MAKALAH
oleh:
Kelompok 2
MAKALAH
oleh:
Laely Anggraeni NIM 142310101058
Jerry Pratama Putra NIM 142310101062
Zehrotul Aini NIM 142310101063
Ika Adelia Susanti NIM 142310101093
Wasi’ Putri Magfiroh NIM 142310101128
E. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktik
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan kepada klien oleh perawat yang
berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di IGD rumah sakit. Asuhan
keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap mupun mendadak.
Proses keperawatan terdiri atas lima langkah meliputi:
1. Pengkajian
Proses pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status
kesehatan pasien gawat darurat di rumah sakit secara sistematik, akurat, dan
berkesinambungan. Pengkajian ini dapat memudahkan perawat untuk
menetapkan masalah kegawatdaruratan pasien dan rencana tindakan cepat,
tepat, dan cermat sesuai standar.
Standar: perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan
psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah
keperawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
Kriteria Proses:
a. Melakukan triase
b. Melakukan pengumpulan data melalui primary dan secondary survey
pada kasus gawat darurat di rumah sakit serta bencana internal dan
eksternal.
1) Primary Survey
Untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual atau
potensian dari kondiri life threatening (berdampak dalam
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup)
A: Airway atau dengan kontrol servikal
B: Breathing dan ventilasi
C: Circulation dengan kontrol perdarahan
D: Disability pada kasus trauma, "Detibrilation, Drugs, Differential
Diagnosis" pada kasus non trauma
E: Exposure pad a kasus trauma, EKG , "Electrolite Imbalance"
pada kasus non trauma.
2) Secondary Survey
Dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada pengkaajian
primer diatasi. pengkajian sekunder meliputi pengkajian objektif dan
subjektif dari riwayat keperawatan dan pengkajian head to toe.
c. Melakukan re-triase
d. Mengumpulkan data hasil dari pemeriksaan penunjang medik
e. Mengelompokkan dan menganalisa data secara sistematis
f. Melakukan pendokumentasian dengan menggunakan format pengkajian
baku.
Krlteria Hasil:
a. Adanya dokumen pengkajian keperawatan gawat darurat yang telah terisi
dengan benar ditandatangani, nama jelas, diberi tanggal dan jam
pelaksanaan
b. Adanya rumusan masalah I diagnosa keperawatan gawat darurat.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah diagnosa keperawatan gawat darurat merupakan keputusan klinis
perawat tentang respon pasien terhadap masalah kesehatan aktual maupun
resiko yang mengancam jiwa. Masalah/diagnosa keperawatan yang
ditegakkan merupakan dasar penyusunan rencana keperawalan dalam
penyelamatan jiwa dan mencegah kecacatan.
Kriteria proses:
Menetapkan masalah/diagnosa keperawatan mencakup : masalah, penyebab,
tanda dan gejala (PES/PE) berdasarkan prioritas masalah.
Prioritas Masalah Keperawalan Gawat Darurat :
a. Gangguan jalan nalas,
b. Tidak efeklifnya bersihan jalan nafas,
c. Pola nafas tidak efektif,
d. Gangguan pertukaran gas,
e. Penurunan curah janlung,
f. Gangguan perfusi jaringan perifer,
g. Gangguan rasa nyaman
h. Gangguan volume cairan tubuh
i. Gangguan perfusi serebral,
j. Gangguan termoregulasi
3. Intervensi Keperawatan
Serangkaian langkah yang bertujuan unluk menyelesaikan masalah diagnosa
keperawatan gawat darurat berdasarkan prioritas masalah yang telah
ditetapkna baik secara mandiri maupun melibatkan tenaga kesehatan lain
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Rencana tindakan keperawatan
gawat darurat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan tindakan
keperawatan yang sistematis dan efektif.
Kriteria Struktur :
a. Adanya rumusan tujuan dan krileria hasil
b. Adanya rumusan rencana tindakan keperawatan.
Kriteria Proses :
a. Menetapkan tujuan tindakan keperawatan penyelamatan jiwa dan
pencegahan kecacatan sesuai dengan kriteria SMART (Spesific,
Measureable, Achieveable, Realiable, Time)
b. Menetapkan rencana tindakan dari tiap-tiap diagnosa keperawatan
c. Mendokumentasikan rencana keperawatan.
Kriteria Hasil:
a. Tersusunnya rencana tindakan keperawatan gawat darurat yang mandiri
dan kolaboralif
b. Ada rencana tindakan keperawatan didokumentasikan pada catatan
keperawatan.
4. Implementasi
Perawat melaksanakan tindakan keperawatan yang lelah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan gawat darurat. Perawat mengimplementasikan
rencana asuhan keperawatan gawat darurat untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Kriteria Proses:
a. Melakukan tindakan keperawatan mengacu pada standar prosedur
operasional yang telah ditentukan sesuai dengan tingkat kegawatan
pasien, berdasarkan prioritas tindakan :
1) Pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit:
a) Melakukan triase
b) Melakukan tindakan penanganan masalah penyelamatan jiwa dan
pencegahan kecacatan
c) Melakukan tindakan (mandiri dan kolaborasi) sesuai dengan
masalah keperawatan yang muncul.
b. Melakukan monitoring respon pasien terhadap tindakan keperawatan
c. Mengutamakan prinsip keselamatan pasien (patient safety), dan privacy
d. Menerapkan prinsip standar baku (standar precaution)
e. Mendokumentasikan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil
a. Adanya dokumen tentang tindakan keperawatan serta respon pasien
b. Ada dokumen tentang pendelegasian tindakan medis (standing order).
5. Evaluasi
Penilaian perkembangan kondisi pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan gawat darurat mengacu pada kriteria hasil. Evaluasi dilakukan
setiap jam, kecuali pasien emergency setiap 15 menit. Evaluasi ada 2 yaitu
proses dan hasil.
Kriteria Proses:
a. Melakukan evaluasi terhadap respon pasien pada setiap tindakan yang
diberikan (evaluasi proses),
b. Melakukan evaluasi dengan cara membandingkan hasil tindakan dengan
tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan (evaluasi hasil),
c. Melakukan re-evaluasi dan menentukan tindak lanjut,
d. Mendokumentasikan respon klien terhadap intervensi yang diberikan.
Kriteria Hasil
Ada dokumen hasil evaluasi menggunakan pendekatan SOAP pada tiap
masalah diagnosa keperawatan.
F. Format Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
G. Sistem Rujukan Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001
Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan yaitu:
1. Sistem Rujukan
Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
Ada beberapa poin yang berkaitan dengan sistem rujukan yaitu:
a) Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan
medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
b) Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
c) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
d) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
e) Ketentuan di atas dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana,
kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan
geografis.
f) Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta jaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan
kesehatan.
g) Peserta asuransi kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku
sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti
pelayanan kesehatan yang berjenjang.
h) Setiap orang yang bukan peserta jaminan kesehatan atau asuransi
kesehatan sosial, sebagaimana dimaksud pada poin (f) dapat mengikuti
sistem rujukan.
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan
efektifitas pelayanan kesehatan, rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai kebutuhan
pasien.
2. Tata Cara Rujukan
a) Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal.
b) Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan.
c) Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan
dalam satu tingkatan. Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk
tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang
sifatnya sementara atau menetap.
d) Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih
rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
1) Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub
spesialistik;
2) Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan.
Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih
tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:
1) Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi
dan kewenangannya;
2) Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua
lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
3) Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
4) Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan
dan/atau ketenagaan.
3. Pembiayaan
a. Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada
asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan.
b. Pembiayaan rujukan bagi pasien yang bukan peserta asuransi kesehatan
atau jaminan kesehatan menjadi tanggung jawab pasien dan/atau
keluarganya.
Setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk pasien bila
keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan memerlukannya, kecuali dengan
alasan yang sah dan mendapat persetujuan pasien atau keluarganya. Alasan yang
sah sebagaimana dimaksud adalah pasien tidak dapat ditransportasikan atas alasan
medis, sumber daya, atau geografis. Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari
pasien dan/atau keluarganya. Persetujuan diberikan setelah pasien dan/atau
keluarganya mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang.
Penjelasan sekurang-kurangnya meliputi:
1. Diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
2. Alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
3. Risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
4. Transportasi rujukan; dan
5. Risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:
a) Melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi
pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk
tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan;
b) Melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan
bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan
pasien gawat darurat; dan
c) Membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima
rujukan.
2. Dalam melakukan komunikasi, penerima rujukan berkewajiban:
a) Menginformasikan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta
kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan; dan
b) Memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.
3. Surat pengantar rujukan sekurang-kurangnya memuat:
a) Identitas pasien;
b) Hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang) yang telah dilakukan;
c) Diagnosis kerja;
d) Terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
e) Tujuan rujukan; dan
f) Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.
4. Transportasi untuk rujukan dilakukan sesuai dengan kondisi pasien dan
ketersediaan sarana transportasi.
5. Pasien yang memerlukan asuhan medis terus menerus harus dirujuk dengan
ambulans dan didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
6. Jika tidak tersedia ambulans pada fasilitas pelayanan kesehatan perujuk,
rujukan, dapat dilakukan dengan menggunakan alat transportasi lain yang
layak.
7. Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh penerima
rujukan.
8. Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan
kesehatan lanjutan sejak menerima rujukan.
9. Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada perujuk mengenai
perkembangan keadaan pasien setelah selesai memberikan pelayanan.
Hartanto. 2013. Standar Prosedur Operasional serah terima pasien antar ruangan.
Semarang: Bunda Maternal Hospital
Kementerian Kesehatan RI. 2009. Standar Instalasi Gawat Darurat ( Igd ) Rumah
Sakit Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 Tentang
Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan