Anda di halaman 1dari 30

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

MAKALAH

oleh:
Kelompok 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

MAKALAH

disusun guna menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat


dengan dosen pengampu Ns. Baskoro Setioputro, M.Kep

oleh:
Laely Anggraeni NIM 142310101058
Jerry Pratama Putra NIM 142310101062
Zehrotul Aini NIM 142310101063
Ika Adelia Susanti NIM 142310101093
Wasi’ Putri Magfiroh NIM 142310101128

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

A. Keperawatan Gawat Darurat


Definisi gawat darurat:
1. Gawat dapat diartikan sebagai hal mengancam nyawa, sedangkan darurat
merupakan suatu kondisi yang memerlukan penanganan dengan segera
untuk menyelamatkan nyawa korban (Musliha, 2010).
2. Gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan
klinis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih
lanjut (Permenkes RI, 2016).
3. Gawat darurat adalah suatu keadaan dimana seseorang secara tiba-tiba
dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam anggota
badannya dan jiwanya (akan menjadi cacat atau mati) bila tidak
mendapatkan pertolongan dengan segera (Kemenkes RI, 2011).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwasannya gawat
darurat merupakan suatu kondisi yang mengancam nyawa dan membutuhkan
pertolongan segera untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.

B. Instalasi gawat darurat (IGD)


lnstalasi Gawat Darurat (IGD) adalah Instalasi pelayanan rumah sakit yang
memberikan pelayanan pertama selama 24 jam pada pasien dengan ancaman
kematian dan kecacatan secara terpadu dengan melibatkan multidisiplin ilmu
(Kemenkes RI, 2011). Semua fasilitas yang tersedia di IGD dirancang khusus sesuai
dengan fungsinya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan
emergency yaitu terdiri dari triase primer, sekunder, area non kritis (green zone),
area semi kritis (yellow zone), area kritis (red zone), kamar operasi, ruang radiologi
dan obaservasi intensif (ROI). IGD menyediakan sarana penerimaan untuk
pentalaksanaan dalam keadaan bencana. hal ini merupakan bagian dari perannya di
dalam membantu keadaan bencana yang terjadi di setiap daerah.
Fungsi IGD: menerima, menstabilkan dan mengatur pasien yang menunjukkan
gejala yang berfariasi yang gawat serta kondisi yang sifatnya tidak gawat.
Persyaratan Fisik Bangunan menurut Kemenkes RI tahun 2009 :
1. Luas bangunan IGD disesuaikan dengan beban kerja RS dengan
memperhitungkan kemungkinan penanganan korban massal / bencana.
2. Lokasi gedung harus berada dibagian depan RS, mudah dijangkau oleh
masyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar Rumah Sakit.
3. Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda dengan pintu
utama (alur masuk kendaraan/pasien tidak sama dengan alur keluar) kecuali
pada klasifikasi IGD level I dan II.
4. Ambulans/kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai di depan
pintu yang areanya terlindung dari panas dan hujan (catatan: untuk lantai
IGD yang tidak sama tinggi dengan jalan ambulans harus membuat ramp).
5. Pintu IGD harus dapat dilalui oleh brankar.
6. Memiliki area khusus parkir ambulans yang bisa menampung lebih dari 2
ambulans (sesuai dengan beban RS).
7. usunan ruang harus sedemikian rupa sehingga arus pasien dapat lancar dan
tidak ada “cross infection”, dapat menampung korban bencana sesuai
dengan kemampuan RS, mudah dibersihkan dan memudahkan kontrol
kegiatan oleh perawat kepala jaga.
8. Area dekontaminasi ditempatkan di depan/di luar IGD atau terpisah dengan
IGD.
9. Ruang triase harus dapat memuat minimal 2 (dua) brankar.
10. Mempunyai ruang tunggu untuk keluarga pasien.
11. Apotik 24 jam tersedia dekat IGD.
12. Memiliki ruang untuk istirahat petugas (dokter dan perawat)
Persyaratan sarana menurut Kemenkes RI tahun 2009:
Fasilitas dan penunjang yang harus tersedia selain ditentukan oleh level IGD rumah
sakit, juga oleh jumlah kasus yang ditangani menurut Kemenkes RI tahun 2009.
C. Cara kerja atau sistem pelayanan di IGD
Pelayanan gawat darurat adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh
korban/pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan
pencegahan kecacatan (Permenkes RI, 2016). Pelayanan pasien gawat darurat
adalah pelayanan yang memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat
untuk mencegah kematian dan kecacatan. Salah satu indikator mutu pelayanan
adalah waktu tanggap (respons time) (Depkes RI, 2006). Pelayanan gawat darurat
mempunyai aspek khusus karena berhubungan dengan nyawa pasien. pada
keafdaan darurat didapati beberapa permasahan utama yaitu periode waktu
pengamatan/pelayanan relatif singat, perubahan klinis yang mendadak, dan
mobilitas petugas yang tinggi (Herkutanto, 2007). Berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009 setiap rumah sakit wajib memiliki
kemampuan sistem pelayanan gawat darurat yang meliputi:
1. Melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat
2. Melakukan resusitasi dan stabilisasi (life saving)
3. Pelayanan di IGD harus dapat memberikan pelayanan 24 jam dalam sehari
dan tujuh hari dalam seminggu
4. Rumah sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus
gawat darurat
5. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama lima menit seletah sampai
di IGD
6. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multidisiplin, multiprofesi dan
terintegrasi, dengan struktur organisasi fungsional yang terdiri dari unsur
pimpinan dan unsur pelaksana, yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan
pelayanan terhadap pasien gawat darurat di IGD, dengan wewenang penuh
yang dipimpin oleh dokter.
7. Setiap Rumah sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan gawat
daruratnya minimal sesuai dengan klasifikasi berikut.
Klasifikasi pelayanan IGD menurut Kemenkes RI tahun 2009 terdiri dari:
1. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level IV sebagai standar minimal untuk
Rumah Sakit Kelas A.
2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standar minimal untuk
Rumah Sakit Kelas B.
3. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level II sebagai standar minimal untuk
Rumah Sakit Kelas C.
4. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level I sebagai standar minimal untuk
Rumah Sakit Kelas D.
Lingkup pelayanan berdasarkan Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 :
1. Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level I di Rumah Sakit merupakan:
a) Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolongan pertama
pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway,
Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk
ventilator
b) Menetapkan diagnosis dan upaya penyelamalan jiwa
c) Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
d) Melakukan stabilisasi dan evakuasi
2. Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level II di Rumah Sakit
merupakan:
a) Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolongan pertama
pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway,
Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk
ventilator
b) Menetapkan diagnosis dan upaya penyelamatan jiwa
c) Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
d) Menetapkan diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-kasus
kegawatdaruratan
e) Penilaian Disability, Penggunaan obat, EKG, defibrilasi, Observasi
HCU/R. Resusitasi-ICU, Bedah cito.
3. Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level III di Rumah Sakit
merupakan:
a) Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolongan pertama
pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway,
Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk
ventilator
b) Menetapkan diagnosis dan upaya penyelamatan jiwa
c) Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
d) Menetapkan diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-kasus
kegawatdaruratan
e) Penilaian Disability, Penggunaan obat, EKG, defibrilasi, Observasi
HCU/R. Resusitasi-ICU, Bedah cito
f) Pelayanan keperawatan gawat darurat spesialistik (4 besar spesialis
seperti Anak, Kebidanan, Bedah dan Penyakit Dalam).
4. Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat Level IV di Rumah Sakit
merupakan:
a) Pelayanan gawat darurat 24 jam yang memberikan pertolongan pertama
pada pasien gawat darurat dengan permasalahan pada Airway,
Breathing, Circulation dengan alat-alat yang lebih lengkap termasuk
ventilator
b) Menetapkan diagnosis dan upaya penyelamatan jiwa
c) Mengurangi kecacatan dan kesakitan pasien sebelum dirujuk
d) Menetapkan diagnosis dan upaya penanggulangan kasus-kasus
kegawatdaruratan
e) Penilaian Disability, Penggunaan obat, EKG, defibrilasi, Observasi
HCU/R. Resusitasi-ICU, Bedah cito
f) Pelayanan keperawatan gawat darurat spesialistik (4 besar spesialis
seperli Anak, Kebidanan, Bedah dan Penyakit Dalam)
g) Pelayanan keperawatan gawat darurat sub spesialistik.
Sumber daya manusia berdasarkan Kemenkes RI tahun 2009
Sistem pelayanan kegawatdaruratan medik menurut Boswick tahun 1988
meliputi:
1. Badan pelayanan kedaruratan medik lokal dan regional
2. Penerangan dan pendidikan kesehatan
3. Mengetahui sistem apa, serta cara dan kapan ia digunakan (informasi)
4. Latihan pertolongan utama termasuk resusitasi kardiopulmonal (rkp)
5. Deteksi dan pemberitahuan
6. Sistem reaksi kendaraan peralatan tenaga
7. Bagian gawat darurat
8. Pelayanan dengan peralatan pelengkap (laboratorium, radiologi, unit
perawatan intensif dan lain-lain)
9. Konsultan dan rumah sakit rujukan
10. Rehabilitasi
11. Penilaian dan umpan balik bagi sistem.

D. Tugas dan kewenangan perawat


Tenaga keperawatan merupakan salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit
yang menentukan penilaian terhadap kualitas pelayanan kesehatan. Sehingga
pelayanan keperawatan yang prima secara psikologis merupakan sesuatu yang
harus dimiliki dan dikuasai oleh perawat (Kusnanto, 2004). Menurut Kusnanto
tahun 2004 fungsi perawat adalah :
1. Mengkaji kebutuhan pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat serta
sumber yang tersedia dan potensial untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
2. Merencanakan tindakan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat berdasarkan diagnosis keperawatan.
3. Melaksanakan rencana keperawatan meliputi upaya peningkatan kesehatan,
pencegahan penyakit, penyembuhan, pemulihan dan pemeliharaan kesehatan
termasuk pelayanan pasien dan keadaan terminal.
4. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan.
5. Mendokumentasikan proses keperawatan.
6. Mengidentifikasi hal-hal yang perlu diteliti atau dipelajari serta
merencanakan studi kasus guna meningkatkan pengetahuan dan
pengembangan ketrampilan dan praktek keperawatan.
7. Berperan serta dalam melaksanakan penyuluhan kesehatan kepada pasien,
keluarga, kelompok serta masyarakat.
8. Bekerja sama dengan disiplin ilmu terkait dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada pasien, keluarga, kelompok dan masyarakat.
9. Mengelola perawatan pasien dan berperan sebagai ketua tim dalam
melaksanakan kegiatan keperawatan.
Khusus untuk pelayanan keperawatan gawat darurat, setiap perawat melakukan
kegiatan berupa pengelolaan peralatan, kerjasama dengan tenaga kesehatan lain,
pasien dan keluarga pasuien, serta melakukan rujuan pasien (Kusnanto, 2004).
Pelayanan kegawatdaruratan memerlukan penanganan secara terpadu dan
dilakukan oleh multi disiplin dan multi profesi termasuk pelayanan keperawatan.
Pelayanan kegawatdaruratan sudah diatur dalam suatu sistem yang dikenal dengan
sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT). Sebagai salah satu bagian
dari pelayanan kegawatdaruratan, pelayanan keperawatan mengutamkan akses
kesehatan bagi korban yang bertujuan untuk mencegah dan mengurangi angka
kesakitan, kematian, dan kecacatan. Saat bekerja di rumah sakit, perawat
diharapkan mampu untuk melakukan triase, resusitasi dengan atau tanpa alat,
mengetahui prinsip stabilisasi dan terapi definitif, mampu bekerja dalam tim,
melakukan komunikasi dengan tim, pasien beserta keluarganya (Kemenkes RI,
2011). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014
Tentang keperawatan menjelaskan bahwasanya perawat:
1. Dalam keadaan darurat perawat dapat memberikan pertolongan pertama,
perawat dapat melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan
kompetensinya.
2. Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud bertujuan untuk menyelamatkan
nyawa klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut
3. Keadaan darurat yang dimaksud merupakan keadaan yang mengancam
nyawa atau kecacatan klien.
4. Keadaan darurat ditetepkan oleh perawat sesuai dengan hasil evaluasi
berdasarkan kelimuannya.
Mengacu pada kondisi pelayanan kegawatdaruratan menurut Departemen
Kesehatan Republik Indonesia tahun 2006 menyebutkan bahwasannya perawat
gawat darurat mempunyai peran dan fungsi:
1. Fungsi independen
Memiliki fungsi mandiri berkaitan dengan pemberian asuhan (care)
2. Fungsi dependen
Memiliki fungsi didelegasikan sepenuhnya atau sebagaian dari profesi lain
3. Fungsi kolaboratif
Melakukan kerja sama saling membantu dalam program kesehatan (perawat
sebagai anggota tim kesehatan).
Menurut Hamurwono (2002), untuk dapat melaksanakan peran dan fungsinya,
maka perawat gawat darurat harus memiliki kemampuan minimal sebagai berikut:
1. mengenal klasifikasi pasien
2. mampu mengatasi pasien : syok, gawat nafas, gagal jantung paru dan otak,
kejang, koma, perdarahan, kolik, status asthmatikus, nyeri hebat daerah
pinggul dan kasus ortopedi
3. mampu melaksanakan dokumentasi asuhan keperawatan gawat darurat
4. mampu melaksanakan komunikasi eksternal dan internal.
Prinsip-prinsip etik :
1. Beneficence : mengerjakan yang baik.
2. Nonmaleficence : tidak merugikan orang.
3. Otonomi : menghargai penentuan sendiri.
4. Kesetiaan : ketulusan hati
5. Altruistik : mementingkan klien
Isu legal dalam kegawatdaruratan keperawatan adalah sebagai berikut :
1. Negligence (kelalaian)
2. Malpractice (tindakan yang salah)
3. Good Samaritan Laws (status ini melindungi privasi pasien tetapi biasanya
tidak berlaku pada situasi gawat darurat biasa)
4. Informed consent
5. Implied consent
6. Kewajiban melaporkan tersangka kejahatan kepada polisi
7. Kewajiban mengumpulkan bukti pada investigasi kejahatan, mengerti tentang
kebijakan RS dan hukum yang berlaku untuk pengumpulan bukti.
Kinerja perawat di IGD berdasarkan implementasi asuhan keperawatan
kegawatdaruratan yaitu preparation, triage, basic life support (khususnya
pelaksanaan tahapan ABCD (Airway-Breathing_Circulation-Disability).

E. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian kegiatan praktik
keperawatan kegawatdaruratan yang diberikan kepada klien oleh perawat yang
berkompeten untuk memberikan asuhan keperawatan di IGD rumah sakit. Asuhan
keperawatan diberikan untuk mengatasi masalah secara bertahap mupun mendadak.
Proses keperawatan terdiri atas lima langkah meliputi:
1. Pengkajian
Proses pengumpulan data primer dan sekunder terfokus tentang status
kesehatan pasien gawat darurat di rumah sakit secara sistematik, akurat, dan
berkesinambungan. Pengkajian ini dapat memudahkan perawat untuk
menetapkan masalah kegawatdaruratan pasien dan rencana tindakan cepat,
tepat, dan cermat sesuai standar.
Standar: perawat gawat darurat harus melakukan pengkajian fisik dan
psikososial di awal dan secara berkelanjutan untuk mengetahui masalah
keperawatan klien dalam lingkup kegawatdaruratan.
Kriteria Proses:
a. Melakukan triase
b. Melakukan pengumpulan data melalui primary dan secondary survey
pada kasus gawat darurat di rumah sakit serta bencana internal dan
eksternal.
1) Primary Survey
Untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual atau
potensian dari kondiri life threatening (berdampak dalam
kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup)
A: Airway atau dengan kontrol servikal
B: Breathing dan ventilasi
C: Circulation dengan kontrol perdarahan
D: Disability pada kasus trauma, "Detibrilation, Drugs, Differential
Diagnosis" pada kasus non trauma
E: Exposure pad a kasus trauma, EKG , "Electrolite Imbalance"
pada kasus non trauma.
2) Secondary Survey
Dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada pengkaajian
primer diatasi. pengkajian sekunder meliputi pengkajian objektif dan
subjektif dari riwayat keperawatan dan pengkajian head to toe.
c. Melakukan re-triase
d. Mengumpulkan data hasil dari pemeriksaan penunjang medik
e. Mengelompokkan dan menganalisa data secara sistematis
f. Melakukan pendokumentasian dengan menggunakan format pengkajian
baku.
Krlteria Hasil:
a. Adanya dokumen pengkajian keperawatan gawat darurat yang telah terisi
dengan benar ditandatangani, nama jelas, diberi tanggal dan jam
pelaksanaan
b. Adanya rumusan masalah I diagnosa keperawatan gawat darurat.
2. Diagnosa Keperawatan
Masalah diagnosa keperawatan gawat darurat merupakan keputusan klinis
perawat tentang respon pasien terhadap masalah kesehatan aktual maupun
resiko yang mengancam jiwa. Masalah/diagnosa keperawatan yang
ditegakkan merupakan dasar penyusunan rencana keperawalan dalam
penyelamatan jiwa dan mencegah kecacatan.
Kriteria proses:
Menetapkan masalah/diagnosa keperawatan mencakup : masalah, penyebab,
tanda dan gejala (PES/PE) berdasarkan prioritas masalah.
Prioritas Masalah Keperawalan Gawat Darurat :
a. Gangguan jalan nalas,
b. Tidak efeklifnya bersihan jalan nafas,
c. Pola nafas tidak efektif,
d. Gangguan pertukaran gas,
e. Penurunan curah janlung,
f. Gangguan perfusi jaringan perifer,
g. Gangguan rasa nyaman
h. Gangguan volume cairan tubuh
i. Gangguan perfusi serebral,
j. Gangguan termoregulasi
3. Intervensi Keperawatan
Serangkaian langkah yang bertujuan unluk menyelesaikan masalah diagnosa
keperawatan gawat darurat berdasarkan prioritas masalah yang telah
ditetapkna baik secara mandiri maupun melibatkan tenaga kesehatan lain
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Rencana tindakan keperawatan
gawat darurat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan tindakan
keperawatan yang sistematis dan efektif.
Kriteria Struktur :
a. Adanya rumusan tujuan dan krileria hasil
b. Adanya rumusan rencana tindakan keperawatan.
Kriteria Proses :
a. Menetapkan tujuan tindakan keperawatan penyelamatan jiwa dan
pencegahan kecacatan sesuai dengan kriteria SMART (Spesific,
Measureable, Achieveable, Realiable, Time)
b. Menetapkan rencana tindakan dari tiap-tiap diagnosa keperawatan
c. Mendokumentasikan rencana keperawatan.
Kriteria Hasil:
a. Tersusunnya rencana tindakan keperawatan gawat darurat yang mandiri
dan kolaboralif
b. Ada rencana tindakan keperawatan didokumentasikan pada catatan
keperawatan.
4. Implementasi
Perawat melaksanakan tindakan keperawatan yang lelah diidentifikasi dalam
rencana asuhan keperawatan gawat darurat. Perawat mengimplementasikan
rencana asuhan keperawatan gawat darurat untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Kriteria Proses:
a. Melakukan tindakan keperawatan mengacu pada standar prosedur
operasional yang telah ditentukan sesuai dengan tingkat kegawatan
pasien, berdasarkan prioritas tindakan :
1) Pelayanan keperawatan gawat darurat rumah sakit:
a) Melakukan triase
b) Melakukan tindakan penanganan masalah penyelamatan jiwa dan
pencegahan kecacatan
c) Melakukan tindakan (mandiri dan kolaborasi) sesuai dengan
masalah keperawatan yang muncul.
b. Melakukan monitoring respon pasien terhadap tindakan keperawatan
c. Mengutamakan prinsip keselamatan pasien (patient safety), dan privacy
d. Menerapkan prinsip standar baku (standar precaution)
e. Mendokumentasikan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil
a. Adanya dokumen tentang tindakan keperawatan serta respon pasien
b. Ada dokumen tentang pendelegasian tindakan medis (standing order).
5. Evaluasi
Penilaian perkembangan kondisi pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan gawat darurat mengacu pada kriteria hasil. Evaluasi dilakukan
setiap jam, kecuali pasien emergency setiap 15 menit. Evaluasi ada 2 yaitu
proses dan hasil.
Kriteria Proses:
a. Melakukan evaluasi terhadap respon pasien pada setiap tindakan yang
diberikan (evaluasi proses),
b. Melakukan evaluasi dengan cara membandingkan hasil tindakan dengan
tujuan dan kriteria hasil yang ditetapkan (evaluasi hasil),
c. Melakukan re-evaluasi dan menentukan tindak lanjut,
d. Mendokumentasikan respon klien terhadap intervensi yang diberikan.
Kriteria Hasil
Ada dokumen hasil evaluasi menggunakan pendekatan SOAP pada tiap
masalah diagnosa keperawatan.
F. Format Asuhan Keperawatan Gawat Darurat
G. Sistem Rujukan Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001
Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan yaitu:
1. Sistem Rujukan
Sistem rujukan pelayanan kesehatan merupakan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab
pelayanan kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal.
Ada beberapa poin yang berkaitan dengan sistem rujukan yaitu:
a) Pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang, sesuai kebutuhan
medis dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
b) Pelayanan kesehatan tingkat kedua hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan kesehatan tingkat pertama.
c) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga hanya dapat diberikan atas rujukan
dari pelayanan kesehatan tingkat kedua atau tingkat pertama.
d) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama.
e) Ketentuan di atas dikecualikan pada keadaan gawat darurat, bencana,
kekhususan permasalahan kesehatan pasien, dan pertimbangan
geografis.
f) Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang merupakan peserta jaminan
kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi pelayanan
kesehatan.
g) Peserta asuransi kesehatan komersial mengikuti aturan yang berlaku
sesuai dengan ketentuan dalam polis asuransi dengan tetap mengikuti
pelayanan kesehatan yang berjenjang.
h) Setiap orang yang bukan peserta jaminan kesehatan atau asuransi
kesehatan sosial, sebagaimana dimaksud pada poin (f) dapat mengikuti
sistem rujukan.
Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas, pemerataan dan peningkatan
efektifitas pelayanan kesehatan, rujukan dilakukan ke fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat yang memiliki kemampuan pelayanan sesuai kebutuhan
pasien.
2. Tata Cara Rujukan
a) Rujukan dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal.
b) Rujukan vertikal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan yang
berbeda tingkatan.
c) Rujukan horizontal merupakan rujukan antar pelayanan kesehatan
dalam satu tingkatan. Rujukan horizontal dilakukan apabila perujuk
tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang
sifatnya sementara atau menetap.
d) Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih
rendah ke tingkatan pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
1) Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub
spesialistik;
2) Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan.
Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan pelayanan yang lebih
tinggi ke tingkatan pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:
1) Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan
pelayanan kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi
dan kewenangannya;
2) Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua
lebih baik dalam menangani pasien tersebut;
3) Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
4) Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan
dan/atau ketenagaan.
3. Pembiayaan
a. Pembiayaan rujukan dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku pada
asuransi kesehatan atau jaminan kesehatan.
b. Pembiayaan rujukan bagi pasien yang bukan peserta asuransi kesehatan
atau jaminan kesehatan menjadi tanggung jawab pasien dan/atau
keluarganya.
Setiap pemberi pelayanan kesehatan berkewajiban merujuk pasien bila
keadaan penyakit atau permasalahan kesehatan memerlukannya, kecuali dengan
alasan yang sah dan mendapat persetujuan pasien atau keluarganya. Alasan yang
sah sebagaimana dimaksud adalah pasien tidak dapat ditransportasikan atas alasan
medis, sumber daya, atau geografis. Rujukan harus mendapatkan persetujuan dari
pasien dan/atau keluarganya. Persetujuan diberikan setelah pasien dan/atau
keluarganya mendapatkan penjelasan dari tenaga kesehatan yang berwenang.
Penjelasan sekurang-kurangnya meliputi:
1. Diagnosis dan terapi dan/atau tindakan medis yang diperlukan;
2. Alasan dan tujuan dilakukan rujukan;
3. Risiko yang dapat timbul apabila rujukan tidak dilakukan;
4. Transportasi rujukan; dan
5. Risiko atau penyulit yang dapat timbul selama dalam perjalanan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:
1. Perujuk sebelum melakukan rujukan harus:
a) Melakukan pertolongan pertama dan/atau tindakan stabilisasi kondisi
pasien sesuai indikasi medis serta sesuai dengan kemampuan untuk
tujuan keselamatan pasien selama pelaksanaan rujukan;
b) Melakukan komunikasi dengan penerima rujukan dan memastikan
bahwa penerima rujukan dapat menerima pasien dalam hal keadaan
pasien gawat darurat; dan
c) Membuat surat pengantar rujukan untuk disampaikan kepada penerima
rujukan.
2. Dalam melakukan komunikasi, penerima rujukan berkewajiban:
a) Menginformasikan mengenai ketersediaan sarana dan prasarana serta
kompetensi dan ketersediaan tenaga kesehatan; dan
b) Memberikan pertimbangan medis atas kondisi pasien.
3. Surat pengantar rujukan sekurang-kurangnya memuat:
a) Identitas pasien;
b) Hasil pemeriksaan (anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang) yang telah dilakukan;
c) Diagnosis kerja;
d) Terapi dan/atau tindakan yang telah diberikan;
e) Tujuan rujukan; dan
f) Nama dan tanda tangan tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan.
4. Transportasi untuk rujukan dilakukan sesuai dengan kondisi pasien dan
ketersediaan sarana transportasi.
5. Pasien yang memerlukan asuhan medis terus menerus harus dirujuk dengan
ambulans dan didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten.
6. Jika tidak tersedia ambulans pada fasilitas pelayanan kesehatan perujuk,
rujukan, dapat dilakukan dengan menggunakan alat transportasi lain yang
layak.
7. Rujukan dianggap telah terjadi apabila pasien telah diterima oleh penerima
rujukan.
8. Penerima rujukan bertanggung jawab untuk melakukan pelayanan
kesehatan lanjutan sejak menerima rujukan.
9. Penerima rujukan wajib memberikan informasi kepada perujuk mengenai
perkembangan keadaan pasien setelah selesai memberikan pelayanan.

H. Standar Timbang Terima Pasien di Ruang IGD


Dalam melakukan timbang terima pasien di Ruang IGD harus memperhatikan
banyak hal. Menurut Standar Operasional Prosedur Bunda Maternal Hospital,
dalam melakukan timbang terima pasien IGD memiliki beberapa prosedur, yaitu :
1. Pasien yang akan dipindahkan, dirapikan dan disiapkan alat bantunya.
2. Pasien yang akan dipindah harus memakai gelang identitas pasien dan
menandatangani surat persetujuan tindakan medis.
3. Informasikan ke ruang rawat inap untuk bersiap-siap menerima pasien
melalui telepon.
4. Antar pasien ke unit tujuan minimal dengan 1 orang Perawat dengan
menggunakan kursi roda,stretcher atau tempat tidur pasien,disesuaikan
dengan kondisi pasien.
5. Serah terima dilakukan oleh petugas IGD yang memindahkan kepada petugas
kesehatan penanggung jawab rawat inap.
6. Informasi serah terima untuk ke unit rawat inap biasa meliputi sedikitnya :
a. Identitas pasien minimal nama lengkap dan rekam medik pasien.
b. Diagnosis kerja/diagnosis masuk yang dibuat oleh dokter IGD
c. Kondisi terakhir (tanda vital dan kesadaran)
d. Rencana / instruksi penanganan yang diberikan oleh dokter IGD pasien
termasuk rencana diit.
e. Tindakan dan/atau obat yang telah diberikan di unit-unit ambulatory maupun
di IGD.
f. Obat-obat apa yang ada / di bawa oleh pasien maupun obat yang telah diambil
dari farmasi untuk pasien.
g. Riwayat alergi pasien.
7. Petugas yang menerima pasien mencatat semua informasi yang diberikan
8. Petugas yang menerima pasien melakukan readback informasi yang dicatat
tersebut dan mengkonfirmasikannya
9. Pastikan bahwa serah terima tidak ada yang terlewat, bila ada yang kurang
dimengerti dapat ditanyakan.
10. Dokumentasikan kegiatan yang meliputi sedikitnya tanggal kegiatan, siapa
yang mengantar pasien dan siapa yang menerima pasien.
11. Rapikan kembali alat-alat yang sudah tidak digunakan oleh pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Boswick, John A. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta:EGC

Departemen Kesehatan. 2006. Pedoman Manajemen Sumber Daya manusia (SDM)


Kesehatana dalam Penanggulangan Bencana. Jakarta: Departemen
Kesehatan

Hamurwono, Guntur Bambang. 2002. Kebijakan Deparetemen Kesehatan dalam


pengembangan SPGDT.

Hartanto. 2013. Standar Prosedur Operasional serah terima pasien antar ruangan.
Semarang: Bunda Maternal Hospital

Herkutanto. 2007. Aspek Medikolegal Pelayanan Gawat Darurat. Maj Kedokt


Indon. Vol 57. No 2

Kementerian Kesehatan RI. 2009. Standar Instalasi Gawat Darurat ( Igd ) Rumah
Sakit Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009

___. 2010. Standar pelayanan keperawatan gawat darurat

___. 2011. Standar Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat di Rumah


Sakit. Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan & Keteknisian Medik
Kementerian Kesehatan RI

Kusnanto. 2004. Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Numed

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 Tentang
Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan Perorangan

___ Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Sistem Penanggulangan Gawat Darurat


Terpadu

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Pasal 35 Tentang


Tugas dan Wewenang Perawat

___ Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit

Anda mungkin juga menyukai