TINJAUAN PUSTAKA
kerusakan struktur ginjal yang progresif. Chronic kidney disease dapat disebabkan
karena produk akhir metabolisme dalam darah yang tidak dapat di keluarkan
kerusakan ginjal, termasuk kelainan dalam darah, urin atau studi pencitraan
(Pernefri, 2013).
sekunder (secondary illness). Penyebab yang sering terjadi adalah diabetes mellitus
9
(polikistik ginjal), penyakit vaskuler (renal nephorosclerosis), obstruksi saluran
kemih (nephrolithisis).
dan merupakan salah satu kriteria diagnosis chronic kidney disease. Chronic kidney
disease merupakan abnormalitas struktur atau fungsi ginjal selama >3 bulan dengan
kriteria LFG <60 mL/ menit/1,73 m2 dengan atau tanpa kerusakan ginjal,
ditemukannya satu atau lebih gejala seperti albuminuria, sedimen urin yang
histologi, kelainan yang dideteksi dengan imaging dan riwayat transplantasi ginjal.
Tanda gejala yang akan sering terjadi pada pasien chronic kidney disease
yaitu kulit terasa gatal, mengalami kram otot, kehilangan nafsu makan, berat badan
menurun, lebih sering BAK (buang air kecil) terutama pada malam hari, mengalami
kejang pada otot, mengalami disfungsi ereksi pada pria, nyeri pada dada akibat
cairan menumpuk di sekitar jantung, mengalami gangguan tidur atau susah tidur,
dan tangan, mengalami gangguan pernafasan/sesak nafas, dan terdapat darah atau
Tabel 2.1
Stadium Chronic Kidney Disease
10
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain 60-89
(seperti pada stadium 1) menunjukkan adanya
penyakit ginjal.
3a Penurunan ringan fungsi ginjal 45-59
3b Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
5 Chronic kidney disease <15
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala urea membaik setelah hemodialisa.
Penurunan laju filtrasi glomerulus dapat di deteksi dengan mendapatkan urin 24jam
berfungsinya glomerulus, klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum
akan meningkat. Kadar nitrogen urea darah dan blood urea nitrogen (BUN)
biasanya meningkat.
Kreatinin serum merupakan indikator yang paling sensitif dari fungsi renal
karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme dan medikasi seperti steroid. Selama CKD, beberapa nefron termasuk
glomerulus dan tubula masih berfungsi, sedangkan nefron yang lain sudah rusak
dan tidak berfungsi lagi. Nefron yang masih utuh dan berfungsi mengalami
hipertrofi dan menghasilkan filtrat dalam jumlah banyak. Reabsorpsi tubula juga
11
masih utuh dapat membuat ginjal mempertahankan fungsinya sampai tiga perempat
disease adalah manajemen diet, dialisis dan transplantasi ginjal (Henny, 2013).
Pada pasien chronic kidney disease manajemen diet diberikan sejak tahap
awal sampai tahap akhir, dimana tujuan dari manajemen diet ini adalah untuk
dan elektrolit. Jadi, jika pasien gagal ginjal menjalani manajemen diet yang baik
maka penderita akan dapat hidup normal, produktif, dan menunda melakukan
hemodialisa. Adapun manajemen diet pada pasien chronic kidney disease yang
diperhitungkan jumlah energi yang berasal dari cairan dialisis. Bila diperlukan
penurunan berat badan, harus dilakukan secara berangsur (250 – 500 g/minggu)
untuk mengurangi risiko katabolisme massa tubuh tanpa lemak (Lean Body
Mass).
asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1 – 1,2 g/kgBB ideal/hari pada
12
HD dan 1,3 g/kgBB ideal/hari pada CAPD. 50% protein hendaknya bernilai
biologik tinggi.
5. Natrium diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar/24 jam, yaitu : · 1 g
+ penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g untuk tip ½ liter urin (HD)
urin (CAPD)
6. Kalium diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar/24 jam, yaitu : · 2 g
+ penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g untuk tip ½ liter urin (HD)
· 3 g + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 g untuk tiap ½ liter urin
(CAPD)
7. Kalsium tinggi, yaitu 1000 mg/hari. Bila perlu diberikan suplemen kalsium.
8. Cairan dibatasi, yaitu jumlah urin/24 jam ditambah 500 – 750 ml.
2.1.6.2 Dialisis
Dialisis dapat juga dikatakan sebagai cuci darah yang merupakan tindakan
yang harus dilakukan bagi penderita gagal ginjal akut dan kronis. Tindakan ini
dari sebagian fungsi ginjal yaitu ekskresi. Eksresi adalah zat yang berbahaya yang
dibuang oleh tubuh dari hasil metabolisme. Saat ini hemodialisa hanya
13
mengeluarkan 48% sampai 52% dari toksin uremik, sehingga penderita harus
karena hal ini dilakukan ketika fungsi ginjal sedikit atau tidak ada fungsinya lagi.
Prinsipnya adalah dengan cara mengganti ginjal yang sudah rusak dengan ginjal
membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang panjang karena harus melakukan
uji laboratorium untuk mengetahui ginjal yang di donorkan cocok untuk penderita
2.2 Hemodialisa
2.2.1 Definisi
dimana kata hemo berarti darah dan dialisa berarti memisahkan atau membersihkan.
Jadi hemodialisa merupakan tindakan atau usaha untuk membersihkan darah dari
bahan beracun yang tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal dari dalam tubuh.
Hemodialisa merupakan alat yang terdiri dari dua kompartemen yaitu darah dan
14
dialisat, dimana alat tersebut dapat menjadi terapi untuk mengalirkan darah.
uremik seperti ureum dan kreatinin, kelebihan elektrolit seperti kalium dan sodium
dari dalam darah pasien. Selain itu dialisat juga dapat menggantikan substansi yang
dibutuhkan oleh tubuh seperti kalsium dan bikarbonat yang dapat membantu
adalah LFG <15 ml/menit. Keadaan klinis pasien yang memiliki LFG <15 ml/menit
ditemukan salah satu hal yaitu keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata,
2011).
hemodialisa adalah pada pasien yang terlalu lemah atau dengan sakit stadium
terminal, tekanan darah pasien rendah, pasien dengan pembekuan darah, pada
pasien yang mengalami gangguan jiwa dan pada pasien yang menolak melakukan
hemodialisa.
15
2.2.4.1 Pra Dialisis
Pada tahapan pra dialysis dilakukan persiapan mesin, cairan dan obat serta
yang paling penting adalah persipan pasien itu sendiri. Persiapan pasien sebelum
mengetahui berat badan pra hemodialisa, mengukur tanda vital, pemeriksaan hasil
laboratorium dan penunjang lainnya serta menentukan akses darah yang akan
digunakan.
hemodialisa dapat dilakukan dalam keadaan duduk. Saat pasien sudah memakai
vaskuler. Terdapat dua tusukan yaitu satu untuk mengeluarkan darah dari pembuluh
darah arteri ke mesin dan yang satu lagi untuk memasukkan darah dari mesin ke
dalam pembuluh darah balik. Pada saat proses hemodialisa berlangsung maka akan
dilakukan observasi terhadap mesin hemodialisa dan keadaan pasien itu sendiri.
Pada pasien yang dilakukan observasi adalah tanda vital yang diukur tiap satu jam,
dosisi pemberian heparin setiap satu jam, cairan yang masuk perparenteral maupun
oral yang dicatat jumlahnya dalam rekam medis. Pada mesin hemodialisa dilakukan
dicatat setiap satu jam, tekanan negatif, positif, suhu dialisa, conductivity, jumlah
cairan dialisat, jumlah air, ginjal buatan, selang darah, dan selang dialisat
16
2.2.4.3 Post Dialisis
dari pintu masuk vaskuker atau membuka kanul kateter subklavia. Lubang tempat
tusukan akan ditekan sebentar kemudian ditutup dengan plester selama ± 24 jam,
menimbang berat badan pasca hemodialisa dan perawat akan menghitung, apakah
ada penurunan berat badan sesuai dengan yang direncanakan. Jumlah pengurangan
berat badan adalah jumlah air yang dikeluarkan dari tubuh pasien selama proses
cairan. Emboli udara terjadi jika udara memasuki sistem vaskuler pasien (Hudak &
Gallo, 2010). Nyeri dada dapat terjadi karena PCO₂ menurun bersamaan dengan
serangan kejang. Komplikasi ini kemungkinan terjadinya lebih besar jika terdapat
gejala uremia yang berat. Pruritus terjadi selama terapi hemodialisa ketika produk
17
2.3 Interdialytic Weight Gains (IDWG)
Pengendalian intake cairan merupakan salah satu masalah utama bagi pasien
dialisis, karena dalam kondisi normal manusia tidak dapat bertahan lebih lama
tanpa intake cairan dibandingkan dengan makanan. Namun bagi penderita penyakit
membuang limbah dan racun ditubuh kita dalam bentuk urin. Apabila fungsi ginjal
berhenti, maka terapi dialisis yang menggantikan tugas dari ginjal tersebut, tetapi
terapi selama 4-5 jam. Itu artinya tubuh harus menanggung kelebihan cairan
diantara dua waktu dialisis. IDWG dapat menjadi indikator intake cairan pasien
tubuh adalah tidak lebih dari 3% dari berat kering. Kozier (2004) dan Yetti (1999)
18
badan menjadi 3 kelompok, yaitu berat badan ringan, sedang, dan berat dengan
IDWG diukur berdasarkan dry weight (berat badan kering) pasien dan juga dari
pengukuran kondisi klinis pasien. Berat badan kering adalah berat badan tanpa
kelebihan cairan yang terbentuk setelah tindakan hemodialisis atau berat terendah
hemodialisis. IDWG diukur dengan cara menghitung berat badan pasien setelah
kedua, berat badan pasien ditimbang lagi sebelum (pre) HD (pengukuran II),
pasien pre HD ke 2 adalah 58 kg, prosentase IDWG (58 -54) : 58 x 100% = 6,8 %
(Istanti, 2009).
Berbagai faktor yang mempengaruhi IDWG antara lain faktor dari pasien
itu sendiri (internal) dan faktor eksternal seperti faktor fisik dan psikososial.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada kenaikan berat badan interdialitik antara lain
(Arnold, 2008) :
19
2.4.4.1 Intake Cairan
Prosentase air di dalam tubuh manusia 60%, dimana ginjal yang sehat akan
Sedangkan pada pasien dengan penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis
haus yang berlebihan yang merupakan salah satu stimulus timbulnya sensasi haus
(Smeltzer & Bare, 2008). Merespon rasa haus normalnya adalah dengan minum,
tetapi pasien-pasien PGK tidak diijinkan untuk berespon dengan cara yang normal
terhadap rasa haus yang mereka rasakan. Rasa haus atau keinginan untuk minum
disebabkan oleh berbagai faktor diantaraya masukan sodium, kadar sodium yang
tinggi, penurunan kadar potasium, angiotensin II, peningkatan urea plasma, urea
pasien. Dukungan keluarga dan sosial sangat dibutuhkan untuk pasien. Dukungan
20
2.4.4.4 Self Efficacy
Self Efficacy yaitu kekuatan yang berasal dari seseorang yang bisa
seleksi. Self Efficacy dapat mempengaruhi rasa percaya diri pasien dalam menjalani
motivasi dari dalam diri agar dapat mematuhi terapi dan pengendalian cairan
dengan baik, sehingga dapat mencegah peningkatan IDWG Bandura (2000) dalam
(Istanti, 2009).
2.4.4.5 Stress
retensi natrium dan garam. Respon stress dapat meningkatkan volume cairan
akibatnya curah jantung, tekanan darah, dan perfusi jaringan menurun. Cairan
merupakan salah satu stressor utama yang dialami oleh pasien yang menjalani
kebebasan, harapan umur panjang dan fungsi seksual sehingga dapat menimbulkan
kemarahan yang akhirnya timbul suatu keadaan depresi (Rustiana, 2012). Menurut
21
Istanti (2009) stress pada pasien HD dapat menyebabkan pasien berhenti
memonitoring asupan cairan, bahkan ada juga yang berhenti melakukan terapi
pada saat periode interdialitik pasien berada dirumah tanpa pengawasan dari
cairan dan makanan pada periode interdialitik (Istanti, 2009). Adanya kelebihan
nadi meningkat, dispnea, rales basah, batuk, edema. IDWG yang berlebihan pada
berat, gangguan fungsi fisik, sesak nafas, edema pulmonal yang dapat
meningkatnya resiko dilatasi, hipertropi ventrikuler dan gagal jantung (Smeltzer &
Bare, 2008).
2.4.1 Definisi
adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti
22
sesuai dengan apa yang disarankan atau dibebankan kepadanya . Kepatuhan
pelaksanaan prosedur tetap (protap) adalah untuk selalu memenuhi petunjuk atau
Kelman dalam Emaliyawati (2010) dijelaskan bahwa perubahan sikap dan perilaku
individu diawali dengan proses patuh, identifikasi, dan tahap terakhir berupa
internalisasi.
tentang pentingnya perilaku yang baru, dapat disusul dengan kepatuhan yang
berbeda jenisnya, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan tokoh yang
baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses
internalisasi dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri
individu itu sendiri dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya (Al-
Assaf, 2010)
likert yaitu selalu, sering, kadang-kadang, jarang dan tidak pernah. Kategori
kepatuhan dalam melaksanakan diet cairan dikategorikan menjadi dua bagian yaitu
patuh bila nilai total ≥ dari median dan tidak patuh bila nilai < dari median (Sahara,
2012)
23
2.4.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
jenis pekerjaan, profesi, lama kerja dan tingkat pendidikan, serta faktor psikologis
meliputi sikap, ketegangan dalam suasana kerja, rasa takut dan persepsi terhadap
1 Pendidikan
pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit. Latar belakang pendidikan juga akan
baik.
2 Kemampuan
tugas dalam pekerjaan yang meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik.
Kemampuan intelektual mempunyai peran yang besar dalam pekerjaan yang rumit,
seseorang bisa berbeda-beda dalam pelaksanan mencuci tangan. Bagi perawat yang
24
memiliki kemampuan melaksanakan akan cenderung patuh untuk melakukan cuci
3 Motivasi
yang dimiliki seseorang atau sekelompok masyarakat yang mau berbuat dan bekerja
dan tanggung jawabnya. Motivasi adalah daya penggerak didalam diri orang untuk
2010). Metode untuk meningkatkan motivasi seseorang ada dua metode, yaitu
metode langsung dengan pemberian materi atau non materi secara langsung untuk
memenuhi kebutuhan misalnya memberikan bonus atau hadiah, dan metoda tidak
langsung berupa fasilitas atau saran dalam upaya meningkatkan motivasi dalam
1 Pola komunikasi
Pola komunikasi dengan profesi lain yang dilakukan oleh perawat akan
25
2 Keyakinan / nilai-nilai yang diterima perawat
3 Dukungan social
yang berasal dari komunitas internal perawat, petugas kesehatan lain, pasien
keperawatan.
2.5 Hubungan Kepatuhan Diet Cairan Dengan Berat Badan Pra Dialysis
Regular
ginjal yang progresif dan irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk
menyebabkan uremia (Smeltzer & Bare, 2008). Gagal ginjal kronik yang bersifat
pengganti ginjal terdiri dari hemodialisis (HD), peritoneal dialisis, dan transplantasi
ginjal, dan saat ini hemodialisis (HD) merupakan terapi pengganti ginjal yang
paling banyak dilakukan dan jumlahnya dari tahun ke tahun terus meningkat.
26
Salah satu masalah yang paling sering dihadapi pasien hemidalisa adalah
peningkatan volume cairan diantara dua waktu dialisis yang dimanifestasi dengan
penambahan berat badan antara dua waktu hemodialisa, 60,7 persen dalam kategori
ringan, 12,4 persen rata-rata dan 26,9 dalam kategori bahaya. Penambahan berat
badan dengan kategori bahaya disebabkan karena pasien tidak mematuhi diet.
kelebihan kenaikan berat badan lebih besar dibandingkan dengan berat badan
normal pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa
dialisis akan dapat menimbulkan berbagai masalah baru bagi pasien diantaranya
adalah hipertensi, gangguan fungsi fisik, sesak nafas, edema pulmonal. Selain itu
sehingga terjadi kelebihan cairan beresiko kematian dini (Smeltzer & Bare, 2008).
Penelitian Ayunda (2017) menyatakan bahwa 11 orang atau 50 persen pada pasien
gagal ginjal yang menjalani hemodialisa cukup patuh dalam diet yang dijalani.
Penelitian Savitri dan Parmitasari (2015) menyatakan bahwa 35,3 persen pasien
gagal ginjal kronis tergolong tingkat kepatuhan yang sedang. 32,3 persen pasien
gagal ginjal kronis tergolong tingkat kepatuhan yang rendah dan 32,4 persen pasien
27
2.6 Kerangka Konsep
konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi,
2013). Adapun kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Pasien CKD
Keterangan :
Gambar 2.1
Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Kepatuhan Diet Cairan Dengan Berat
Badan Pra Dialysis Pada Pasien Chronic Kidney Disease Yang Menjalani
Hemodialisa Regular Di RSUD Wangaya Denpasar
28
2.7 Hipotesa
H1 : Ada hubungan Antara Kepatuhan Diet Cairan Dengan Berat Badan Pra
Regular
29