Anda di halaman 1dari 7

1.

ANALISIS DATA
Pada praktikum embriologi katak bertujuan untuk mengamati perkembangan
embriologi katak. Pertembangan dimulai dari tahap pembelahan sel telur yang telah
dibuahi, yang kemudian membelah menjadi dua sel, empat sel, hingga pada tahap
penutupan insang.
Tipe telur pada amphibi adalah telur bertipe telolesital dan tipe pembelahannya
adalah holoblastik tidak sempurna. Pada perkembangannya, zigot katak akan berkembang
menjadi embrio yang kemudian embrio tersebut akan berkembang dan mengalami
blastulasi, gastrulasi, neurulasi dan diferensiasi. Setiap tahapan yang dilewati, akan
menunjukkan ekspresi atau ciri khas yang berbeda sehingga dapat diamati dan dibedakan
setiap tahapannya (Sukro, 2000).
a. Sel telur yang telah dibuahi (1 sel)
Pada saat pengamatan telur katak satu sel, terlihat adanya kutub anima dan kutub
vegeta, sel telur berwarna pucat pada salah satu sisi dan berwarna gelap pada sisi yang lain.
Telur katak mempunyai dua kutub. Kutub anima berpigmen hitam sedangkan kutub
vegetative tidak berpigmen. Ciri telur yang difertilisasi adalah daerah kelabu berbentuk
sabit (grey crescent). Hal ini disebabkan penetrasi sperma sehingga pigmen di tempat
berlawanan bergeser ke arah sperma kurang lebih sepertiga pigmen menjadi berkurang dan
lebih pucat (Frandson, 1992).
Jika telur katak dibuahi (fertilisasi) oleh sperma, akan terbentuk zigot. Setelah
fertilisasi maka lapisan lendir (agar-agar) akan membengkak dan tidak dapat lagi ditembus
oleh sperma (Yatim. 1990). Ciri telur yang telah difertilisasi adalah adanya daerah kelabu
yang berbentuk sabit (grey crescent). Hal ini akibat penetrasi sperma sehinggaa pigmen di
tempat yang berlawanan bergeser ke arah masuknya sperma kurang lebih sepertiga pigmen,
pigmen menjadi berkurang dan tampak bagian ini lebih pucat warnanya Slack (2006) .
Setelah mengalami pembuahan, metabolisme sel telur akan meningkat, sementara
permiabilitas dinding sel telur berkurang (Ciptono, 2008).
b. 2 sel
Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat bahwa pembelahan sel yang terjadi yaitu
membagi sel menjadi dua bagian dari kutub anima (berwarna gelap) ke arah kutub vegeta.
Pembelahan pertama akan menghasilkan dua sel yang dilakukan secara meridional
yang arah pembelahannya tepat pada garis tengah sabit kelabu dari kutub animal ke kutub
vegetal menghasilkan dua blastomer (Slack, 2006). Pembelahan sel pertama berlangsung
setelah sel mencapai umur kira-kira 3,5 jam (Ciptono, 2008).
c. 4 sel
Pada pembelahan membentuk 4 sel, terlihat bahwa pembelahan terjadi secara
meridional (vertical), menyilang atau tegak lurus dari pembelahan pertama. Menurut
Ciptono, 2008 pembelahan kedua terjadi satu jam setelah pembelahan pertama, yaitu ketika
sel berumur 4,5 jam.
d. 8 sel
Pembelahan ketiga berlangsung secara horizontal tegak lurus terhadap bidang
pembelahan 1 dan 2 menghasilkan 8 blastomer. Tipe pembelahan sel telur pada amfibi
holoblastik tidak sempurna/unequal dimana sel yang membelah/blastomer tidak sama besar
atau dominan pada satu kutub, sehingga blastomer terbagi menjadi makromer (dominan)
dan mikromer. Sel mikromer teletak pada kutub anima, sedangkan sel maktomer pada
kutub vegeta.
Bidang pembelahan ketiga berpola latitudinal. Pada stadium ini terjadi perbedaan
ukuran blastomer. Mikromer (sel-sel blastomer yang berukuran kecil) berpigment tebal,
sedangkan makromer (yang berukuran lebih besar) berpigment tipis saja. Tampak
adanya inisiasi calon blastocel. Pembelahan ini terjadi 1 jam setelah pembelahan kedua
(Ciptono, 2008).
e. 16 sel
Berdasarkan hasil pengamatan, pembelahan keempat terjadi menghasilkan 16 sel
mikromer dan makromer. Proses pembelahan ke 4 yaitu pembelahan dilakukan secara
meriodional menghasilkan 16 blastomer. Alur pembelahan berada pada kutub animal.
Sedangkan pada bagian vegetalnya tidak mengalami pembelahan karena pada bagian
vegetalnya telah penuh oleh yolk, sehingga menghambat terjadinya pembelahan Sastry
(2007).
f. 32 sel
Pada pembelahan sel membentuk 32 blastomer Pembelahan dilakukan secara
horizontal di atas dan di bawah bidang pembelahan 3. Menurut Campbell et al (2008),
Pembelahan secara terus menerus menghasilkan sebuah bola sel padat yang disebut morula.
Dua bidang pembelahan ke-5 yaitu berpola latitudinal. Membentuk massa sel yang
disebut sebagai morulla. Blastomer penyusunnya berukuran lebih kecil apabila
dibandingkan dengan stadium sebelumnya, sedangkan blastocel membesar (Ciptono,
2008).
g. Blastula awal
Blastula adalah bentukan lanjutan dari morula yang terus mengalami pembelahan.
Bentuk blastula ditandai dengan mulai adanya perubahan sel dengan mengadakan
pelekukan yang tidak beraturan. Blastomere memiliki ukuran yang lebih kecil
dibandingkan dengan pembelahan yang sebelumnya. Pada tahapan blastula awal terbentuk
64 blastomer.

Pembelahan blastula awal terjadi pada sel dengan umur 16 jam dengan diameter
kira-kira 1,7 mm. Blastocel akan terus membesar, pola pembelahan berikutnya yang terjadi
tidak memiliki aturan pasti. Pergerakan embrio secara umum dilakukan dengan bantuan
silia sel-sel blastomer bagian luar. Permukaan embrio masih terlihat sebagai susunan sel-
sel yang tidak rata dan membentuk struktur permukaan multiseluler (Ciptono, 2008)
h. Blastula tengah
Pada tahapan ini, jumlah blstomer semakin banyak dan arah pembelahan tidak
teramati dengan jelas, juga ukuran blastomer tidak merata. Pembelahan yang terus-
menerus ini bila preparat diiris secara melintang akan menunjukkan adanya blstocoel
(rongga) yang semakin jelas.

Tahap blastula terjadi pembelahan yang beselang seling horisontal) dan vertikal)
akan terbentuk 64, 124 dan 256 sel menyusun diri membentuk bola (blastula) dan
berongga (blastocoel). Blastula hanya 1 lapis dan berongga disebut holoblastula. Bentuk
seperti bola dan membentuk celah blastosoel. Celah blastosoel ini akan berkembang dan
semakin besar. Blastomer berbentuk blastula bulat. Pada blastula terdapat daerah sub
ekuatorial berupa sel-sel cincin marginal meliputi daerah kelabu yang akan membentuk
sel-sel mesoderm.
Tahap blastula membentuk batas antara kutub animal dan kutub vegetal di bagian
marginal disebut marginal zone. Daerah kutub anima terdiri dari 2 lapis yaitu luar (banyak
pigmen) dan dalam (sel-sel neuroblas) Campbell (2008).

Terjadi invaginasi yang menyebabkan blastosoel mulai terdesak yang diikuti oleh
inovasi sel-sel di daerah marginal yang akan membentuk dorsal yang kemudian akan
membentuk celah blastopora.

i. Blastula akhir
Berdasarkan hasil pengamatan, pada blastula tahap akhir ini blastomer tidak lagi
terlihat jelas sehingga sel terlihat rata. Selain itu, arah pembelahan juga tidak teramati.
Blastula akhir tejadi pada umur sel yaitu 21 jam, pada tahap ini struktur permukaan
yang multiseluler berangsur menghilang dan menjadi lebih halus atau rata. Terbentuk
bangunan yang disebut germ ring, epiblast dan hypoblast. Bagian dorsal, sesuai dengan
peta blastula merupakan calon pembentuk organ (Ciptono, 2008).
j. Gastrula awal
Setelah tahapan blastula akan dilanjutkan ke tahapan gastrula. Gastrula dibentuk dari
serangkaian proses gerakan sel, dengan hasil akhir berupa 3 lapisan embrional, yaitu
ektoderm, mesoderm dan endoderm. Dengan adanya gerakan sel ini, sel-sel yang awalnya
berada di permukaan akan berpindah ke bagian dalam dari blastula. Pelekukan terjadi di
daerah batasan antara mikromer dan makromer, yang selanjutnya menjadi bibir dorsal
blastoporus (merupakan tahapan yang menuju tahap gastrula awal) dan berakibat terjadi
invaginasi sehingga sel-sel yang berada di luar bermigrasi ke dalam (Adnan, 2008).
Menurut Ciptono (2008) tahap gastrula awal terjadi pada sel umur 26 jam. Pada tahap
ini terjadi epiboly germ ring ke arah polus vegetativus, invaginasi dan involusi bibir
dorsal (labium dorsale).
k. Gastrula tengah
Pada tahap ini, terlihat jelas adanya lekukan pada bagaian yang berwarna pucat (kutub
vegeta). Menurut Ciptono 2008 setelah mencapai umur 34 jam, akan terjadi pembentukan
bibir lateral (labium laterale), invaginasi yang semakin dalam dan blastocel mulai
terdesak oleh adanya gastrocel
l. Gastrula akhir
Pada tahapan ini, lekukan yang semula menonjol pada tahapan sebelumnya semakin
terdorong ke dalam. Dan bentuk embrio menjadi oval atau lebih lonjong.
Akibat adanya invaginasi akan terjadi migrasi sel. Hasil dari invaginasi ini adalah
akan terbentuknya rongga, rongga inilah yang disebut dengan arkenteron. Akibat adanya
arkenteron maka rongga bastocoel akan terdesak hingga rongga ini akan menjadi rongga
dengan ukuran yang kecil dan terletak di pinggir. Arkenteron ini nantinya akan menjadi
saluran pencernaan primitive. Sedangkan pada daerah di lain juga terjadi invaginasi yang
akan membentuk bibir ventral. Bibir ventral ini terletak di sisi yang berlawanan dengan
bibir dorsal. Selain bibir dorsal dan bibir ventral juga ada bibir lateral. Bhatnagar & Bansal
(2008)
m. Neurula awal
Tahapan neurula awal terjadi setelah embrio berumur 50 jam dan pada tahap ini
blastoporus mengecil seiring dengan adanya pembentukan stria primitiva. Bentuk embrio
tidak lagi bundar melainkan agak lonjong. Lamina neuralis juga mulai tampak.( ciptono,
2008)
Neurulasi pada katak merupakan neurulasi primer. Neurulasi diawali dengan proses
induksi notokord terhadap ektoderm di atasnya sehingga terbentuk neural plate atau keping
neural. sel – sel penyusun keping neural menjadi panjang dan menjadi lebih tebal
dibandingkan daerah sekitarnya (Lestari dkk, 2013)

n. Neurula tengah
Torus medullaris terbentuk, axis (sumbu panjang tubuh) embrio semakin jelas.
Terjadi penebalan neuroectoderm sebagai calon otak di bagian anterior ( ciptono, 2008).
Menurut Campbell et al (2008), notokord terbentuk dari mesoderm dorsal yang
berkondensasi ketika ketika sel – sel berasosiasi erat sebagai satu kelompok tepat di atas
arkenteron. Ektoderm di atas notokord menjadi neural plate. Perubahan dalam bentuk sel
kemudian menyebabkan neural plate melekuk ke dalam, menggulung dirinya menjadi
neural tube yang membentang di sepanjang sumbu anterior – posterior embrio.
o. Neurula akhir
Torus medullaris mengalami peleburan menjadi satu dan membentuk crista neuralis.
Bagian enteron membentuk bangunan yang memanjang dan diikuti oleh adanya rotasi
sumbu tubuh embrio. Pada neurula akhir masih terdapat neuroporus pada bagian anterior
dan posterior. Embrio dapat dibedakan menjadi bagian kepala, leher dan badan. Bagian
dorsal embrio berbentuk cembung. ( ciptono, 2008).
p. Kuntum ekor
Pembentukan kuntum ekor umur 84 jam, blastoporus mulai menghilang dan muncul
canalis mesoentericus. Neuroporus menutup, badan memanjang, bagian dorsal cekung,
somit-somit terbentuk. Calon-calon organ juga terbentuk, seperti mesenchym jantung,
arches visceralis, blok mesoderm, pronephros, hypochorda, sense plate, gill plate,
vesicula optica, placoda auditoria dan placoda olfactoria (Ciptono, 2008).
q. Pertumbuhan insang
Sebelum terjadi tahap pertumbuhan insang, embrio juga akan mengalami proses
pergerakan otot, jantung berdenyut, mulut terbuka, dan sirkulasi ekor. Tahapan
pertumbuhan insang ini ditandai dengan adanya semacam rambut-rambut dibagian kanan
dan kiri kepala embrio katak.
r. Penutupan insang
Penutupan insang sempurna yaitu pada embrio berumur 284 jam, yang ditandai
dengan menghilangnya silia, kecuali pada bagian ekor. Spiraculum mulai terbentuk. Gigi
parut mulai tampak pada bagian bibir berudu. Sementara itu diferensiasi esofagus dan
ventriculus mulai terjadi. Kuntum paru-paru mulai memanjang diikuti dengan
perkembangan pronephros yang mencapai puncaknya. Retina mengalami diferensiasi
lebih lanjut. Choanae interna mulai terbuka dan dilanjutkan dengan pembentukan nervus
olfactorius serta nervus abducent. (Ciptono, 2008).

2. KESIMPULAN

3. DAFTAR PUSTAKA
Adnan. (2008). Perkembangan Hewan. Makassar: Biologi FMIPA UNM
Bhatnagar, M.C & Bansal, Geeta. 2008. Developmental Biology. India : Kroshna Prakashan
Media
Campbell, N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 2002. Biologi. Alih bahasa lestari, R. et al.
safitri, A., Simarmata, L., Hardani, H.W. (eds). Jakarta.Erlangga
Ciptono.2008. Perkembangan Katak.Yogyakarta: FMIPA UNY
Frandson, R.D. (1992). Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Lestari, dkk. 2013. Diakses melalui https://www.academia.edu/ pada tanggal 5 Maret 2019
Slack. 2006. Diakses melalui https://www.academia.edu/ pada tanggal 5 Maret 2019
Sukro, Y. 2000. Wawasan Ilmu Pengetahuan Embrio- Benih Masa Depan. Jakarta:
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS.
Sastry K. V. & Dr. Shukal. 2007. Developmenal Biology. Rastogi Publication. India.
Yatim, W. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Bandung : Tarsito

Anda mungkin juga menyukai