Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PRAKTIK PROFESI NERS

SEMINAR KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA


MEDIS FEBRIS CONVULSI (KEJANG DEMAM KOMPLEK) PADA ANAK
DI RUANGAN INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD)
RS SITI KHODIJAH SEPANJANG

Oleh kelompok 7:

Rizaldi Heru Susanto, S.Kep 20184663027


Gita Nur Kholif, S.Kep 20184663009
Tiya Adriana, S.Kep 20184663052
Nur Azizah, S.Kep 20184663034
Moch Masyhudiono, S.Kep 20184663037

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2018
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Praktek Profesi Ners Seminar Kasus Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Diagnosa Medik Febris Convulsi (Kejang Demam Komplek) Pada Anak Di Ruangan Instalasi
Gawat Darurat (Igd) RS Siti Khodijah Sepanjang telah disetujui dan diperiksa isinya dan
susunannya :

Hari, Tanggal : Selasa , 2 April 2019


Ruang : Instalasi Gawat Darurat
Rumah Sakit : Siti Khodijah Sepanjang

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(Nanang Abdul S, S.Kep.,Ns.) (Nugroho Ariwibowo, S.Kep,Ns,M.Kep)

Mengetahui,
Kepala Ruangan Instalasi Gawat Darurat
RS Siti Khodijah Sepanjang

(Nanang Abdul S, S.Kep., Ns.)

ii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, rasa syukur tercurahkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa


melimpahkan rahmat-Nya dan memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan seminar kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan diagnosa medic
Febris Convulsi (kejang demam) di Ruangan Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Siti
Khodijah Sepanjang” sebagai salah satu tugas Profesi Ners Departement Keperawatan Gawat
Darurat.
Mengingat bahwa dalam pembuatan laporan seminar ini tidak lepas dari berbagai pihak
yang membantu dalam penyusunan dan memberi dorongan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Nugroho Ariwibowo, S.Kep,Ns.M.Kep. selaku dosen pembimbing akademik
Profesi Ners di RS Siti Khodijah Sepoanjang.
2. Nanang Abdul S, S.Kep,Ns selaku Kepala Ruangan Instalasi Gawat Darurat RS Siti
Khodijah Sepanjang.
3. Para perawat yang bertugas Ruangan Instalasi Gawat Darurat di RS Siti Khodijah
Sepanjang.
4. Teman-teman penulis yang selalu memberi dukungan serta membantu dalam
menyelesaikan laporan seminar ini.
Penulis menyadari bahwa laporan seminar ini jauh dari sempurna, maka dari itu penulis
mengharapkan kritik dan saran demi peningkatan laporan seminar ini.

Surabaya, 2 April 2019

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah ................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 3
2.1 Definisi Febris Convulsi (kejang Demam)............................... 3
2.2 Etiologi Febris Convulsi (kejang Demam)............................... 3
2.3 Klasifikasi Febris Convulsi (kejang Demam) .......................... 5
2.4 Patofisiologi Febris Convulsi (kejang Demam) ....................... 6
2.5 Manifestasi Klinis Febris Convulsi (kejang Demam)............... 7
2.6 Pemeriksaan Fisik Febris Convulsi (kejang Demam ................ 8
2.7 Pemeriksaan Diagnostik Febris Convulsi (kejang Demam) ..... 8
2.8 Penatalaksanaan Febris Convulsi (kejang Demam) ................. 10
2.9 Prognosis Febris Convulsi (kejang Demam............................. 10
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN FEBRIS CONVULSI (KEJANG DEMAM)
Pengkajian ...................................................................................... 17
Analisa Data ................................................................................... 30
Intervensi........................................................................................ 34
Implementasi .................................................................................. 36
Evaluasi .......................................................................................... 39
BAB 4 PENUTUP ..................................................................................... 42
3.1 Kesimpulan ........................................................................... 42
3.2 Saran ..................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 43
LAMPIRAN

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering terjadi pada anak,
dari 25 anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan, anak yang masih
berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan sistem
kekebalan tubuh belum terbangun secara sempurna (Harjaningrum, 2011). Serangan kejang
demam pada anak yang satu dengan yang lain tidaklah sama, tergantung nilai ambang kejang
masing-masing. Oleh karena itu, setiap serangan kejang harus mendapat penanganan yang
cepat dan tepat, apalagi kejang yang berlangsung lama dan berulang.Sebab, keterlambatan
dan kesalahan prosedur bisa mengakibatkan gejala sisa pada anak, bahkan bisa menyebabkan
kematian (Fida&Maya, 2012). Kejang yang berlangsung lama biasanya disertai apneu (henti
nafas) yang dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia (berkurangnya kadar oksigen jaringan)
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak. Apabila anak sering kejang, akan semakin banyak sel otak yang
rusak dan mempunyai risiko menyebabkan keterlambatan perkembangan, retardasi mental,
kelumpuhan dan juga 2-10% dapat berkembang menjadi epilepsi (Mohammadi, 2010).
Insiden terjadinya kejang demam diperkirakan mencapai 4-5% dari jumlah penduduk
di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan Eropa Barat.Namun di Asia angka kejadian kejang
demam lebih tinggi, seperti di Jepang dilaporkan antara 6-9% kejadian kejang demam, 5-10%
di India, dan 14% di Guam (Hernal, 2010). Angka kejadian kejang demam di Indonesia
sendiri mencapai 2-4% tahun 2008 dengan 80% disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan.
Angka kejadian di wilayah Jawa Tengah sekitar2-5% pada anakusia 6 bulan-5 tahun disetiap
tahunnya. 25-50% kejang demam akan mengalami bangkitan kejang demam berulang
(Gunawan, 2008).
Kejang pada anak dapat mengganggu kehidupan keluarga dan kehidupan sosial orang
tua khususnya ibu, karena ibu dibuat stress dan rasa cemas yang luar biasa.Bahkan, ada yang
mengira anaknya bisa meninggal karena kejang. Beberapa ibu panik ketika anak mereka
demam dan melakukan kesalahan dalam mengatasi demam dan komplikasinya.Kesalahan
yang dilakukan ibu salah satunya disebabkan karena kurang pengetahuan dalam menangani.
Memberikan informasi kepada ibu tentang hubungan demam dan kejang itu sendiri
merupakan hal yang penting untuk menghilangkan stress dan cemas mereka (Hazaveh, 2011).

1
WHO memperkirakan pada tahun 2005 terdapat lebih dari 21,65 juta penderita kejang
demam dan lebih dari 216 ribu diantaranya meninggal. Selain itu di Kuwait dari 400 anak
berusia 1 bulan-13 tahun dengan riwayat kejang, yang mengalami kejang demam sekitar 77%
(WHO, 2005) Sebenarnya banyak hal yang bisa dilakukan ibu dalam mengatasi demam pada
anak sebelum terjadi kejang dan selanjutnya membawa ke rumah sakit.Mengukur suhu dan
memberi obat penurun panas, kompres air hangat (yang suhunya kurang lebihsama dengan
suhu badan anak) dan memberikan cairan yang cukup dapat menurunkan suhu tubuh anak.Ibu
harus menyadari bahwa demam merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kejang,
dikarenakan adanya peningkatan suhu tubuh yang cepat (Raftery, 2008).
Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti didapatkan data angka kejadian
kejang demam yang terdapat pada rekam medik sepanjang tahun 2011-2012 di Puskesmas
Gatak Sukoharjo sebanyak 38 anak dari usia 1-3 tahun dan merupakan angka kejadian kejang
demam tertinggi pada 2 minggu terakhir 2019 di IGD RS Siti Khodijah Sepanjang . Bahkan
dalam kurun waktu kurang dari 6 bulan terdapat beberapa anak yang kembali dirawat dengan
kasus yang sama. Hasil wawancara oleh beberapa ibu, mereka mengatakan datang dengan
keadaan cemas dan panik terhadap kondisi anak. Mereka tidak tahu tentang apa yang terjadi
pada anak mereka dan tidak mampu memberikan pertolongan terhadap anak mereka.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Diperolehnya pengetahuan atau gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada
kasus Kejang.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian yaitu mengumpulkan data subyektif dan data
obyektif pada pasien dengan kejang demam.
b. Mampu menganalisa data yang diperoleh
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien dengan kejang demam
d. Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan kejang
demam
e. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang
ditentukan.
f. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
1.3 Manfaat Penulisan
Hasil studi kasus ini dapat memberikan wawasan tantang kejang demam pada anak
dengan menggunakan asuhan keperawatan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kejang Demam


Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah
suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun,
berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau
penyebab tertentu.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan-5 tahun. Anak yang pernah
mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam
kejamg demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kiurang dari 1 bulan tidak
termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5
tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi
SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Kejang demam diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu:
1. Kejang Demam Sederhana (Simple Febrile Seizure)
2. Kejang Demam Kompleks (Complex Febrile Seizure)

Kejang Demam Kompleks adalah kejang demam dengan salah satu ciri berikut ini:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam

Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit atau kejang berulang
lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang anak tidak sadar. Kejang lama terjadi pada
8% kejang demam. Kejang fokal adalah kejang parsial satu sisi, atau kejang umum yang
didahului kejang parsial. Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di
antara 2 bangkita kejang anak sadar. Kejang berulang terjadi pada 16% di antara anak
yang mengalami kejang demam.

3
2.2 Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran
pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih. Kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi
dapat menyebabkan kejang.
Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu terdapat
faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat,
problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.
Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi atau
lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga
epilepsi.

2.3 Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu
energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting
adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan
perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sitem kardiovaskuler. Jadi
sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO 2 dan
air.
Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid
dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan
elektrolit lainnya, kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka
terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-
ATPase yang terdapat pada permukaan sel.

4
Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion
Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter
dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung
dari tinggi rendahnya ambang kejang seseorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 0C
sedangkan pada anak denagn ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu
400C atau lebih. Dari kenyataan ini dapatlah disimpulkan bahwa terulangnya kejang demam
lebih sering terjadi pada ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulangannya
perlu diperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa. Tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai terjadinya apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang
tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah
faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejangt
lama. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan
kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi ”matang” di kemudian hari, sehingga terjadi serangan

5
epilepsi yang spontan. Jadi kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan
kelainan antomis di otak hingga terjadi epilepsi.

2.5 Manifestasi Klinik


a. Kejang parsial ( fokal, lokal )
1. Kejang Parsial Sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
a) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh;
umumnya gerakan setipa kejang sama.
b) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi
pupil.
c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa
seakan jatuh dari udara, parestesia.
d) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
2. Kejang Parsial Kompleks
a) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsial simpleks.
b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap –
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang
pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
c) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
b. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
1. Kejang absens
a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.
b) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang
dari 15 detik.
c) Awalan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi
penuh.
2. Kejang Mioklonik
a) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
b) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa
kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.

6
c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok.
d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

3. Kejang Tonik Klonik


a) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada
otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari
1 menit.
b) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih.
c) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
d) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
4. Kejang atonik
a) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak
mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.
b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

Serangan kejang demam berupa serangan kejang klonik atau tonik-klonik bilateral dan
dapat juga terjadi seperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan,
gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan
fokal. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak, tetapi
setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit
neurologis. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara (hemiparesis Todd) yang
berlangsung beberapa jamsampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti
oleh hemiparesis yang menetap.
2.6 Komplikasi
a. Aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi Mental
2.7 Langkah Diagnostik
2.7.1 Anamnesis
1. Adanya Kejang, Jenis Kejang, Kesadaran, Lama Kejang, Suhu Sebelum/Saat
Kejang, Frekuensi, Interval, Pasca Kejang, Penyebab Demam Di Luar Susunan
Saraf Pusat.
2. Riwayat Perkembangan, kejang demam dalam keluarga, epilepsi dalam
keluarga.
7
3. Singkirkan penyebab kejang lainnya.

2.7.2 Pemeriksaan Fisik


Kesadaran, suhu tubuh, tanda rangsang meningeal, tanda peningkatan tekanan
intrakranial, tanda infeksi di luar SSP.

2.8 Pemeriksaan Diagnostik


a. Elektroensefalogram (EEG) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan
fokus dari kejang. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG) tidak dapat
memprediksi berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan
pada keadaan kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang demam
kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal.
b. X-Ray : Foto X-Ray kepala menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif
dari biasanya untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magnetic resonance imaging ( MRI ) : atau pencitraan seperti Computed
Tomography Scan (CT-Scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang
sekali dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
1) Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2) Paresis nervus VI
3) Papil edema
menghasilkan bayangan dengan menggunakan lapangan magnetik dan
gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah – daerah otak
yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT
d. Pemindaian positron emission tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik
atau alirann darah dalam otak
e. Uji laboratorium
1) Pungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler Pemeriksaan
cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningits, terutama pada pasien kejang pertama.
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematocrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
8
5) GDA
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah

2.9 Diagnosa Banding


Penyebab lain kejang disertai demam seperti Meningitis atau Ensefalitis
2.10 Penatalaksanaan
Pengobatan medikamentosa saat kejang dapat dilihat pada tata laksana penghentian
kejang (lihat bagan). Saat ini lebih diutamakan pengobatan profilaksis intermiten pada saat
demam, berupa:
1. Antipiretik
Tujuan utama pengobatan kejang demam adalah mencegah demam meningkat.
Berikan parasetamol 10-15 mg/kgBB/hari setiap 4-6 jam atau ibuprofen 5-10
mg/kgBB/hari tiap 4-6 jam.
2. Antikejang
Beri diazepam oral 0,3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam saat demam atau diazepam
rektal 0,5 mg/kgBB/hari setiap 12 jam saat demam. Efek samping diazepam
oral adalah letargi, mengantuk, dan ataksia.
3. Pengobatan jangka panjang
Pengobatan jangka panjang selama 1 tahun dapat dipertimbangkan pada
kejang demam kompleks dengan faktor resiko. Obat yang digunakan adalh
fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari atau asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari.

2.11 Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya baik dan tidak
menyebabkan kematian. Frekuensi berulangnya kejang berkisar antara 25-50%, umumnya
terjadi pada 6 bulan pertama. Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.

9
2.12 Bagan Penghentian Kejang Demam

KEJANG
1. Diazepam rektal 0,5 mg/kgBB atau
Berat badan < 10 kg: 5 mg
Berat badan > 10 kg: 10 mg
2. Diazepam IV 0,3-0,5 mg/kgBB
KEJANG
Diazepam Rektal

Di rumah sakit

KEJANG
Diazepam IV
Kecepatan 0,5-1 mg/menit (3-5 menit)
(Depresi pernapasan dapat terjadi)

KEJANG
Fenitoin bolus IV 10-20 mg/kgBB
Kecepatan 0,5-1 mg/kgBB/menit

KEJANG
Transfer ke ruang rawat intensif

Keterangan:
1. Bila kejang berhenti terapi profilaksis intermiten atau rumatan diberikan nerdasarkan
kejang demam sederhana atau kompleks dan faktor lainnya
2. Pemberian fenitoin bolus sebaiknya secara drip intravena dicampur denagn cairan
NaCl fisiologis, untuk mengurangi efek sampinh aritmia dan hipotensi.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GADAR

A. IDENTITAS PASIEN IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : An. R Nama : Tn.Y
Umur : 9 bln Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki Jenis kelamin : Laki-laki
Suku : Jawa Suku : Jawa
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : tidak sekolah Pendidikan : SMA
Alamat : Taman Sidoarjo Alamat : Taman Sidoarjo

B. RIWAYAT KEPERAWATAN
1. Kluhan utama : Panas
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien masuk ke IGD Tanggal 25 Maret 2019 jam 23.00 dalam kondisi kejang. Ibu
pasien mengatakan pada tanggal 25 maret 2019 jam 16.00 sore, pasien panasnya
39°C panas sudah sejak 3 hari yang lalu naik turun. ibu pasien dibawa ke klinik diberi
obat paracetamol syrup tetapi panas belum turun. Pada tanggal 25 Maret 2019 jam
22.00 panasnya tetap tidak kunjung turun dan di rumah sempat kejang-kejang 2 kali.
lalu dibawa ke igd jam 23.00 sejak 1 jam yg lalu mata melirik, menggigit lidah dan
kulit teraba panas dan pucat.
3. Riwayat penyakit sebelumnya :
Pasien belum pernah kejang sebelumnya
4. Riwayat kesehatan keluarga :
Keluarga mengatakan tidak ada riwayat penyakit, Kejang demam, DM, Hipertensi

11
5. Genogram:

: Laki-laki meninggal

: Perempuan meninggal

: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

: Tinggal 1 rumah

C. PENGKAJIAN FISIOLOGIS
- Pengembangan paru √ Simetris Asimetris
- Pemakaian otot pernafasan Ada √ Tidak ada √

- Suara pernafasan Bilateral Rales Rochi Wheezing


Lokasi : ..................................................................
- Batuk Produktif √ Non produktif
- Sputum Kuning Coklat Kental Berdarah
Kehijauan Lain-lain : Tidak ada sputum
- Pernafasan √ Dyspnoe Tachypnoe Orthopnoe
√ Irregular Bradipnoe
- Alat bantu nafas Jenis : O2 nasal: 3 lpm (jam 00.00), O2 Simple Mask: 8
lpm (jam 00.30), Juction risk
- Jalan nafas
Respirasi

Tersumbat, bunyi tambahan : Gurgling

- Suara jantung Normal (S1 S2 Tunggal)


- Irama jantung Reguler
- Capillary Refill Time < 2 detik
- Edema Tidak ada
Kardiovaskuler

- JVP Nilai : .................................................


- CVP ............................................................
Lain – lain ............................................................

12
Reaksi pupil : Ada
- Kiri Diameter : 2 mm.
- Kanan Ada
Reflek cahaya : Diameter : 2 mm
- Kiri Ada
- Kanan Ada
- Gaslow Coma Scale E:1 M:1 V:1
- Reflek Fisiologis Ada
- Reflek Patologis Babinski Chaddok Kaku kuduk
- Meningeal sign Ophenhaim Brudzinski Hoffman tromner
Tanda peningkatan TIK
- Nyeri kepala Ada Tidak ada
- Pusing Ada Tidak ada
- Keinginan muntah Ada Tidak ada
Neurologi

- Lain – lain Ada Tidak ada


.....................................................................................

13
- Abdomen Supel Flat Distensi
- Peristaltik usus Normal Tidak ada Hipoaktif Hiperaktif
- Mual Ada Tidak ada
- Muntah Ada Tidak ada
Jumlah : .............. Karakteristik : ....................
- Haematemesis Ada Tidak ada
Jumlah : ............. Karakteristik : .....................
- Terpasang NGT Ada Tidak ada
Jumlah : .............. Karakteristik : ....................
- Melena Ada Tidak ada
Jumlah : ............. Karakteristik : .....................
- Perdarahan perectal Ada Tidak ada
Jumlah : .............. Karakteristik : ....................
- Diare Ada Tidak ada
Jumlah : ............. Karakteristik : .....................
- Konstipasi Ada Tidak ada
Hari ke : ........................................
Abdomen

- Ascites .......................................................
- Lain – lain .......................................................
- Kulit Panas

- Turgor kulit Baik Menurun Jelek


- Perdarahan Ptechie Purpura Echimosis Haematom
- Ikterus Ada Tidak ada
Integumen

- Lain-lain ...............................................................................
..............................................................................
- Urine Memakai pampers berat 2500 gram = 600 cc
- Catheter Tidak

- Kesulitan BAK Tidak


Perkemihan

- Vaginal drainage Tidak


Lain – lain ..................................................................................
.................................................................................

14
- Kemampuan pergerakan sendi Bebas Terbatas
- Parese Ya Tidak
- Paralise Ya Tidak
- Hemiparese Ya Tidak
- Kontraktur Ya Tidak
- Lain – lain .........................................
.........................................
Ekstremitas : Tidak ada kelainan Peradangan
- Atas Patah tulang Perlukaan
Lokasi : ................................
- Tulang Belakang Tidak ada kelainan Peradangan
Muskuloskeletal

Patah tulang Perlukaan


Lokasi : ................................
Lain – lain ...............................................
...............................................
Riwayat pertumbuhan dan Perubahan ukuran kepala, tangan atau kaki pada
perkembangan fisik waktu dewasa
Kekeringan kulit atau rambut
Exopthalmus Goiter Hipoglikemia
Tidak toleran terhadap panas
Tidak toleran terhadap dingin
Polidipsi Poliphagi Poliuri
Endokrin

Postural hipotensi Kelemahan


Lain – lain ……………………………………….
P Konsep Diri Tanggapan tentang tubuh : .....................................
s Citra diri / body image Bagian tubuh yang disukai : ..................................
i Bagian tubuh yang tidak disukai : .........................
k Persepsi terhadap kehilangan bagian tubuh lainnya
o Sebutkan : ..............................................................
s Identitas Status klien dalam keluarga :
o Suami Istri Anak
s Kepuasan klien terhadap status dan posisinya dalam
i keluarga :

15
a Puas Tidak puas
l Kepuasan klien terhadap jenis kelaminnya :
Puas Tidak puas
Lain – lain : ...........................................................
………………………………………
Peran Tanggapan klien terhadap perannya :
Senang tidak senang
Lain – lain : ..........................................................
Kemampuan / kesanggupan klien melaksanakan perannya
:
Sanggup Tidak sanggup
Lain – lain : ..........................................................
..........................................................
Ideal diri / Harapan Kepuasan klien melaksanakan perannya :
Puas Tidak puas
Lain – lain : ..........................................................
….…………………………………
Tubuh : ……………………………………..
Posisi (dalam pekerjaan) : ……………….....
Status (dalam keluarga) : …………………..
Tugas/pekerjaan : ..........................................
Harapan klien terhadap penyakit yang sedang di deritanya
: ..............................................................
Lain –lain : ............................................................
Tanggapan klien terhadap harga dirinya :
Harga diri Tinggi Sedang Rendah
Lain – lain : ..........................................................
.............................................................
Klien sering dikunjungi oleh keluarga :
Sosial / Interaksi Ya Kadang-kadang Tidak
Hubungan klien dengan keluarga :
Baik Cukup Kurang
Pola komunikasi dengan keluarga :
Baik Cukup baik Kurang
16
Dukungan keluarga terhadap klien :
Baik Cukup Kurang
Lain – lain : .........................................................
.........................................................
Konsep tentang penguasaan kehidupan
Spiritual Tuhan Allah Dewa lain-lain
Sumber kekuatan / harapan di saat sakit
Tuhan Allah Dewa lain-lain
Ritual agama yang bermakna/berarti/diharapkan saat ini :
sholat membaca kitab suci
lain-lain
Sarana/peralatan/orang yang diperlukan untuk melakukan
ritual agama yang diharapkan saat ini:
Lewat ibadah Rohaniawan lain-lain
Upaya kesehatan yang bertentangan dengan keyakinan
agama :
Makanan Tindakan Obat-obatan lain-lain
Keyakinan/kepercayaan bahwa penyakit dapat
disembuhkan
Ya tidak
Persepsi terhadap penyebab penyakit
Hukuman Cobaan lain-lain

17
NUTRISI
Pola Makan
- Diet : Makan Nasi biasa
- Mendapat makanan tambahan : Ya √ Tidak
- Klien Makan : Sendiri √ Bantuan
- Makanan yang disajikan : Habis √ ¾ porsi ½ porsi ¼ porsi
- Klien mengalami kesulitan menelan : Ya √ Tidak
Penyebab : -
- Makanan yang diberikan: tidak ada
- Lain-lain : tidak ada

Surabaya, ........................................
Perawat Primer,

(........................................................)

18
Nama Pasien : An. R
Umur : 9 bulan
Diagnosa Medis : .Kejang demam Konvulsi.
Tanggal : 25 Maret 2019
Vital Sign Hemodinamik Ventilator Analisa Gas Darah
Waktu

TD RR Suhu Nadi CVP MAP Oxi TV FIO2 MODE PEEP pH PCO2 PO2I A:a HCO2 B
Meter DO2
O2 Sat

07.00

08.00

09.00

10.00

11.00

12.00

13.00

14.00

15.00

16.00

17.00

18.00

19
19.00

20.00

21.00

22.00

23.00

24.00 - 32 38,7 120

01.00 - 32 37,7 110

02.00

03.00 32 37,7 110

04.00

05.00 37,5

06.00 37.6

20
Pemeriksaan Penunjang :
Cek DL
Foto Thorax

Terapi:
Stesolid Supp 1 x 125 mg
Santagesik 100 mg
Ceftriaxone 200 mg

21
Nama Pasien : An.R
Umur : 9 bulan
Diagnosa Medis : Kejang Demam Konvulsi
Tanggal : 25 Maret 2019

Medikasi/Pemberian Tempat Jumlah Tanda


Waktu Dosis
infus Pemberian Tetesan Tangan
00.00 Stesolid Supp 125 mg Suppositoria
00.10 D5 ¼ NS IV 20 tpm
00.10 Inj. Santagesik 100mg IV
01.15 Inj. Ceftriaxone 200mg IV

Pengeluaran
Tanggal/waktu Keterangan
Urine Emesis NGT BAB
25 Maret 2019 600 cc - - - Pampers

22
INTERVENSI
Nama Pasien : An.R Diagnosa Medis : Kejang Deman Komplikata
Umur : 9 bulan Tanggal : 25 Maret 2019
NO. DIAGNOSA TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1. Jalan Nafas paten 1) Kaji frekuensi / 1)
Takipnea , pernafasan
inefektif b/d tindakan 2. Tidaka ada suara kedalaman pernafasan dangkal dan pergerakan
Penumpukan secret keperawatan selama nafas tambahan dan gerakan dada. dada asimetris sering
dan penurunan reflek 1x4 jam, jalan nafas 3. Suara nafas normal 2) Auskultasi suara paru terhjadi karena
fisiologis. pasien dalam 4. Tidak ada dispnea catat area penurunan ketidaknyamanan gerakan
kembali normal. 5. N: 120-160 x/menit, atau tidak ada aliran dinding dada dan cairan
reguler, kuat udara atau bunyi nafas paru.
6. RR: 20-30 x/menit tambahan gurgling 2)
penurunan aliran udara
3) pasang OPA terjadi pada daerah
(Oropharingeal tube) konsolidasi dengan cairan.
4) Lakukan pengisapan 3)
membuka jalan nafas
suction sesuai indikasi. supaya aliran udara bebas.
5) Kolaborasi dengan 4)
merangsang batuk dan
dokter pemberian membersihkan jalan nafas
bronkodilator, secara mekanik.
antibiootik dan 5)
mengencerkan dan
santagesik mengelurkan secret atau
cairan yang menutupi
jalan nafas.
2. Pola Nafas Inefektif Setelah dilakukan 1. Tidak ada suara 1) Kaji frekuensi / 1) Rr Biasanya meningkat ,
b/d gangguan tindakan nafas tambahan kedalaman pernafasan dispnea dan terjadi
exspansi paru keperawatan selama 2. Suara nafas normal dan gerakan dada. peningkatan kerja nafas

23
1x4 jam, pola pasien 3. Tidak ada dispnea 2) Auskultasi suara paru dan kedalaman
kembali normal. 4. N: 120-160 x/menit, catat area penurunan perbnafasan bervariasi
reguler, kuat atau tidak ada aliran tergantung fungsi nafas
5. RR: 20-30 x/menit udara atau bunyi nafas dan paru.
tambahan gurgling. 2) Bunyi nafas menurun.
3) Tinggikan kepala dan penurunan aliran udara
bantu mengubah posisi. terjadi pada daerah
4) berikan oksigen konsolidasi dengan cairan
tambahan dan terjadi suara nafas
abnormal.
3) Membantu ekspansi paru
dan memudahakan
pernafasan.
4) Memaksimalkan bernafas
dan menurunkan kerja
nafas.
3. Hipertermi b/d Setelah dilakukan 1. Akral hangat, 1) Bina hubungan saling 1) Memberikan terapi secara
proses infeksi virus, tindakan kering, merah percaya pada klien dan holistic kepada pasien,
bakteri d/d suhu keperawatan selama 2. K/U baik keluarga (M) bahkan keluarga pasien
tubuh meningkat, 1x4 jam, suhu pasien 3. Anak tidak rewel 2) Monitor TTV dan 2) Mengetahui kondisi pasien
mukosa bibir kering dalam batas normal 4. TTV dalam batas keluhan pasien tiap 1 dan mengurangi keluhan
(36,5-37,5°C) normal: jam (O) yang diderita pasien.
- S: 36,5-37,5°C 3) Membantu proses
- N: 120-160 3) Beri kompres air biasa penguapan karena terjadi
x/menit, reguler, pada klien (pada bagian vasodilatasi pori-pori pada
kuat belakang kepala atau bagian sub jaringan kulit
- RR: 20-30 didaerah hipotalamus,
x/menit ketiak, di lipatan paha) 4) Mempercepat penguapan

24
5. Hasil Lab Normal : (M) dengan pakaian yang tipis
- Hb: (11,7 – 4) Anjurkan pasien diseka dan memperlancar
15,5 gl/dl) dan Beri pakaian tipis peredaran darah.
- Leukosit: (3600 dan menyerap keringat 5) Suhu ruangan harus diubah
– 11.000/cc) klien (M) untuk mempertahankan
suhu normal
5) Pantau suhu lingkungan, 6) Agar keluarga tahu cara
batasi / tambahkan linen menurunkan panas
sesuai indikasi (M)
6) Berikan HE tentang cara 7) Mengurangi demam dan
menurunkan panas (E) aksi sentral pada
hipotalamus oleh infeksi
7) Lanjutkan kolaborasi bakteri atau virus.
dengan dokter dalam
pemberian cairan Intra
Vena, antipiretik, anti
kejang.
4. Kekurangan volume Setelah dilakukan, 1. Kesadaran Compos 1) Monitor TTV dan keluhan 1) Mengetahui kondisi pasien
cairan b/d tindakan Mentis pasien (O) dan mengurangi keluhan
ketidakseimbangan keperawatan 1x4 2. Anak tidak rewel yang diderita pasien
input dan output jam, masalah pasien 3. Akral hangat 2) Monitor intake-output 2) Untuk mengetahui
cairan dapat teratasi 4. Mukosa bibir lembab pasien (O) keseimbangan cairan
5. CRT < 2 detik pasien dan untuk
6. Ubun-ubun tidak 3) Beri minum sedikit tetapi menentukan kebutuhan
cekung sering dan sesuai cairan pasien
7. Turgor kulit kembali kebutuhan (M) 3) Menstabilkan intake
<1 detik output, keseimbangan
8. Intake output 4) Beri Health Education cairan teratasi melalui

25
seimbang pada keluarga pasien cairan maintenance, cairan
9. TTV dalam batas mengenai pentingnya per oral, plasma
normal: kebersihan alat minum (E)
- S: 36,5-37,5°C 4) Agar keluarga pasien
- N: 100-160 5) Kolaborasi dengan dokter selalu waspada dan selalu
x/menit, pemberian terapi menjaga kebersihan alat
reguler,kuat tambahan cairan enteral. minum
- RR: 20-30 5) Infus D5 ½ s 150 cc/3jam
x/menit dan 500 cc/24 jam 
10. Hasil Lab Normal : merupakan indikasi untuk
- Hb: (11,7 – memenuhi kebutuhan
15,5 gl/dl) harian air dan elektrolit
- Leukosit: (3600 dengan kandungan kalium
– 11.000/cc) cukup untuk mengganti
- Natrium 136- ekskresi harian pada
146 mmol/L keadaan asupan oral
- Kalium 3.5-5.0 terbatas.
mmol/L
11. Produk urine :
1cc/kgBB/24jam
12. Keluarga pasien
mampu
menjelaskan
pentingnya
kebersihan alat
minum.

26
Implementasi Keperawatan
Nama : An.R
Umur : 9 bulan
Diagnosa : Kejang Deman

Tanggal Masalah Waktu Catatan Paraf


Perkembangan
25 Bersihan jalan Jam 00.00 1. Mengobservasi TTV, RR, Nadi Suhu
Maret nafas inefektif b/d Jam 00.10 2. Memberikan Tambahan oksigen nasal 3 Lpm
2019 Penumpukan secret Jam 00.15 3. Memasang OPA (Oropharingeal Tube)
dan penurunan Jam 00.20 4. Mengauskultasi suara nafas paru
reflek fisiologis. Jam 00.25 5. Mensuction penghisapan lendir cairan dan
sekret
Jam 00.30 6. Memasang Oksigen Non Rebreathing Mask 8
Lpm
Jam 01.00 7. Memaasang Iv Line Atau Infus Untuk
Mengembalikan Cairan Tubuh dengan D5 ¼
Ns 20 TPm
Jam 01.20 8. Memberikan Injeksi Santagesik 100 mg
Jam 01.30 9. Memonitor TTV Setiap 15 Menit terutama
suhu (suhu 38.3)
25 Pola Nafas Jam 00.00 1. Mengobservasi TTV, RR, Nadi Suhu
Maret Inefektif b/d Jam 00.10 2. Memberikan Tambahan oksigen nasal 3 Lpm
2019 gangguan exspansi Jam 00.15 3. Memasang OPA (Oropharingeal Tube)
paru Jam 00.20 4. Mengauskultasi suara nafas paru
Jam 00.30 5. Memberikan Oksigen NRM 8 LPM Serta
pasang Juction Rese.
Jam 01.00 6. Memonitor TTV Setiap 15 Menit terutama
suhu (suhu 38.3)

25 Hipertermia b.d Jam 00.00 1. Mengobservasi TTV Terutama Suhu 38.5


Maret efek langsung dari Jam 00.10 2. Memberikan Obat Kejang Stesolid Dizepam

27
2019 sirkulasi endotoksin 125 mg
pada hipotalamus Jam 00.15 3. Memaasang Iv Line Atau Infus Untuk
Jam 00.20 Mengembalikan Cairan Tubuh dengan D5 ¼
Jam 00.25 Ns 20 TPm
Jam 01.00 4. Memberikan Injeksi Santagesik 100 mg dan
Injeksi Ceftriaxione 200 mg
Jam 01.20 5. Mengajarkanjarkan Keluarga Untuk
Jam 01.30 Menurunkan Panas Cara Mengompres
6. Tingkatkan Intake Cairan Dan Nutrisi
Jam 01. 45 7. Memonitor TTV Setiap 15 Menit terutama
suhu (suhu 38.3)
8. Pantau Tanda-Tanda Kejang Berulang
25 Kekurangan Jam 00.00 1. Mengobservasi TTV
Maret volume cairan b/d Jam 00.10 2. Memonitor intake dan output
Jam 00.20 3. Menimbang berat badan pasien.
2019 ketidakseimbangan
Jam 01.00 4. HE kepada ibu px terhadap pemberian MPA
input dan output kepada anak umur dibawah 1 tahun.
cairan Jam 01.10 HE Pada ibu tentang pentingnya kebersihan alat
makan dan minum serta cuci tangan sebelum
dan sedudah menyiapkan makan atau minum
anak
Jam 00.25 5. Memberikan cairan infus D5 ½ NS 500 cc
Jam 01.00 6. Injeksi Ceftriaxione 200 mg

28
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kejang demam merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan segera.
Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk menghindari cacat
yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang sering. Untuk itu tenaga
perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam mengatasi keadaan tersebut serta
mampu memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan penderita, yang meliputi aspek
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta
memandang klien sebagai satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual.

4.2 Saran
Diharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan penyusun
makalah

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Kapita Selekta Kedokteran. Ilmu Kesehatan Anak. Media Aeculapius. Fakultas


Kedoteran Universitas Indonesia 2000.
2. Konsensus Penatalaksanaan kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi Neurologi. Ikatan
Dokter Anak Indonesia 2006.
3. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas
Kedokteran Universitas Indinesia 1985.
4. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Edisi I
2004.

30
CRITICAL APRASIAL: EFEKTIFITAS KOMPRES HANGAT DENGAN TEPID
WATER SPONGE TERHADAP PENURUNAN DEMAM PADA PASIEN YANG
MENGALAMI KEJADIAN DEMAM DI RUANGAN ICU RSUD ARJAWINANGUN
KABUPATEN CIREBON

1. Pertanyaan Klinik
Pada pasien demam apakah pengaruh dari pemberian Terapi kompres hangat dengan
tepid water sponge terhadap penurunan demam pada pasien yang mengalami kejadian
demam?
2. Menentukan PIO / PICO / PICOT

P : pasien yang mengalami kejadian demam

I : efektifitas kompres hangat dengan teid water sponge

O : penurunan demam

3. Kata Kunci
Demam, kompreshangat, tepid water sponge
4. Artikel Penelitian
Efektifitas Kompres Hangat Dengan Tepid Water Sponge Terhadap Penurunan Demam
Pada Pasien Yang mengalami kejadian Demam Di Ruangan ICU RSUD Arjawinangun
Kabupaten Cirebon
5. Pertanyaan Critical Apraisal
1) Why was study done? (mengapa penelitian ini dilakukan?)
 Masalah penelitian tertulis jelas dalam latar belakang begitu juga dengan skala
masalahnya. Peneliti menuliskan bahwa salah satu Komprestapid sponge adalah
sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok pada
pembuluh darah supervisial dengan teknik seka Komprestapid sponge dapat
mengurangi rasa tidak nyaman yang dirasakan pasien
 Penulis sudah menuliskan dengan jelas tujuan efektifitas kompres hangat
dengantepid water sponge terhadap penurunan demam pada pasien yang
mengalami kejadian demam
 Fakta dan teori dituliskan kutipannya sehingga meningkatkan nilai kebenarannya.
2) What is the sample size? (bagaimaan jumlah sample?)
 Desain penelitian ini menggunakan kuasi eksperimen yang digunakan adalah One
Group Pretest Posttest. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan
menggunakan teknik convince sampling didapatkan 30 responden. Instrumen
yang digunakan lembar observasi berdasarkan SOP tindakan tepid water sponge
di ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon.
 Jenis sampel yang digunakan sudah sesuai dengan jenis penelitiannya (kuasi
Experimenl) sehingga hasilnya bisa digeneralisasikan.
3) Are the measurements of major variabels valid & reliable? (apakah instrument
dan pengukuran dari variabel utama valid dan reliable?
 Instrumen dalam penelitian ini menggukanan lembar observasi hasil pengukuran
suhu tubuh sebelum dan setelah dilakukan tindakan kompres hangat dengan tapid
water sponge. Tindakan kompres hangat dengan tapid water sponge dan
pengukuran suhu tubuh dilakukan sesuai dengan SOP yang ada di ruangan ICU
RSUD Arjawinangun. Menggunakan termometer merk Omron model MC-246
power supply Alkaline.
 Tidak dituliskan instrument yang digunakan. Jadi tidak diketahui juga validitas
dan reliabilitasnya. Suatu penelitian yang menggunakan instrument yang belum
teruji validitas dan reliabilitasnya maka hasilnya menjadi not clinically
meaningfull.
 Jadi hasil penelitian ini masih dipertanyakan dalam praktik klinis.
4) How were the data analyzed? (bagaimana analisis data, uji apa yang
digunakan?)
 Penelitian Desain penelitian ini menggunakan eksperimental semu (Quasi
Experiment) yaitu suatu penelitian yang menggunakan kelas kontrol sebagai
pembandingnya kuasi eksperimen yang digunakan adalah One Group Pretest
Posttest yaitu eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja dengan
kelompok pembanding.
 Peneliti sudah menggunakan uji yang sesuai.
5) Were there any untoward events during the conduct of the study? (apakah hal
atau kejadian yang tidak diinginkan selama proses penelitian?)
 Dalam penelitian ini dijelaskan secara pasti 4-5 jam diberikan antipiretik
dilakukan pemberian kompres tepid spronge kekurangan di jurnal ini tidak
menjelaskan berapa lama kompres tepid sponge. Penulis juga tidak menjelaskan
efek yang merugikan dari terapi .
6) How do the result fit with previous research in the area? (apakah hasil
penelitian sesuai dengan penelitian sebelumnya?)
Peneliti sudah menuliskan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan terapi
demam
7) What does this research mean for clinical pratice? (apa manfaat penelitian
untuk praktik klinis?)
Menurut sistematika penelitian ini sudah cukup bagus untuk dijadikan acuhan klinis
tetapi masih perlu untuk lebih ditingkatkan lagi, sehingga memberikan hasil yang
benar-benar valid dan sesuai shingga dapat diaplikasikan dengan baik di klinis.
Efektivitas Kompres hangat dengan Tepid Water Sponge terhadap
Penurunan Demam pada Pasien yang mengalami Kejadian Demam di
Ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon

Liliek Pratiwi1; Rizki Yeni Wulandari2;Mariah3


FIKES Universitas Muhammadiyah Cirebon1, FIKES Universitas
Muhammadiyah Cirebon2, RSUD Arjawinangun3

ABSTRAK

Demam atau sering disebut hipertermia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh
melebihi titik tetap (set point) lebih dari 370C. Sebagian besar hipertermia
berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi local atau sistemik. Dampak
hipertermia berupa penguapan cairan tubuh yang berlebihan sehingga terjadi
kekurangan cairan dan kejang. Kompres hangat adalah metode fisik untuk
menurunkan suhu tubuh bila seseorang mengalami demam. Kompres tepid sponge
adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan teknik kompres blok
pada pembuluh darah supervisial dengan teknik seka. Tujuan Penelitian ini adalah
efektifitas kompres hangat dengan tepid water sponge terhadap penurunan demam
pada pasien yang mengalami kejadian demam di ruangan ICU RSUD
Arjawinangun Kabupaten Cirebon.
Rancangan penelitian ini menggunakan kuasi eksperimen yang digunakan adalah
One Group Pretest Posttest. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
dengan menggunakan teknik convince sampling didapatkan 30 responden.
Instrumen yang digunakan lembar observasi berdasarkan SOP tindakan tepid water
sponge di ruangan ICU RSUD ArjawinangunKabupaten Cirebon.
Hasil penelitiannya menunjukan bahwa rata-rata suhu tubuh sebelum dilakukan
intervensi 38,870C dan setelah10 menit dilakukan intervensi adalah 38,070C dan 30
menit setelah dilakukan intervensi adalah 37,110C. Hasil uji t test dependent
didapatkannilaip value = 0,000 (alpha = 0,05) maka terdapat efektifitas kompres
hangat dengan tepid water sponge dalam menurunkan demam pada pasien yang
mengalami kejadian demam di ruangan ICU RSUD ArjawinangunKabupaten
Cirebon.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah kompres hangat dengan tepid water
sponge efektif dalam menurunkan demam pada pasien yang mengalami kejadian
demam di ruangan ICU RSUD ArjawinangunKabupaten Cirebon. Saran dari hasil
penelitian ini adalah diharapkan intervensi kompres hangat dengan tepid water
sponge pada pasien demam agar dilaksanakan oleh perawat dan rumah sakit
terusmelakukanperbaikanstandar-standar yang ada.

Kata Kunci : Demam, Kompreshangat, tepid water sponge


Pendahuluan
Demam adalah suatu kondisi saat suhu badan lebih tinggi dari biasanya atau suhu
diatas normal. Umumnya terjadi ketika seseorang mengalami gangguan kesehatan.
Suhu badan normal biasanya berkisar 360 -370C (Widjaya, 2012). Sedangkan suhu
tubuh pada anak balita adalah 37,2oC-37,0oC. Jadi seorang anak balita dikatakan
demam setelah suhu badan mencapai 37,50C atau lebih (Mansjoer, 2010).
Demam atau sering disebut hipertermia adalah suatu keadaan dimana suhu tubuh
melebihi titik tetap (set point) lebih dari 370C, yang biasanya diakibatkan oleh
kondisi tubuh atau eksternal yang menciptakan lebih banyak panas daripada yang
dapat dikeluarkan oleh tubuh (Wong, 2008, hlm.377). Sebagian besar hipertermia
berhubungan dengan infeksi yang dapat berupa infeksi lokal atau sistemik. Oleh
karena itu, hipertermia harus ditangani dengan benar karena terdapat beberapa
dampak negatif yang ditimbulkan (Kolcaba, 2007, dalam Setiawati, 2009,
hlm.3).
Menurut Mansjoer (2010) menjelaskan juga bahwa demam akan berdampak pada
perubahan sistem tubuh baik pada anak maupun pada orang dewasa, seperti
menggigil,mengigau dan dapat juga mengakibatkan kejang. Angka kejadian
demam 2-5% pada anakusia 6 bulan hingga 5 tahun dan terdapat 3-4% terjadi pada
orang dewasa (Judarwanto, 2012). Banyak hal yang berdampak negatif akibat
demam, makadiperlukan penurunan suhu tubuh yang sesuai dan aman bagi pasien,
baik penurunan secara medikal terapimaupun non medikal terapi (mansjoer, 2010).
Terjadinya peningkatan suhu tubuh diatas normal karena adanya reaksi infeksi oleh
virus, bakteri, jamur atau parasit yang menyerang tubuh misalnya batuk, pilek,
radang tenggorokan, dan pneumonia.
Dampak yang ditimbulkan hipertermia juga dapat berupa penguapan cairan tubuh
yang berlebihan sehingga terjadi kekurangan cairan dan kejang. Perawat sangat 1
berperan untuk mengatasi hipertermia melalui peran mandiri maupun kolaborasi.
Untuk peran mandiri perawat dalam mengatasi hipertermia bisa dengan melakukan
kompres (Alves & Almeida, 2008, dalam Setiawati, 2009).
Kompres adalah salah satu metode fisik untuk menurunkan suhu tubuh bila
seseorang mangalami demam. selama ini kompres dingin atau menggunakan es
menjadi kebiasaan yang dilakukan oleh ibu saat anaknya mengalami demam. Selain
kompres dingin tersebut, kompres alkohol juga dikenal sebagai bahan untuk
mengkompres. Saat ini kompres dingin menggunakan es sudah tidak dianjurkan
lagi karena pada kenyataannya demam tidak turun bahkan cenderung naik dan dapat
menyebabkan pasien menjadi menggigil dan kebiruan. metode kompres yang lebih
baik adalah dengan kompres Tapid Sponge (Kolcaba, 2007, Hal 132).
Komprestapid sponge adalah sebuah teknik kompres hangat yang menggabungkan
teknik kompres blok pada pembuluh darah supervisial dengan teknik seka (Alves,
2008). Komprestapid sponge dapat mengurangi rasa tidak nyaman yang dirasakan
pasien. Menurut (Edwards, 2006) menjelaskan bahwa selain terapi simptomatis
dan kausatif dengan obat-obatan, demam dapat diturunkan dengan kompres kulit.
Salah satunya dengan kompres Tapid Sponge. Hal yang sama juga dikemukakan
oleh Menurut Suprapti, (2008)tapid sponge efektifdalam mengurangi suhu tubuh
yang mengalami hipertermia dan juga membantu dalam mengurangi rasa sakit
atauketidaknyamanan.
Hasil penelitian Setiawati, (2008) rata- rata penurunan suhu tubuh pada anak
hipertermia yang mendapatkan terapi antipiretik ditambahtapidsponge sebesar
0,530C dalam waktu 30 menit. Sedangkan yang mendapatkan terapitapid sponge
saja rata-rata penurunan suhu tubuhnya sebesar 0,970C dalam waktu 60 menit. Hasil
penelitian lain yang sesuai adalah penelitian Fatmawati (2011) meneliti tentang
efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam pada pasien thypoid
abdominalis, dimana didapatkan hasil bahwa tindakan kompres hangat efektif
dalam menurunkan demam pada pasien thypoid abdominalis.
Hasil penelitian yang sama juga dilakukan oleh Haryani, dkk (2012) yang
mendapatkan bahwa ada pengaruh kopmres tapid water sponge terhadap penurunan
suhu tubuh pada anak umur 1-10 tahun dengan hipertermia, dengan penurunan rata-
rata 1,40C dan p value = 0,0001 < 0,05. Hasil penelitian Isnaeni, dkk (2014) dengan
menggunakan desain penelitian pre eksperimental denganrancangan two groups
pretest and posttest design. Sampelnya adalah pasien usia 6 bulan s/d 3 tahun yang
mengalami deman. Hasil penelitiannya adalah kompres water tapid sponge lebih
efektif jika dibandingkan dengan metode kompres hangat pada pasien usia 6 bulan
s/d 3 tahun yang mengalami demam.
Hipertermia terjadi pada 1 dari 2000 kasus anak berumur 1 – 10 tahun yang dirujuk
di unit gawat darurat pedriatrik RS Amerika serikat (Nelson, 2009). Lebih lanjut
Setiawati (2009), menjelaskan bahwa sebagian besar hipertermi berhubungan
dengan infeksi lokal atau sistemik.
Prevalensi kasus demam sering terjadi akibat penyakit-penyakit tertentu misalnya
akibat penyakit infeksi. Di Indonesia kasus demam tanpa sebab yang jelas
merupakan gejala yang sering ditemukan di pelayanan tingkat dasar (Puskesmas)
yaitu sekitar 45 % dari jumlah kunjungan, selanjutnya disusul oleh kasus-kasus lain
seperti diare, ISPA dan lain-lain (Depkes, 2014). Berdasarkan profil kesehatan Jawa
Barat 2014, didapatkan bahwa kasus demam pada pasien yang dirawat di rumah
sakit se-jawa barat, menduduki peringkat pertama, terutama pada kasus anak-anak,
yaitu 46,7% (Dinkes Jawa Barat, 2015).
Prevalensi pasien demam di ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon
pada tahun 2013 berjumlah 97 pasien dan pada tahun 2014 berjumlah 111 pasien,
dan sampai dengan bulan September 2015 tercatat 101 pasien yang mengalami
demam dengan berbagai penyebab. Dilihat dari jumlah pasien yang mengalami
demam atau hipertermia diatas menunjukan adanya peningkatan jumlah pasien
setiap tahunnya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian
tentang efektifitaskompres tapid water spongeterhadap penurunan suhu tubuh pada
pasien yang mengalami kejadian demam di ruangan ICU RSUD Arjawinangun
Kabupaten Cirebon.

Metodologi Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan eksperimental semu (Quasi Experiment)yaitu
suatu penelitian yang tidak menggunakan kelas kontrol sebagai pembandingnya
(Arikunto, 2012).
Desain penelitian kuasi eksperimen yang digunakan adalah One Group Pretest
Posttest yaitu eksperimen yang dilaksanakan pada satu kelompok saja tanpa
kelompok pembanding. Untuk menguji Efektifitas kompres hangat dengan tepid
water sponge terhadap penurunan demam pada pasien yang mengalami kejadian
demam di ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon. Penelitian ini
dilakukan dengan cara melakukan pretest (Y1) sebelum memberikan tindakan
kompres hangat dengan tepid water sponge (X) dan melakukan posttest (Y2) setelah
diberikan tindakan kompres hangat dengan tepid water sponge.
Desain yang digunakan pada penelitian ini digambarkan dalam tabel sebagai
berikut :

Desain Penelitian One Group Pretest Posttest Design


Pre Test Intervensi Post Test

Y1 X Y2

Keterangan :
Y1 : Suhu Tubuh sebelum dilakukan tindakan
Y2 : Suhu tubuh setelah dilakukan tindakan
X : Intervensi tindakan kompres hangat dengan tapidwater
sponge.

1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau obyek yang akan diteliti
(Arikunto, 2006). Ridwan (2006) mengatakan populasi merupakan keseluruhan
dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi objek penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami kejadian
demam di ICU RSUD Arjawinangun.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,2006). Riduan
(2006) menyimpulkan bahwa sampel merupakan bagian dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri atau keadaan yang akan diteliti. Sampel pada penelitian ini
adalah seluruh pasien yang mengalami kejadian demam, pada saat penelitian
berlangsung yaitu 30 orang.
3. Cara Pengambilan sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik
acidental sampling, yaitu pengambilan sampel di pilih berdasarkan pada responden
yang ditemui secara kebetulan pada saat penelitian berlangsung (Arikunto, 2006),
a. Kriteria inklusinya adalah sebagai berikut :
1) Pasien yang dirawat di ruangan ICU RSUD Arjawinangun.
2) Pasien mengalami demam dengan suhu tubuh ≥ 380C
2) Pasien yang mengalami demam setelah 4 – 5jam setelah diberi
antipiretik
b. Kriteria eklusinya adalah :
1) Pasien dalam kondisi gelisah.
2) Pasien dengan penyakit jantung yang memerlukan bedrest total.
Definisi Operasional
Definisi operasional untuk masing-masing variabel yang diteliti dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Independendan Dependen
VARIABEL DEFINISI ALAT HASIL SKALA
OPERASIONAL UKUR UKUR

V.
Independen Pemberian kompres Lembar SOP Dilakukan Ordinal
Kompres hangat diseluruh kompres tindakan
hangat tubuh, dengan hangat kompres
dengan tepid menggunakan suhu dengan tepid hangat
water sponge air yang water sponge dengan
digunakan370C, tapid water
dengan cara buka sponge
seluruh pakaian
pasien dan letakkan
lap mandi di dahi,
aksila, serta pangkal
paha, Pasang selimut
mandi, Selanjutnya
lap ekstremitas,
punggung dan
bokong pasien,
Keringkan
ekstremitas dan
bagian tubuh secara
menyeluruh, selimuti
pasien dengan
handuk atau selimut,
Lakukan selama 3
sampai 5 menit, dan
kaji ulang suhu
setelah 10 menit
intervensi dicek suhu
dan diulang setiap 5
menit sebanyak 5
kali.
VARIABEL DEFINISI ALAT HASIL SKALA
OPERASIONAL UKUR UKUR

V. dependen
Penurunan Selisih derajat celsius Menggunakan Derajat Interval
Suhu Tubuh demam sebelum dan termometer Celsius
setelah dilakukan digital yang suhu tubuh
intervensi tindakan diletakan sebelum
kompres hangat pada axila dan setelah
dengan tepid water pasien sesuai dilakukan
sponge dengan intervensi
prosedur
(SOP) yang
ada di
ruangan ICU
RSUD
Arjawinangun
Alat pengukur
suhu tubuh
dengan
menggunakan
termometer
digital 2
macam
dengan
spesifikasi :
Merk :Omron
Model : MC -
246
Jenis baterai :
Alkalin

A. Instrumen penelitian
Instrumen dalam penelitian ini menggukanan lembar observasi hasil pengukuran
suhu tubuh sebelum dan setelah dilakukan tindakan kompres hangat dengan tapid
water sponge. Tindakan kompres hangat dengan tapid water sponge dan
pengukuran suhu tubuhdilakukan sesuai dengan SOP yang ada di ruangan ICU
RSUD Arjawinangun.Menggunakan termometer merk Omron model MC-246
power supply Alkaline.
Hasil Penelitian
1. Analisis Univariat
a. Suhu tubuh sebelum dilakukan intervensi keperawatan kompres hangat
dengan tapid water sponge.
Hasil pengukuran suhu tubuh sebelum dilakukan tindakan keperawatan kompres
hangat dengan tapid water sponge pada pasien yang mengalami kejadian demam di
ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon, adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1
Distribusi rata-rata suhu tubuh sebelum dilakukan Intervensi keperawatan
kompres hangat dengan tepid water sponge

Variabel Mean SD SE 37 N

Suhu Tubuh 38,87 0,408 0,0746 30

Berdasarkan tabel 5.1, maka dapat dijelaskan bahwa rata-rata suhu tubuh sebelum
dilakukan tindakan keperawatan kompres hangat dengan tapid water sponge pada
pasien yang mengalami kejadian demam di ruangan ICU RSUD Arjawinangun
Kabupaten Cirebon adalah 38,87 0C, standar deviasi (derajat penyimpangan)
0,4080C dengan standar error-nya 0,07460C.
b. Suhu tubuh setelah dilakukan intervensi keperawatan kompres hangat
dengan tapid water sponge
Hasil pengukuran suhu tubuh setelah dilakukan tindakan keperawatan kompres
hangat dengan tapid water sponge pada pasien yang mengalami kejadian demam di
ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon.
Pengukuran dilakukan pada 10 menit setelah intervensi (Pengukuran I), 15 menit
setelah intervensi (Pengukuran II), 20 menit setelah intervensi (Pengukuran III), 25
menit setelah intervensi (Pengukuran IV) dan 30 menit setelah intervensi
(Pengukuran V). adapun hasilnya yaitu sebagaimana tabel 5.2 dibawah ini.
Tabel 5.2
Distribusi rata-rata suhu tubuh setelah dilakukan Intervensi keperawatan kompres
hangat dengan tapid water sponge
Variabel Mean SD SE n

Pengukuran I (10 menit stlh


38,48 0,441 0,0805 30
intervensi)
Pengukuran II (15 menit stlh
38,07 0,249 0,0447 30
intervensi)
Pengukuran III (20 menit stlh
37,90 0,291 0,0531 30
intervensi)
Pengukuran IV (25 menit stlh
37,44 0,315 0,0576 30
intervensi)
Pengukuran V (30 menit stlh
37,11 0,234 0,0427 30
intervensi)

Berdasarkan tabel 5.2, maka dapat dijelaskan bahwa rata-rata suhu tubuh setelah
dilakukan tindakan keperawatan kompres hangat dengan tapid water sponge pada
pasien yang mengalami kejadian demam di ruangan ICU RSUD Arjawinangun
Kabupaten Cirebon, pada pengukuran I (10 menit setelah intervensi) adalah 38,48
0
C, standar deviasi (derajat penyimpangan) 0,4410C. Pengukuran II (15 Menit
setelah intervensi) yaitu 38,07 0C, standar deviasi (derajat penyimpangan) 0,2940C,
Pengukuran III (20 Menit setelah intervensi) yaitu 37,900C, standar deviasi
(derajatpenyimpangan) 0,2910C, Pengukuran IV (25 Menit setelah intervensi) yaitu
37,440C, standar deviasi (derajat penyimpangan) 0,3150C, Pengukuran V (30 Menit
setelah intervensi) yaitu 37,11 0C, standar deviasi (derajat penyimpangan) 0,2340C.
2. Analisis Bivariat
a. Uji Normalitas data
Sebelum dilakukan uji analisis untuk mengetahui efektifitas kompres hangat
dengan tapid water sponge terhadap penurunan demam pada pasien yang
mengalami kejadian demam di ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten
Cirebon, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis menggunakan uji
normalitas data.
Menurut Hastono (2007) sebuah data dikatakan berdistribusi normal jika ρ > 0,05.
Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak
komputer dengan hasil sebagai berikut :
Table 5.3 Uji Normalitas Data
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
SEBELUM .195 30 .105 .943 30 .113
INTERVENSI
PENGUKURAN .230 30 .108 .803 30 .109
PERTAMA (10 MENIT
STLH INTERVENSI)
PENGUKURAN .318 30 .107 .836 30 .101
PERTAMA (15MENIT
STLH INTERVENSI)
PENGUKURAN .203 30 .103 .934 30 .063
PERTAMA (20 MENIT
STLH INTERVENSI)
PENGUKURAN .155 30 .065 .911 30 .075
PERTAMA (25 MENIT
STLH INTERVENSI)
PENGUKURAN .350 30 .081 .644 30 .091
PERTAMA (30 MENIT
STLH INTERVENSI)

Berdasarkan tabel 5.3diketahui bahwa nilai probabilitasKolmogorov-Smirnov


maupun Shapiro-wilk ρ>0,05. Dapatdisimpulkan bahwa data penelitian sebelum
dan sesudah dilakukan tindakan keperawatan kompres hangat dengan tapid water
spongedinyatakan berdistribusi normal. Sehingga dapat dilakukan uji t test
dependen
b. Efektifitas kompres hangat dengan tapid water sponge terhadap
penurunan demam
Hasil uji normalitas data didapatkan bahwa data berdistribusi normal, sehingga
untuk mengetahui efektifitas kompres hangat dengan tapid water sponge terhadap
penurunan demam pada pasien yang mengalami kejadian demam di ruangan ICU
RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon digunakan uji t test dependent. Adapun
hasilnya adalah sebagai berikut :
Tabel 5.4
Distribusi rata-rata suhu tubuh sebelum dan setelah dilakukan Intervensi
keperawatan kompres hangat dengan tapid water sponge
Variabel Mean SD SE P value n
Suhu Tubuh :
Sebelum Intervensi 38,87 0,408 0,0746
Setelah 10 menit 0,000
Intervensi 38,48 0,441 0,0805 30
(Pengukuran I)

Setelah 15 menit
Intervensi 38,07 0,2449 0,0447 0,000 30
(Pengukuran II)

Setelah 20 menit
Intervensi 37,90 0,2906 0,0531 0,000 30
(Pengukuran III)

Setelah 25 menit
Intervensi 37,43 0,3155 0,0576 0,000 30
(Pengukuran IV)

Setelah 30 menit
Intervensi 37,11 0,2339 0,0427 0,000 30
(Pengukuran V)

Berdasarkan tabel 5.4 maka dapat dijelaskan bahwa rata-rata suhu tubuh sebelum
di intervensi adalah 38,87 dengan standar deviasi 0,408, artinya rata-rata suhu tubuh
pasien sesuai dengan kriteria inklusi yaitu lebih dari 380C, dan pasien dalam kondisi
demam. Rata-rata suhu tubuh setelah dilakukan intervensi mengalami penurunan
yaitu pada pengukuran I rata-ratanya adalah 38,480C, pengukuran II = 38,070C,
pengukuran III = 37,900C, pengukuran IV = 37,430C dan pengukuran IV = 37,110C.
Hasi uji statistik dengan uji t test dependent didapatkan nilaip value = 0,000 ,
artinya nilai p value < alpha (0,05), maka dapat disimpulkan hipotesis terdapat
efektifitas kompres hangat dengan tapid water sponge dalam menurunkan demam
pada pasien yang mengalami kejadian demam di ruangan ICU RSUD
Arjawinangun Kabupaten Cirebon dapat diterima.

Pembahasan
Hasil analisis univariat didapatkan bahwa rata-rata suhu tubuh sebelum dilakukan
tindakan keperawatan kompres hangat dengan tapid water sponge pada pasien yang
mengalami kejadian demam di ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten
Cirebon adalah 38,87 0C, standar deviasi (derajat penyimpangan) 0,4080C dengan
standar error-nya 0,07460C
Rata-rata suhu tubuh setelah dilakukan tindakan keperawatan kompres hangat
dengan tapid water sponge pada pengukuran I (10 menit setelah intervensi) adalah
38,48 0C, standar deviasi (derajat penyimpangan) 0,4410C. Pengukuran II (15 Menit
setelah intervensi) yaitu 38,07 0C, standar deviasi (derajat penyimpangan) 0,2940C,
Pengukuran III (20 Menit setelah intervensi) yaitu 37,900C, standar deviasi (derajat
penyimpangan) 0,2910C, Pengukuran IV (25 Menit setelah intervensi) yaitu
37,440C, standar deviasi (derajat penyimpangan) 0,3150C, Pengukuran V (30 Menit
setelah intervensi) yaitu 37,11 0C, standar deviasi (derajat penyimpangan) 0,2340C
Hasi uji statistik dengan uju t test dependent didapatkan nila p value = 0,000 ,
artinya nilai p value < alpha (0,05), maka dapat disimpulkan hipotesis terdapat
efektifitas kompres hangat dengan tapid water sponge dalam menurunkan demam
pada pasien yang mengalami kejadian demam di ruangan ICU RSUD
Arjawinangun Kabupaten Cirebon dapat diterima.
Hasil penelitian diatas, sesuai dengan penelitian Djuwariyah, Sodikin, Mustiah
(2010) yaitu pemberian kompres hangat efektif dalam menurunkan suhu tubuh
anak. Penelitian lain adalah penelitian Haryani (2012) yang mendapatkan hasil
bahwa Analisa menggunakan uji wilcoxon signed rank test, didapatkan pvalue
sebesar 0,00001<0,05 dengan penurunan rata-rata sebesar 1,40C.
Penelitian ini dengan sampel kombinasi antara pasien dewasa dan pasien anak-
anak. Kompres tapid water sponge juga efektif dilakukan pada pasien dewasa.
Hasil penelitian diatas juga sesuai dengan toeri yang dikemukakan oleh Barbara R
Hegher,2013, yang menyatakan bahwa kompres hangat merupakan metode untuk
menurunkan suhun tubuh. Kompres dengan air hangat dengan menggunakan suhu
26 – 34ºC. Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa
hangat dan tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas.
Dengan demikian tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya
tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh dilakukan
melalui non medikal terapi dapat dilakukan dengan melakukan kompres pada
daerah tertentu (Silvia, 2010). Lebih lanjut Setiawati (2011) menjelaskan bahwa
pada kondisi demam maka dianjurkan untuk mengenakan pakaian yang tipis,
banyak minum, banyak istirahat, beri kompres, beri obat penurun panas.
Menurut Ganong (2012), dalam tubuh manusia, panas dihasilkan oleh gerakan otot,
asilmilasi makanan, dan oleh semua proses vital yang berasal dalam tingkat
metabolisme). Sistem yang mengatur suhu tubuh ada 3 bagian utama: 1) Sensor
pada kulit, 2) Inti integrator dalam hypothalamus, 3) Sistem effektor yang mengatur
produksi dan pembuangan panas.
Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat diatas, maka kesimpulan menyatakan
kompres hangat dengan tapid water sponge dapat menurunkan suhu tubuh. maka
perawat setiap melakukan perawatan pada pasien demam dapat melakukan
intervensi keperawatan melalui pemberian kompres hangat dengan tapid water
sponge yang sesuai dengan SOP yang ada.
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti mempunyai
kesimpulan sebagai berikut:
1. Rata-rata suhu tubuh sebelum dilakukan tindakan keperawatan
kompres hangat dengan tapid water sponge pada pasien yang
mengalami kejadian demam di ruangan ICU RSUD Arjawinangun
Kabupaten Cirebon adalah 38,87 0C.
2. Terjadi penurunan rata-rata suhu tubuh setelah dilakukan tindakan
keperawatan kompres hangat dengan tapid water sponge
3. Terdapat efektifitas kompres hangat dengan tapid water sponge dalam
menurunkan demam pada pasien yang mengalami kejadian demam di
ruangan ICU RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon

Saran
1. Bagi Perawat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai intervensi mandiri keperawatan dalam
menangani pasien demam di ruang ICU RSUD Arjawinangun.
2. Bagi Rumah Sakit
Disarankan untuk selalu melakukan update atau revisi terhadap SOP-SOP yang
telah dibuat oleh rumah sakit, sehingga mengikuti IPTEK yang berkembang.
3. Bagi Pendidikan
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk dasar pengembangan ilmu keperawatan
terutama intervensi terhadap kasus-kasus demam.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S, 2012. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT.


Rineka Cipta

Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan Konep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien. Jakarta. Salemba Medika

Depkes, 2014. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan penelitan dan Pengembangan
Kesehatan RI.
Dinkes Jawa Barat, 2015.Profil Kesehatan Jawa Barat 2014. Dinas Kesehatan Jawa
Barat.

Djuwariyah, Sodikin, Mustiah. 2010efektivitas penurunan suhu tubuh


menggunakan kompres hangat dan kompres plester pada anak dengan
demam di ruang kantilRSUD. Skripsi

Engram, B. 2013. Rencana Asuhan Keperawatan Medika Bedah Volume 3. Jakarta


: EGC.

Guyton, Hall. 2010. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Haryani& Arief2012, Pengaruh Kompres tepid Water Sponge terhadappenurunan


suhu tubuh pada anak 1-10tahun dengan hipertermia (studikasus di RSUD
Tugurejo Semarang. Jurnal. Semarang

Haryani. 2012 Pengaruh tepid water sponge hangat terhadap penurunan suhu tubuh
pada anak umur 1-10 tahun dengan hipertermia (studi kasus di RSUD
Tugurejo Semarang). tesis

Hastono. S,P. 2007. Analisis Data Kesehatan. FKM UI : Depok

Isnaeni, Irdawati & Agustaria, 2014. Efektifitas Penurunan Suhu Tubuh antara
kompres hangat dan Water Tepid Sponge pada pasien anak usia 6 bulan –
3 tahun di Puskesmas Kartasura Sukoharjo. Jurnal-Naska Publikasi.

Mansjoer Arief. dkk. 2010. Kapita selekta kedokteran, jilid 1 dan 2. Media
Aeskulapius. Jakarta.

Nelson, dkk. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15. Jakarta : EGC

Potter, P.A & Perry,A.G. 2010. Buku ajar Fundamental Keperawatan:Konsep,


Proses dan Praktik. Jakarta.EGC

Ridwan. 2006. Metodologi Penelitian. Salemba Medika Jakarta.

Rosdahl,C.B & Kowalski,M.T. 2011. Textbook of Basic nursing. Ed 9.


Philadelphia:Wolters Kluwer ealth-Lippincot Williams & Wilkins.

RSUD Arjawinangun, 2014., Profil RSUD Arjawinangun.

Setiawati, T. 2009. Pengaruh Tepid Water Sponge erhadap penurunan suhu tubuh
dan kenyamanan pada anak usia pra sekolah dan sekolah yang mengalami
demam di ruang perawatan anak rumah sakit muhammadiyah bandung.
Tesis. http://lontar.ui.ac.id/opac/ui

Silvia P., 2005, Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.


Supartini. 2006. Konsep Dasar Keperawatan Anak . Jakarta. EGC

Wong, D. L 2008, Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Edk 6, Alih Bahasa : Andry
H, Sari K, Setiawan, Jakarta : EGC.

________, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT.


Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai