Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

LANSIA DENGAN ARTHRITIS GOUT


DI PANTI WREDHA DHARMA BAKTI
SURAKARTA

Disusun guna memenuhi tugas


Stase Praktek Klinik Keperawatan Gerontik

Disusum oleh :

Yetiana Valentin Puspaningrum


J.230.135.048

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2014
LANJUT USIA
a. Pengertian
Menurut Hawari (2007), lansia merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap stres
fisiologis. Kegagalan tersebut berkaitan dengan penurunan daya kemampuan
untuk hidup serta peningkatan kepekaan secara individual.

b. Fisiologi Lansia
Proses penuaan seseorang berarti normal dan berlangsung terus menerus secara
alamiah. Menua merupakan proses penuaan fungsi struktural tubuh yang diikuti
penurunan daya tahan tubuh. Semua orang akan mengalami masa tua, akan
tetapi penuaan pada seseorang berbeda-beda tergantung pada berbagai faktor
yang mempengaruhinya, diantaranya yaitu faktor hereditar, nutrisi, stress, status
kesehatan dan lain-lainnya. (Stanley, 2007).

c. Klasifikasi Lansia
Menurut Nugroho (2004), lansia dikategorikan menjadi beberapa kelompok ,
diantaranya :

1) Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45-59 tahun.


2) Lansia (elderly) antara usia 60-70 tahun.
3) Lansia tua (old) antara usia 75-90 tahun.
4) Usia sangat tua (very old) 90 tahun keatas.
d. Teori Proses Menua
Menurut Nugroho (2004), proses menua bukan suatu penyakit tetapi
merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh menghadapi rangsangan dari
dalam maupun dari luar tubuh. Menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang
mencapai usia dewasa, misalnya dengan kejadian kehilangan jaringan pada otot,
susunan saraf, dan jaringan lain.

e. Perubahan Fisiologis Pada Lansia


Menurut Fatmah (2010), perubahan fisiologis pada lansia dibagi menjadi
dua, yaitu :

1) Penurunan Fungsi Panca Indera


a) Penglihatan : penurunan kemampuan penglihatan pada lansia terjadi
dibola mata, diantaranya lensa mata, iris, pupil, badan kaca, dan
retina.
b) Pendengaran : penurunan pendengaran pada lansia dikarenakan
degenerasi primer diorgan korti berupa hilangnya sel epitel saraf
yang biasa dimulai pada usia pertengahan.
c) Peraba (kulit) : perubahan fisiologis pada lansia mudah untuk dilihat
dengan mata telanjang. Ini dikarenakan terjadinya atrofi pada
epidermis dan atrofi pada kelenjar keringat pada kulit.
2) Penurunan Sistem Tubuh
a) Sistem imun : merupakan mekanisme yang betindak sebagai
pertahanan tubuh terhadap bahaya yang ditimbulkan berbagai bahan
dalam linkungan hidup.
b) Sistem saraf : pada lansia umumnya terjadi penurunan berat otak 10-
20%. Selain itu terjadi peningkatan resiko demensia vaskular, hal
tersebut dikarenakan terjadinya penebalan intima pada pembuluh
darah akibat ateroskerosis dan tunika media dapat menyebabkan
terjadinya dimensia vaskular, stroke, dan serangan iskemik sesaat
(transient ischaemic attack, TIA).
c) Sistem pencernaan : masalah yang muncul pada sistem pecernaan
lansia adalah anoreksia. Hal ini terjadi perubahan kemampuan
digesti dan absorpsi yang terjadi akibat hilangnya opioid endogen
dan efek berlebihan dari kolesistokin.
d) Sistem pernafasan : lansia rentan terhadap gangguan paru-paru dan
pernapasan. Ini disebabakan karena terjadi radang paru-paru
(pneumonia), tuberkulosis, bronkitis, emfisema, dan turunnya daya
tahan paru-paru akibat rokok atau polusi udara.
e) Sistem endokrin : penyakit metabolik yang terjadi pada lansia adalah
diabetes melitus dan osteoporosis.
f) Sistem muskuloskeletal : terjadi pengurangan kelenturan kekuatan
otot, dan daya tahan sistem muskuloskeletal pada lansia mendapat
perhatian lebih, kemudian dilakukan latihan otot.
g) Sistem kardiovaskular : bertambahnya usia tidak mempengaruhi
penurunan organ jantung seperti organ tubuh lainnya, bahkan
jantung pada lansia biasanya membesar. Penyakit yang berkaitan
dengan kardiovaskular adalah hipertensi, penyakit jantung koroner,
jantung pulmonik, kardiomiopati, dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Fatmah. 2010. Gizi Usia Lanjut. Jakarta : PT Penerbit Erlangga.

Hawari. D., 2007. Sejahtera di Usia Senja. Jakarta : FKUI.

Joint National Committee VII. 2003. US Departement of Healt and Human


Services. NIH Publications.

Nugroho W. 2004. Keperawatan gerontik. Jakarta : EGC


Stanley M & Beare, P. G. 2006. Buku Saku Keperawatan Gerontik. Edisi 2 (N.
Junianti dan S. Kuraningsih, penerjemah ). Jakarta : EGC.

ASAM URAT (ARTHRITIS GOUT)

A. PENGERTIAN GOUT
Artritis gout adalah suatu sindrom klinis yang mempunyai gambaran
khusus, yaitu artritis akut. Merupakan jenis penyakit reumatik yang
pelaksanaannya mudah dan efektif. ( Sjaifoellah, 2005)
Gout (pirai) merupakan kelompok keadaan heterogenous yang
berhubungan dengan defek genetik pada metabolisme purin (hiperurisemia). (
(Smeltzer, 2006).
Artritis gout merupakan suatu sindrom klinis yang mempunyai gambaran
khusus yaitu arthritis akut berhubungan dengan gangguan kinetic asam urat
(hiperurisemia). Arthritis gout lebih banyak pada pria daripada wanita. Pada
pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan wanita pada masa
menopause. ( Mansjoer, 2001)

B. ETIOLOGI
Penyebab gout tidak diketahui, tetapi beberapa kasus menunjukkan
adanya hubungan dengan defek genetik dalam metabolisme purin.
Imkompletnya metabolisme purin menyebabkan pembentukan kristal asam urat
di dalam tubuh atau menimbulkan over produksi asam urat. Over produksi
asam urat ini dapat juga terjadi secara sekunder akibat beberapa penyakit antara
lain:
a. Sickle cell anemia
b. Kanker maligna
c. Penyakit ginjal
Penurunan fungsi renal akibat penggunaan obat dalam waktu yang
lama (diuretik) dapat menyebabkan penurunan ekskresi asam urat dari ginjal.
Penyebab Gout dapat terjadi akibat hiperusemia yang di sebabkan
oleh diet yang ketat atau starpasi, asupan makanan kaya purin (jeroan) yang
berlebihan atau kelainan Herediter.
Gout secara tradisional dibagi menjadi bentuk primer (90%) dan
sekunder (10%):

a. Gout primer
Adalah kasus gout di mana penyebabnya tidak diketahui atau akibat
kelainan proses metabolisme dalam tubuh. Sekitar 90% pasien gout primer
adalah laki-laki yang umumnya berusia lebih dari 30 tahun. sementara
gout pada wanita umumnya terjadi setelah menopause. Diperkirakan
bahwa gout terjadi pada 840 orang setiap 100.000 orang.
b. Gout sekunder
Adalah kasus di mana penyebabnya dapat diketahui. Penyakit gout
sekunder disebabkan antara lain karena meningkatnya produksi asam urat.
Produksi asam urat meningkat bisa disebabkan oleh diet atau
mengkonsumsi makanan yang kaya purin. Purin adalah salah satu
senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel)
dan termasuk dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein.
Gout sangat terkait dengan obesitas, hipertensi, hiperlipidemia, dan
diabetes mellitus. (Sylvia A. Prrice, 2006)

C. PATOFISIOLOGI
Hiperurisemia ( konsentrasi asam urat dalam serum yang lebih besar
dari 7,0 mg/dl) dapat (tetapi tidak selalu) menyebabkan penumpukan kristal
monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan
atau penurunan mendadak kadar asam urat serum. Kalau kristal urat
mengendap dalam sebuah sendi, respon inflamasi akan terjadi dan serangan
gout dimulai. Dengan serangan yang berulang-ulang, penumpukan kristal
natrium urat yang dinamakan tofus akan mengendap dibagian perifer tubuh
seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga. Nefro lititiasis urat (batu ginjal) dengan
penyakit renalkronis yang terjadi sekunder akibat penumpukan urat dapat
timbul.
Gambaran kristal urat dalam cairan sinovial sendi yang asimtomatik
menunjukkan bahwa faktor-faktor non kristal mungkin berhubungan dengan
reaksi imflamasi. Kristal monosodium urat yang ditemukan tersalut dengan
imunoglobulin yang terutama berupa Ig G. Ig G akan meningkatkan fagositosis
kristal dan dengan demikian memperlihatkan aktifitas Imunologik.

Perjalanan penyakit gout sangat khas dan mempunyai tiga tahapan, yaitu:

1. Tahap pertama disebut tahap artritis gout akut.

Pada tahap ini penderita akan mengalami serangan artritis yang khas
dan serangan tersebut akan menghilang tanpa pengobatan dalam waktu 5-7
hari. Karena cepat menghilang, maka sering penderita menduga kakinya
keseleo atau kena infeksi sehingga tidak menduga terkena penyakit gout
dan tidak melakukan pemeriksaan lanjutan.

Setelah serangan pertama, penderita akan masuk pada gout


interkritikal. Pada keadaan ini penderita dalam keadaan sehat selama jangka
waktu tertentu. Jangka waktu antara seseorang dan orang lainnya berbeda.
Ada yang hanya satu tahun, ada pula yang sampai 10 tahun, tetapi rata-rata
berkisar 1-2 tahun. Panjangnya jangka waktu tahap ini menyebabkan
seseorang lupa bahwa ia pernah menderita serangan artritis gout akut.

2. Tahap kedua disebut sebagai tahap artritis gout akut intemiten.


Setelah melewati masa gout interkritikal selama bertahun-tahun
tanpa gejala, penderita akan memasuki tahap ini, ditandai dengan serangan
artritis yang khas. Selanjutnya penderita akan sering mendapat serangan
(kambuh) yang jarak antara serangan yang satu dan serangan berikutnya
makin lama makin rapat dan lama, serangan makin lama makin panjang,
serta jumlah sendi yang terserang makin banyak.

3. Tahap ketiga disebut sebagai tahap artritis gout kronik bertofus.

Tahap ini terjadi bila penderita telah menderita sakit selama 10


tahun atau lebih. Pada tahap ini akan terjadi benjolan-benjolan di sekitar
sendi yang sering meradang yang disebut sebagai tofus. Tofus ini berupa
benjolan keras yang berisi serbuk seperti kapur yang merupakan deposit
dari kristal monosodium urat. Tofus ini akan mengakibatkan kerusakan
pada sendi dan tulang di sekitarnya. Tofus pada kaki bila ukurannya besar
dan banyak akan mengakibatkan penderita tidak dapat menggunakan sepatu
lagi

D. TANDA DAN GEJALA


1. Gout Arthritis Akut
a. Diakibatkan oleh trauma, konsum alkohol, atau stress
b. Biasanya monoartikuler. menyerang sendi metatarsofalangeal dari ibu
jari, ankle, lutut, tumit atau siku
c. Nyeri Akut
d. Terlihat warna kemerahan pada sendi yang terserang. panas, bengkak,
dan sendi lembut.
e. Demam
f. Malaise
g. Peningkatan angka leukosit (WBC) dan sedimane rate
2. Gout Tofi Kronik
a. Terdapat tofi yaitu nodul yang berwarna kemerahan yang dapat
digerakkan, sering terjadi pada helik daun telinga, jaringan disekeliling
sendi dan bursae, terutama mengelilingi siku dan lutut, disepanjang
tendon jari, tumit, ankle dan pergelangan tangan, dipermukaan ulnar
tangan, disepanjang kaki serta pada dearah-daerah tertekan. Kulit pada
area tofi mengalami ulserasi, pengeluaran eksudat yang berisi sel
inflamase dan kristal urat.
b. Range of motion terbatas dan kekakuan sendi
c. Ulserasi pada tofi dengan mengeluarkan eksudat

Berikut pernyataan dari The American Rheumatism Association,


tentang kriteria diagnosa untuk penyakit gout adalah:

a. Adanya kristal urat yang khas dalam cairan sendi


b. Thopus (benjolan asam urat ) terbukti mengandung kristal urat
berdasarkan pemeriksaan kimiawi dan mikroskopik. Meliputi :
1) Lebih dari sekali mengalami serangan arthritis akut
2) Terjadi peradangan secara maksimal dalam satu hari
3) Oligoarthritis (jumlah sendi yang meradang kurang dari empat)
4) Kemerahan di sekitar sendi yang meradang
5) Sendi metatarsophalangeal pertama (ibu jari kaki) terasa sakit atau
membengkak
6) Serangan unilateral pada sendi tarsal (jari kaki)
7) Hiperuricemia (kadar asam urat dalam darah lebih dari 7,5 mg/dL)
E. PATHWAY

Metabolisme Purin

Hiperurisemia &serangan sinovitis akut berulang Genetik

Penimbunan kristal urat

Penumpukan kristal monosodium penumpukan kristal natrium


Urat pd synovial sendi urat

Respon inflamasi pengendapan asam urat

Kemerahan pd sendi yg terserang, penumpukan reaksi inflamasi


panas, bengkak,sendi lembut pd jaringan perifer

terbentuk tofus
Kerusakan
Nyeri akut kerusakan pd sendi tulang
integritas kulit
Gangguan
pola tidur
Kerusakan mobilitas fisik

Gangguan citra diri


F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang sering terjadi akibat gout arthritis antara lain :
1. Deformitas pada persendian yang terserang
2. Urolitiasis akibat deposit kristal urat pada saluran kemih
3. Nephrophaty akibat deposit kristal urat dalam interstisial ginjal
G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan gout tergantung dari tahap penyakitnya (seperti telah di
jelaskan dalam segmen patofisiologi).
1. Hiperuricemia asimtomatik biasanya tidak membutuhkan pengobatan.
2. Gout arthritis akut diobati dengan anti inflamasi non steroid (NSAID)
atau kolkisin. Obat ini diberikan dalam disis tinggi untuk mcnurunkan
peradangan sendi. Kemudian dosis diturunkan secara bertahap dalam
beberapa hari.
3. Gout tofi kronik diobati dengan tujuan menurunkan produksi asam
urat atau meningkatkan produksi asam urat oleh ginjal. Obat
Alopurinol menghambat produksi asam urat dari prekursornya
(Xantin dan hipoxantin) dengan menghambat enzim xantin oksidase.
Obat ini dapat diberikan dalam dosis yang memudahkan yaitu sekali
sehari. Obat-obat urikosurik dapat meningkatkan ekskresi asam urat
dengan menghambat reabsorpsi asam urat oleh tubulus ginjal. Supaya
agen-agen urikosurik bekerja dengan efektif, maka dibutuhkan fungsi
ginjal yang memadai. Pada keadaan ini perlu dilakukan test fungsi
ginjal (Clearence creatinin test). Pada ginjal normal nilai clearence
crealinin test adalah 115-120 ml/mt.

Probenesid dan Sulfinpirazan adalah dua jenis agen urikosurik yang


sering digunakan. Jika seorang pasien menggunakan agen urikosurik, maka
ia memerlukan masukan cairan sekurang-kurangnya 1500 ml/hari agar
dapat meningkatkan ekskresi asam urat. Semua produk aspirin harus di
hindari, karena menghambat kerja urikosurik dari obat-obatan itu.

1. Penatalaksanaan medis :
Obat Dosis Efek Samping Tindakan Perawat
Probenecid 0,5 gram 2xSakit kepala, mual,
1. Doronglah pasien
(Benemid) sehari muntah, anoreksia,untuk mengkonsumsi
frekuensi urinari banyak air untuk
mengurangi formasi
kalkulus.
2. Monitorlah level
asam urik serum.
3. Minumlah dengan
makanan atau antasida.
4. Hindari penggunaan
salisilat secara
bersamaan (akan
menurunkan efek
uricosuric).

Sulfinpyrazone 400 – 800Gangguan 1. Berikan dengan


(Anturane) mg/hari gastrointestinal atasmakanan, susu atau
(mual, gangguanantasida.
pencernaan) 2. ; Berikan konsumsi air
reaktivasi penyakityang banyak.
ulcer peptic

Allopurinal 200 – 600Ruam pada kulit,


1. Monitorlah fungsi
penghambat mg/hari demam, dingin,ginjal dan liver pada
asam urik depresi sumsumbulan – bulan awal.
(Zyloprim) tulang, iritasi
2. Berikan dengan
gastrointestinal makanan.
3. Berikan konsumsi air
yang banyak.
4. Berikan alkaline
urine (hindari
pemberian vitamin C
dalam dosis besar).
Colchicine 0,5 – 1,8Depresi sumsum
1. Monitorlah darah
mg/hari tulang, anemiasecara komplit untuk
(prophylaxis) ;aplastik, discrasias darah
0,5 – 1,2 mggranulositopenia, dengan penggunaan
setiap 1 – 2leukopenia, jangka panjang.
jam (serangantrombositopenia, 2. Hindarkan alkohol
akut) mual, muntah, diare,saat meminum obat
kram, ruam kulit. (meningkatkan
toksisitas gastrik dan
menurunkan
keefektifan obat).
3. Obat diberikan
dengan makanan.
4. Jangan memberikan
lebih dari 12 tablet
dalam 24 jam.
5. Berikan saat ada
tanda pertama
serangan.
6. Berikan dosis
intravena setelah 2 – 5
menit.
7. Jangan diberikan
dengan dextrose 5%
atau air bakteriostatic.
8. Berikan kompres
dingin dan jika terjadi
ekstravasasi berikan
analgesik.
9. Jangan memberi lebih
dari 4 mg/24 jam
dengan cara melewati
pembuluh darah.

2. Penatalaksanaan keperawatan :
Penatalaksanaan keperawatan adalah kombinasi pengistirahatan sendi dan
terapi makanan/diit.
Pengistirahatan sendi meliputi pasien harus disuruh umtuk meninggikan
bagian yang sakit untuk menghindari penahanan beban dan tekanan yang berasal
dari alas tempat tidur dan memberikan kompres dingin untuk mengurangi rasa
sakit.
Terapi makanan mencakup pembatasan makanan dengan kandungan purin
yang tinggi, alkohol serta pengaturan berat badan. Perawat harus mendorong pasien
untuk minum 3 liter cairan setiap hari untuk menghindari pembentukan calculi
ginjal dan perintahkan untuk menghindari salisilat.
Pola diet yang harus diperhatikan adalah :
1. Golongan A ( 150 - 1000 mg purin/ 100g ) :
Hati, ginjal, otak, jantung, paru, lain-lain jerohan, udang, remis, kerang,
sardin, herring, ekstrak daging, ragi (tape), alkohol, makanan dalam
kaleng
2. Golongan B ( 50 - 100 mg purin/ 100g ) :
Ikan yang tidak termasuk gol.A, daging sapi, kacang-kacangan kering,
kembang kol, bayam, asparagus, buncis, jamur, daun singkong, daun
pepaya, kangkung
3. Golongan C ( < 50mg purin/ 100g ) :
Keju, susu, telur, sayuran lain, buah-buahan
4. Bahan makanan yang diperbolehkan :
a. Semua bahan makanan sumber karbohidrat, kecuali havermout
(dalam jumlah terbatas)
b. Semua jenis buah-buahan
c. Semua jenis minuman, kecuali yang mengandung alkohol
d. Semua macam bumbu
5. Bila kadar asam urat darah >7mg/dL dilarang mengkonsumsi bahan
makanan gol.A, sedangkan konsumsi gol.B dibatasi
6. Batasi konsumsi lemak
7. Banyak minum air putih

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Serum asam urat
Umumnya meningkat, diatas 7,5 mg/dl. Pemeriksaan ini
mengindikasikan hiperuricemia, akibat peningkatan produksi asam urat
atau gangguan ekskresi.
2. Angka leukosit
Menunjukkan peningkatan yang signifikan mencapai 20.000/mm3
selama serangan akut. Selama periode asimtomatik angka leukosit masih
dalam batas normal yaitu 5000 - 10.000/mm3.
3. Eosinofil Sedimen rate (ESR)
Meningkat selama serangan akut. Peningkatan kecepatan sedimen rate
mengindikasikan proses inflamasi akut, sebagai akibat deposit asam urat
di persendian.
4. Urin spesimen 24 jam
Urin dikumpulkan dan diperiksa untuk menentukan produksi dan
ekskresi dan asam urat. Jumlah normal seorang mengekskresikan 250 -
750 mg/24 jam asam urat di dalam urin. Ketika produksi asam urat
meningkat maka level asam urat urin meningkat. Kadar kurang dari 800
mg/24 jam mengindikasikan gangguan ekskresi pada pasien dengan
peningkatan serum asam urat.
Instruksikan pasien untuk menampun semua urin dengan peses atau
tisu toilet selama waktu pengumpulan. Biasanya diet purin normal
direkomendasikan selama pengumpulan urin meskipun diet bebas purin
pada waktu itu diindikasikan.
5. Analisis cairan aspirasi dari sendi yang mengalami inflamasi akut atau
material aspirasi dari sebuah tofi menggunakan jarum kristal urat yang
tajam, memberikan diagnosis definitif gout.
6. Pemeriksaan radiografi
Dilakukan pada sendi yang terserang, hasil pemeriksaan akan
menunjukkan tidak terdapat perubahan pada awal penyakit, tetapi setelah
penyakit berkembang progresif maka akan terlihat jelas/area terpukul
pada tulang yang berada di bawah sinavial sendi.
(Charlene J. Reeves.dkk, 2001)

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian.
a. Identitas pasien.
b. Keluhan utama: Nyeri pada daerah persendian.
c. Riwayat kesehatan
- Riwayat adanya faktor resiko
- Peningkatan kadar asam urat serum.
- Riwayat keluarga positif gout
d. Pola ADL
- persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
· Keluhan utamanya nyeri yang berat pada ibu jari kaki atau
sendi lain
· Pencegahan penyerangan dan bagaimana cara mengatasi
atau mengurangi serangan.
· Riwayat gout artritis di dalam keluarga
· Obat untuk mengatasi gout
- Pola nutrisi dan metabolik
· Peningkatan berat badan
· Peningkatan suhu tubuh
- Pola aktivitas dan latihan
· Respon sentuhan pada sendi dan mcnjaga daerah sendi yang
terkena.
· Sendi bengkak dan merah (pertama metatarsal, sendi tarsal,
pergelangan kaki, lutut atau siku).
- Pola persepsi dan konsep diri
· Rasa cemas dan takut untuk melakukan gerakan atau
aktifitas.
· Pesepsi Diri dalam melakukan mobilitas.
e. Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajin fungsi muskuluskletal
dapat menunjukan :
- Ukuran sendi normal dengan mobilitas penuh bila pada remisi
- Tofu dengan gout kronis. Ini temuan paling bermakna.
- Laporan episode serangan gout.
f. Pemeriksaan diagnostik.
 Kadar asam urat serum meningkat.
 Laju sedimentasi eritrosit (LSE) meningkat.
 Kadar asam urat urine dapat normal atau meningkat.
 Analisis cairan sinovial dari sendi terinflamasi atau tofi
menunjukan kristal urat monosodium yang membuat diagnosis.
 Sinar X sendi menunjukan massa tofaseus dan destruksi tulang
dan perubahan sendi.

2. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi
2) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri persendian
3) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri secara berulang
4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan mobilitas fisik,
inflamasi.
5) Gangguan citra diri berhubungan dengan biofisik, perubahan bentuk tubuh
karena penyakit

3. Rencana Asuhan Keperawatan


Dx.
No. Tujuan & KH Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akutSetelah dilakukan Kaji skala nyeri PQRST  Membantu dalam
berhubungan tindakan mengendalikan
dengan proseskeperawatan kebutuhan manajemen
inflamasi selama x24 nyeri dan keefektifan
jam,diharapkan program.
nyeri pasien Berikan posisi yang
berkurang / nyaman, sendi yang  Istirahat dapat
hilang. nyeri (kaki) menurunkan metabolisme
KH : diistirahatkan dan setempat dan mengurangi
Pasien melaporkan diberikan bantalan. pergerakan pada sendi
adanya yang sakit. Bantalan yang
penurunan rasa empuk/lembut akan
nyeri mencegah pemeliharaan
Pasien tau dan kesejajaran tubuh yang
mau melakukan tepat dan menempatkan
tekhnik stress pada sendi yang
manajemen nyeri sakit.
non farmakologis
Pasien tampak  Pemberian kompres
rileks Berikan kompres hangat dapat memberikan efek
atau dingin. vasodilatasi dan keduanya
mempunyai efek
vasodilatasi dan keduanya
mempunyai efek
membantu pengeluaran
endortin dan dingin dapat
menghambat impuls-
impuls nyeri.
 Bila terjadi iriitasi
maka akan semakin nyeri.
Bila terjadi luka akibat
tofi yang pecah maka
Cegahlah agar tidak
rawatlah sucara steril dan
terjadi iritasi pada tofi
juga perawatan drain yang
misal menghindari
dipasang pada luka.
penggunaan sepatu yang
sempit, terantuk pada
 Menurunkan kristal
benda yang keras.
asam urat yang
mempunyai efek samping,
nausea, vomitus, diare,
Kolaborasi dengan oliguri,
dokter dalam pemberian hematuri.Allopurinol
obat-obatan colchille, menghambat asam urat.
Allopurinol (Zyloprin)
2. Kerusakan Setelah dilakukan Kaji tingkat inflamasi  Tingkat aktifitas /
mobilitas fisiktindakan atau rasa sakit pada latihan tergantung dari
berhubungan keperawatan sendi. perkembangan atau
dengan nyeriselama x24 jam, resolusi dan proses
persendian diharapkan tidak inflamasi.
karena terdapat Ajarkan pada klien  Meningkatkan atau
inflamasi hambatan untuk latihan ROM pada mempertahankan fungsi
mobilitas fisik, sendi yang terkena gout sendi, kekuatan otot dan
KH : jika memungkinkan. stamina umum. Latihan
Pasien melaporkan yang tidak adekuat dapat
adanya menimbulkan kakakuan
peningkatan sendi dan aktifitas yang
aktivitas berlebihan dapat merusak
pasien mampu sendi.
beraktivitas
sesuai Pertahankan istirahat  Istirahat yang
kemampuannya tirah baring/duduk jika sistemik selama
pasien tidak hanya diperlukan. Jadwal eksaserbasi akut dan
bedrest aktifitas untuk seluruh fase penyakit
memberikan periode yang penting untuk
istirahat yang terus mencegah kelelahan,
menerus dan tidur malam mempertahankan
hari yang tidak kekuatan.
terganggu.
Lakukan ambulasi  Menghindari cedera
dengan bantuan misal akibat kecelakaan atau
dengan menggunakan jatuh.
tongkat dan berikan
lingkungan yang aman
misalnya menggunakan
pegangan tangga pada
bak atau pancuran dan
toilet.
Kolaborasi dengan ahli
terapi fisik/okupasi dan  Berguna dalam
spesialis vokasional. memformulasikan
program latihan/aktifitas
yang berdasarkan pada
kebutuhan, individual dan
dalam mengidentifikasi
mobilisasi.

3. Gangguan polaSetelah dilakukan Tentukan kebiasaan  Mengkaji pola tidurnya
tidur tindakan tidurnya dan perubahan dan mengidentifikasi
berhubungan keperawatan saat tidur. intervensi yang tepat.
dengan nyeriselama x24  Bila rutinitas baru
berulang jam,diharapkan Buat rutinitas tidur baru mengandung aspek
klien dan yang dimasukkan dalam sebanyak kebiasaan lama,
keluarga dapat pola lama dan stress dan ansietas yang
memahami lingkungan baru. berhubungan dapat
penggunaan obat berkurang
dan perawatan di  Membantu
rumah, menginduksi tidur
KH :  Tingkatkan regimen
kenyamanan waktu tidur,
KrKlien dapat misalnya mandi hangat  Dapat merasakan
memenuhi dan massage. takut jatuh karena
kebutuhan  Gunakan pagar tempat perubahan ukuran dan
istirahat dan tidur. tidur sesuai indikasi ; tinggi tempat tidur,
rendahkan tempat tidur memberikan kenyamanan
jika memungkinkan. pagar tempat untuk
membantu mengubah
posisi.
 Tidur tanpa
gangguan lebih menim-
bulkan rasa segar, dan
 Kolaborasi dalam pasien mungkin tidak
pemberian obat sedative, mampu untuk kembali ke
hipnotik sesuai dengan tempat tidur bila
indikasi. terbangun.
 Di berikan untuk
membantu pasien tidur
atau istirahat.
DAFTAR PUSTAKA

A. Prrice. Sylvia. 2006. Patofisiologi. Vol.2. EGC. Jakarta

Mansjoer, Arif, 2001., Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculaapius FKUI,


Jakarta.

Prof.dr.H.M. Noer, Sjaifoellah. 2005. Ilmu Penyakit Dalam. Gaya baru. Jakarta

Smeltzer, Suzanne. 2006. Keperawatan Medikal Bedah . EGC. Jakarta

J.Reeves, Charles, dkk.2001. Keperawatan Medikel Bedah. Salemba Medika:


Jakarta.
NANDA, Nursing Diagnosys Definition and Clasification 2005-2006

Anda mungkin juga menyukai