TINJAUAN PUSTAKA
II-1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Konduktivitas suatu larutan elektrolit pada setiap temperatur bergantung
pada ionion yang ada dan konsentrasi ion-ion tersebut. Titrasi konduktometri dapat
digunakan untuk menentukan titik ekuivalen suatu titrasi (Sadrakhman Zega, 2017).
Metode konduktansi dapat digunakan untuk mengikuti reaksi titrasi jika
perbedaan antara konduktansi cukup besar sebelum dan sesudah penambahan reagen
dengan tetapan sel harus diketahui. Maka selama pengukuran yang berturut-turut
jarak elektroda harus tetap, tetapi pengenceran akan menyebabkan hantarannya tidak
berfungsi secara linear dengan konsentrasi (Khopkar, 2008).
II-2
LABORATORIUM KIMIA TERAPAN II
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
jarak elektroda harus tetap, tetapi pengenceran akan menyebabkan hantarannya tidak
berfungsi secara linier dengan konsesntrasi (Khopkar, 1990).
Pengukuran daya hantar dapat diaplikasikan pada titrasi asam basa, titrasi
pengendapan maupun titrasi pengompleksan. Titrasi dimaksudkan untuk memperoleh
titik akhir titrasi tanpa menggunakan indikator, tetapi dari kurva titrasi yang
didasarkan pada perubahan daya hantar terhadap penambahan volume penitrasi.
Secara tidak langsung dari kurva titrasi dapat dtentukan harga tetapan keseimbang
keasaman, kelarutan dan pembentukan kompleks. Sel daya hantar sering pula
digunakan sebagai detector pada kromatgrafi ion (Mulyasuryani, 2012)
1000
V = ……………………………..(1)
𝐶
Keterangan :
V = daya hantar
C = konsentrasi (ekivalen per cm3)
Kebalikan dari tahanan larutan disebut hantaran ( daya hantar atau
konduktasnsi), dilambangkan dengan huruf G (atau L). daya hantar dinyatakan dalam
II-3
LABORATORIUM KIMIA TERAPAN II
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
S.I. unit yang disebut siemens (S
atau Ω-1),meskipun literatur lama bisa meruju ke unit
serta disebut ohm. Sebagaimana dibahas di atas dalam konteks tahanan, daya hantar
diukur untuk solusi berkaitan dengan jarak antara elektroda dan luas permukaan
mikroskopis (luas x faktor kekasaran geometris) dari masing – masing elektroda (A;
diasumsikan identik untuk dua elektroda), serta sebagai konsenstrasi ion
(Mulyasuryani, 2012).
Konduktivitas (Daya Hantar Listrik/ DHL) adalah gambaran numerik dari
kemampuan air untuk meneruskan aliran listrik. Oleh karena itu, semakin banyak
garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL.
Konduktivitas dinyatakan dengan satuan µmhos/cm, dapat dideteksi dengan
menggunakan alat EC meter (Electric Conductance). Pengukuran daya hantar listrik
bertujuan mengukur kemampuan ion-ion dalam air untuk menghantarkan listrik serta
memprediksi kandungan mineral dalam air. Konduktivitas air dapat dinyatakan dalam
satuan mhos/cm atau Siemens/cm. Air tanah dangkal umumnya mempunyai harga 30-
2000 µmhos/cm. Konduktivitas air murni berkisar antara 0-200 μS/cm (low
conductivity), konduktivitas sungai sungai besar/major berkisar antara 200-1000
μS/cm (mid range conductivity), dan air saline adalah 1000-10000 μS/cm (high
conductivity). Nilai konduktivitas untuk air layak minum sekitar 42-500 μmhos/cm.
Nilai konduktivitas lebih dari 250 mhos/cm tidak dianjurkan karena dapat mengendap
dan merusak batu ginjal (Gusman, 2018).
II.1.6 Adsorben
Adsorpsi adalah proses pengumpulan suatu material pada permukaan
adsorben solid. Reaksi ini merupakan reaksi permukaan yang dipengaruhi oleh gaya-
gaya fisik dan ikatan kimia antara material yang diserap (adsorbat) dengan
material penyerap (adsorben). Jika gaya-gaya fisik lebih dominan, maka yang
terjadi adalah adsorpsi fisik, sedangkan jika yang terjadi adalah ikatan kimia antara
adsorbat dan adsorben, maka akan terjadi adsorpsi kimia. Aplikasi adsorpsi banyak
digunakan dalam pengendalian pencemaran udara.Dalam desain unit adsorpsi,
pemilihan adsorben merupakan faktor yang penting. Selain diharapkan dapat
mereduksi polutan, adsorben yang digunakan hendaknya memiliki nilai ekonomi
rendah, mudah didapatkan, dan tidak membahayakan lingkungan pada kondisi
jenuh (Dewi, 2010).
II.1.7 Resin
Resin penukar ion telah digunakan untuk pemisahan campuran senyawa
kimia ionik, pada kromatografi pertukaran ion. Resin penukar ion adalah polimer yang
berikatan dengan gugus fungsional yang mengandung ion yang dapat dipertukarkan
(Zainnudin, 2015).
II.2 MSDS
II.2.1 MSDS HCl
Bagian 1: Produk Kimia dan Indentifikasi Perusahaan
II-4
LABORATORIUM KIMIA TERAPAN II
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Nama Produk : asam klorida
Sinonim : Muriatic acid; hydrogen chloride, aqueous
Formula Kimia : HCl
Bagian 2: Komposisi dan informasi dalam Bahan
KomposisI : berat hidrogen klorida 31-33% dan air 67-69%
Bagian 3: Identifikasi Bahaya Potensi Efek Kesehatan Akut:
Dapat mengiritasi saluran pernapasan; menghirup uap dapat
menyebabkan batuk, tersedak, radang hidung, tenggorokan, dan saluran
pernapasan bagian atas, dan dalam kasus yang parah, edema pulmonal,
kegagalan peredaran darah, dan kematian. Menelan asam klorida dapat
menyebabkan rasa sakit dan luka bakar mulut,
tenggorokan,kerongkongan dan saluran gastrointestinal. Dapat
menyebabkan mual, muntah, dan diare. Dapat menyebabkan kemerahan,
nyeri, dan luka bakar kulit yang parah kecuali hidroklorik. Kulit bisa
kering atau pecah karena sifat bahan yang astringen. Kontak kulit
berulang dapat menyebabkan perkembangan dermatitis. Solusi yang
dikonsentrasikan menyebabkan kedalaman
bisul dan menghitamkan kulit. Kontak mata menghasilkan iritasi yang
parah dan luka bakar yang menyakitkan pada mata dan kelopak mata.
Jika material tidak dihapus oleh irigasi berlebihan dengan air pada suhu
kamar, visual. Penurunan atau kehilangan penglihatan total bisa terjadi.
Bagian 4: Langkah Pertolongan Pertama Kontak Mata
Jika tidak bernafas, berikan pernapasan buatan. Jika bernapas sulit,
berikan oksigen. Dapatkan perawatan medis segera. Apabila tertelan,
berikan air atau susu dalam jumlah besar jika tersedia.
Jangan pernah memberikan apapun melalui mulut kepada orang yang
tidak sadar.Dalam kasus kontak, segera siram kulit dengan banyak air,
hindari air panas atau scrubbing keras, setidaknya selama 15 menit saat
melepas pakaian dan sepatu yang terkontaminasi. Sedangkan kontak
dengan mata, segera siram mata dengan banyak air setidaknya selama 15
menit, angkat lebih rendah dan kelopak mata atas kadang-kadang untuk
memastikan pembilasan menyeluruh; penundaan dapat menyebabkan
cedera permanen.
II-5
LABORATORIUM KIMIA TERAPAN II
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.2 Aplikasi Industri
PENENTUAN UREA DALAM SERUM DARAH DENGAN BIOSENSOR KONDUKTOMETRI
Screen Printed Carbon Electrode (SPCE) – NATA DE COCO
Sendy Kurniawan, Dian Nur Fajariati, Helmi Auliyah Istiqomah, Oki Mandalia
Antasari, Ani Mulyasuryani1
2015
Urea merupakan hasil samping degradasi protein dan komponen utama nitrogen
dari urin yang diproduksi di hati dan disaring oleh ginjal. Peningkatan kadar urea
dalam darah (uremia) merupakan gejala penyakit gagal ginjal. Konsentrasi BUN serum
normal berkisar 5 sampai 20 mg/dl atau 10,7 sampai 42,8 mg/dl urea. Metode standar
yang digunakan untuk pengukuran kadar urea dalam darah yaitu metode
spektrofotometri. Namun kelemahan metode ini adalah membutuhkan jumlah sampel
yang cukup banyak dan tidak dapat digunakan secara luas karena pengoperasian alat
tersebut membutuhkan keahlian khusus. Biosensor urea yang telah dikembangkan
saat ini adalah biosensor potensiometri berdasarkan amobilisasi enzim. Dari hasil
penelitian tersebut, diketahui biosensor urea potensiometri memiliki waktu respon
yang cepat, namun memiliki kepekaan rendah karena membutuhkan elektroda selektif
ion spesifik. Berdasarkan metode tersebut perlu dilakukan pengembangan biosensor
urea untuk meningkatkan kepekaan biosensor dengan metode baru yang dapat
diaplikasikan pada sampel serum darah, yaitu biosensor urea konduktometri.
Pembuatan biosensor konduktometri menggunakan SPCE dan membran nata de coco.
Screen Printed Carbon Electrode (SPCE) diberikan batas menggunakan selotip
dengan ukuran lebar 1 mm dan panjang 5 mm. Kemudian masing-masing elektroda
dilapisi dengan membran nata de coco hasil vortex untuk dilakukan pengukuran daya
hantar urea pada pengaruh ketebalan membran, massa enzim, dan ph. Pengukuran
dilakukan dengan mencelupkan elektroda ke dalam 300 µl larutan urea. Elektroda
dengan enzim dan membran sebagai elektroda kerja dihubungkan ke kutub negatif,
sedangkan elektroda pembanding menggunakan SPCE tanpa enzim dan membran
dihubungkan ke kutub positif. Pengukuran dilakukan pada massa urease yang
ditambahkan 0,1; 0,5 ; 1 ; dan 1,5 µg, ketebalan membran 5 µm; 10 µm; dan 15 µm, dan
larutan urea ph 6; 7; 8; dan 9. Masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali
ulangan.
Kondisi optimum pembuatan biosensor konduktometri urea dalam sampel
serum darah berbasis SPCE – Nata de Coco pada massa urease 1µg; ketebalan membran
0,5 µm; ph larutan uji 8. Pada kondisi tersebut, kinerja biosensor ditunjukkan kepekaan
14,81 µs/ppm, batas deteksi 0,035 ppm, dan kisaran konsentrasi urea linier 0,035
hingga 0,4 ppm. Biosensor ini diaplikasikan dalam penentuan urea dalam sampel
serum darah memiliki akurasi 73 hingga 87%. Dengan demikian biosensor ini dapat
digunakan sebagai alternatif penentuan urea dalam sampel serum darah dan
mengurangi ketergantungan Indonesia dengan produk luar negeri.
II-6
LABORATORIUM KIMIA TERAPAN II
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA INDUSTRI
FV-ITS