Chusni Ansori *)
I. PENDAHULUAN
I.1. Pengertian
Sebelum kita membicarakan berbagai hal lebih jauh yang berkaitan dengan
pemanfaatan citra penginderaan jauh untuk survey geologi dan eksplorasi
sumberdaya mineral/batuan, maka ada baiknya kita menyamakan persepsi
dan pengertian kita bersama.
Citra penginderaan jauh, adalah rekaman/gambar suatu obyek (dalam hal
ini adalah rupa muka bumi) yang dihasilkan dengan cara optik, elektronik,
elektro optik atapun optik-mekanik dimana cara perekamannya dari jarak
jauh dan tidak bersentuhan langsung dengan obyek (Simonet et all, 1983).
Sedangkan Gardner & Jefferis (1973), menyatakan bahwa penginderaan
jauh adalah suatu cara pengumpulan informasi mengenai permukaan bumi
dari jarak jauh.
Interpretasi citra, merupakan suatu pekerjaan /perbuatan untuk mengkaji
citra yang dihasilkan dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan
menilai arti pentingnya obyek tersebut (Sutanto, 1986)
Survey, diartikan sebagai pengumpulan informasi sampel , yaitu
pengumpulan informasi sebagian populasi yang mewakili seluruh populasi
(Singarimbun M dan Efendi S, 1983).
Geologi, diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
planet bumi terutama mengenai materi penyusunnya, proses yang terjadi,
hasil proses tersebut, sejarah planet bumi dan bentuk-bentuk kehidupan
yang pernah ada di bumi (Bathes & Jackson , 1990)
Eksplorasi, diartikan sebagai suatu pekerjaan untuk mencari berbagai
sumberdaya alam yang ada, sehingga nantinya dapat dimanfaatkan untuk
kehidupan manusia.
Mineral, adalah suatu zat (umumnya anorganik) yang terbentuk secara
alamiah dan mempunyai sifat-sifat fisika maupun kimia tertentu. Mineral
merupakan unsur penyusun batuan.
Batuan, merupakan agregasi mineral, baik sejenis maupun tidak, terjadi
secara alamiah karena proses pendinginan magma, sementasi endapan
ataupun perubahan fisik dan kimia karena pengaruh suhu dan tekanan.
Sumberdaya, adalah semua potensi yang ada di alam baik berupa mineral,
batuan, air, energi, lahan maupun manusia yang berada di atasnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut di atas, maka dapat
didefinisikan bahwa Interpretasi Citra Penginderaan jauh Untuk Survey
Geologi dan Sumberdaya Mineral/Batuan, merupakan suatu perbuatan
mendeteksi, mengidentifikasi dan menganalisis obyek pada permukaan
bumi yang terekam pada citra dengan tujuan untuk mengetahui kondisi
geologi sehingga dapat dimanfaatkan untuk mencari potensi mineral/batuan.
1. Foto Udara
Citra foto udara didapatkan dari pemotretan menggunakan pesawat
udara yang terbang rendah, menggunakan kamera berlensa tunggal
maupun ganda . Kamera Zeiss RMK-A-15/23, dengan panjang focal
mencapai 15 cm dan film negatif berukuran 23 x 23 cm sering digunakan
untuk pemfotoan. Pada saat pesawat terbang dengan ketinggian sekitar
1000 m di atas bumi, panjang focal 8.5 cm dan sudut pandang sekitar
125 derajat, maka cakupan daerah yang terfoto sekitar 7.32 km 2 (Avery,
1977). Citra foto udara hanya memanfaatkan gelombang tampak yang
direkam pada film negatif dan kemudian diproses sehingga mendapatkan
citra yang diinginkan.
Kelebihan foto udara degan citra lainnya adalah skalanya yang relatif
besar, sehingga untuk pekerjaan-pekerjaan detail akan sangat baik. Allum
(1966) menyebutkan bahwa untuk pekerjaan geologi detail foto udara
berskala 1 : 20.000 sangatmememadai, namun untuk geologi regional
sebaiknya digunakan skala 1 : 40.000 atau yang lebih kecil. Pada
pekerjaan geologi teknik akan baik menggunakan skala 1 : 5.000. Jika
dalam pemotretan terjadi tampalan areal mencapai 60 %, maka citra foto
yang dihasilkan akan dapat terlihat 3 (tiga) dimensi dibawah stereoskop.
Citra Landsat terdapat 2 (dua) tipe, yaitu berupa tipe MSS (Multi Spectral
Scanner) dan TM (Tematic Mapper).
3. Citra Radar
Citra RADAR (‘Radio Detecting and Ringing’) meliputi citra SLAR (‘Side
Looking Airbone Radar’), citra SIR (‘Shuttle Imaging Radar’), STAR (‘Sea
Ice and Terrestrial Assessment Radar), SAR (‘Synthetic Aperture Radar’),
JERS (‘Japanese Earth Resources Satelite’) dan ERS (‘Earth Resources
Satelite’). Citra Radar berseklala 1 : 250.000, mempunyai kemampuan
menembus awan dan vegetasi sehingga akan sangat baik untuk
pemetaan geologi regional pada daerah yang berawan, berlelief tinggi
dan bervegetasi lebat , liputan daerahnya luas serta memberikan citra
dengan kualitas yang baik .
Citra Radar dibuat dengan sistim aktif dari gelombang radar yang
dipancarkan ke bumi melalui pesawat udara, pesawat ulang alik ataupun
satelit, pantulan gelombang balik radar ditangkap kembali oleh sensor
yang ada pada pesawat. Gelombang Radar merupakan gelombang radio
dengan frekuensi ultra tinggi (UHF ; Ultra High Frequency). Pencitraan
Radar dapat dilakukan pada siang atau malam hari, karena sistim Radar
tidak tergantung pada sumber tenaga matahari. Daya tembus gelombang
Radar sangat besar, sehingga mampu menembus awan, hujan, ataupun
hutan. Karena daya tembusnya yang tinggi gelombang ini cepat kembali
dan dapat dilakukan pencitraan dari kedudukan pesawat udara yang
yang tinggi.
Kenampakan citra Radar dipengaruhi oleh intensitas kembalinya
gelombang Radar dimana hal ini tergantung pada sifat khusus sistim
Radar ( Polarisasi, Sudut Depresi dan Panjang Gelombang) dan sifat
khusus medan (sifat elektrik obyek, kekasaran permukaan serta orientasi
kenampakan roman muka bumi). Contoh citra Radar dapat dilihat pada
gambar .
I.3. Unsur dasar interpretasi citra untuk survey geologi & eksplorasi
mineral.
Unsur-unsur dasar yang perlu dipahami dalam interpretasi citra untuk survey
geologi dan eksplorasi mineral/batuan, meliputi :
2. Tekstur
Avery (1977), menyebutkan bahwa tekstur merupakan derajat kekasaran
atau kehalusan yang ditunjukkan oleh citra foto. Tekstur berkaitan
dengan rona, bentuk , ukuran dan pola. Tekstur dinyatakan dengan
halus, sedang dan kasar, berbintik-bintik, berbutir, linear dll.
Tekstur halus dijumpai pada batuan homogen berbutir halus (lempung,
napal, tufa), sedangkan tekstur kasar dijumpai pada batuana heterogen
berbutir kasar (breksi, konglomerat, gamping). Istilah tekstur juga sering
digunakan untuk menyatakan tingkat kerapatan dari pola penyaluran
sungai pada peta berskala 1 : 20.000.
3. Pola
Pola merupakan susunan meruang yang teratur mengenai kenampakan
geologi, kenampakan topografi, dan vegetasi. Pola garis lurus
menunjukkan adanya kekar, sesar , batas perlapisan batuan yang
menerus dan ketidakselarasan. Sedangkan pola melengkung umumnya
menunjukkan adanya kubah, antiklin atau sinklin menunjam dan batas
penyebaran batuan vulkanik kuarter.
4. Bentuk
Merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi / kerangka
suatu obyek. Beberapa obyek yang dapat dikenali dari bentuknya antara
lain adalah kerucut vulkanik, teras sungai, meander, doline, ponoor, karst,
batuan intrusive, kekar, sesar, lipatan.
5. Ukuran
Setiap obyek yang ada di alam selalu mempunyai ukuran yang meliputi
dimensi panjang, lebar, tinggi, luas. Pemerian ukuran harus
memperhatikan skala citra, dan ini juga akan bermanfaan untuk
mengenali unsur-unsur geologi yang ada.
6. Hubungan
Hubungan atau keterkaitan antara suatu kenampakan dengan
kenampakan lainnya dalam citra perlu dipehatikan . Lava akan
berhubungan dengan lahar, breksi vulkanik dan aglomerat. Endapan
kipas alluvial akan berkaitan dengan gawir patahan atau triangle facet.
7. Bayangan
Karena perbedaan ketinggaian obyek dan sudut pengambilannya, maka
obyek di alam akan memberikan bayangan gelap atau samar-samar.
Bayangan sering merupakan kunci dalam pengenalan obyek, seperti
lereng terjal dan kemiringan lapisan batuan.
1. Relief.
Relief merupakan beda tinggi antara puncak timbulan dengan dasar
lekukan/lembah, serta curam landainya lereng pada suatu daerah. Relief
mencerminkan daya tahan batuan terhadap tenaga eksogenik, batuan
yang mempunyai ketahanan tinggi (breksi, batuan beku, lahar) akan
mempunyai relief lebih tinggi dan kasar sedangkan batuan yang
mempunyai ketahanan rendah (lempung, napal, serpih, lanau, tufa,
alluvial) akan berrelief rendah dan halus.
Klasifikasi relief telah banyak dilakukan seperti oleh Desaunettes (1977),
Van Zuidam (1979) dan beberapa klasifikasi lainnya sesuai dengan
keperluan.
2. Pola penyaluran
Pola penyaluran merupakan susunan saluran alami pada suatu daerah
dalam pandangan datar. Pola penyaluran berhubungan dengan kondisi
litologi, struktur dan geomorfologinya, sehingga dengan mengetahui pola
penyaluran yang ada kita dapat menafsirkan kondisi geologinya.
Beberapa jenis pola penyaluran dapat dilihat pada lampiran gambar .
4. Budaya
Obyek-obyek budaya manusia seperti sawah, waduk, hutan buatan,
pemukiman dapat juga digunakan untuk dasar interpretasi geologi.
- Sawah biasanya diolah di dataran alluvial, tanah residual, dataran
kaki gunung api.
- Pemukiman, biasa berkembang pada daerah yang airnya cukup
seperti disepanjang sungai atau pada dataran alluvial.
- Waduk dibangun pada batuan kedap air dengan lembah yang
sempit.
- Hutan buatan biasa ditanam pada tanah yang tebal dan lereng
terjal, karena untuk menghindari erosi dan gerakan tanah.
Pada bab ini akan banyak diurakan tentang aplikasi citra penginderaan jauh
untuk keperluan survey geologi. Pada prinsipnya citra penginderaan jauh
hanya merupakan sarana yang dimanfaatkan sebagai dasar interpratasi
geomorfologi, litologi dan struktur yang ada sehingga nantinya akan
didapatkan peta geologi penginderaan jauh. Citra yang digunakan dapat
berupa foto udara, radar, landsat ataupun infra merah termal, namun untuk
kali ini lebih ditekankan pada pemahaman pemanfaatan foto udara tanpa
meninggalkan pada jenis citra yang lain.
Di alam kita mengenal adanya batuan beku, batuan sedimen dan batuan
metamorf, dimana batuan-batuan tersebut mempunyai kenampakan dan
sifat fisik yang berbeda-beda. Perbedaan sifat fisik dan proses pembentukan
akan memberikan kenampakan berbeda yang dapat diinterpretasikan dari
citra penginderaan jauh.
Pada lipatan antiklin muda yang belum tererosi dan belum membalik, maka
batuan termuda berada pada puncak antiklin (sumbu antiklin). Pada antiklin
yang sudah tererosi lanjut sehingga terjadi pembalikan morfologi, maka
batuan tertua berada sumbu antiklin yang umumnya sudah berubah menjadi
lembah, sedangkan batuan muda berada pada sayap antiklin, makin jauh
dari sumbu antiklin batuan tersebut makin muda.
Pada lipatan sinklin muda yang belum tererosi dan belum membalik, batuan
tertua berada di lembah sinklin (sumbu sinklin). Pada sinklin yang telah
tererosi lanjut dan terjadi pembalikan morfologi, maka batuan termuda
berada di sumbu sinklin yang umumnya membentuk puncak gunung,
sementara itu terletak pada sayap sinklin, dan semakin jauh dari sayap
semakin tua.
II.4.1. Kekar
Kekar dapat diinterpretasikan berdasarkan atas kelurursan rona atau
kelurusan lembah dengan pola sistimatik yang saling berpotongan, ukuran
kelurusan relatif pendek.
II.4.2. Sesar
Sesar dapat diinterpretasikan berdasarkan atas kelurusan rona, kelurursan
lembah atau sungai, kelurusan gawir, kelurusan triangle-facet, pembelokan
sungai yang teratur sehingga dapat ditarik membentuk garis lurus, adanya
off-set litologi atau topografi. Pola-pola ini relatif memanjang dan
menyebabkan perubahan kedudukan batuan.
II.4.3. Lipatan
Lipatan berbentuk antiklin dan sinklin dapat dikenali pada citra dari rona
banded, pola garis yang sejajar atau melengkung. Disamping itu pola
penyaluran umumnya trellis atau sejajar dengan arah aliran air berlawanan.
Penginderaan Jauh
Pemetaan Geologi
Peta Geologi
Litologi / Struktur
Stratigrafi Geologi
Peta Geologi
Ekonomi
7. Cadangan terbukti
Adapun tahapan dalam eksplorasi mineral dan batuan dapat dilihat pada
diagram dibawah ini.
Diagram alir tahapan eksplorasi mineral dan batuan
Studi Pustaka
Cadangan Terbukti
(Proven Reserve)
.
IV. PENUTUP
Flint, R.F and B.J. Skinner, 1974 : Physical Geology, John Willey and Sons,
Inc, New York.
Soetoto, 1996 ; Interpretasi Citra Untuk Survey Geologi, Diktat Kuliah Kursus
Reguler PUSPICS angkatan XXI, Yogyakarta
Gambar 2. Pola
penyaluran dan tipe
litologi/bentuk lahan :
A. Dendritik,
B. Deranged,
C. Anguler -
Rectanguler,
D. Trellis,
E. Sinkhole,
F. Radial – Anular
(Avery, 1977)
Gambar 3. Pola penyaluran dasar (Howard, 1967, dalam Van Zuidam, 1983)
Gambar 4. Pola penyaluran dasar termodifikasi (Howard, 1967, dalam Van
Zuidam, 1983)
Gambar 5. Pola penyaluran dasar termodifikasi (Howard, 1967, dalam Van
Zuidam, 1983)
Gambar 6. Pola penyaluran yang dikontrol oleh struktur lipatan dan sesar
(Moody 1961, dalam Foster & Beaumont, 1992)
Tabel 4. Pola Penyaluran dan Karakteristiknya (Howard, 1967 dalam Van
Zuidam 1983)
Gambar 7. Foto
udara dike
basalt, di San
Juan Country,
Mexico,
Skala 1 : 20.000
(Avery, 1977)
Gambar 8.
Puncak G. api
tidak aktif (A)
terpotong
oleh aliran
lava basalt
(B), lihat pola
aliran radial
pada sisi
gunung
(Avery, 1977)
Gambar 9. Pola Rectanguler & Dendritic pada batupasir dan
lempung, tebing tajam tegak lurus sungai (A)
merupakan pantai dikontrol struktur (Avery, 1977)