PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lanjut usia atau lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun
ke atas (Kementerian Kesehatan RI, 2017). Pertambahan jumlah lanjut usia akan
menimbulkan berbagai permasalahan kompleks bagi lansia, meliputi aspek fisi,
biologis, mental, maupun sosial ekonomi. Menurut data Susenas tahun 2012
menjelaskan bahwa angka kesakitan pada lansia tahun 2012 di perkotaan adalah
24,77% artinya dari setiap 100 orang lansia di daerah perkotaan 24 orang
mengalami sakit. Di pedesaan didapatkan 28,62% artinya setiap 100 orang lansia
di pedesaan, 28 orang mengalami sakit (Kementerian Kesehatan RI, 2016).
Masalah kesehatan terbanyak yang dialami lansia adalah penyakit degeneratif atau
tidak menular yang terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2013), 1,53% lansia di Indonesia
mengalami masalah pada sistem eliminasi (misalnya konstipasi) yang berkaitan
dengan gangguan pada sistem pencernaan. Masalah pada sistem pencernaan yang
terjadi pada lansia dapat diakibatkan oleh perubahan secara fisiologis ataupun
patologis. Seiring dengan permasalahan tersebut, akan mempengaruhi aktivitas
fisik dan asupan makanan yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap
kesejahteraannya. Oleh karena itu dengan mengetahui sistem pencernaan pada
lansia dapat mengetahui kondisi fisiologis dan gambaran patologis sistem
pencernaan pada lansia.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini diharapkan penulis, mahasiswa dan sebagai
perawat mampu:
1. Mengetahui perubahan fisiologis sistem pencernaan yang terjadi pada lansia
2. Mengetahui perubahan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada lansia
3. Mengetahui faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi fungsi sistem
pencernaan
4. Mengetahui gangguan patologis pada sistem pencernaan yang sering terjadi
pada lansia
5. Mengetahui anamnesa dan pengkajian fisik terkait gangguan sistem
pencernaan pada lansia
6. Mengetahui cara menentukan Indeks Massa Tubuh (IMT) pada lansia
7. Mengetahui pengkajian diagnostik, laboratorium, dan Mini Nutritional
Assessment (MNA) pada lansia
8. Mengetahui Asuhan Keperawatan pada lansia dengan gangguan pencernaan
dan nutrisi.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Gambar di atas merupakan salah satu Food Guide Pyramid yang diberi
nama My Plate for Older Adults (Tabolski, 2014). Pada gambar tersebut dijelaskan
bagaimana komposisi yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan gizi lansia.
Umumnya terdapat beberapa jenis nutrisi yang berubah jumlahnya untuk dapat
dikonsumsi oleh lansia, dan juga perlu diperhatikan karena jika jumlahnya tidak
sesuai dapat memberikan masalah bagi lansia itu sendiri misalnya seperti penyakit
pencernaan konstipasi.
Selain itu, menurut Kemenkes RI (2004), pedoman pemenuhan nutrisi bagi
lansia tercangkup dalam “Prinsip Gizi Seimbang”. Prinsip Gizi Seimbang terdiri
dari 4 pilar yang merupakan sebuah rangkaian guna menyeimbangkan antara zat
gizi yang keluar dan zat gizi yang masuk dengan memonitor berat badan secara
teratur. Empat pilar tersebut antara lain mengonsumsi makanan beragam,
membiasakan perilaku hidup bersih, melakukan aktivitas fisik, dan
mempertahankan dan memantau berat badan (BB) normal. Berikut merupakan
beberapa jenis nutrisi yang mengalami perubahan jumlah dalam pemenuhan
kebutuhan nutrisi lansia:
1. Protein
Pada lansia terdapat penurunan jumlah albumin dalam tubuh akibat
penurunan massa tubuh dan jaringan otot. Sehingga diperlukan
peningkatan jumlah protein untuk dikonsumsi sekitar 1-1,2 g/kg
protein untuk mengoptimalkan otot dan kesehatan tulang (Gaffney,
Insogna, Rodriguez, & Kerstetter, 2009 dalam Miller, 2012). Sumber
protein yang dapat dikonsumsi adalah protein nabati seperti kacang-
kacangan, tahu, dan tempe.
2. Kalori
Pada umumnya lansia mengalami penurunan aktivitas yang
menyebabkan penurunan massa otot. Hal tersebut menyebabkan
tingkat metabolisme lansia menurun dan terjadi penurunan kebutuhan
kalori. Menurut Tabolski (2014), jumlah kalori yang sesuai untuk
lansia adalah sekitar 1600 cal. Sumber kalori seperti nasi dan roti.
3. Serat
Lansia dianjurkan untuk mengonsumsi serat dengan jumlah 10-15
gram, sedangkan untuk orang dewasa sekitar 25-38 g/hari. Selain itu,
lansia juga dianjurkan untuk mengonsumsi 5 sampai 9 jenis buah dan
sayur dengan jumlah minimal 55% dari total konsumsi kalori. Diet
serat ini berfungsi untuk pencegahan dan treatment lansia dengan
obesitas, diabetes, cardiovascular disease, dan kanker kolorektal
(Miller, 2012).
4. Kalsium
Kalsium berguna untuk menjaga kesehatan mineral tulang dan tingkat
kalsium plasma. Menurut Tabolski (2014), lansia dianjurkan
mengonsumsi kalsium dengan jumlah lebih dari 1200 mg/hari.
Konsumsi kalsium yang tidak adekuat dapat menyebabkan
osteoporosis dan risiko periodontal disease. Sumber kalsium seperti
susu sapi, susu keledai, margarin, dan yogurt dengan rendah lemak.
5. Air
Mengonsumsi cairan sangat penting bagi tubuh untuk pengaturan
regulasi dan membantu dalam proses metabolisme. Lansia mudah
mengalami dehidrasi akibat rasa haus yang mudah muncul, respon
hormon yang berubah, dan penurunan total air tubuh. Jumlah cairan
yang dianjurkan untuk lansia perempuan sekitar 2,7 L atau 9 gelas dan
3,7 L atau 13 gelas untuk laki-laki (Tabolski, 2014). Biasanya 80%
total air berasal dari oral intake, sedangkan 20% berasal dari makanan
(Buyckx, 2009).
6. Lemak
Lemak berfungsi untuk pengaturan regulasi dan sebagai cadangan
energi bagi tubuh. Namun, karena lemak memiliki banyak dampak
buruk seperti hyperlipidemia, jumlah yang dianjurkan untuk lansia
sekitar 10%-30% dari intake kalori per hari (Miller, 2012). Sumber
lemak nabati lebih baik daripada hewani, misalnya alpukat.
5. Faktor Psikososial
Perubahan jadwal makan dan partisipasi pasangan dapat mempengaruhi
nafsu makan. Lansia akan sulit untuk menyiapkan makanan sehari-hari
untuk keluarga dan pasangannya setelah kehilangan pasangan atau salah
satu anggota keluarga (Miller, 2012).
6. Masalah Kognitif
Dementia dapat mempengaruhi kemampuan lansia untuk menyiapkan
makanan, mengingat waktu makan, mengunyah dan menelan makanan
(Miller, 2012). Keadaan ini dapat menyebabkan kehilangan berat badan
dan ketidakadekuatan nutrisi (Ebersole, 2013).
7. Faktor Budaya, Lingkungan dan Sosial Ekonomi
Latar belakang budaya, etnis, agama, dan sosial ekonomi mempengaruhi
cara dalam memilih, menyiapkan makanan. Lansia dengan kondisi medis
tertentu memerlukan nutrisi yang spesifik, bila kelompok tidak memenuhi
kebutuhan lansia dengan tepat maka dapat memperburuk kondisi dan
menghambat penyembuhan. Lansia yang berasal dari sosial ekonomi
rendah biasanya memiliki kendala dalam pemenuhan nutrisi (Miller,
2012).
8. Penyakit Kronis
Penyakit kronis dapat mempengaruhi kemampuan lansia untuk berbelanja,
memasak, dan makan secara mandiri. Penyakit Parkinson dan Arthritis
dapat menggangu kemampuan makan, kanker juga dapat mengganggu
nafsu makan dan kemampuan untuk mengkonsumsi nutrisi yang memadai
(Ebersole, 2013).
Kenyamanan oral dan Apakah Anda memiliki kesulitan yang disertai rasa sakit
kemampuan mengunyah atau pendarahan di mulut?
Apakah Anda memiliki gigi yang sakit, longgar, atau
sensitif terhadap suhu panas atau dingin?
Apakah gusi Anda berdarah?
Apakah Anda memiliki masalah mengunyah atau menelan
makanan atau cairan? Jika iya, apa jenis makanan atau
cairan yang menyebabkan masalah?
Apakah ada makanan yang Anda hindari karena masalah
mengunyah atau menelan?
Apakah mulut atau lidah Anda terasa kering?
Daftar tersebut berisikan rincian pertanyaan mengenai sistem pencernaan pada lansia yang
dimulai dari pertanyaan seputar kondisi rongga mulut hingga tentang eliminasi fekal.
2. Pemeriksaan Fisik terkait Sistem Pencernaan pada Lansia
Rincian Pemeriksaan Fisik Terkait Sistem Pencernaan Lansia
Jenis
Organ Hasil Normal Hasil Abnormal
Pemeriksaan
Kulit Tidak ada ruam dan jamur Terdapat ruam dan jamur pada
pada lipatan lipatan menunjukkan adanya
bakteri
Rongga mulut Bibir: pink, lembab, simetris Bibir: kering, retak, pecah di
Gigi: utuh, tanpa lubang atau sudut menunjukkan kurangnya
karang gigi konsumsi cairan
Auskultasi Abdomen Bising usus: terdengar pada Bising usus: tidak terdengar
interval tidak teratur (5-15 menunjukkan obstruksi usus,
detik), penurunan bising usus konstipasi, pneumonia, atau
biasa terjadi pada lansia radang usus buntu
akibat adanya penurunan Bising usus: cepat
motilitas lambung mengindikasikan diare
Tidak ada friction rubs Friction rubs mengindikasikan
tumor hepatik atau infark
limfa
Pada tabel tersebut dapat dilihat angka acuan pada kategori kurus, normal, dan
gemuk. Lansia dengan IMT di bawah 18,5 kg/m2 kemungkinan mengalami
kekurangan gizi dan IMT di atas 25,0 kg/m2 kemungkinan mengalami kelebihan
gizi. Menurut Chapman (2011) dalam Tabloski (2014), lansia yang dengan IMT
pada kategori kelebihan berat badan memiliki risiko tinggi terhadap kematian
akibat kelebihan berat badan dan risiko akan menurun setelah berusia 65 tahun
hingga sedikit atau tidak ada hubungan sama sekali antara IMT dan kematian
setelah berusia 75 tahun.