruritus.

Hipotensi terjadi selama terapi hemodialisa ketika cairan dikeluarkan. Terjadinya

hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya hemodialisa

natrium, penyakit jantung, aterosklerotik, neuropati otonomik, dan kelebihan berat

cairan. Emboli udara terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien (Hudak &

Gallo, 2010). Nyeri dada dapat terjadi karena PCO₂ menurun bersamaan dengan

terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh, sedangkan gangguan keseimbangan

hemodialisa terjadi karena perpindahan cairan serebral dan muncul sebagai

serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat

gejala uremia yang berat. Pruritus terjadi selama terapi hemodialisa ketika produk

akhir metabolisme meninggalkan kulit (Smeltzer dan Bare, 2008).

17
2.3 Interdialytic Weight Gains (IDWG)

Pengendalian intake cairan merupakan salah satu masalah utama bagi pasien

dialisis, karena dalam kondisi normal manusia tidak dapat bertahan lebih lama

tanpa intake cairan dibandingkan dengan makanan. Namun bagi penderita penyakit

ginjal kronik harus melakukan pengendalian intake cairan untuk meningkatkan

kualitas hidupnya. Ginjal sehat melakukan tugasnya untuk menyaring dan

membuang limbah dan racun ditubuh kita dalam bentuk urin. Apabila fungsi ginjal

berhenti, maka terapi dialisis yang menggantikan tugas dari ginjal tersebut, tetapi

pasien harus melakukan pengendalian intake cairan. Kebanyakan klien yang

menjalani terapi hemodialisis di Indonesia tiap 2 kali perminggu dan palaksanaan

terapi selama 4-5 jam. Itu artinya tubuh harus menanggung kelebihan cairan

diantara dua waktu dialisis. IDWG dapat menjadi indikator intake cairan pasien

selama periode interdialitik yang dapat mempengaruhi status kesehatan pasien

selama menjalani terapi hemodialisis (Istanti, 2009).

2.3.1 Definisi Interdialytic Weight Gains (IDWG)

Interdialytic Weight Gains (IDWG) adalah peningkatan volume cairan yang

dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai dasar untuk mengetahui

jumlah cairan yang masuk selama periode interdialitik (Arnold, 2008).

2.3.2 Klasifikasi Interdialytic Weight Gains (IDWG)

(Suwitra, 2010) menyatakan bahwa iDWG yang dapat ditoleransi oleh

tubuh adalah tidak lebih dari 3% dari berat kering. Kozier (2004) dan Yetti (1999)

dalam (Muttaqin, 2011) menyatakan dalam mengklasifikasikan penambahan berat

18
badan menjadi 3 kelompok, yaitu berat badan ringan, sedang, dan berat dengan

kriteria sebagai berikut :

Grafik Rentang Prosentase Kenaikan Rentang Kenaikan dalam Penelitian


1. Ringan : 2% <4% <3,9%
2. Sedang : 5% 4-6% 4-6%
3. Berat : 8% >6% >6%

2.3.3 Pengukuran IDWG

IDWG merupakan indikator kepatuhan pasien terhadap pengaturan cairan.

IDWG diukur berdasarkan dry weight (berat badan kering) pasien dan juga dari

pengukuran kondisi klinis pasien. Berat badan kering adalah berat badan tanpa

kelebihan cairan yang terbentuk setelah tindakan hemodialisis atau berat terendah

yang aman dicapai pasien setelah dilakukan dialisis.

Berat badan pasien ditimbang secara rutin sebelum dan sesudah

hemodialisis. IDWG diukur dengan cara menghitung berat badan pasien setelah

(post) HD pada periode hemodialisis pertama (pengukuran I). Periode hemodialisis

kedua, berat badan pasien ditimbang lagi sebelum (pre) HD (pengukuran II),

selanjutnya menghitung selisih antara pengukuran II dikurangi pengukuran I dibagi

pengukuran II dikalikan 100%. Misalnya BB pasien post HD ke 1 adalah 54 kg, BB

pasien pre HD ke 2 adalah 58 kg, prosentase IDWG (58 -54) : 58 x 100% = 6,8 %

(Istanti, 2009).

2.3.4 Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap IDWG

Berbagai faktor yang mempengaruhi IDWG antara lain faktor dari pasien

itu sendiri (internal) dan faktor eksternal seperti faktor fisik dan psikososial.

Faktor-faktor yang berpengaruh pada kenaikan berat badan interdialitik antara lain

(Arnold, 2008) :

19
2.4.4.1 Intake Cairan

Prosentase air di dalam tubuh manusia 60%, dimana ginjal yang sehat akan

mengekskresi dan mereabsorpsi air untuk menyeimbangkan osmolalitas darah.

Sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis

mengalami kerusakan dalam pembentukan urin sehingga dapat menyebabkan

kelebihan volume cairan dalam tubuh (Smeltzer & Bare, 2008).

2.4.4.2 Rasa Haus

Pasien PGK meskipun dengan kondisi hipervolemia, sering mengalami rasa

haus yang berlebihan yang merupakan salah satu stimulus timbulnya sensasi haus

(Smeltzer & Bare, 2008). Merespon rasa haus normalnya adalah dengan minum,

tetapi pasien-pasien PGK tidak diijinkan untuk berespon dengan cara yang normal

terhadap rasa haus yang mereka rasakan. Rasa haus atau keinginan untuk minum

disebabkan oleh berbagai faktor diantaraya masukan sodium, kadar sodium yang

tinggi, penurunan kadar potasium, angiotensin II, peningkatan urea plasma, urea

plasma yang mengalami peningkatan, hipovolemia post dialisis dan faktor

psikologis (Istanti, 2009).

2.4.4.3 Dukungan sosial dan keluarga

Tindakan hemodialisis pada pasien PGK dapat menimbulkan stress bagi

pasien. Dukungan keluarga dan sosial sangat dibutuhkan untuk pasien. Dukungan

keluarga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dan berhubungan dengan

kepatuhan pasien untuk menjalankan terapi..

20
2.4.4.4 Self Efficacy

Self Efficacy yaitu kekuatan yang berasal dari seseorang yang bisa

mengeluarkan energi positif melalui kognitif, motivasional, afektif dan proses

seleksi. Self Efficacy dapat mempengaruhi rasa percaya diri pasien dalam menjalani

terapinya (hemodialisis). Self Efficacy yang tinggi dibutuhkan untuk memunculkan

motivasi dari dalam diri agar dapat mematuhi terapi dan pengendalian cairan

dengan baik, sehingga dapat mencegah peningkatan IDWG Bandura (2000) dalam

(Istanti, 2009).

2.4.4.5 Stress

Stress dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit didalam

tubuh. Stress meningkatkan kadar aldosteron dan glukokortikoid, menyebabkan

retensi natrium dan garam. Respon stress dapat meningkatkan volume cairan

akibatnya curah jantung, tekanan darah, dan perfusi jaringan menurun. Cairan

merupakan salah satu stressor utama yang dialami oleh pasien yang menjalani

hemodialisis (Potter & Perry, 2010).

Penyesuaian diri terhadap kondisi sakit juga menimbulkan stress pada

pasien, sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan pasien.

Dampak psikologis pasien PGK yang menjalani HD dapat dimanifestasikan dalam

serangkaian perubahan perilaku antara lain menjadi pasif, ketergantungan, merasa

tidak aman, bingung dan menderita. Pasien merasa mengalami kehilangan

kebebasan, harapan umur panjang dan fungsi seksual sehingga dapat menimbulkan

kemarahan yang akhirnya timbul suatu keadaan depresi (Rustiana, 2012). Menurut

21
Istanti (2009) stress pada pasien HD dapat menyebabkan pasien berhenti

memonitoring asupan cairan, bahkan ada juga yang berhenti melakukan terapi

hemodialisis, kejadian ini secara langsung dapat berakibat pada IDWG.

2.3.5 Komplikasi IDWG

Peningkatan berat badan selama periode interdialitik mengakibatkan

berbagai macam komplikasi. Komplikasi ini sangat membahayakan pasien kerena

pada saat periode interdialitik pasien berada dirumah tanpa pengawasan dari

petugas kesehatan. Sebanyak 60%-80% pasien meninggal akibat kelebihan intake

cairan dan makanan pada periode interdialitik (Istanti, 2009). Adanya kelebihan

cairan yang melebihi IDWG dapat dimanifestasikan : tekanan darah meningkat,

nadi meningkat, dispnea, rales basah, batuk, edema. IDWG yang berlebihan pada

pasien dapat menimbulkan masalah, diantaranya yaitu : hipertensi yang semakin

berat, gangguan fungsi fisik, sesak nafas, edema pulmonal yang dapat

meningkatkan kemungkinan terjadinya kegawatdaruratan hemodialisis,

meningkatnya resiko dilatasi, hipertropi ventrikuler dan gagal jantung (Smeltzer &

Bare, 2008).

2.4 Konsep Kepatuhan

2.4.1 Definisi

Kepatuhan (adherence) adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat

adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti

rencana dengan segala konsekwensinya dan menyetujui rencana tersebut serta

melaksanakannya (Kemenkes RI, 2011). Smet (2004) dalam Emaliyawati (2010),

kepatuhan adalah tingkat seseorang melaksanakan suatu cara atau berperilaku

22
sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya . Kepatuhan

pelaksanaan prosedur tetap (protap) adalah untuk selalu memenuhi petunjuk atau

peraturan peraturan dan memahami etika keperawatan di tempat perawat tersebut

bekerja. Kepatuhan merupakan modal dasar seseorang berperilaku. Menurut

Kelman dalam Emaliyawati (2010) dijelaskan bahwa perubahan sikap dan perilaku

individu diawali dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa

internalisasi.

Kepatuhan individu yang berdasarkan rasa terpaksa atau ketidakpahaman

tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul dengan kepatuhan yang

berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan tokoh yang

menganjurkan perubahan tersebut (change agent). Perubahan perilaku individu

baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses

internalisasi dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri

individu itu sendiri dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya (Al-

Assaf, 2010)

2.4.2 Pengukuran Kepatuhan

Pengukuran kepatuhan dapat dilakukan menggunakan kuesioner yang

berisikan pertanyaan - pertanyaan seputar diet cairan pada hemodialisa. Kuesioner

tersebut terdiri dari 13 pertanyaan dengan pilihan jawaban menggunakan skala

likert yaitu selalu, sering, kadang-kadang, jarang dan tidak pernah. Kategori

kepatuhan dalam melaksanakan diet cairan dikategorikan menjadi dua bagian yaitu

patuh bila nilai total ≥ dari median dan tidak patuh bila nilai < dari median (Sahara,

2012)

23
2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

Tingkat kepatuhan dipengaruhi oleh faktor individu meliputi jenis, kelamin,

jenis pekerjaan, profesi, lama kerja dan tingkat pendidikan, serta faktor psikologis

meliputi sikap, ketegangan dalam suasana kerja, rasa takut dan persepsi terhadap

risiko (Suryoputri, 2011). Beberapa ahli sebagaimana dikemukakan oleh Smet

(1994) dalam Damanik, dkk. (2010), mengatakan bahwa kepatuhan dipengaruhi

oleh faktor internal dan faktor eksternal, yaitu:

2.3.3.1 Faktor Internal

1 Pendidikan

Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan dapat berupa pedidikan.

Pendidikan merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki seseorang yang memiliki

pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit. Latar belakang pendidikan juga akan

mempengaruhi perilaku seseorang dalam melaksanakan etos kerja. Semakin tinggi

pendidikan seseorang, kepatuhan dalam pelaksanaan aturan kerja akan semakin

baik.

2 Kemampuan

Kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk mengerjakan berbagai

tugas dalam pekerjaan yang meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.

Kemampuan intelektual mempunyai peran yang besar dalam pekerjaan yang rumit,

sedangkan kemampuan fisik mempunyai peranan penting untuk melakukanugas

yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan. Kemampuan

seseorang bisa berbeda-beda dalam pelaksanan mencuci tangan. Bagi perawat yang

24
memiliki kemampuan melaksanakan akan cenderung patuh untuk melakukan cuci

tangan (Suryoputri, 2011)

3 Motivasi

Motivasi adalah rangsangan, dorongan dan ataupun pembangkit tenaga

yang dimiliki seseorang atau sekelompok masyarakat yang mau berbuat dan bekerja

sama secara optimal melaksanakan sesuatu yang telah direncanakan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Suryoputri, 2011). Motivasi dapat

mempengaruhi seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan yang menjadi tugas

dan tanggung jawabnya. Motivasi adalah daya penggerak didalam diri orang untuk

melakukan aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu (Notoatmodjo,

2010). Metode untuk meningkatkan motivasi seseorang ada dua metode, yaitu

metode langsung dengan pemberian materi atau non materi secara langsung untuk

memenuhi kebutuhan misalnya memberikan bonus atau hadiah, dan metoda tidak

langsung berupa fasilitas atau saran dalam upaya meningkatkan motivasi dalam

mencuci tangan (Notoatmodjo, 2010).

2.3.3.2 Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan terdiri atas :

1 Pola komunikasi

Pola komunikasi dengan profesi lain yang dilakukan oleh perawat akan

mempengaruhi tingkat kepatuhannya dalam melaksanakan tindakan. Aspek dalam

komunikasi ini adalah ketidakpuasan terhadap hubungan emosional, ketidak puasa

terhadap pendelegasia maupun kolaborasi yang diberikan (Suryoputri, 2011).

25
2 Keyakinan / nilai-nilai yang diterima perawat

Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010) mengatakan bahwa keyakinan-

keyakinan tentang kesehatan atau perawatan dalam sistem pelayanan kesehatan

mempengaruhi kepatuhan perawat dalam melaksanakan peran dan fungsinya.

3 Dukungan social

Smet (1994) dalam Damanik, dkk. (2010) mengatakan dukungan sosial

berpengaruh terhadap kepatuhan seseorang. Variabel-variabel sosial

mempengaruhi kepatuhan perawat. Dukungan sosial memainkan peran terutama

yang berasal dari komunitas internal perawat, petugas kesehatan lain, pasien

maupun dukungan dari pimpinan atau manajer pelayanan kesehatan serta

keperawatan.

2.5 Hubungan Kepatuhan Diet Cairan Dengan Berat Badan Pra Dialysis

Pada Pasien Chronic Kidney Disease Yang Menjalani Hemodialisa

Regular

Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) adalah gangguan fungsi

ginjal yang progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk

mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga

menyebabkan uremia (Smeltzer & Bare, 2008). Gagal ginjal kronik yang bersifat

irreversible mengakibatkan perubahan fisiologis yang tidak dapat diatasi lagi

dengan cara konservatif sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal. Terapi

pengganti ginjal terdiri dari hemodialisis (HD), peritoneal dialisis, dan transplantasi

ginjal, dan saat ini hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang

paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat.

26
Salah satu masalah yang paling sering dihadapi pasien hemidalisa adalah

peningkatan volume cairan diantara dua waktu dialisis yang dimanifestasi dengan

penambahan berat badan. Penelitian Sepdianto, dkk (2017) menyatakan bahwa

penambahan berat badan antara dua waktu hemodialisa, 60,7 persen dalam kategori

ringan, 12,4 persen rata-rata dan 26,9 dalam kategori bahaya. Penambahan berat

badan dengan kategori bahaya disebabkan karena pasien tidak mematuhi diet.

Penelitian Mokodompit (2015) menyatakan bahwa dari 47 responden di Rumah

Sakit Se-Provinsi Gorontalo, distribusi responden berdasarkan berat badan normal

yaitu berjumlah 14 responden (29,8 %) sedangkan responden yang memiliki

kelebihan kenaikan berat badan berjumlah 33 responden (70,2%). presentase

kelebihan kenaikan berat badan lebih besar dibandingkan dengan berat badan

normal pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa

Terjadinya Penambahan berat badan yang berlebihan antara dua waktu

dialisis akan dapat menimbulkan berbagai masalah baru bagi pasien diantaranya

adalah hipertensi, gangguan fungsi fisik, sesak nafas, edema pulmonal. Selain itu

orang yang menerima hemodialisis yang tidak mematuhi pembatasan cairan

sehingga terjadi kelebihan cairan beresiko kematian dini (Smeltzer & Bare, 2008).

Penelitian Ayunda (2017) menyatakan bahwa 11 orang atau 50 persen pada pasien

gagal ginjal yang menjalani hemodialisa cukup patuh dalam diet yang dijalani.

Penelitian Savitri dan Parmitasari (2015) menyatakan bahwa 35,3 persen pasien

gagal ginjal kronis tergolong tingkat kepatuhan yang sedang. 32,3 persen pasien

gagal ginjal kronis tergolong tingkat kepatuhan yang rendah dan 32,4 persen pasien

gagal ginjal kronis tergolong tingkat kepatuhan yang tinggi.

27
2.6 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi,

2013). Adapun kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pasien CKD

Manajemen diet Continous Ambulatory Dialisis Transplantasi ginjal


Peritoneal Dialysis (CAPD)

Pra Dialisis Intra Dialisis Post Dialisis

Penimbangan Berat Penimbangan Berat


Kepatuhan pasien
badan pra dialisis badan post dialisis
terhadap diet cairan

Faktor yang mempengaruhi :


1. Faktor Internal
a. Pendidikan
b. Kemampuan
c. Motivasi
2. Faktor eksternal
a. Pola komunikasi
b. Keyakinan
c. Dukungan sosial

Keterangan :

: variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteli

: Alur pikir penelitian

Gambar 2.1
Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Kepatuhan Diet Cairan Dengan Berat
Badan Pra Dialysis Pada Pasien Chronic Kidney Disease Yang Menjalani
Hemodialisa Regular Di RSUD Wangaya Denpasar

28
2.7 Hipotesa

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan

penelitian (Nursalam, 2014). Hipotesis pada penelitian ini yaitu:

H1 : Ada hubungan Antara Kepatuhan Diet Cairan Dengan Berat Badan Pra

Dialysis Pada Pasien Chronic Kidney Disease Yang Menjalani Hemodialisa

Regular

29

Anda mungkin juga menyukai

  • Web of Caution BBLR
    Web of Caution BBLR
    Dokumen3 halaman
    Web of Caution BBLR
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • LP BBLR Fixxxxxxx
    LP BBLR Fixxxxxxx
    Dokumen18 halaman
    LP BBLR Fixxxxxxx
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Denah Rumah N Genogram
    Denah Rumah N Genogram
    Dokumen2 halaman
    Denah Rumah N Genogram
    ayu sumertini
    Belum ada peringkat
  • Intervensi
    Intervensi
    Dokumen8 halaman
    Intervensi
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Pengkajian Lanjut
    Pengkajian Lanjut
    Dokumen11 halaman
    Pengkajian Lanjut
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • LP BBLR Fixxxxxxx
    LP BBLR Fixxxxxxx
    Dokumen18 halaman
    LP BBLR Fixxxxxxx
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • LP Nifas SC
    LP Nifas SC
    Dokumen13 halaman
    LP Nifas SC
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Denah Rumah N Genogram
    Denah Rumah N Genogram
    Dokumen2 halaman
    Denah Rumah N Genogram
    ayu sumertini
    Belum ada peringkat
  • SWOT
    SWOT
    Dokumen7 halaman
    SWOT
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Askep FR - Femur
    Askep FR - Femur
    Dokumen4 halaman
    Askep FR - Femur
    Gum Al Di Meola
    Belum ada peringkat
  • Efektifitas Ruang Operasi PDF
    Efektifitas Ruang Operasi PDF
    Dokumen186 halaman
    Efektifitas Ruang Operasi PDF
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • LP Kunjungan 2
    LP Kunjungan 2
    Dokumen2 halaman
    LP Kunjungan 2
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • SWOT
    SWOT
    Dokumen7 halaman
    SWOT
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Debridement
    Debridement
    Dokumen2 halaman
    Debridement
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Manual Persetujuan Tindakan Medis
    Manual Persetujuan Tindakan Medis
    Dokumen41 halaman
    Manual Persetujuan Tindakan Medis
    Andreas Rudiyanto
    Belum ada peringkat
  • Askep Atresia Ani
    Askep Atresia Ani
    Dokumen7 halaman
    Askep Atresia Ani
    bayu interisti
    Belum ada peringkat
  • Askep Colorectal Cancer
    Askep Colorectal Cancer
    Dokumen21 halaman
    Askep Colorectal Cancer
    Prischa Syahran
    Belum ada peringkat
  • ASKEP Amputasi
    ASKEP Amputasi
    Dokumen15 halaman
    ASKEP Amputasi
    Diansri Pratiwi Syam
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen20 halaman
    Bab Ii
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Debridement
    Debridement
    Dokumen2 halaman
    Debridement
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Laporan Asuhan Keperawatan DM
    Laporan Asuhan Keperawatan DM
    Dokumen8 halaman
    Laporan Asuhan Keperawatan DM
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen3 halaman
    Daftar Pustaka
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Rencana Perawatan DM
    Rencana Perawatan DM
    Dokumen7 halaman
    Rencana Perawatan DM
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen3 halaman
    Bab Ii
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Lamp Iran
    Lamp Iran
    Dokumen11 halaman
    Lamp Iran
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii. 0
    Bab Ii. 0
    Dokumen21 halaman
    Bab Ii. 0
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen3 halaman
    Daftar Pustaka
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen20 halaman
    Bab Ii
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen3 halaman
    Daftar Pustaka
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii. 0
    Bab Ii. 0
    Dokumen21 halaman
    Bab Ii. 0
    Darmawan Puthra Darmawan
    Belum ada peringkat