Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekurangan vitamin A (KVA) merupakan masalah kesehatanutama di


negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. KVA terutama sekali
mempengaruhi anak kecil, diantara mereka yang mengalami defisiensi dapat
mengalami xerophthalmia dan dapat berakhir menjadi kebutaan, pertumbuhan
yang terbatas, pertahanan tubuh yang lemah, eksaserbasi infeksi serta
meningkatkan resiko kematian. Hal ini menjadi nyata bahwa KVA dapat terus
berlangsung mulai usia sekolah dan remaja hingga masuk ke usia dewasa (Keith
dan West, 2008).

Masalah KVA saat ini tidak hanya dikaitkan dengan kebutaan. Masalah
kelulushidupan anak (child survival) sangat dengan masalah KVA . Analisis meta
yang dilakukan oleh Beaton et. al, yang menguji beberapa peneliian di Asia,
termasuk Indonesia, menyimpulkan bahwa penurunan angka kematian anak
prasekolah karena intervensi vitamin sebesar 30%. Penelitian yang dilakukan di
Bogor oleh Muhilal, dkk mendapatkan bahwa angka kematian anak balita di
daerah yang mendapat fortifikasi vitamin A lebih rendah secara signifikan
dibanding daerah kontrol.(Muhilal, et al ,1998.)

KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi
Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang,
termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA
mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak,
cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun
masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini
terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik.
Gangguan penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini
sangat jarang terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang
berkepanjangan akan menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi

1
karena kemiskinan, dimana keluarga tidak mampu memberikan makan yang
cukup. Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian
yang serius. Oleh karena itu dirasakan perlunya Program penanggulangan masalah
KVA bertujuan untuk menurunkan prevalensi KVA terutama ditujukan kepada
kelompok sasaran rentan yaitu balita dan wanita yang berada pada usia reproduksi
( Heijthuijsen, et al ,2013).

Penanggulangan masalah Kurang Vitamin A (KVA) pada anak Balita


sudah dilaksanakan secara intensif sejak tahun 1970-an, melalui distribusi kapsul
vitamin A setiap 6 bulan, dan peningkatan promosi konsumsi makanan sumber
vitamin A. Dua survei terakhir tahun 2007 dan 2011 menunjukkan, secara
nasional proporsi anak dengan serum retinol kurang dari 20 ug sudah di bawah
batas masalah kesehatan masyarakat, artinya masalah kurang vitamin A secara
nasional tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat (Depkes, 2012).

B. Rumusan Masalah

1) Apa yang dimaksud dengan vitamin A?

2) Apa yang dimaksud dengan Kekurangan Vitamin A (KVA)?

3) Bagaimanapatifisiologikekurangan vitamin A?

4) Apa saja fungsi vitamin A?

5) Faktor risiko apa saja yang menyebabkan Kekurangan Vitamin A?

6) Apa penyebab terjadinya Kekurangan Vitamin A?

7) Bagaimana tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A?

8) Apa akibat Kekurangan Vitamin A?

9) Bagaimana pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A?

10) Apa saja sumber vitamin A?

11) Berapa Angka Kecukupan Gizi vitamin A?

2
C. Tujuan

1) Untuk mengetahui definisi vitamin A

2) Untuk mengetahui definisi Kekurangan Vitamin A (KVA)

3) Untuk mengetahui fungsi-fungsi vitamin A

4) Untukmengetahuipatifisiologikekurangan vitamin A.

5) Untuk mengetahui faktor risiko Kekurangan Vitamin A

6) Untuk mengetahui penyebab terjadinya Kekurangan Vitamin A

7) Untuk mengetahui tanda-tanda/gelaja Kekurangan Vitamin A

8) Untuk mengetahui akibat Kekurangan Vitamin A.

9) Untuk mengetahui pencegahan dan penanggulangan Kekurangan Vitamin A

10) Untuk mengetahui sumber vitamin A

11) Untuk mengetahui Angka Kecukupan Gizi vitamin A

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Vitamin A
Vitamin merupakan kandungan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh,dimana
kandungan vitamin yang dikonsumsi oleh seseorang maka akan memenuhi
kebutuhan tubuh akan vitamin itu sendiri yang membuat tubuh dan organ
organnya menjadi lebih sehat dan tidak mudah rapuh. Vitamin A adalah vitamin
yang larut dalam lemak. Berdasarkan struktur kimianya disebut retinol atau
retina atau disebut juga dengan asam retinoat, terdapat pada jaringan hewan
dimana retinol 90-95% disimpan pada hati (Haryadi, 2009).
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat
diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat
dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya tahan tubuh untuk
melawan penyakit, khususnya diare dan penyakit infeksi). Vitamin A atau
berdasarkan struktur kimianya dibagi menjadi dua bentuk, yaitu :
1. Retinol
Retinol dapat dimanfaatkan langsung oleh tubuh karena umumnya sumber
retinol diperoleh dari makanan hewani seperti telur, hati, minyak ikan yang
mudah dicerna dalam tubuh.
2. Betacaritine
Sering disebut pro-vitamin A, baru dapat dirasakan setelah mengalami
proses pengolahan menjadi retinol. Sumber betacarotene berasal dari
makanan yang berwarna orange atau hijau tua, seperti wortel, bayam, ubi
kuning, mangga dan pepaya. Retinol atau Retinal atau juga Asam Retinoat,
dikenal sebagai faktor pencegahan xeropthalmia, berfungsi untuk
pertumbuhan sel epitel dan pengatur kepekaan rangsang sinar pada saraf
mata, Jumlah yang dianjurkan berdasarkan Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan (KGA-2004) per hari 400 ug retinol untuk anak-anak dan dewasa
500 ug retinol. Tubuh menyimpan retinol dan betacarotene dalam hati dan
mengambilnya jika tubuh memerlukannya (Iskandar, 2012).

4
B. Definisi Kekurangan Vitamin A
Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit yang
disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin A yang memadai. Hal ini dapat
menyebabkan rabun senja, xeroftalmia dan jika kekurangan berlangsung parah
dan berkepanjangan akan mengakibatkan keratomalasia (Tadesse, Lisanu,
2005).
Sedangkan menurut Arisman tahun 2002, Kurang Vitamin A (KVA)
merupakan penyakit sistemik yang merusak sel dan organ tubuh dan
menghasilkan metaplasi keratinasi pada epitel, saluran nafas, saluran kencing
dan saluran cerna. Penyakit Kurang Vitamin A (KVA) tersebar luas dan
merupakan penyebab gangguan gizi yang sangat penting. Prevalensi KVA
terdapat pada anak-anak dibawah usia lima tahun. Sampai akhir tahun 1960-an
KVA merupakan penyebab utama kebutaan pada anak.
Kekurangan vitamin A dapat disebabkan karena kekurangan primer dan
kekurangan sekunder. Kekurangan primer akibat kurang konsumsi dan
kekurangan sekunder karena gangguan penyerapan dan penggunaannya dalam
tubuh, kebutuhan yang meningkat, atau karena gangguan pada konversi karoten
menjadi vitamin A. Kekurangan vitamin A terjadi terutama karena kurangnya
asupan vitamin A yang diperoleh dari makanan sehari-hari. Konsumsi vitamin A
dan provitamin A yang rendah (di bawah kecukupan konsumsi vitamin A yang
dianjurkan) berlangsung dalam waktu lama akan mengakibatkan suatu keadaan
yang dikenal dengan kekurangan vitamin A (KVA).

C. Patofisiologi Kekurangan Vitamin A


Beberapa penyakit akibat kekurangan vitamin A diantaranya adalah buta
senja, xerosis konjuctiva, xerosis konjunctiva disertai bercak bitot, xerosis
kornea, keratomalasia atau ulserasi kornea, jaringan parut, fundus xeraftalmia.
Xeroftalmia adalah istilah yang menerangkan gangguan akibat kekurangan
vitamin A pada mata, termasuk kelainan anatomi bola mata dan gangguan
fungsi sel retina yang berakibat kebutaan. Kata xeroftalmia (bahasa latin) berarti
“mata kering”, karena terjadi kekeringan pada selaput lendir (konjuctiva) dan
selapt bening (kornea) mata (Wardani, 2012).

5
Xeroftalmia terjadi akibat tubuh kekurangan vitamin A. Bila ditinjau dari
konsumsi makanan sehari-hari orang yang menderita KVA disebabkan oleh :
a. Konsumsi makanan yang tidak mengandung cukup vitamin A atau pro-
vitamin A untuk jangka waktu yang lama
b. Pada masa bayi tidak diberikan ASI eksklusif
c. Menu yang tidak seimbang, yang diperlukan untu penyerapan
danpenggunaan vitamin A di dalam tubuh
d. Adanya gangguan penyerapan vitamin A atau pro-vitamin A seperti pada
penyakit-penyakit antara lain, gangguan pada pankreas, diare kronik, KEP
dan penyakit lainnya sehingga kebutuhan vitamin A meningkat.
e. Adanya kerusakan hati, spert pada kwashiorkor dan hepatitis kronik yang
memyebabkan gangguan pembentukan RBP dan penyerapan vitamin A.
(Saputra, 2012).

D. Fungsi Vitamin A
1. Penglihatan
Vitamin A berfungsi dalam penglihatan normal pada cahaya remang. Bila
kita dari cahaya terang diluar kemudian memasuki ruangan yang remang-
remang cahayanya, maka kecepatan mata beradaptasi setelah terkena cahaya
terang berhubungan langsung dengan vitamin A yang tersedia didalam
darah. Tanda pertama kekurangan vitamin A adalah rabun senja.
Suplementasi vitamin A dapat memperbaiki penglihatan yang kurang bila itu
disebabkan karena kekurangan vitamin A (Melenotte et al., 2012).
2. Pertumbuhan dan Perkembangan
Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang
membentuk email dalam pertumbuhan gigi. Pada kekurangan vitamin A,
pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal. Pada anak–
anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam
pertumbuhannya. Dimana vitamin A dalam hal ini berperan sebagai asam
retinoat (Tansuğ N, et al., 2010).

6
3. Reproduksi
Pembentukan sperma pada hewan jantan serta pembentukan sel telur dan
perkembangan janin dalam kandungan membutuhkan vitamin A dalam
bentuk retinol. Hewan betina dengan status vitamin A rendah mampu hamil
akan tetapi mengalami keguguran atau kesukaran dalam melahirkan.
Kemampuan retinoid mempengaruhi perkembangan sel epitel dan
kemampuan meningkatkan aktivitas sistem kekebalan diduga berpengaruh
dalam pencegahan kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, payudara dan
kandung kemih (Knutson dan Dame, 2011).
4. Fungsi Kekebalan
Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia.
Dimana kekurangan vitamin A dapat menurunkan respon antibody yang
bergantung pada limfosit yang berperan sebagai kekebalan pada tubuh
seseorang (Almatsier, 2008).
5. Perkembangan Jantung
Defek kardiak dan cabang aorta diamati sebagai bagian dari sindroma
kekurangan vitamin A. singkat kata, peranan vitamin A dalam
perkembangan jantung mamalia meliputi pembentukan pipa pola jantung
dan lingkaran, ruang dan katup saluran keluar, trabekulasi ventrikel,
diferensiasi kardiomiosit dan pengembangan pembuluh koroner (Knutson
dan Dame, 2011).
6. Perkembangan Ginjal dan Saluran Kencing
Kekurangan vitamin A pada kehamilan dapat berkorelasi dengan
kekurangan jumlah nefron sub-klinis dan sedikit defisit nefron yang tidak
disadari pada saat lahir, tapi mungkin bisa berkontribusi dalam jangka
panjang terjadinya gagal ginjal dan hipertensi (Knutson dan Dame, 2011).
7. Diafragma
Fungsi diafragma sebagai otot utama respirasi dan sebagai pembatas antara
rongga dada dan perut. Hernia diafragma kongenital (CDH) terjadi pada
sekitar satu dari 3000 kelahiran, dan berhubungan dengan kematian neonatal
yang tinggi. Vitamin A sangat penting bagi perkembangan diafragma
normal, dan telah disimpulkan bahwa gangguan sinyal retinoid dapat

7
berkontribusi pada etiologi dari gangguan manusia (Knutson dan Dame,
2011).
8. Paru dan Saluran Nafas Atas serta Aliran Udara
Defek Respirasi termasuk agenesis paru kiri, hypoplasia paru bilateral, dan
agenesis esophagotracheal septum digambarkan dalam sindroma KVA awal
namun dikarakteristikkan sebagai kelainan yang jarang terjadi. Paru
berkembang dari foregut endoderm selama perkembangan awal embrio. RA
dari mesoderm splanchnic di sekitar endoderm foregut telah penting
ditemukan untuk pembentukan tunas paru primordial.
Sebuah laporan terbaru di New England Journal of Medicine menunjukkan
bahwa, di daerah endemik dengan defisiensi vitamin A (retinol), anak-anak
yang ibunya menerima suplementasi vitamin A sebelum, selama, dan selama
6 bulan setelah kehamilan memiliki fungsi paru-paru yang lebih baik ketika
mereka diuji pada 9 sampai 11 tahun daripada anak-anak yang ibunya
menerima suplemen beta karoten atau plasebo. Selain itu, mereka
menemukan bahwa periode di mana suplementasi dengan vitamin A yang
paling penting adalah dari kehamilan usia postnatal dari 6 bulan (Knutson
dan Dame, 2011).

E. Faktor Risiko Kekurangan Vitamin A


Defisiensi vitamin A terjadi didalam lingkungan sosial, ekonomi, dan
ekologi yang miskin dan penduduknya tinggal di negara yang ekonomiya sedang
berkembang serta mengalami transisi. Pengaruh relatif faktor kasusal pada
tingkat makro maupun mikro dapat sangat bervariasi antar negara bahkan antar
wilayah dalam negara yang sama. Oleh karena itu, kita harus memahami kondisi
setempat ketika membuat rancangan program intervensi yang tepat dan efektif
secepatnya untuk memperbaiki situasi tersebut. Walaupun begitu, ada beberapa
faktor resiko dibaliknya yang cenderung menandai sebagian besar situasi ketika
defisiensi vitamin A lazim ditemukan, yaitu:
1. Usia
Berbagai tingkat defisiensi vitamin A mulai dari bentuk subklinis hingga
bentuk malnutrisi dengan kebutaan yang berat (keratomalasia), dapat terjadi

8
pada setiap usia jika keadaannya cukup ekstrim. Namun demikian, sebagai
persoalan kesehatan masyarakat, defisiensi vitamin A, khususnya defisiensi
yang berat, akan menyerang anak-anak dalam usia prasekolah. Keadaan ini
terjadi karena kebutuhan vitamin A bagi pertumbuhan pada anak-anak ini
cukup tinggi. Sementara asupan vitamin dari makanan seringkali rendah
dengan tambahan beban pajanan infeksi yang lebih besar. Insidens xeroftalmia
kornea paling prevalen pada anak-anak yang berusia 2-4 tahun. Pada anak-
anak dibawah usia 12 bulan, penyakit kornea merupakan kejadian yang relatif
jarang dijumpai (terutama karena efek protektif pemberian ASI), tetapi
keratomalasia lebih sering terjadi diantara bayi-bayi yang hidup dalam kondisi
sosial ekonomi yang rendah.
Prevalensi xeroftalmia ringan, terutama buta senja (SN) dan bercak bitot
(XB) meningkat seiring usia hingga usia prasekolah dan keterkaitan ini
ternyata berbeda-beda diantara berbagai budaya terlepas dari angka
xeroftalmia yang spesifik menurut usia. Defisiensi vitamin A subklinis juga
sering ditemukan diantara anak-anak usia sekolah, remaja, dan dewasa muda
pada komunitas yang sama dan prevalensinya pada anak-anak kecil cukup
tinggi.
2. Gender
Pada orang dewasa yang sehat, kadar retinol plasma maupun RBP (retinol-
binding protein) ternyata berada pada level 20% lebih tinggi pada laki-laki
dibandingkan pada wanita, kendati signifikan fisiologi perbedaan ini masih
belum jelas. Walaupun begitu, laki-laki umumnya memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk mengalami buta senja dan bercak Bitot dibandingkan perempuan
selama usia prasekolah dan awal usia sekolah. Perbedaan gender ini tidak begitu
jelas dalam hal xeroftalmia yang berat. Perbedaan pada budaya pemberian
makan dan perawatan antara anak laki-laki dan perempuan dalam sebagian
populasi dapat menkelaskan variasi menurut gender ketika hal ini diamati.
3. Status Fisiologi
Dengan meningkatnya kebutuhan vitamin A selama periode pertumbuhan
yang cepat, anak-anak kecil merupakan kelompok yang paling rentan.
Kebutuhan akan vitamin A juga meningkat selama masa kehamilan dan

9
menyusui; dengan demikian, ibu hamil dan menyusui dalam populasi yang
kehilangan haknya tidak mampu memenuhi kebutuhan yang meningkat selama
periode tertentu. Buta senja selama kehamilan dan laktasi terutama sering
ditemukan di Asia Selatan dengan kejadian buta senja sebesar 15%-20% dari
semua kehamilan dan kemudian berulang kembali pada kehamilan berikutnya.
Keadaan ini pada beberapa budaya dianggap sebagai bagian dari kehamilan.
Sejumlah penelitian juga memperlihatkan bahwa ASI dari ibu dengan status
vitamin A yang buruk sering kali turut menyebabkan peningkatan kerentanan
pada bayi.
4. Diet
Penyebab dasar yang melandasi defisiensi vitamin A sebagai
permasalahan kesehatan masyarakat adalah diet atau pola makan yang kurang
mengandung vitamin, baik senyawa karotenoid performed atau provitamin A
untuk memenuhi kebutuhan. Pada umumnya, ditempat yang kondisi hidupnya
buruk, diet seseorang akan bergantung pada makanan nabati yang lebih murah
tetapi secara hayati kurang mengandung vitamin A (sebagai karotenoid).
Populasi yang mengonsumsi beras sebagai makanan pokok dan serat pangan
dalam kehidupan sehari-hari ternyata sangat berisiko untuk mengalami
defisiensi vitamin A. Dengan demikian, xeroftalmia lebih sering ditemukan di
Asia Selatan dan Asia Timur. Defisiensi vitamin A subklinis umumnya terjadi
ditempat yang kualitas makanannya relatif rendah akibat kendala pada
kemampuan mengakses makanan dan ketersediaan makanan, khususnya
makanan hewani.
Pemberian ASI, kualitas makanan tambahan, dan kualitas diet anak
semuanya merupakan faktor penting untuk mempertahankan status vitamin A.
Ada bukti jelas yang menunjukkan bahwa anak-anak yang mendapatkan ASI
menghadapi kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami defisiensi vitamin
A jika dibandingkan dengan anak-anak pada usia sama yang tidak memperoleh
ASI. Lebih lanjut, peningkatan frekuensi pemberian ASI juga memberikan efek
protektif terhadap xeroftalmia.
Banyak penelitian epidemiologi mendukung pemberian makanan
tambahan yang tepat dan tindakan ini ternyata dapat melindungi anak-anak

10
selama usia prasekolah terhadap xeroftalmia. Konsumsi buah yang berwarna
kuning (mangga dan pepaya) akan memberikan perlindungan yang kuat pada
anak berusia dua dan tiga tahun. Ketika pengaruh pemberian ASI berkurang,
sayuran yang berwarna hijau gelap memainkan peranan yang lebih penting bagi
anak-anak pada usia tiga tahun keatas. Sesudah masa bayi, konsumsi rutin
makanan hewani yang mengandung vitamin A preformed ( telur, produk susu,
ikan dan hati) bersifat sangat protektif terhadap kesehatan anak. Sebaliknya,
dalam usia satu tahun pertama ketika anak disapih, anak-anak yang menderita
xeroftalmia ternyata lebih sedikit mendapat makanan yang kaya akan vitamin A
secara teratur dibandingkan dengan anak anak yang tidak menderita
xeroftalmia. Konsumsi sayuran berwarna hijau gelap atau buah dan sayuran
yang berwarna kuning disertai dengan penurunan risiko xeroftalmia sebesar 4-6
kali lipat, sementara efek konsumsi telur, daging, ikan, dan susu yang hanya
dilakukan sekali-kali disertai dengan peningkatan risiko sebesar 2-3 kali lipat.
Defisiensi vitamin A paling sering ditemukan pada populasi penduduk yang
mengonsumsi sebagian kebutuhan vitamin A mereka dari sumber karotenoid
provitamin dengan sedikit lemak yang terkandung dalam makanan mereka.
5. Pola Penyakit
Keterkaitan antara penyakit infeksi dan status vitamin A merupakan
persoalan kompleks yang telah ditinjau secara luas. Difisiensi vitamin A akan
meningkatkan risiko morbiditas penyakit infeksi dan sebaliknya, penyakit
infeksi merupakan predisposisi terjadinya difisiensi vitamin A. Beberapa jenis
infeksi seperti diare, infeksi pernafasan, dan campak akan disertai bentuk
tertentu difisiensi vitamin A yang dapat berupa penurunan kadar retinol serum
atau peningkatan resiko xeroktalmia. Selanjutnya, frekuensi, durasi, dan
intensitas penyakit infeksi secara langsung atau tidak langsung turut
meningkatkan keretangan terhadap keadaan difisiensi vtamin A.
Keberaradaan KEP akan lebih meningkatkan resiko xeroktalmia yang
urutan intensitasnya hampir sama seperti penyakit diare dan pernafasan. Protein
pengikat retinol (RBP; RETINOL BINDING PROTEIN) dapat menurun ketika
KEP sehingga mengurangi ketersediaan vitamin A dalam darah. Selama episode
penyakit infeksi, penurunan kadar vitamin A dalam serum menggambarkan

11
secara parsial respon yang tidak spesifik terhadap keadaan demam ketika
sintesis RBP yang juga merupakan protein fase akut yang negative itu
berkurang. Kadar retinol dalam serum kembali normal setelah terjadi
kesembuhan.
6. Kondisi Sosial Ekonomi
Dalam pengertian kesehatan masyarakat. Kemiskinan terutama terjadi
penyebab defisiensi vitamin, sekalipun tidak selalu demikian,. Pada
umumnya, defisiensi vitamin A ditemukan terutama di negara-negara yang
perekonomiannya relatif miskin. Sejumlah penelitaian memperlihatkan bahwa
keluarga di negara-negara yang perekonomiannya relatif memiliki lahan yang
lebih sempit, kondisi perumahan yang lebih buruk, hewan peliharaan yang lebih
sedikit, dan kemampuan ekonomi yang lebih rendah. Tingkat pendidikan yang
rendah pada ayah atau ibu dalam keadaan ini dapat dibedakan, merupakan
faktor risiko yang lain.
7. Pengelompokan
Kejadian defisiensi vitamin A cenderung mengelompok (clustering)
ketinbang tersebar secara rata. Data dari berbagai negara menunjukkan bahwa
tanda-tanda klinis defisiensi mengelompok dalam provinsi atau Kabupaten,
Kecamatan, Desa dan bahkan rumah tangga. Pengelompokkan di dalam negara
pada dasarnya berhubungan denga faktor ekologi serta budaya yang semakin
diperparah oleh infrastruktur yang tidak dibangun dengan baik, dan
pengelompokkan di dalam rumah tangga serta masyarakat terjadi karena
praktik-praktik serta lingkungan yang tidak kondusif bagi pola makan dan
kesehatan yang memadai. Bukti menunjukkan bahwa besaran pengelompokkan
didalam rumah tangga jauh melebihi didalam desa, dan bahwa faktor rumah
tangga inilah yang menjelaskan banyak tentang pengelompokkan ini ketimbang
penyakit infeksi. Identifikasi kelompok-kelompok defisiensi vitamin A dapat
memfasilitasi implementasi program intervensi dan jika seorang anak ditemukan
dengan xeroftalmia, saudara kandungnya harus ditangani sebagai kasus suspect
defisiensi vitamin A pula.

12
F. Penyebab Terjadinya Kekurangan Vitamin A
Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena
menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta
menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk
mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata. Vitamin A diperlukan retina mata
untuk pembentukan rodopsin dan pemeliharaan diferensiasi jaringan epitel.
Gangguan gizi kurang vitamin A dijumpai pada anak-anak yang terkait dengan :
kemiskinan, pendidikan rendah, kurangnya asupan makanan sumber vitamin A
dan pro vitamin A (karoten), bayi tidak diberi kolostrum dan disapih lebih awal,
pemberian makanan artifisial yang kurang vitamin A. Pada anak yang
mengalami kekurangan energi dan protein, kekurangan vitamin A terjadi selain
karena kurangnya asupan vitamin A itu sendiri juga karena penyimpanan dan
transpor vitamin A pada tubuh yang terganggu.
Kelompok umur yang terutama mudah mengalami kekurangan vitamin
A adalah kelompok bayi usia 6-11 bulan dan kelompok anak balita usia 12-59
bulan (1-5 tahun). Sedangkan yang lebih berisiko menderita kekurangan vitamin
A adalah bayi berat lahir rendah kurang dari 2,5 kg, anak yang tidak mendapat
ASI eksklusif dan tidak diberi ASI sampai usia 2 tahun, anak yang tidak
mendapat makanan pendamping ASI yang cukup, baik mutu maupun
jumlahnya, anak kurang gizi atau di bawah garis merah pada KMS, anak yang
menderita penyakit infeksi (campak, diare, TBC, pneumonia) dan kecacingan,
anak dari keluarga miskin, anak yang tinggal di dareah dengan sumber vitamin
A yang kurang, anak yang tidak pernah mendapat kapsul vitamin A dan
imunisasi di posyandu maupun puskesmas, serta anak yang kurang/jarang
makan makanan sumber vitamin A.
Terjadinya kekurangan vitamin A berkaitan dengan berbagai faktor
dalam hubungan yang kompleks seperti halnya dengan masalah kekurangan
kalori protein (KKP). Makanan yang rendah dalam vitamin A biasanya juga
rendah dalam protein, lemak dan hubungannya antara hal-hal ini merupakan
faktor penting dalam terjadinya kekurangan vitamin A.
Kekurangan vitamin A bisa disebabkan seorang anak kesulitan mengonsumsi
vitamin A dalam jumlah yang banyak, kurangnya pengetahuan orang tua tentang

13
peran vitamin A dan kemiskinan. Sedangkan untuk mendapatkan pangan yang
difortifikasi bukan hal yang mudah bagi penduduk yang miskin. Karena, harga
pangan yang difortifikasi lebih mahal daripada pangan yang tidak difortifikasi.
Kekurangan vitamin A sekunder dapat terjadi pada penderita Kurang Energi
Protein (KEP), penyakit hati, gangguan absorpsi karena kekurangan asam
empedu (Suhardjo, 2002).
Penyebab lain KVA pada balita dikarenakan kurang makan sayuran dan
buah-buahan berwarna serta kurang makanan lain sumber vitamin A seperti :
daun singkong, bayam, tomat, kangkung, daun ubi jalar, wortel, daun pepaya,
kecipir, daun sawi hijau, buncis, daun katu, pepaya, mangga, jeruk, jambu biji,
telur ikan dan hati. Akibatnya menurun daya tahan tubuh terhadap serangan
penyakit (Depkes RI, 2005).

G. Tanda-tanda dan Gejala Klinis Kekurangan Vitamin A


KVA adalah kelainan sistemik yang mempengaruhi jaringan epitel dari
organ-organ seluruh tubuh, termasuk paru-paru, usus, mata dan organ lain. Akan
tetapi gambaran gangguan secara fisik dapat langsung terlihat oleh
mata. Kelainan kulit pada umumnya terlihat pada tungkai baeah bagian depan
dan lengan atas bagian belakang, kulit nampak kering dan bersisik. Kelainan ini
selain diebabkan oleh KVA dapat juga disebabkan kekurangan asam lemak
essensial, kurang vitamin golongan B atau KEP.
Gejala klinis KVA pada mata akan timbul bila tubuh mengalami KVA
yang telah berlangsung lama. gejala tersebut akan lebih cepat muncul jika
menderita penyaki campak, diare, ISPA dan penyakit infeksi lainnya.Gejala
klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO sebagai berikut :
1. Buta senja = XN. Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.
Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang
remang-remang setelah lama berada di cahaya yang terang. Penglihatan
menurun pada senja hari, dimana penderita tidak dapat melihat lingkungan
yang kurang cahaya.

14
2. Xerosis konjunctiva = XI A. Selaput lendir mata tampak kurang mengkilat
atau terlihat sedikit kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan
kasar dan kusam.
3. Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B. Gejala XI B adalah tanda-tanda
XI A ditambah dengan bercak bitot, yaitu bercak putih seperti busa sabun
atau keju terutama celah mata sisi luar. Bercak ini merupakan penumpukan
keratin dan sel epitel yang merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia,
sehingga dipakai sebagai penentuan prevalensi kurang vitamin A pada
masyarakat. Dalam keadaan berat tanda-tanda pada XI B adalah, tampak
kekeringan meliputi seluruh permukaan konjunctiva, konjunctiva tampak
menebal, berlipat dan berkerut.
4. Xerosis kornea = X2. Kekeringan pada konjunctiva berlanjut sampai kornea,
kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.
5. Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B. Kornea melunak seperti
bubur dan dapat terjadi ulkus. Pada tahap ini dapat terjadi perforasi
kornea.Keratomalasia dan tukak kornea dapat berakhir dengan perforasi dan
prolaps jaringan isi bola mata dan membentuk cacat tetap yang dapat
menyebabkan kebutaan. Keadaan umum yang cepat memburuk dapat
mengakibatkan keratomalasia dan ulkus kornea tanpa harus melalui tahap-
tahap awal xeroftalmia.
6. Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea. Kornea tampak menjadi putih
atau bola mata tampak mengecil. Bila luka pada kornea telah sembuh akan
meninggalkan bekas berupa sikatrik atau jaringan parut. Penderita menjadi
buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun dengan operasi cangkok
kornea.
7. Xeroftalmia Fundus (XF). Tampak seperti cendol XN, XI A, XI B, X2
biasanya dapat sembuh kembali normal dengan pengobatan yang baik. Pada
stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera diobati
karena dalam beberapa hari bisa menjadi keratomalasia. X3A dan X3 B bila
diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang bahkan dapat
menyebabkan kebutaan total bila lesi pada kornea cukup luas sehingga
menutupi seluruh kornea.Prinsip dasar untuk mencegah xeroftalmia adalah

15
memenuhi kebutuhan vitamin A yang cukup untuk tubuh serta mencegah
penyakit infeksi. Selain itu perlu memperhatikan kesehatan secara umum
(Wardani, 2012).

H. Akibat Kekurangan Vitamin A


Tubuh memerlukan asupan vitamin yang cukup sebagai zat pengatur
danmemperlancar proses metabolisme dalam tubuh. Sebagai vitamin yang larut
dalam lemak, vitamin A membangun sel-sel kulit dan memperbaiki sel-sel
tubuh, menjaga dan melindungi mata, menjaga tubuh dari infeksi, serta menjaga
pertumbuhan tulang dan gigi. Karena fungsi tersebut, vitamin A sangat bagus
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Vitamin A juga berperan
dalam epitil, misalnya pada epitil saluran pencernaan dan pernapasan serta kulit.
Vitamin A berkaitan erat dengan kesehatan mata. Vitamin A membantu dalam
hal integritas atau ketahanan retina serta menyehatkan bola mata. Vitamin A
fungsinya tak secara langsung mengobati penderita minus, tapi bisa
menghambat minus.
Kekurangan vitamin A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan diri
terhadap perubahan cahaya yang masuk dalam retina. Sebagai konsekuensi awal
terjadilah rabun senja, yaitu mata sulit melihat kala senja atau dapat juga terjadi
saat memasuki ruangan gelap. Bila kekurangan vitamin A berkelanjutan maka
anak akan mengalami xerophtalmia yang mengakibatkan kebutaan. Selain itu
kekurangan vitamin A menyebabkan tubuh rentan terhadap infeksi bakteri dan
virus. Tanpa vitamin A, sistem pertahanan tubuh akan hilang.Ini memicu tubuh
rentan terserang penyakit.
Vitamin A bisa terserap dalam tubuh yang kondisinya baik. Anak usia
balita sangat rentan kekurangan vitamin A karena kondisi tubuhnya rentan
terhadap penyakit, seperti diare atau infeksi pencernaan. Untuk itu peran ibu
sangat penting dalam menjaga ketahanan tubuh bayi yakni dengan memberikan
ASI eksklusif, agar mempunyai ketahanan tubuh yang cukup.Kebutuhan vitamin
A yang cukup dalam tubuh, dapat diketahui dengan cara menganalisis makanan
yang dikonsumsi sehari-hari dan melihat kondisi tubuh. Jika tubuh anak sering

16
terkena penyakit, seperti diare, busung lapar atau gangguan saluran pernapasan,
maka secara otomatis, asupan vitamin A-nya kurang (Zulkarnaen, 2012).
Selain itu, dampak kekurangan Vitamin A bagi balita antara lain:
1. Hemarolopia atau kotok ayam (rabun senja).
2. Frinoderma, pembentukan epitelium kulit tangan dan kaki terganggu,
sehingga kulit tangan dan kaki bersisik.
3. Pendarahan pada selaput usus, ginjal dan paru-paru.
4. Kerusakan pada bagian putih mata mengering dan kusam (Xerosis
konjungtiva), bercak seperti busa pada bagian putih mata (bercak bitot),
bagian kornea kering dan kusam (Xerosis kornea), sebagian hitam mata
melunak ( Keratomalasia ), Seluruh kornea mata melunak seperti bubur
(Ulserasi Kornea) dan Bola mata mengecil / mengempis (Xeroftahalmia
Scars).
5. Terhentinya proses pertumbuhan.
6. Terganggunya pertumbuhan pada bayi.
7. Mengakibatkan campak yang berat yang berkaitan dengan adanya
komplikasi pada anak-anak serta menghambat penyembuhan. (Melenotte et
al,2012)
Namun demikian perlu juga diperhatikan bahwa pemberian dosis
Vitamin A yang terlalu tinggi dalam waktu yang lama dapat menimbulkan
akibat yang kurang baik antara lain:
1. Hipervitaminosis A pada anak-anak dapat menimbulkan anak tersebut
cengeng, pada sekitar tulang yang panjang membengkak, kulit kering dan
gatal-gatal.
2. Hipervitaminosis pada orang dewasa menimbulkan sakit kepala, mual-mual
dan diare. (Sugiarno, 2010).

I. Pencegahan dan Penanggulangan Kekurangan Vitamin A


Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat
diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat melihat
dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meni ngkatkan daya tahan tubuh untuk

17
melawan penyakit misalnya campak, diare, dan penyakit infeksi lain) (Depkes
RI, 2009)
Pada ibu hamil dan menyusui, vitamin A berperan penting untuk
memelihara kesehatan ibu selama masa kehamilan dan menyusui. Buta senja
pada ibu menyusui, suatu kondisi yang kerap terjadi karena kurang vitamin A
(KVA). Berhubungan erat pada kejadian anemia pada ibu, kekurangan berat
badan, kurang gizi, meningkatnya resiko infeksi dan penyakit reproduksi, serta
menurunkan kelangsungan hidup ibu hingga dua tahun setelah melahirkan
(Dinkes Jateng, 2007).
Semua anak, walaupun mereka dilahirkan dari ibu yang berstatus gizi
baik dan tinggal di Negara maju, terlahir dengan cadangan vitamin A yang
terbatas dalam tubuhnya (hanya cukup memenuhi kebutuhan untuk sekitar dua
minggu). Di Negara berkembang, pada bulan-bulan pertama kehidupannya, bayi
sangat bergantung pada vitamin A yang terdapat dalam ASI. Oleh sebab itu,
sangatlah penting bahwa ASI mengandung cukup vitamin A.
Anak-anak usia enam bulan yang ibunya mendapatkan kapsul vitamin A
setelah melahirkan, menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah kasus
demam pada anak-anak tersebut dan waktu kesembuhan yang lebih cepat saat
mereka terkena ISPA. Ibu hamil dan menyusui seperti halnya juga anak-anak,
berisiko mengalami KVA karena pada masa tersebut ibu membutuhkan vitamin
A yang tinggi untuk pertumbuhan janin dan produksi ASI.
Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A
melalui proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan upaya yang
paling aman. Namun disadari bahwa penyuluhan tidak akan segera memberikan
dampak nyata. Selain itu kegiatan konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat
rintisan. Oleh sebab itu penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada
pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi.
a. Bayi umur 6-11 bulan, baik sehat maupuan tidak sehat, dengan dosis 100.000
SI (warna biru). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak pada bulan
Februari dan Agustus.

18
b. Anak balita umur 1-5 tahun, baik sehat maupun tidak sehat, dengan dosis
200.000 SI (warna merah). Satu kapsul diberikan satu kali secara serentak
pada bulan Februari dan Agustus.
c. Ibu nifas, paling lambat 30 hari setelah melahirkan, diberikan satu kapsul
vitamin A dosis 200.000 SI (warna merah), dengan tujuan agar bayi
memperoleh vitamin A yang cukup melalui ASI (Depkes RI, 2009). Ibu
nifas: suplementasi vitamin A pada ibu nifas tidaklah direkomendasikan
untuk mencegah morbiditas dan mortalitas pada ibu dan bayi. (McGuire S.
2012)
d. Wanita hamil : suplemen vitamin A tidak direkomendasikan selama
kehamilan sebagai bagian dari antenatal care rutin untuk mencegah maternal
and infant morbidity dan mortality. Namun, pada daerah dimana terdapat
masalah kesehatan publik yang berat yang berkaitan dengan kekurangan
vitamin A, maka suplementasi vitamin A direkomendasikan untuk mencegah
rabun senja. Secara khusus, wanita hamil dapat mengkonsumsi hingga 10,000
IU vitamin A setiap harinya atau vitamin A hingga 25,000 IU setiap minggu.
Suplementasi dapat dilanjutkan hingga 12 minggu selama kehamilan hingga
melahirkan. Hal ini perlu ditekankan bahwa WHO mengidentifikasi populasi
berisiko sebagai mereka yang prevalensi menderita rabun senja ≥5% pada
wanita hamil atau ≥5% pada anak – anak yang berusia 24–59
bulan.(McGuire, 2012)
Program nasional pemberian suplemen vitamin A adalah upaya
penting untuk mencegah kekurangan vitamin A di antara anak-anak Indonesia.
Tujuan Program ini adalah untuk mendistribusikan kapsul vitamin A pada
semua anak di seluruh wilayah Indonesia dua kali dalam satu tahun. Setiap
Februari dan Agustus, kapsul vitamin A didistribusikan secara gratis kepada
semua anak yang mengunjungi Posyandu dan Puskesmas. Vitamin A yang
terdapat dalam kapsul tersebut cukup untuk membantu melindungi anak-anak
dari timbulnya beberapa penyakit yang pada gilirannya akan membantu
menyelamatkan penglihatan dan kehidupan mereka ( Maryam, 2010 ).
Pemberian vitamin A akan memberikan perbaikan nyata dalam satu
sampai dua minggu. Dianjurkan bila diagnosa defisiensi vitamin A ditegakkan

19
maka berikan vitamin A 200.000 IU peroral dan pada hari kesatu dan kedua.
Belum ada perbaikan maka diberikan obat yang sama pada hari ketiga.
Biasanya diobati gangguan proteinkalori mal nutrisi dengan menambah
vitamin A, sehingga perlu diberikan perbaikan gizi.

J. Sumber Vitamin A
Pada umumnya kecukupan Vitamin A pada orang dewasa didapat dari
makanan yang di konsumsi setiap hari. Demikian juga bagi anak anak selain
didapat dari makanan juga dari suplemen Vitamin A, sedangkan bagi bayi yang
berumur kurang dari 6 bulan kebutuhan Vitamin A diperoleh dari Air Susu Ibu
(Sugiarno. 2010). ASI tetap menjadi sumber yang penting dari vitamin A dan
karoten (zat gizi yang banyak terdapat secara alami dalam buah-buahan dan
sayur-sayuran). Karoten dapat membantu sistem kekebalan tubuh. Hati, telur,
dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang baik. Vitamin A juga
terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid lainnya. Tubuh manusia dapat
mensintesa vitamin A dari karoten atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran
dan buah-buahan yang berwarna, seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan
sebagainya. (Dinkes Jateng, 2007)
Kadar Vitamin A dalam air susu sangat dipengaruhi oleh jumlah dan
jenis makanan yang dikonsumsi selama menyusui. Untuk itu bagi ibu nifas
dianjurkan banyak mengkonsumsi sayuran terumata yang banyak mengandung
Vitamin A. (Sugiarno. 2010).
Vitamin A sangat penting bagi kesehatan kulit, kelenjar, serta fungsi
mata. Sekalipun pada waktu lahir bayi memiliki simpanan vitamin A, Vitamin A
adalah salah satu zat gizi esensial yang tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh
manusia. Untuk memperolehnya harus diambil dari sumber diluar tubuh
terutama dari sumber alam, seperti bahan sereal, umbi, biji-bijian, sayuran,
buah-buahan, hewani dan bahan-bahan olahan lainnya.(Desi & Dwi, 2009).

20
Pengelompokkan Sumber Vitamin A.
Tinggi Sedang Rendah

Minyak ikan Hati ayam Roti

Minyak Kelapa Ubi jalar Daging sapi

Minyak Sawit Wortel Kentang

Bayam Ikan

J. Angka Kecukupan Gizi Vitamin A

Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG) anak balita
sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung dari kandungan vitamin A
dalam makanan nabati atau hewani yang dikonsumsi. Sebagai gambaran, angka
350 RE terdapat pada tiga butir telur atau 250 gram bayam. Jadi seorang anak
balita memenuhi kecukupan gizi vitamin A jika ia mengonsumsi tiga telur atau
250 gram bayam dalam sehari. Tapi, tentu saja, seorang anak akan bosan jika
terus menerus diberi telur dan bayam, apalagi dalam jumlah besar.

21
Terdapat banyak sayuran dan buah yang mengandung vitamin A. Sayuran
dan buah yang mengandung AKG dalam jumlah besar, lebih dari 150 RE/100 gr,
adalah pepaya, bayam, kangkung, wortel, ubi jalar, mangga, dan sebagainya.
Sementara sumber makanan nabati dengan kandungan vitamin A lebih rendah,
sekitar 1-60 RE/100 gr, terdapat pada jagung, semangka, tomat, pisang,
belimbing, dan sejenisnya. Untuk sumber makanan hewani, kandungan vitamin A
dalam jumlah besar terdapat pada telur, daging ayam dan hati. Sedangkan ikan,
susu segar, dan udang memiliki kandungan vitamin A tergolong kecil.

K. Sasaran Pemberian Vitamin A

Pemerintah mencanangkan program pemberian vitamin A pada bayi,


karena bayi merupakan penderita KVA yang paling beresiko. Sasaran program
ini adalah balita dari usia 6 bulan sampai dengan 59 bulan. Vitamin A yang
dibagikan adalah vitamin A dosis tinggi. Ada 2 jenis vitamin A yang diberikan
yaitu yang biru (100.000 IU) untuk bayi usia 6 sd 11 bulan, dan yang merah
(200.000 IU) untuk usia 12 sd 59 bulan. Serta tak ketinggalan pula bagi ibu nifas
(menyusui bayi hingga usia 42 hari). Hal ini dilakukan karena berdasarkan kajian
berbagai studi ditemukan bahwa Vitamin A merupakan zat gizi yang sangat
diperlukan bagi manusia, karena zat gizi ini sangat penting agar proses-proses
fisiologis dalam tubuh berlangsung secara normal, termasuk pertumbuhan sel,
meningkatkan fungsi penglihatan, meningkatkan imunologis dan pertumbuhan
badan. Pemberian vitamin A dosis tinggi selain diberikan pada anak balita, ibu
nifas tapi diberikan juga pada kasus dengan keadaan tertentu seperti anak
menderita xeroptalmia, campak dan gizi buruk.

22
L. Target Pemberian Vitamin A

Pencapaian cakupan suplementasi kapsul vitamin A masih di bawah target. Riset


Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan bahwa cakupan
suplementasi vitamin A sebesar 71,5% tetapi variasi antar propinsi cukup tinggi,
cakupan terendah 51%, persen dan yang tertinggi 84,7%. Riskesdas 2010 juga
menemukan cakupan yang jauh berbeda yaitu cakupan 69,8%. Cakupan
suplementasi kapsul vitamin A pada Riskesdas 2013 lebih tinggi, yaitu 75,5%
dengan variasi antara propinsi 52,3-89,2%. Berbagai faktor memengaruhi anak
balita mendapatkan kapsul vitamin A yang terkait dengan karakteristik daerah,
pelayanan kesehatan, rumahtangga, dan target anak balita sendiri. Tulisan ini
bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berperan dalam cakupan kapsul
vitamin A dan status serum retinol pada anak balita yang menerima dan tidak
menerima kapsul, serta kurun waktu kenaikan dan penurunan serum vitamin A
setelah mendapatkan kapsul vitamin A sampai periode suplementasi berikutnya.
Walaupun sudah banyak studi tentang kenaikan serumretinol dalam darah sebagai
dampak suplementasi kapsul vitamin A, tetapi terbatas waktunya hanya dalam
beberapa hari.

M. Kelompok – Kelompok yang sangat Beresiko Kekurangan Vitamin A yaitu :

Penyebab langsung masalah KVA diidentifikasi dari faktor asupan vitamin


A yang diterima seseorang serta penyakit infeksi yang diderita. Berikut ini adalah
kelompok-kelompok yang beresiko kekurangan vitamin A.

23
1. Bayi Prematur
Di negara maju, secara klinis kekurangan vitamin jarang terjadi pada bayi dan
hanya terjadi pada orang dengan gangguan malabsorpsi. Namun, bayi
prematur tidak memiliki hati dengan kandungan cukup vitamin A ketika
kelahirannya dan konsentrasi plasma retinol mereka sering tetap rendah
sepanjang tahun pertama kehidupan. Bayi prematur dengan kekurangan
vitamin A memiliki peningkatan risiko mata, paru-paru kronis, dan penyakit
gastrointestinal.
2. Bayi dan Anak Kecil di Negara Berkembang
Di negara maju, jumlah vitamin A dalam ASI cukup untuk memenuhi
kebutuhan bayi untuk 6 bulan pertama kehidupan. Tapi pada wanita dengan
kekurangan vitamin A, Volume ASI dan vitamin A dengan kandungan
suboptimal tersebut tidak cukup untuk mempertahankan vitamin A yang
cukup untuk bayi yang ASI eksklusif. Prevalensi kekurangan vitamin A di
negara berkembang mulai meningkat pada anak-anak setelah mereka berhenti
menyusui. Yang paling umum dan mudah dikenali gejala kekurangan vitamin
A pada bayi dan anak-anak adalah xerophthalmia.
3. Wanita hamil dan menyusui di Negara Berkembang
Ibu hamil membutuhkan tambahan vitamin A untuk pertumbuhan janin dan
pemeliharaan jaringan dan untuk mendukung metabolisme mereka sendiri.
Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa 9,8 juta wanita hamil di
seluruh dunia memiliki xerophthalmia sebagai akibat dari kekurangan vitamin
A. Efek lain dari kekurangan vitamin A pada wanita hamil dan menyusui
termasuk peningkatan morbiditas ibu dan bayi serta peningkatan kematian,
peningkatan risiko anemia, dan pertumbuhan bayi lambat.
4. Orang dengan Cystic Fibrosis
Kebanyakan orang dengan fibrosis cystic memiliki insufisiensi pankreas,
meningkatkan risiko kekurangan vitamin A karena kesulitan menyerap lemak.
Beberapa studi cross-sectional menemukan bahwa 15% -40% dari pasien
dengan fibrosis kistik memiliki kekurangan vitamin A. Namun, pengobatan
dengan peningkatan pankreas pengganti, nutrisi yang lebih baik, dan suplemen
kalori telah membantu sebagian besar pasien dengan fibrosis cystik menjadi

24
vitamin A yang cukup. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa
suplementasi oral dapat memperbaiki tingkat serum beta-karoten rendah pada
orang dengan cystic fibrosis, tetapi tidak ada studi terkontrol yang meneliti
efek dari suplementasi vitamin A pada hasil klinis pada pasien dengan fibrosis
kistik.

N. Faktor-Faktor Kekurangan Vitamin A Paling Banyak ditemukan dalam


Keadaan:
KVA pada anak biasanya terjadi pada anak yang menderita Kurang Energi
Protein (KEP) atau Gizi buruk sebagai akibat asupan zat gizi sangat kurang,
termasuk zat gizi mikro dalam hal ini vitamin A. Anak yang menderita KVA
mudah sekali terserang infeksi seperti infeksi saluran pernafasan akut, campak,
cacar air, diare dan infeksi lain karena daya tahan anak tersebut menurun. Namun
masalah KVA dapat juga terjadi pada keluarga dengan penghasilan cukup. Hal ini
terjadi karena kurangnya pengetahuan orang tua / ibu tentang gizi yang baik.
Gangguan penyerapan pada usus juga dapat menyebabkan KVA walaupun hal ini
sangat jarang terjadi. Kurangnya konsumsi makanan (< 80 % AKG) yang
berkepanjangan akan menyebabkan anak menderita KVA, yang umumnya terjadi
karena kemiskinan, dimana keluarga tidak mampu memberikan makan yang
cukup. Sampai saat ini masalah KVA di Indonesia masih membutuhkan perhatian
yang serius

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1) Vitamin A adalah salah satu zat gizi dan golongan vitamin yang sangat
diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata (agar dapat
melihat dengan baik) dan untuk kesehatan tubuh (meningkatkan daya
tahan tubuh untuk melawan penyakit, khususnya diare dan penyakit
infeksi).
2) Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah penyakit yang disebabkan oleh
kurangnya asupan vitamin A yang memadai. Hal ini dapatmenyebabkan
rabun senja, xeroftalmia dan jika kekurangan berlangsung parah dan
berkepanjangan akan mengakibatkan keratomalasia.
3) Selain berfungsi pada sistem penglihatan, diferensiasi sel, pertumbuhan
dan perkembangan, reproduksi, dan pencegahan kanker, vitamin A juga
berfungsi dalam sistem kekebalan (anti infeksi).
4) Fatifisiologi kekurangan vitamin A seperti mata kering, gatal, perih, serta
pandangan buram.
5) Faktor risiko kekurangan vitamin A adalah usia, gender, status fisiologis,
diet, pola penyakit, kondisi sosialekonomi, dan pengelompokan.
6) Arisman (2002) menyatakan bahwa KVA bisa timbul karena menurunnya
cadangan vitamin A pada hati dan organ-organ tubuh lain serta
menurunnya kadar serum vitamin A dibawah garis yang diperlukan untuk
mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata.
7) KVA bisa timbul karena menurunnya cadangan vitamin A pada hati dan
organ-organ tubuh lain serta menurunnya kadar serum vitamin A dibawah
garis yang diperlukan untuk mensuplai kebutuhan metabolik bagi mata.
Gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi WHO sebagai berikut :
1) Buta senja = XN.
2) Xerosis konjunctiva = XI A.
3) Xerosis konjunctiva dan bercak bitot = XI B.
4) Xerosis kornea = X2.
5) Keratomalasia dan Ulcus Kornea = X3 A ; X3 B.

26
6) Xeroftalmia Scar (XS) = jaringan parut kornea.
7) Xeroftalmia Fundus (XF).
8) Kekurangan vitamin A menyebabkan mata tak dapat menyesuaikan
diri terhadap perubahan cahaya yang masuk dalam retina. Sebagai
konsekuensi awal terjadilah rabun senja, yaitu mata sulit melihat
kala senja atau dapat juga terjadi saat memasuki ruangan gelap.
Bila kekurangan vitamin A berkelanjutan maka anak akan
mengalami xerophtalmia yang mengakibatkan kebutaan.
9) Upaya meningkatkan konsumsi bahan makanan sumber vitamin A
melalui proses Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) merupakan
upaya yang paling aman. Namun disadari bahwa penyuluhan tidak
akan segera memberikan dampak nyata. Selain itu kegiatan
konsumsi kapsul vitamin A masih bersifat rintisan. Oleh sebab itu
penanggulangan KVA saat ini masih bertumpu pada pemberian
kapsul vitamin A dosis tinggi.
10) Hati, telur, dan keju merupakan sumber-sumber vitamin A yang
baik. Vitamin A juga terdapat dalam beta-karoten serta karotenoid
lainnya. Tubuh manusia dapat mensintesa vitamin A dari karoten
atau pro vitamin A yang terdapat di sayuran dan buah-buahan yang
berwarna, seperti wortel, tomat, apel, semangka, dan sebagainya.
11) Halati (2006) menyatakan bahwa angka kecukupan gizi (AKG)
anak balita sekitar 350 Retinol Ekuivalen (RE). Angka ini dihitung
dari kandungan vitamin A dalam makanan nabati atau hewani yang
dikonsumsi.

27
DAFTAR PUSTAKA

Amri Azalista, I .2014 .Makalah Kekurangan Vitamin A (KVA).


https://imamri.wordpress.com/2014/03/17/makalah-kekurangan-
vitamin.a/.Diakses Tanggal 8 September 2018 jam 2:05 Wita.
Anonim.2003.http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/103/jtptunimus-gdl-
sugiamg0-5116-2- bab2.pdf. Diakses Tanggal 8 September 2018 jam
2:30 Wita.
Anonim.2014. Vitamin A : Sumber Makanan dan Fungsinya Bagi
Tubuh.https://nyamnyon.com/2014/11/18/vitamin-a-sumber-makanan-
dan-fungsinya-bagi-tubuh/. Diakses Tanggal 8 September 2018 jam 2:05
Wita.
Arisman. 2002. Gizi dalam daur kehiduan.Bagian Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas Palembang. Proyek peningkatan Penelitian Pendidikan
Tinggi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Depkes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.
Desi dan Dwi 2009. Gizi dalam Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta. Nuha
Medika. Departemen Kesehatan RI, Konsumsi Kapsul Vitamin A pada
Ibu Nifas.
Haeruddin, Irma. 2014. Makalah Kekurangan Vitamin A (KVA)
http://artikelkesmas.blogspot.com/2014/09/makalah-kekurangan-vitamin-
kva.html?m=1.
Diakses Tanggal 8 September 2018 jam 3:05 Wita.
Haryadi, Hendri. 2011 . Makalah Kekurangan Vitamin A “Ilmu Gizi”. Diakses
dari http://handri- haryadi.blogspot.com
Iskandar, Zulkarnaen. 2012. Kekurangan Vitamin A. Diakses dari
http://k uliahiskandar.blogspot.comDiakses Tanggal 8 September 2018 jam
2:15 Wita.
Maryam,Siti dkk (2010). Asuhan Keperawatan pada Lansia. Trans Info Medika,
Jakarta.

28
Muhilal, et al. Vitamin A Fortified Monosodium Glutamat and Health, Growth,
and Survival of Children: a Controlled Field Trial. Am J Clin
Nutr1988,48: 1271-76.)

Murni.2011. Kekurangan Vitamin A ( KVA ).


http://srimurny.blogspot.com/2011/04/kekurangan-
vitaminkva.html.Diakses Tanggal 8 September 2018 jam 2:35
Wita.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, Semarang. Dinas Kesehatan Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah 2007.
Soekirman 8 Latham MC. Sustainable Improvements in Nutrition in lndonesia.
Gizi lndon 1993,18: 23-44. )

29

Anda mungkin juga menyukai