Anda di halaman 1dari 10

EFEKTIVITAS DAUN AFRIKA (Vernonia amygdalina) SEBAGAI OBAT

ALTERNATIF UNTUK PENDERITA DIABETES MELITUS DI MASA DEPAN

Karya Ini Disusun untuk Mengikuti Lomba Esai


“Inovasi untuk Indonesia”

Penulis:
dr. Cindy Kesty
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
ketidakmampuan tubuh untuk memproduksi hormon insulin atau karena penggunaan
yang tidak efektif dari produksi insulin. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula
dalam darah (Yoga, 2009). Penyakit ini menjadi salah satu penyakit kronik yang dapat
membebani masyarakat baik dari sisi ekonomi maupun kualitas hidup hampir di seluruh
dunia, termasuk Indonesia.
Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara penyakit tidak
menular yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. Saat ini, diabetes melitus
menjadi salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke-21.
WHO membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah penderita diabetes diatas
umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian,
pada tahun 2025, jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang (Suyono, 2009).
Di Indonesia sendiri diperkirakan bahwa pada tahun 2030 angka kejadian diabetes
melitus mencapai 21,3 juta orang (Diabetes Care, 2001).
Angka kejadian komplikasi jangka panjang yang diakibatkan oleh diabetes
melitus cukup tinggi, yaitu retinopati (28,5%) yang dapat menimbulkan kebutaan, gagal
ginjal (44%), gangguan saraf berupa neuropati (60-70%), darah tinggi (67%), dan
amputasi (>60%). Pada tahun 2006, telah dilakukan 65.700 amputasi pada penderita
diabetes. Selain itu, resiko kematian akibat penyakit jantung dan stroke pada penderita
diabetes 2-4 kali lipat lebih besar daripada orang normal (U.S. Department of Health
and Human Services, 2011).
Oleh karena tingginya angka kejadian dan angka kecacatan yang disebabkan oleh
diabetes melitus, tidak dapat dipungkiri bahwa dampak ekonomi pada diabetes jelas
terlihat yang berakibat pada biaya pengobatan dan hilangnya pendapatan. Maka dari itu,
perlu dilakukan pencegahan dini. Pada masa sekarang ini, pasien semakin kritis dalam
penggunaan obat modern. Mayoritas kaum awam meyakini bahwa obat yang beredar di
pasaran mengandung zat kimiawi yang memiliki banyak efek samping jika dikonsumsi
secara terus-menerus. Di Indonesia, ada kelompok masyarakat tertentu yang lebih suka
memakai obat-obatan tradisional daripada obat-obatan yang dijual di pasaran. Mereka
meyakini bahwa obat tradisional lebih aman dan lebih murah. Banyak dari kaum awam
menganggap bahwa obat tradisional lebih aman karena tidak ada zat kimia sehingga
tidak ada efek samping yang akan ditimbulkan. Persepsi kaum awam yang salah ini
harus diluruskan. Pada kenyataannya, dalam kehidupan kita sehari-hari selalu
berhubungan dengan zat kimia. Sebagai contoh, Oksigen (O2) yang kita hirup setiap
hari dan garam dapur (NaCl) yang digunakan untuk memasak. Maka dari itu, dapat
disimpulkan bahwa baik obat modern maupun tradisional sama-sama mengandung
bahan kimia.
Akan tetapi, ada beberapa permasalahan lain yang patut diperhatikan mengenai
obat tradisional ini. Misalnya, apa kandungan aktif dari obat tradisional, bagaimana
farmakodinamik dan farmakokinetiknya, berapa dosis maksimumnya dan efek toksisitas
pada overdosis. Beberapa permasalahan ini akan menjadi tantangan tersendiri sehingga
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap obat-obatan tradisional ini. Dalam
rangka pemanfaatan tanaman herbal sebagai alternatif pengobatan, pemerintah
Indonesia pun terus memberikan dukungan dan dorongan. Salah satunya melalui
Undang-Undang No.36 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan
tradisional termasuk dalam 17 jenis layanan upaya kesehatan yang wajib disiapkan.
Salah satu tanaman yang akhir-akhir ini banyak dipakai oleh masyarakat sebagai
obat tradisional adalah daun Afrika (Vernonia amygdalina). Daun Afrika telah dipakai
secara turun-menurun di Afrika sebagai obat tradisional. Daun ini sangat mudah
dibudidayakan oleh masyarakat baik di dalam pot maupun di kebun yang luas sehingga
siapapun bisa membudidayakan daun ini. Efektivitas daun ini sebagai antimalaria,
antihipertensi, antidiabetik, antimikroba, antikanker, ramuan laksatif, dan penurun
kolesterol, telah diteliti pada hewan. Efek yang paling signifikan dan menarik perhatian
dari penggunaan daun Afrika adalah efeknya sebagai antidiabetik (Ademola, 2011).
Akhir-akhir ini, penggunaan empiris daun Afrika di Indonesia sebagai
antidiabetik marak diperbincangkan. Meskipun belum ada penelitian klinis penggunaan
daun Afrika pada manusia, penulis ingin memaparkan efektivitas daun Afrika (Vernonia
amygdalina) sebagai obat alternatif untuk penderita diabetes. Dengan harapan, di masa
yang akan datang, dapat dilakukan penelitian mengenai kegunaan daun Afrika pada
manusia.
Tujuan

1. Menentukan bahan-bahan aktif dari daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai


bakal antidiabetik oral.
2. Mengetahui farmakodinamik (cara kerja) dan farmakokinetik (absorbsi,
distribusi, metabolisme di hati, dan ekskresi melalui ginjal) daun Afrika
(Vernonia amygdalina).
3. Mendapatkan data yang lebih ilmiah mengenai daun Afrika (Vernonia
amygdalina) sehingga bisa diterima sebagai obat alternatif yang bisa digunakan
oleh kalangan medis secara luas.

ISI

Pemaparan Masalah

Tidak dapat dipungkiri bahwa kandungan aktif dalam tanaman dapat bermanfaat
dalam pengobatan suatu penyakit. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa obat herbal
lebih aman daripada obat yang diresepkan oleh dokter. Paradigma ini perlu diluruskan
dan dibuktikan secara ilmiah misalnya, mengenai kandungan aktif, cara kerja, dosis
maksimum, dan efek toksisitas daun Afrika (Vernonia amygdalina) pada overdosis.

Tinjauan Pustaka
Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah gangguan kronik metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein. Insufisiensi relatif atau absolut dalam respons sekretorik insulin, yang
diterjemahkan menjadi gangguan pemakaian karbohidrat (glukosa), merupakan
gambaran khas pada diabetes melitus (Kumar, 2009).
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah, tidak
dapat ditegakkan hanya atas dasar adanya gula dalam urine (glukosuria) saja. Dalam
menegakkan diagnosis DM harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara
pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis DM, pemeriksaan yang dianjurkan
adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan glukosa darah
plasma vena. Untuk memantau kadar glukosa darah, dapat dipakai bahan darah
kapiler. Saat ini, banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen
kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa
darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik
dan cara pemeriksaan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil
pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional
(Shahab, 2006).
Jika kelebihan gula darah mencapai tingkat yang berat dan melebihi ambang
batas ginjal untuk zat ini, maka akan timbul glukosuria. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan
timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien
mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang
semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien
mengeluh lelah dan mengantuk (Schteingart, 2006). Gejala tidak khas DM di antaranya
lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan
pruritus vulva (wanita) (Purnamasari, 2009).

Daun Afrika (Vernonia amygdalina)


Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
disebut juga bitter leaf (universal), Nan Hui
Ye (Cina), Nan Hui Shu (Cina), butterfly
leaf (Malaysia), Pokok Bismillah (Jawa).
Sebutan daun ini di Afrika adalah grawa,
ewuro, etidot, onugbu, ityuna, oriwo,
chusar-doki. muluuza, labwori, dan olusia
(lihat gambar 1) (Atangwho, 2009).
Gambar 1. Daun Afrika
(Vernonia amygdalina)

Daun Afrika berasal dari Kingdom Plantae, Divisio Angiosperms, Sub-divisio


Asterids, Ordo Asterales, Famili Asteraceae, Genus Vernonia, dan Species Vernonia
amygdalina (Atangwho, 2009).
Adapun farmakodinamik dan farmakokinetik ekstrak Vernonia amygdalina
sebagai antidiabetik oral, yaitu:
1. V. amygdalina memediasi upregulasi G6PDH yang akan meningkatkan sintesis
DNA dan akan meningkatkan proliferasi sel pada sel pankreas (Oluwafunmike,
2009). Proliferasi NIH 3T3 berhubungan dengan overekspresi G6PDH (Kuo dan
Tang, 2010). G6PDH telah dibuktikan berhubungan dengan peningkatan status
redoks dari sel, menjaga glutation (GSH) dalam bentuk reduksi dan glutation sangat
esensial untuk detoksifikasi radikal bebas yang reaktif dan hidroperoksida lemak.
NADPH juga bisa menjaga aktivitas katalitik dari katalase dan reduksi H2O2
menjadi air dan molekul Oksigen. Aktivitas yang menguntungkan dari G6PDH ini
akan menjaga integritas struktural dari pankreas dengan menekan stres oksidatif
(Halliwell B, 1989).
2. Walaupun komponen aktif antihiperglikemia pada daun Afrika belum diidentifikasi
secara pasti, mereka diperkirakan bekerja dengan meregenerasi sel dan
meningkatkan sensitisasi insulin (Marles RJ, 1995).
3. Bioflavonoid dan koumarin memainkan peranan dalam membuat tikus diabetik
menjadi normoglikemia (Adewole, 2006).
4. Fraksi F6 dari V. amygdalina aman dan berguna sebagai agen hipoglikemia dan
hipolipidemia (P.A. Akah, 2009).
5. Flavonoid seperti quercetin memperbaiki hiperglikemia dan morfologi islet pada
tikus diabetik yang diinduksi (Adewole, 2006).
6. Dua mekanisme V. amygdalina dalam menurunkan gula darah adalah memicu
produksi insulin dari sel islet dan terlibat dalam mekanisme karbohidrat periferal
(Atangwho, 2009).
7. Pada tikus yang diberi V.amygdalina, 27% terjadi peningkatan berat badan,
dibandingkan 4% peningkatan berat badan pada tikus diabetik yang tidak diberi
obat. Peningkatan berat badan ini mungkin karena peningkatan kadar insulin
plasma. Insulin yang dihasilkan oleh pulau Langerhans mempunyai peranan dalam
metabolisme energi pada jaringan sensitif insulin seperti otot skeletal dan lemak.
Dengan adanya insulin, substrat yang berasal dari makanan yang dimakan akan
dimetabolisme oleh sel tubuh dan pemasukan kalori yang berlebihan disimpan
sebagai jaringan adiposa, yang akan meningkatkan berat badan (Oluwanfunmike,
2009).
8. V. amygdalina akan meningkatkan efek pembersihan glukosa pada jaringan ekstra
hepatik (Oluwafunmike, 2009).
9. Pendidihan V. amygdalina mungkin akan mempengaruhi struktur dari komponen
aktif yang akan mengganggu kapasitas pembersihan glukosa darah. Maka dari itu,
kandungan aktif dari V. amygdalina mungkin labil terhadap panas (Ibiba, 2010).

Gagasan Penulis
Berdasarkan penelitian-penelitian para ahli terhadap Vernonia amygdalina,
hipotesisnya adalah sebagai berikut:
Vernonia amygdalina dapat meningkatkan proliferasi dan regenerasi sel-sel
tubuh termasuk sel pankreas. Dengan adanya regenerasi, maka sel-sel tubuh yang lama
akan digantikan dengan sel-sel yang baru. Begitu pula dengan sel pankreas. Sel
pankreas akan berproliferasi (bertambah banyak dan bertumbuh secara cepat) sehingga
sel β pun akan meningkat dan produksi insulin pun akan meningkat. Dengan
meningkatnya insulin, maka pengambilan glukosa pada jaringan pun akan meningkat
dan akan menurunkan kadar glukosa darah.
Insulin merupakan hormon anabolik sehingga insulin akan membantu
metabolisme makanan (intake) dan kalori yang berlebihan akan disimpan di jaringan
adiposa yang akan meningkatkan berat badan. Berdasarkan penelitian dari Marles RJ
(1995), Vernonia amygdalina akan meregenerasi sel dan meningkatkan sensitisasi
insulin. Peningkatan sensitisasi insulin mengindikasikan peningkatan sensitivitas
jaringan terhadap insulin sehingga pengambilan glukosa jaringan akan meningkat dan
akan menurunkan kadar gula darah.
Akan tetapi, belum ada farmakodinamik (cara kerja) yang pasti dan farmakokinetik
(absorbsi, distribusi, metabolisme di hati, dan ekskresi melalui ginjal) dari V.
amygdalina pada manusia. Selain itu, belum diketahui berapa dosis maksimum dan efek
toksisitas V.amygdalina pada kasus overdosis.
Daun Afrika telah melalui uji preklinik. Selanjutnya, kita dapat maju ke uji klinik
dimana peneliti merancang suatu protokol lalu menentukan beberapa poin seperti
kriteria seleksi, jumlah sampel, lama penelitian, kelompok kontrol atau cara lainnya
untuk meminimalkan bias penelitian, cara pemberian obat dan dosisnya, jenis data dan
waktu pengumpulan, dan cara data dikaji serta dianalisa (U.S. FDA, 2017).
Terdapat 4 tahap yang harus dilalui untuk melalukan uji klinik terhadap daun
Afrika (V.amygdalina). Setiap fase memiliki tujuan yang berbeda dan membantu
peneliti untuk menjawab pertanyaan yang berbeda (lihat tabel 1) (U.S. FDA, 2017).
Tabel 1. Rancangan Tahap Uji Klinik Daun Afrika (Vernonia amygdalina)
Fase I Jumlah Sampel 20-100 sampel sehat atau pasien DM
Lama Studi Beberapa bulan
Tujuan Menentukan keamanan dan dosis
Sekitar 70% obat akan masuk ke fase II
Fase II Jumlah Sampel Beberapa ratus pasien DM
Lama Studi Beberapa bulan hingga 2 tahun
Tujuan Menentukan efektivitas dan efek samping
Sekitar 33% obat akan masuk ke fase III
Fase III Jumlah Sampel 300-3.000 pasien DM
Lama Studi 1 hingga 4 tahun
Tujuan Menentukan efektivitas dan monitor efek samping
Sekitar 25-30% obat akan masuk fase IV
Fase IV Jumlah Sampel Beberapa ribu pasien DM
Tujuan Menentukan keamanan dan efektivitas
Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
(PKBPOM) No. 21 Tahun 2015, informasi mengenai produk uji yang menggunakan
tumbuhan, wajib menyertakan nama tumbuhan disertai nama ilmiah dan kandungannya,
bagian tumbuhan yang digunakan, sumber perolehan bahan baku, bentuk simplisia atau
ekstrak, bukti penggunaan tradisional dan atau berdasarkan jurnal penelitian, dan
standarisasi yang dilakukan (metode ekstraksi/metode penyiapan bahan, metode
penentuan kualitatif dan kuantitatif senyawa aktif/senyawa identitas).
Jika penelitian tersebut berhasil dilakukan dan menunjukkan hasil yang sesuai,
V. amygdalina dapat ditingkatkan statusnya sebagai suatu fitofarmaka yang dapat
dipakai oleh kalangan medis secara luas sebagai obat alternatif bagi para penderita DM.
Dengan demikian, jenis obat DM bisa lebih bervariasi dan pemberiannya dapat
disesuaikan dengan kondisi masing-masing penderita DM. Tujuan akhir kita adalah
mengurangi angka kematian dan kecacatan akibat DM sehingga tidak ada keterbatasan
bagi para pasien DM untuk bekerja secara produktif.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Kesimpulan
Kandungan aktif dari daun Afrika (Vernonia amygdalina) yang berguna bagi
penderita diabetes melitus adalah ekstrak etanolik. Berdasarkan penelitian pada hewan,
cara kerja daun Afrika (Vernonia amygdalina) adalah meningkatkan proliferasi,
regenerasi sel-sel tubuh termasuk sel pankreas, dan meningkatkan sensitisasi insulin.
Akan tetapi, belum ada penelitian mengenai farmakodinamik dan farmakokinetiknya
pada manusia sehingga perlu dilakukan uji klinik terhadap daun Afrika.
Dosis efektif daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai agen hipoglikemia
adalah 400 mg/kgBB/hari. Akan tetapi, belum ada data mengenai dosis maksimumnya
dan belum ada penelitian mengenai efek toksisitas daun Afrika (Vernonia amygdalina)
pada overdosis.

Rekomendasi
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut (dari hewan ke manusia) berupa uji klinik
agar daun Afrika (Vernonia amygdalina) dapat dijadikan sebagai suatu obat fitofarmaka
yang bisa dipakai oleh kalangan medis secara luas. Selain itu, diperlukan kerja sama
dari berbagai pihak seperti pemerintah, institusi, dan peneliti untuk merealisasikan
penelitian lebih lanjut. Untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut, dukungan
Pemerintah Indonesia berupa fasilitas dan dana sangat dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA
Ademola IO, Eloff JN. 2011. Anthelminthic Activity Of Acetone Extract And Fractions Of
Vernonia amygdalina Against Haemonchus Contortus Eggs And Larvae. Trop Anim
Health Prod 43 (2): 521–7.
Adewole, S.O, dkk. 2006. Morphological and Hypoglycaemic Effects. Afr. J. Biomed. Res.
9:173-187.
American Diabetes Association. 2000. Standards of Medical Care for Patients with Diabetes
Mellitus, Diabetes Care 23 (suppl 1):532-542.
Atangwho IJ. 2009. Comparative Chemical Composition of Leaves of Some Antidiabetic
Medicinal Plants. Afr. J. Biotech 8: 4685-4689.
Chase HP et al. 2001. The Impact of The Diabetes Control and Complications Trial and
Humalog Insulin on Glycohemoglobin Levels and Severe Hypoglicemia in Type 1 Diabetes,
Diabetes Care 24:430-433.
Dimneen SF et al. 1998. Effects of Changing Diagnostic Criteria on The Risk of Developing
Diabetes, Diabetes Care21:1408-1413.
Halliwell B, dkk. 1989. Free Radicals in Biology and Medicine. Clarendon, Oxford, UK.
Ibiba, dkk. 2010. Glucose Tolerance Test in Hyperglycemic Guinea Pigs Treated with Aqueous
V.amygdalina. Medical Journal of Islamic World Academy of Sciences 18:1, 21-26.
Kumar, Vinay, dkk. 2009. Pankreas. Jakarta: EGC.
Marles RJ. 1995. Antidiabetic Plants and Their Active Constituents, Phytomedicine, 2:137-139.
Oluwafunmike S. Akinola, dkk. 2009. V.amygdalina Upregulates Hepatic Enzymes and
Improves Liver Microanatomy in Experimental Diabetes Mellitus. Pharmacologyonline
2:1231-1242.
P.A. Akah, dkk. 2009. Effects of V.amygdalina on Biochemical and Hematological Parameters
in Diabeticn Rats. Asian Journal of Medical Sciences 1(3):108-113, 2009.
Purnamasari, Dyah;. 2009. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Jakarta: EGC.
Report of the Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. 1997.
Diabetes Care 20:1183-1197.
Sckidelkski T. 2001. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in the β-cells of the
Rat Pancreas. Physiol Res, 50/6:537-546.
Schteingart, David E. 2006. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Melitus. Jakarta:
EGC.
Shahab, Alwi. 2006. Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus. (http://dokter-
alwi.com/diabetes.html, diunduh pada 19 April 2013 pukul 00.19 WIB).
Suyono, Slamet. 2009. Diabetes Melitus di Indonesia. Jakarta: EGC.
U.S. Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention:
National. 2011. Diabetes Fact Sheet: National Estimates and General Information on
Diabetes and Prediabetes in the U.S.
U.S. Food and Drug Administration. 2017. The Drug Development Process.
(https://www.fda.gov/ForPatients/Approvals/Drugs/ucm405622.htm, diakses pada 29
Agustus 2017 pukul 19.30 WIB).
Yoga, Tjandra. 2009. Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia Mencapai 213 Juta
Orang. (http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/414-tahun-2030-
prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html, diunduh pada 17
April 2013 pada pukul 23.07 WIB).

Anda mungkin juga menyukai