Anda di halaman 1dari 28

INTERPRETASI CITRA PENGINDERAN JAUH

UNTUK SURVEY GEOLOGI DAN EKSPLORASI SUMBERDAYA


MINERAL/BATUAN

Chusni Ansori *)

*) Peneliti Pada UPT. Balai Informasi & Konservasi Kebumian


Karangsambung-LIPI, Kebumen

I. PENDAHULUAN

I.1. Pengertian
Sebelum kita membicarakan berbagai hal lebih jauh yang berkaitan dengan
pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk survey geologi dan eksplorasi
sumberdaya mineral/batuan, maka ada baiknya kita menyamakan persepsi
dan pengertian kita bersama.
Citra penginderaan jauh, adalah rekaman/gambar suatu obyek (dalam hal
ini adalah rupa muka bumi) yang dihasilkan dengan cara optik, elektronik,
elektro optik atapun optik-mekanik dimana cara perekamannya dari jarak
jauh dan tidak bersentuhan langsung dengan obyek (Simonet et all, 1983).
Sedangkan Gardner & Jefferis (1973), menyatakan bahwa penginderaan
jauh adalah suatu cara pengumpulan informasi mengenai permukaan bumi
dari jarak jauh.
Interpretasi citra, merupakan suatu pekerjaan /perbuatan untuk mengkaji
citra yang dihasilkan dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan
menilai arti pentingnya obyek tersebut (Sutanto, 1986)
Survey, diartikan sebagai pengumpulan informasi sampel , yaitu
pengumpulan informasi sebagian populasi yang mewakili seluruh populasi
(Singarimbun M dan Efendi S, 1983).
Geologi, diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
planet bumi terutama mengenai materi penyusunnya, proses yang terjadi,
hasil proses tersebut, sejarah planet bumi dan bentuk-bentuk kehidupan
yang pernah ada di bumi (Bathes & Jackson , 1990)
Eksplorasi, diartikan sebagai suatu pekerjaan untuk mencari berbagai
sumberdaya alam yang ada, sehingga nantinya dapat dimanfaatkan untuk
kehidupan manusia.
Mineral, adalah suatu zat (umumnya anorganik) yang terbentuk secara
alamiah dan mempunyai sifat-sifat fisika maupun kimia tertentu. Mineral
merupakan unsur penyusun batuan.
Batuan, merupakan agregasi mineral, baik sejenis maupun tidak, terjadi
secara alamiah karena proses pendinginan magma, sementasi endapan
ataupun perubahan fisik dan kimia karena pengaruh suhu dan tekanan.
Sumberdaya, adalah semua potensi yang ada di alam baik berupa mineral,
batuan, air, energi, lahan maupun manusia yang berada di atasnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, maka dapat
didefinisikan bahwa Interpretasi Citra Penginderaan jauh Untuk Survey
Geologi dan Sumberdaya Mineral/Batuan, merupakan suatu perbuatan
mendeteksi, mengidentifikasi dan menganalisis obyek pada permukaan
bumi yang terekam pada citra dengan tujuan untuk mengetahui kondisi
geologi sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencari potensi mineral/batuan.

I.2. Jenis Citra


Ada berbagai macam citra penginderaan jauh yang telah dihasilkan
sampai saat ini, sejalan dengan kemajuan teknologi , namun menurut
Soetoto (1996) dalam interpretasi Geologi dan eksplorasi sumberdaya alam,
citra yang biasa diguanakan meliputi :

1. Foto Udara
Citra foto udara didapatkan dari pemotretan menggunakan pesawat
udara yang terbang rendah, menggunakan kamera berlensa tunggal
maupun ganda . Kamera Zeiss RMK-A-15/23, dengan panjang focal
mencapai 15 cm dan film negatif berukuran 23 x 23 cm sering digunakan
untuk pemfotoan. Pada saat pesawat terbang dengan ketinggian sekitar
1000 m di atas bumi, panjang focal 8.5 cm dan sudut pandang sekitar
125 derajat, maka cakupan daerah yang terfoto sekitar 7.32 km 2 (Avery,
1977). Citra foto udara hanya memanfaatkan gelombang tampak yang
direkam pada film negatif dan kemudian diproses sehingga mendapatkan
citra yang diinginkan.
Kelebihan foto udara degan citra lainnya adalah skalanya yang relatif
besar, sehingga untuk pekerjaan-pekerjaan detail akan sangat baik. Allum
(1966) menyebutkan bahwa untuk pekerjaan geologi detail foto udara
berskala 1 : 20.000 sangatmememadai, namun untuk geologi regional
sebaiknya digunakan skala 1 : 40.000 atau yang lebih kecil. Pada
pekerjaan geologi teknik akan baik menggunakan skala 1 : 5.000. Jika
dalam pemotretan terjadi tampalan areal mencapai 60 %, maka citra foto
yang dihasilkan akan dapat terlihat 3 (tiga) dimensi dibawah stereoskop.

2. Citra Landsat dan SPOT


Cita Landsat (land satellite) dan SPOT (Satelite Probotaire de
l’Observation de la Terra) mempunyai skala 1 : 250.000, 1 : 200.000 atau
1 : 100.000. Citra ini dihasilkan dari satelit yang selalu mengitari bumi
secara rutin, biasanya digunakan pada penelitian geologi awal, untuk
mengetahui kondisi geologi regional. Citra Landsat diluncurkan oleh
Amerika sedangkan citra Spot oleh Badan Antariksa Perancis.
Pengamatan citra Landsat cukup menggunakan mata telanjang dan jika
perlu dapat dibantu dengan kaca pembesar, tanpa steoreoskop. Dengan
memahamai unsur dasar pengenalan citra dan unsur dasar interpretasi
geologi maka penafsiran citra dapat dilakukan. Citra yang biasanya
digunakan untuk interpretasi adalah citra hitam putih saluran 4, saluran
5, saluran 6 dan saluran 7, serta citra landsat komposit berwarna (color
composite). Warna citra komposit dibuat tidak sama dengan warna
aslinya sehingga sering juga dikatakan sebagai citra semu (False colour)
yang dihasilkan dari penggabungan saluran /band 4,5 dan 7.

Tabel 1. Warna beberapa obyek pada citra Landsat komposit


berwarna (Sabin, 1987)

Obyek Warna Citra


Tumbuhan Merah
Air Biru gelap
Sedimen Suspensi Putih – biru cerah
Sedimen berwarna merah Kuning
Tanah gundul/tandus Biru
Pasir endapan angin Putih – kuning
Kota Biru
Awan dan salju Putih
Bayangan Hitam

Citra Landsat terdapat 2 (dua) tipe, yaitu berupa tipe MSS (Multi Spectral
Scanner) dan TM (Tematic Mapper).

Citra MSS, mempunyai saluran berupa :


Citra Band-4 : saluran hijau, dengan λ : 0.5 – 0.6 µm, baik untuk
identifikasi endapan suspensi, gosong pasir dan terumbu.
Citra Band – 5 : saluran merah, dengan λ : 0.6 – 0.7 µm, cocok untuk
identifikasi kenampakan budaya
Citra Band – 6 : saluran infra merah orde I dengan λ : 0.7 – 0.8 µm, baik
untuk pengenalan tumbuhan, batas air dan daratan serta bentuk lahan.
Citra band – 7 : saluran infra merah orde II dengan λ : 0.8 – 1.1 µm ,
baik untuk pengenalan tumbuhan, batas air dan daratan serta bentuk
lahan.
Citra Landsat dihasilkan dari satelit yang dioperasikan oleh Badan
Antariksa Amerika (NASA), dengaan resolusi spasial adalah 80 m
sedangkan resolusi teporalnya 18 hari. Liputan Citra mencakup areal
sekitar 185 km x 185 km, sedangkan ketinggian orbit pada 920 km.

Sedangkan Landsat TM, mengorbit pada ketinggian 705 km dengan


resolusi spasial yang lebih baik, yaitu 30 m dan terdiri dari 7 saluran
(Soetanto 1987, dan Sabin 1987) yang mencakup :
Citra band 1 : saluran biru, dengan λ : 0.45 – 0.52 µm, berguna untuk
penetrasi rubuh air, analisis penggunaan lahan, tanah dan vegertasi,
membedakan vegetasi dari lahan serta pemetaan air pantai.
Citra Band-2 : saluran hijau, dengan λ : 0.52 – 0.6 µm, untuk
membedakan jenis vegetasi dan membedakan tanaman yang sehat dari
yang tidak.
Cita Band –3 : saluran merah, dengan λ : 0.63 – 0.69 µm, merupakan
saluran terpenting untuk membedakan vegetasi antara lahan gundul
dengan lahan bervegetasi.
Citra Band-4 : saluran infra merah dekat, dengan λ : 0.76 – 0.90 µm,
untuk identifikasi jenis tanaman, membedakan tanah dan tanaman, serta
lahan dengan air.
Citra Band – 5 : saluran infra merah sedang, dengan λ : 1.55 – 1.75 µm,
untuk identifikasi kelembabana tanah dan membedakan salju dari awan.
Citra Band – 6 : saluran infra merah termal, dengan λ : 10.4 – 12.55
µm, untuk klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi, pembedaan
kelembaban tanah, dan keperluan lain yang berhubungan dengan gejala
panas bumi ( pemetaan hidrotermal, batuan teralterasi yang berasosiasi
dengan deposit mineral).
Citar Band – 7 : saluran infra merah sedang, dengan λ : 2.08 – 2.35 µm,
untuk membedakan formasi batuan , pemetaan hidrotermal dan
mengetahui kelembaban tanah.
Contoh citra Landsat dapat dilihat pada gambar .
Citra SPOT sebenarnya mempunyai keunggulan disbanding citra
Landsat, namun akhir-akhir ini citra SPOT lebih susah untuk dicari.
Dibandingkan citra Landsat, maka SPOT mempunyai kelebihan antara
lain :
- Dapat diperoleh gambaran stereoskopik
- Sensor dapat diarahkan pada daerah yang bebas awan
- Periode rekaman ulang lebih pendek
- Resolusi spasial lebih tinggi, 10 – 20 m.
Citra SPOT dapat diaplikasikan dalam bidang kartografi, eksplorasi
geologi, manajemen dan pengembangan wilayah, peramalan dan
pemantauan hasil panen, juga untuk pementauan bencana alam

3. Citra Radar
Citra RADAR (‘Radio Detecting and Ringing’) meliputi citra SLAR (‘Side
Looking Airbone Radar’), citra SIR (‘Shuttle Imaging Radar’), STAR (‘Sea
Ice and Terrestrial Assessment Radar), SAR (‘Synthetic Aperture Radar’),
JERS (‘Japanese Earth Resources Satelite’) dan ERS (‘Earth Resources
Satelite’). Citra Radar berseklala 1 : 250.000, mempunyai kemampuan
menembus awan dan vegetasi sehingga akan sangat baik untuk
pemetaan geologi regional pada daerah yang berawan, berlelief tinggi
dan bervegetasi lebat , liputan daerahnya luas serta memberikan citra
dengan kualitas yang baik .
Citra Radar dibuat dengan sistim aktif dari gelombang radar yang
dipancarkan ke bumi melalui pesawat udara, pesawat ulang alik ataupun
satelit, pantulan gelombang balik radar ditangkap kembali oleh sensor
yang ada pada pesawat. Gelombang Radar merupakan gelombang radio
dengan frekuensi ultra tinggi (UHF ; Ultra High Frequency). Pencitraan
Radar dapat dilakukan pada siang atau malam hari, karena sistim Radar
tidak tergantung pada sumber tenaga matahari. Daya tembus gelombang
Radar sangat besar, sehingga mampu menembus awan, hujan, ataupun
hutan. Karena daya tembusnya yang tinggi gelombang ini cepat kembali
dan dapat dilakukan pencitraan dari kedudukan pesawat udara yang
yang tinggi.
Kenampakan citra Radar dipengaruhi oleh intensitas kembalinya
gelombang Radar dimana hal ini tergantung pada sifat khusus sistim
Radar ( Polarisasi, Sudut Depresi dan Panjang Gelombang) dan sifat
khusus medan (sifat elektrik obyek, kekasaran permukaan serta orientasi
kenampakan roman muka bumi). Contoh citra Radar dapat dilihat pada
gambar .

4. Citra Infra Merah Termal


Citra infra merah termal adalah citra yang dihasilkan dari spektrum
gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang antara 3 - 5
µm dan 8 – 14 µm. Sistim pencitraannya dapat berupa sistim aktif
maupun sistim pasif. Pada sistim pasif, maka sumber tenaga panas
berasal dari pancaran panas di bumi seperti panas matahari, gunung
berapi aktif serta daerah panas bumi. Sedangkan pada sistim aktif maka
sumber tenaga panas dibuat oleh manusia seperti kebakaran hutan, air
panas limbah industri dan lainnya.
Dibandingkan dengan foto udara dan citra lainnya, maka citra Infra Merah
Termal mempunyai beberapa keunggulan seperti waktu pencitraan dapat
dilakukan pada siang atau malam hari. Obyek yang tidak tampak mata,
tidak tampak pada foto udara dan citra lainnya, pada citra infra merah
termal dapat terlihat jelas. Misalnya pada kasus kebocoran pipa gas
bawah tanah, kebakaran tambang batubara bawah tanah, membedakan
air panas dan dingin (Sutanto, 1987)
Penggunaan citra infra merah termal banyak dilakukan untuk survey
geologi, hidrogeologi , vulkanologi, geothermal dan pertambangan .

Tabel 2. Penggunaan Citra Infra Merah Termal (Sutanto 1987


dalam Soetoto, 1996)

Bidang Penggunaan Sasaran Penginderaan


Geologi Jenis batuan
Patahan dan lipatan
Geomorfologi
Gunung api aktif
Ekspresi permukaan geothermal
Deteksi gua di karst
Kebakaran tambang bawah tanah
Pemetaan suhu permukaan
Pemetaan ketahan termal
Pertanian Sawah
Jenis tanaman
Penyakit tanaman
Irigasi
Jenis tanah, kelembaban tanah
Sensus hewan
Hidrologi Mataair dingin dengan panas
Geiser
Pola aliran air
Kebocoran dam/kanal
Batas air dan es
Muara sungai bawah tanah
Konsentrasi bahan organik
Kekotaan Kebocoran pipa bawah tanah
Titik panas bangunan industri
Model penggunaan listrik
Konservasi energi
Penggunaan lahan
Vegetasi Evapotranspirasi
Kebakaran hutan
Gangguan serangga pada hutan
Meteorologi Profil suhu
Komponen atmosfer
Sebaran suhu horisontal

I.3. Unsur dasar interpretasi citra untuk survey geologi & eksplorasi
mineral.

Unsur-unsur dasar yang perlu dipahami dalam interpretasi citra untuk survey
geologi dan eksplorasi mineral/batuan, meliputi :

I.3.a. Unsur dasar pengenalan citra


Unsur-unsur dasar yang diperlukan supaya kita dapat mengenali citra
meliputi rona, tekstur, pola, bentuk, ukuran dan bayangan.
1. Rona (tone)
Rona merupakan gambaran tentang cerah atau tidaknya suatu obyek di
dalam citra yang merupakan cerminan dari banyaknya cahaya terpantul
oleh obyek dan terekam dalam sensor. Rona biasanya dinyakan dalam
cerah, abu-abu atau gelap.
Batuan yang segar, apabila kandungan mineral silikanya tinggi akan
berrona cerah (granit , rhyolit, batupasir kuarsa), demikian pula batuan
berwarna putih seperti batugamping, napal dan tuf . Sedangkan pada
diorit dan andesit ronanya abu-abu. Lempung, serpih, basalt dan gabro
mempunyai rona hitam. Di Indonesia, karena tingkat pelapukan yang
tinggi , tanah tebal, vegetasi banyak dengan bentukan lahan budayanya,
maka pemanfaatan rona untuk interpretasi perlu dilakukan secara hati-
hati.
Rona pada citra dapat dibagi menjadi beberapa bentuk :
a. Rona seragam (uniform), ditunjukkan oleh obyek yang mempunyai
tingkat kecerahan sama pada setiap bagian. Pada endapan alluvial
dan sedimen horizontal akan menunjukan rona seragam.
b. Mottled tone, ditunjukkan oleh perubahan warna cerah dan gelap
secara rapat dengan bentuk membulat. Rona ini disebabkan karena
perubahan kandungan air dan tekstur tanah, atau depresi dan
timbulan morfologi. Rona semacam ini dapat terjadi pada topografi
karst, dataran till, dataran pantai, gumuk pasir, cekungan infiltrasi
pada teras dan dataran banjir.
c. Banded tone, berupa rona cerah dan gelap berselang seling seperti
bentuk pita yang lurus dan meliuk. Rona semacam ini terjadi pada
batuan sedimen selang seling berlapis, batuan metamorf berfoliasi,
meander scroll, saluran purba, pemantang pantai juga pada gawir .
d. Scrabbled tone, berupa rona gelap dan cerah dengan bentuk tidak
menentu dan ukuran bervariasi. Rona ini dapat dijumpai pada daerah
bertekstur halus tetapi tidak teratur seperti pada sawah basah dan
kering, daerah aliran lava dan lahar.

2. Tekstur
Avery (1977), menyebutkan bahwa tekstur merupakan derajat kekasaran
atau kehalusan yang ditunjukkan oleh citra foto. Tekstur berkaitan
dengan rona, bentuk , ukuran dan pola. Tekstur dinyatakan dengan
halus, sedang dan kasar, berbintik-bintik, berbutir, linear dll.
Tekstur halus dijumpai pada batuan homogen berbutir halus (lempung,
napal, tufa), sedangkan tekstur kasar dijumpai pada batuana heterogen
berbutir kasar (breksi, konglomerat, gamping). Istilah tekstur juga sering
digunakan untuk menyatakan tingkat kerapatan dari pola penyaluran
sungai pada peta berskala 1 : 20.000.

3. Pola
Pola merupakan susunan meruang yang teratur mengenai kenampakan
geologi, kenampakan topografi, dan vegetasi. Pola garis lurus
menunjukkan adanya kekar, sesar , batas perlapisan batuan yang
menerus dan ketidakselarasan. Sedangkan pola melengkung umumnya
menunjukkan adanya kubah, antiklin atau sinklin menunjam dan batas
penyebaran batuan vulkanik kuarter.

4. Bentuk
Merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi / kerangka
suatu obyek. Beberapa obyek yang dapat dikenali dari bentuknya antara
lain adalah kerucut vulkanik, teras sungai, meander, doline, ponoor, karst,
batuan intrusive, kekar, sesar, lipatan.

5. Ukuran
Setiap obyek yang ada di alam selalu mempunyai ukuran yang meliputi
dimensi panjang, lebar, tinggi, luas. Pemerian ukuran harus
memperhatikan skala citra, dan ini juga akan bermanfaan untuk
mengenali unsur-unsur geologi yang ada.

6. Hubungan
Hubungan atau keterkaitan antara suatu kenampakan dengan
kenampakan lainnya dalam citra perlu dipehatikan . Lava akan
berhubungan dengan lahar, breksi vulkanik dan aglomerat. Endapan
kipas alluvial akan berkaitan dengan gawir patahan atau triangle facet.

7. Bayangan
Karena perbedaan ketinggaian obyek dan sudut pengambilannya, maka
obyek di alam akan memberikan bayangan gelap atau samar-samar.
Bayangan sering merupakan kunci dalam pengenalan obyek, seperti
lereng terjal dan kemiringan lapisan batuan.

I.3.b. Unsur Dasar Interpretasi Geologi


Unsur dasar yang perlu diperhatikan sebagai dasar untuk interpratsi
geologi meliputi relief, pola penyaluran, vegetasi dan budaya.

1. Relief.
Relief merupakan beda tinggi antara puncak timbulan dengan dasar
lekukan/lembah, serta curam landainya lereng pada suatu daerah. Relief
mencerminkan daya tahan batuan terhadap tenaga eksogenik, batuan
yang mempunyai ketahanan tinggi (breksi, batuan beku, lahar) akan
mempunyai relief lebih tinggi dan kasar sedangkan batuan yang
mempunyai ketahanan rendah (lempung, napal, serpih, lanau, tufa,
alluvial) akan berrelief rendah dan halus.
Klasifikasi relief telah banyak dilakukan seperti oleh Desaunettes (1977),
Van Zuidam (1979) dan beberapa klasifikasi lainnya sesuai dengan
keperluan.

2. Pola penyaluran
Pola penyaluran merupakan susunan saluran alami pada suatu daerah
dalam pandangan datar. Pola penyaluran berhubungan dengan kondisi
litologi, struktur dan geomorfologinya, sehingga dengan mengetahui pola
penyaluran yang ada kita dapat menafsirkan kondisi geologinya.
Beberapa jenis pola penyaluran dapat dilihat pada lampiran gambar .

Tabel 3.Klasifikasi lereng berdasarkan kemiringan dan beda tinggi


(Dessaunettes, 1977)

Kelas Slope (%) Beda Tinggi

Datar < 2 % Kurang dari 1 m


(Flat)
Bergelombang lemah 2 – 8 % Mencapai 10 m
(undulating)
Bergelombang kuat 8 – 16 % Sama
(Rolling)
Gumuk > 16 % Sama
(Hummocky)
Berbukit > 16 % Maksimum 50 m
(Hillocky)
Perbukitan > 16 % 50 – 300 m
(Hilly)
Pegunungan > 16 % > 300 m
(Mountainious)
3. Vegetasi
Kondisi dan jenis vegetasi apa memberikan informasi tentang
keadaangeologi pada daerah bersangkutan, seperti :
- Pohon jati umumnya akan tumbuh subur di daerah batugamping.
- Padi akan ditanam pada dataran alluvial, dataran kaki gunung api
atau pada residual soil didaerah perbukitan.
- Alang-alang biasanya tumbuh di batuan napal atau pasir
- Pohon karet tumbuh di daerah batuan volkanik
- Hutan lebat berbatang rendah pada batupasir, namun hutan lebat
dengan batang tinggi pada lapukan batu granit.
- Vegetasi berpola sejajar dan melengkung terdapat pada batuan
sedimen klastik terlipat
- Vegetasi juga tumbuh pada zone kontak antara batuan permeable
dengan batuan impermeable.

4. Budaya
Obyek-obyek budaya manusia seperti sawah, waduk, hutan buatan,
pemukiman dapat juga digunakan untuk dasar interpretasi geologi.
- Sawah biasanya diolah di dataran alluvial, tanah residual, dataran
kaki gunung api.
- Pemukiman, biasa berkembang pada daerah yang airnya cukup
seperti disepanjang sungai atau pada dataran alluvial.
- Waduk dibangun pada batuan kedap air dengan lembah yang
sempit.
- Hutan buatan biasa ditanam pada tanah yang tebal dan lereng
terjal, karena untuk menghindari erosi dan gerakan tanah.

II. PENGINDERAAN JAUH UNTUK SURVEY GEOLOGI

Pada bab ini akan banyak diurakan tentang aplikasi citra penginderaan jauh
untuk keperluan survey geologi. Pada prinsipnya citra penginderaan jauh
hanya merupakan sarana yang dimanfaatkan sebagai dasar interpratasi
geomorfologi, litologi dan struktur yang ada sehingga nantinya akan
didapatkan peta geologi penginderaan jauh. Citra yang digunakan dapat
berupa foto udara, radar, landsat ataupun infra merah termal, namun untuk
kali ini lebih ditekankan pada pemahaman pemanfaatan foto udara tanpa
meninggalkan pada jenis citra yang lain.

II.1. Interpretasi Geomorfologi

Geomorfologi merupakan gambaran bentang alam dan bentang lahan yang


terhampar dimuka bumi. Kondisi geomorfologi suatu daerah dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain :
- Litologi, batuan keras akan mempunyai daya tahan terhadap erosi yang
tinggi sehingga akan mempunyai topografi tinggi dan kasar, sementara itu
batuan lunak akan mudah tererosi sehingga akan lebih rendah dan halus.
- Struktur geologi; struktur lipatan menunjam akan memberikan
kenampakan morfologi melingkar, pada daerah berstadia dewasa puncak
antiklin membentuk lembah, sementara itu sumbu sinklin membentuk
puncak gunung. Sementara itu retakan dan patahan akan lebih mudah
tererosi sehingga membentuk pola penyaluran.
- Iklim, pola morfologi pada daerah tropis dan sub tropis berbeda. Hal ini
disebabkan karena kondisi iklim yang berpengaruh terhadap tingkat erosi
yang berbeda.
- Aktivitas manusia, daerah pertambangan dan daerah cagar alam pada
kondisi geologi yang relatif sama akan memberikan kenampakan
morfologi berbeda karena pengaruh aktivitas manusia dalam
mengeksploitasi lahan.

Interpretasi geomorfologi menyangkut satuan bentuk lahan, baik secara


morfologi, morfogenesis, morfokronologi, maupun morfo arrangement. Aspek
morfologi seperti bentuk dataran, bergelombang, perbukitan, kelerengan dan
beda tinggi. Sedangkan morfogenesis menyangkut asal usul dan kejadian
pembentukan lahan seperti lipatan, patahan, volkanisme, hogback, cuesta,
kubah, sand dunes dan sejenisnya. Morfokronologi, menyangkut waktu
pembentukan bentang lahan yang ada seperti teras sungai muda, teras
sungai tua, pematang pantai muda/tua. Di dalam interpratsi geomorfologi
juga perlu ditafsirkan pola-pola penyaluran yang berkembang pada suatu
daerah.

II.2. Interpretasi Litologi

Di alam kita mengenal adanya batuan beku, batuan sedimen dan batuan
metamorf, dimana batuan-batuan tersebut mempunyai kenampakan dan
sifat fisik yang berbeda-beda. Perbedaan sifat fisik dan proses pembentukan
akan memberikan kenampakan berbeda yang dapat diinterpretasikan dari
citra penginderaan jauh.

II.2.1. Interpretasi batuan beku


Batuan beku terjadi dari proses pembekuan magma, dimana proses
pembekuannya dapat terjadi di permukaan bumi ataupun didalam bumi.
Batuan beku yang terbentuk di permukaan bumi, kita kenal sebagai batuan
beku luar (efusif/ekstrusif), sedangkan batuan beku yang terbentuk di dalam
bumi disebut sebagai batuan beku dalam (intrusive).

A. Batuan Beku Dalam (Intrusif)


Batholite dan Stocks biasanya tersusun oleh batuan beku granit dengan
kekar sistimatik disekitarnya. Jika batuan segar dan tanpa vegetasi maka
rona batuan asam akan cerah, batuan intermediate abu-abu, dan batuan
basa berona gelap.
Dike, mempunyai relief menonjol dengan rona berbeda dari batuan sekitar.
Sementara itu sill mempunyai pola penyebaran sejajar dengan jurus lapisan
batuan yang disisipi.
B. Batuan Beku Luar (Ekstrusif)
Lava akan memperlihatkan relief yang bergelombang, permukaan halus dan
struktur aliran. Lava muda akan dengan mudah dapat dibedakan dengan
batuan disekitarnya, karena lava mempunyai struktur aliran yang akan
memotong batuan lainnya yang lebih tua.
Gunungapi mempunyai bentuk kerucut dengan bentuk kawah dan kaldera
yang khas, serta adanya pola penyaluran yang radial ( lihat lampiran
gambar ). Lava dan aglomerat lapuk dapat mempunyai pola penyaluran
dendritik seperti pada batulempung tufaan atau tuff, namun dapat dibedakan
dari ronanya.

II.2.2. Interpretasi Batuan Sedimen

Batuan sedimen mempunyai ciri khas adanya perlapisan, dimana


perselingan antara batuan keras dengan batuan lunak akan menyebabkan
kenampakan yang jelas. Walaupun tertutup oleh vegetasi, tanah dan
overburden, batuan sedimen horisontal maupun miring masih dapat
diinterpretasikan berdasarkan pola vegetasi dan sungai pada dip-slope nya.
Anak sungai pada dip-slope kurang dari 60 lebih panjang daripada anak
sungai pada bagian scarp slope, namun pada dip slope > 60 o keadaan
menjadi sebaliknya.
Batuan sedimen berlapis biasanya dikontrol oleh rona banded dan
penyaluran trellis. Batuan karbonat atau evaporite, biasanya dicirikan oleh
vegetasi jarang, rona bervariasi, cerah, abu-abu hingga gelap, kadang-
kadang pola penyalurannya mottled dan multibasinal dengan relief topografi
karst. Batuan sedimen evaporite sering menunjukkan rona cerah dengan
rona banded.
Kriteria utama untuk mengenali dan menginterpretasikan sedimen lepas
seperti endapan teras sungai, endapan angin, pasir pantai dan kipas alluvial
adalah bentuk lahannya, letak dan asosianya.

II.2.3. Interpretasi Batuan Metamorf

Pada batuan metamorf berfoliasi dengan tingkat schistocity tinggi akan


menunjukkan kelurusan sejajar atau meliuk-liuk jelas, topographic – grain
lebih kecil daripada batuan sedimen.

II.3. Interpretasi Stratigrafi

Pada lipatan antiklin muda yang belum tererosi dan belum membalik, maka
batuan termuda berada pada puncak antiklin (sumbu antiklin). Pada antiklin
yang sudah tererosi lanjut sehingga terjadi pembalikan morfologi, maka
batuan tertua berada sumbu antiklin yang umumnya sudah berubah menjadi
lembah, sedangkan batuan muda berada pada sayap antiklin, makin jauh
dari sumbu antiklin batuan tersebut makin muda.
Pada lipatan sinklin muda yang belum tererosi dan belum membalik, batuan
tertua berada di lembah sinklin (sumbu sinklin). Pada sinklin yang telah
tererosi lanjut dan terjadi pembalikan morfologi, maka batuan termuda
berada di sumbu sinklin yang umumnya membentuk puncak gunung,
sementara itu terletak pada sayap sinklin, dan semakin jauh dari sayap
semakin tua.

II.4. Interpretasi Struktur Geologi

Struktur geologi seperti lipatan, kekar dan sesar dapat diinterpretasikan


berdasarkan pola-pola kelurusan, pola sungai dan pembelokan lapisan
batuan pada citra.

II.4.1. Kekar
Kekar dapat diinterpretasikan berdasarkan atas kelurursan rona atau
kelurusan lembah dengan pola sistimatik yang saling berpotongan, ukuran
kelurusan relatif pendek.

II.4.2. Sesar
Sesar dapat diinterpretasikan berdasarkan atas kelurusan rona, kelurursan
lembah atau sungai, kelurusan gawir, kelurusan triangle-facet, pembelokan
sungai yang teratur sehingga dapat ditarik membentuk garis lurus, adanya
off-set litologi atau topografi. Pola-pola ini relatif memanjang dan
menyebabkan perubahan kedudukan batuan.

II.4.3. Lipatan
Lipatan berbentuk antiklin dan sinklin dapat dikenali pada citra dari rona
banded, pola garis yang sejajar atau melengkung. Disamping itu pola
penyaluran umumnya trellis atau sejajar dengan arah aliran air berlawanan.

II.4.4. Ketidak selarasan

Ketidakselarasan merupakan proses ketidakmenerusan pembentukan


batuan, sehingga ada tenggang waktu pada batuan yang terbentuk.
Ketidakselarasan menyudut (angular unconformity) dapat dikenali pada foto
udara apabila terlihat adanya perpotongan jurus perlapisan batuan dan
kemiringan lapisan yang berbeda. Paling mudah untuk dikenali adalah
ketidakselarasan menyudut antara endapan alluvial dengan batuan yang
lebih tua, atau antara batuan vulkanik kuarter dengan batuan yang lebih tua.
Pada ketidakselarasan disconformity dan nonconformity sulit dikenali, karena
pola perlapisannya hampir sama.

III. PENGINDERAAN JAUH UNTUK EKSPLORASI MINERAL/BATUAN

Didalam eksplorasi mineral/batuan, maka tujuan utamanya adalah untuk


mengindentifikasi, mendelineasi, menentukan jenis, menentukan kualitas
dan kuantitas bahan galian yang menjadi sasaran eksplorasi. Eksplorasi juga
mempunyai tahapan-tahapan, dimana pada masing-masing tahapan juga
mempunyai tujuan dan arah untuk mengurangi resiko kegagalan suatu
eksplorasi.
III.1. Peta Geologi Sebagai Landasan Eksplorasi
Peta Geologi adalah gambaran proyeksi vertikal dari satuan batuan yang ada
di alam, yang menggambarkan jenis, variasi dan pelamparan satuan batuan
secara horisontal maupun vertikal, konfigurasi struktur geologi, sejarah/urut-
urutan proses pembentukan batuan, dan semua unsur geologi serta
geografis penting yang dijumpai di lapangan, digambarkan dalam bentuk
tanda/simbol/warna tertentu yang telah disepakati secara umum.
Peta geologi dapat dibuat berdasaran interpretasi citra penginderaan jauh,
interpretasi peta topografi yang disertai dengan penelitian lapangan. Dengan
mengetahui keadaan geologinya, maka akan dapat diketahui pula keadaan
potensi sumberdaya mineral dan batuan serta potensi lain seperti
hidrokarbon dan hidrologi.
Peta geologi terdiri berbagai macam, tergantung pada tingkat ketelitian dan
tujuan penggunaannya.

a. Peta Geologi Berdasarkan Tingkat Ketelitiannya


- Peta Geologi Tinjau/Pendahuluan (reconnaissance geologic map),
umumnya mempunyai skala 1 : 100.000 (P. Jawa dan Madura)
hingga 1 : 250.000 (luar Jawa dan Madura)
- Peta Geologi Semi Rinci, skala peta antara 1 : 100.000 hingga 1 :
25.000
- Peta geologi rinci, skala > dari 1 : 25.000

b. Peta Geologi Berdasarkan Tujuannya (Peta Tematik)


- Peta geologi umum/keilmuan
- Peta geologi ekonomi;
- Peta lokasi bahan tambang
- Peta cadangan bahan galian
- Peta mineralisasi
- Peta alterasi
- Peta metamorfisme
- Peta geologi teknik
- Peta geologi lingkungan
- Peta geologi foto udara
- Peta geologi tematik lainnya

Hubungan peranan penginderaan jauh dengan ekplorasi sumberdaya


mineral dan batuan adalah sbb :
Diagram alir hubungan peranan penginderaan jauh dalam eksplorasi
mineral/batuan

Penginderaan Jauh

Pemetaan Geologi

Peta Geologi

Litologi / Struktur
Stratigrafi Geologi

Peta Geologi
Ekonomi

Sumberdaya Mineral dan


Batuan

III.2. Tahapan Eksplorasi


Indonesia merupakan negara dengan aneka ragam batuan, baik berupa
batuan sedimen, batuan beku maupun metamorf dalam jumlah banyak dan
tersebar luas yang berumur pra tersier hingga kuarter. Sebagai akibat proses
geologi yang telah berlangsung jutaan tahun, maka juga menghasilkan
berbagai macam mineral logam maupun bahan galian industri yang tersebar
luas, namun secara setempat-setempat mungkin mempunyai jumlah yang
terbatas. Untuk mengetahui jumlah bahan galian, maka dikenal istilah
sumberdaya (resource) dan cadangan (reserve).

a. Sumber Daya (Resource)


Sumberdaya, merupakan bagian dari persediaan total yang dapat
diupayakan perolehannya. Dikenal dua istilah yaitu Sumberdaya diketahui (
Identified resource) dan sumberdaya belum diketahui (undiscovered
resource).
- Sumberdaya spekulatif, adalah potensi sumber daya bahan galian yang
mungkin dapat diproduksi dari suatu daerah prospek, dimana data yang
dipakai sebagai acuan adalah hasil studi pustaka dan penelitian lapangan
sepintas.
- Sumberdaya hipotesis, adalah potensi sumberdaya yang mungkin
dapat diproduksi dari suatu daerah prospek bahan galian, dimana data
yang dijadikan acuan adalah data tinjauan lapangan secara regional dan
hasil analisa laboratorium
Sumberdaya geologi meliputi sumberdaya lahan, sumberdaya mineral dan
batuan, sumberdaya energi dan sumberdaya air.

b). Cadangan (Reserve)


Bagian dari sumberdaya yang telah diketahui dengan pasti kualitas dan
kuantitasnya. Cadangan dibagi menjadi :
- Cadangan hipotetik, adalah cadangan bahan galian yang bersifat
dugaan berdasarkan faktor geologi yang mengontrolnya atau dugaan dari
hasil penyelidikan awal. Tingkat keyakinan cadangan sebesar 10 – 15 %
dari total cadangan yang diduga.
- Cadangan tereka, adalah cadangan suatu bahan galian yang
diperhitungkan dari tinjauan lapangan, dengan tingkat keyakinan
cadangan 20 – 30 % dari total.
- Cadangan terindikasi, adalah cadangan bahan galian yang
perhitungannya didasarkan atas penelitian lapangan dan hasil analisa
laboratorium dengan tingkat keyakinan 50 – 60 % total cadangan
- Cadangan terukur, adalah cadangan bahan galian yang perhitungannya
didasarkan atas penelitian lapangan secara sistimatis dan hasil analisa
laboratorium, dengan tingkat keyakinan 80 – 85 % total cadangan yang
ada.

Penginderaan jauh mempunyai peranan yang penting dalam eksplorasi


sumberdaya mineral/batuan. Dengan penginderaan jauh maka akan dapat
dilakukan penghematan biaya, penghematan waktu, serta mempunyai
gambaran menyeluruh tentang cebakan bahan galian seperti perangkap
minyak bumi, mineral bijih dan bahan galian industri.

Tahapan dalam eksplorasi mineral dan batuan, meliputi :

1. Studi pustaka, yang sangat berguna untuk mendapatkan informasi awal


tentang berbagai kemungkinan terdapatnya sumberdaya mineral/batuan.

2. Survey tinjau, survey ini mempunyai ciri-ciri :


- Bersifat kewilayahan (regional), wilayah propinsi.
- Survey tidak langsung, pemetaan geologi dikombinasi geokimia,
penginderaan jauh dan geofisika.
- Kerpatan pengambilan contoh 1 – 2 contoh/ 10 km2
- Skala < 1 : 100.000
- Dugaan sangat kasar, dengan tingkat keyakinan 10 – 15 % dari total
cadangan.
- Kualitas dierhitungkan, kuantitas belum
3. Prospeksi sumberdaya tereka
-Penyelidikan setengah terinci
-Penyelidikan geologi, penginderaan jauh, geokimia, geifisika
-Luas daerah penyelidikan 25 – 100 km2
-Skala 1 : 50.000
-1 – 2 conto/ km2
-Diketahui batas penyebaran, ukuran dan bentuk cadangan
-Tingkat keyakinan 20 – 30 %
-Kualitas sudah dapat direka.

4. Eksplorasi umum sumberdaya terindikasi


-Penyelidikan geologi, geokimia, geofisika, penginderaan jauh, pemboran
uji, sumur/parit uji.
-Skala 1 : 10.000 – 1 :25.000
-1 – 2 conto/ 10 Ha
-Tingkat keyakinan 50 – 60 % dari total cadangan

5. Eksplorasi Rinci Sumberdaya Terukur


-Penyelidikan geologi, geokimia, geofisika, penginderaan jauh, pemboran
uji, sumur/parit uji lebih rinci
-1 – 2 conto/Ha
-Kualitas, kuantitas, penyebaran, bentuk, dan ukuran telah diketahui
dengan pasti.
-Tingkat keyakinan 80 – 85 % dari seluruh cadangan

6. Studi Kelayakan tambang


-Studi kelayakan ekonomi
-Studi kelayakan teknik penambangan
-Studi metalurgi
-Studi pemasaran
-Peraturan/ undang-undang
-Lingkungan,

7. Cadangan terbukti

Adapun tahapan dalam eksplorasi mineral dan batuan dapat dilihat pada
diagram dibawah ini.
Diagram alir tahapan eksplorasi mineral dan batuan

Studi Pustaka

Interpretsi Citra Non Foto,


Survey Tinjau skala < 1: 100.000
(SDM Hipotetik)

Prospeksi Interpretasi Citra Foto Udara


(SDM Tereka/ Infered Skala 1 : 50.000
Resource)

Eksplorasi Umum Interpretsi Foto Udara


SDM terindikasi Skala < 1: 10.000 s/d 1 :
(Indicated Resource) 25.000

Eksplorasi Rinci Interpretasi Foto Udara


SDM Terukur/ Measured Skala > 1 : 5.000
Resources

Studi Kelayakan Tambang

Cadangan Terbukti
(Proven Reserve)
.

III.3. Pemanfaatan Penginderaan Jauh


Berdasarkan uraian di atas, maka jelaslah bahwa penginderaan jauh
mempunyai peranan yang cukup penting dalam setiap tahap eksplorasi
mineral/batuan. Sabins (1987), menyebutkan bahwa dalam eksplorasi
mineral penginderaan jauh bermanfaat untuk :

1. Pemetaan kelurusan regional, yang merupakan tempat dimana mineral


terbentuk. Eksplorasi mineral di Grassberg, Irian Jaya oleh PT Freeport
dalam pencarian emas dan tembaga telah menggunakan citra Landsat
composite untuk mensurvey daerah sepanjang pegunungan Irian Jaya.
Kelurusan citra Landsat disebabkan karena anomali warna akibat
perbedaan kelebatan vegetasi daerah yang kaya unsur Cu (tidak lebat)
dengan daerah sekitarnya. Pengkayaan unsur Cu menyebabakan
chlorosis (menguningnya daun) pada tumbuhan dan matinya tumbuhan,
lihat gambar 9 . Di Grassberg ditemukan cadangan Au dari endapan
porpiry terbesar di dunia dengan jumlah > 1.72 juta ton dan cadangan Cu,
terbesar ketiga dengan jumalah > 20 juta ton (Freeport, 1998)
2. Pemetaan pola retakan lokal, yang dapat mengontrol deposit bijih, hal ini
telah diterapkan di Central Colorado yang dapat dilihat pada gambar 10 .
3. Deteksi batuan ubahan hidrotermal yang berasosiasi dengan deposit Au
dan Ag, seperti telah dilakukan di Goldfield Nevada, lihat gambar 11.
4. Perencaan dan pemantauan aktivitas penambangan pada tambang
terbuka, lihat gambar 12 .

IV. PENUTUP

Berdasarkan bahasan-bahasan di atas, maka dapat disimpulkan beberapa


hal sebagai berikut :
1. Citra penginderaan jauh yang sering digunakan dalam geologi meliputi
foto udara, citra radar, citra landsat, spot, dan citra infra merah termal.
2. Didalam penelitian geologi dan eksplorasi sumberdaya mineral/batuan,
maka citra penginderaan jauh bermanfaat untuk mendeteksi,
mengidentifikasi dan menganalisis obyek sehingga dapat diketahui
kondisi geologinya yang bermanfaat untuk mencari potensi
mineral/batuan.
3. Peranan penginderaan jauh dalam eksplorasi sumberdaya
mineral/batuan bisa menghemat biaya, menghemat waktu, serta
memberikan gambaran menyeluruh tentang cebakan bahan galian .
DAFTAR PUSTAKA

Allum, 1976; Photogeology and Regional Mapping, Pergamon Press, London

Avery, TE, 1977; Interpretation of Aeral Photographs, 3 rd ed, Burgess


Publishing Company, Minneapolis, Minnesota

Bates, RL and J.A. Jackson, 1987 : Glossary of Geology, American


Geological Institute, Alexandria, Virginia

Dessaunettes, J.R, 1977 : Catalogue of Landform for Indonesia, Working


Paper No 13, Soil Research Institute, Bogor

Flint, R.F and B.J. Skinner, 1974 : Physical Geology, John Willey and Sons,
Inc, New York.

Foster, NH dan EA Beaumont, 1992: Photogeology and


Photogeomorphology, The American Association of Petroleum
Geologist, Oklahoma, USA

Lillesand, TM and R.W. Kiefer, 1979; Remote Sensing and Image


Interpretation, John Willey and Sons, New York

Sabins, Jr. F.F., 1987 : Remote Sensing, Principle and Interpretation, W H


Freeman and Co, San Francisco.

Soetoto, 1996 ; Interpretasi Citra Untuk Survey Geologi, Diktat Kuliah Kursus
Reguler PUSPICS angkatan XXI, Yogyakarta

Sutanto, 1986 : Penginderaan Jauh, Jilid I, Gadjah Mada University Press,


Yogyakarta

Zuidam, R.A. Van, 1983; Guide to Geomorphologic Aerial Photographic


Interpretation and Mapping, ITC, Enschede the Netherlands
Gambar 1. Pada dip < 600 , pola penyaluran trellis pada down dip
lebih panjang dibandingkan pada for dip (Avery, 1987)

Gambar 2. Pola
penyaluran dan tipe
litologi/bentuk lahan :
A. Dendritik,
B. Deranged,
C. Anguler -
Rectanguler,
D. Trellis,
E. Sinkhole,
F. Radial – Anular
(Avery, 1977)
Gambar 3. Pola penyaluran dasar (Howard, 1967, dalam Van Zuidam, 1983)
Gambar 4. Pola penyaluran dasar termodifikasi (Howard, 1967, dalam Van
Zuidam, 1983)
Gambar 5. Pola penyaluran dasar termodifikasi (Howard, 1967, dalam Van
Zuidam, 1983)
Gambar 6. Pola penyaluran yang dikontrol oleh struktur lipatan dan sesar
(Moody 1961, dalam Foster & Beaumont, 1992)
Tabel 4. Pola Penyaluran dan Karakteristiknya (Howard, 1967 dalam Van
Zuidam 1983)
Gambar 7. Foto
udara dike
basalt, di San
Juan Country,
Mexico,
Skala 1 : 20.000
(Avery, 1977)

Gambar 8.
Puncak G. api
tidak aktif (A)
terpotong
oleh aliran
lava basalt
(B), lihat pola
aliran radial
pada sisi
gunung
(Avery, 1977)
Gambar 9. Pola Rectanguler & Dendritic pada batupasir dan
lempung, tebing tajam tegak lurus sungai (A)
merupakan pantai dikontrol struktur (Avery, 1977)

Gambar 10. Tambang tembaga terbuka, di Miami, Arizona,


AS, skala 1 :42.000 (Avery, 1977)
Gambar 11. Tambang batu bara dengan open pit stripe,
di Alabama, USA, Skala 1 : 20.000, Avery (1977)

Anda mungkin juga menyukai