STROKE HEMORAGIK
Pembimbing :
dr. Era Ery Dhani
Daftar Isi................................................................................................................ 2
Bab I Pendahuluan................................................................................. 3
Bab II Laporan Kasus............................................................................. 4
Bab III Tinjauan Pustaka.......................................................................... 26
Bab IV Pembahasan.................................................................................. 49
Daftar Pustaka
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
pengkajian retrospektif terbaru menemukan bahwa 40,9% dari 757 kasus stroke
adalah stroke hemoragik. Namun pendapat menyatakan bahwa peningkatan
presentase mungkin dikarenakan peningkatan kualitas pemeriksaan seperti
ketersediaan CT scan, taupun peningkatan penggunaan terapeutik agen platelet dan
warfarin yang dapat menyebabkan perdarahan. [2]
Stroke adalah penyebab kematian dan disabilitas utama.
D e n g a n k o m b i n a s i seluruh tipe stroke secara keseluruhan, stroke menempati
urutan ketiga penyebab utama kematian dan urutan pertama penyebab utama
disabilitas. Morbiditas yang lebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi
terdapat pada stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik. Hanya 20%
pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. [2]
BAB II
LAPORAN KASUS
I. DATA PRIBADI
Nama : Ny. H
Umur : 68 tahun
Bangsa : Indonesia
Suku : Banjar
Agama : Islam
Status : Menikah
Alamat : Pandawan
No RM : 090695
3
II. ANAMNESIS
kanan sejak 4 jam SMRS, sebelumnya pasien masih bisa berjalan, dan beraktivitas
seperti biasa, namun setelah pasien selesai menunaikan sholat subuh, pasien
mendadak tidak bisa berjalan. Saat jatuh pasien pingsan, pasien juga ada muntah
satu kali, muntah berisi makanan dan cairan putih. Pasien kemudian dilarikan ke
Saat Sampai di IGD pasien sadar, bicara pelo namun masih bias memahami instruksi
petugas kesehatan. Menurut anak pasien, sehari yang lalu pasien sering
mengeluhkan sakit kepala. Karena keluhan itu pasien jadi lebih sering tiduran dan
beristirahat.
Pasien tidak pernah seperti ini sebelumnya, dan tidak pernah dirawat di RS. Riwayat
Intoksikasi :
Tidak ditemukan riwayat keracunan obat, zat kimia, makanan dan minuman.
Tidak terdapat riwayat penyakit DM, hipertensi, asma dan stroke pada keluarga.
Pasien tinggal bersama anak. Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
4
Tensi : 210/120 mmHg
Respirasi : 24 kali/menit
Suhu : 36,5 oC
Kepala/Leher :
Thoraks
Abdomen :
- Auskultasi : BU (+) N
Ekstremitas :
5
IV. STATUS PSIKIATRI SINGKAT
Penyerapan : Baik
Kemauan : Baik
Psikomotor : normoaktif
V. STATUS NEUROLOGIS
A. Kesan Umum:
Kesadaran : composmentis
GCS : 4-5-6
Scanning (-)
Sensorik (-)
Anomik (-)
Asimetris : (-)
Torticolis : (-)
Miophatik : (-)
6
Fullmoon : (-)
B. Pemeriksaan Khusus :
Kernig : (-)/(-)
Laseque : (-)/(-)
Bruzinski I : (-)/(-)
Bruzinski II : (-)/(-)
2. Saraf Otak
Kanan Kiri
7
Atas : dbn dbn
Pupil
Lebar 3 mm 3 mm
Cabang Motorik
Cabang Sensorik
8
N. Facialis Kanan Kiri
Waktu Diam
Waktu Gerak
Bersiul : Susah
Hyperakusis : (-)
N. Vestibulocochlearis
Vestibuler
Vertigo : (dbn)
Nystagmus : (dbn)
Cochlearis : tdl
Menelan : dbn
9
Kedudukan arcus pharynx : normal
N. Hypoglossus
Atrofi : (-)
3. Sistem Motorik
Kekuatan Otot
1 5
1 5
Pseudohypertrofi :-
10
Palpasi Otot : Nyeri :-
Kontraktur :-
Konsistensi :-
Hipotoni - - - -
Spastik - - - -
Rigid - - - -
Rebound Phenomen - - - -
Gerakan Involunter
Chorea : -/-
Athetose : -/-
Balismus : -/-
Fasikulasi : -/-
Myoklonik : -/-
Koordinasi : tdl
4. Sistem Sensorik
Tubuh
11
Nyeri superficial : dbn dbn dbn
Rasa propioceptik
Rasa enteroceptik
Rasa Kombinasi
Stereognosis : dbn
Barognosis : dbn
Graphesthesi : dbn
Fungsi Luhur
Apraxia : (-)
Alexia : (-)
Agraphia : (-)
Fingerosesthesia : (-)
12
Acalculia : (-)
5. Refleks-refleks
Refleks kulit
- -
- -
Refleks Tendon
Refleks biceps : +2 / +2
Refleks triceps : +2 / +2
Refleks patella : +2 / +2
Refleks achilles : +2 / +2
Refleks Patologis
Tungkai
13
Refleks Mendel Bacterew : (-) / (-)
Lengan
Refleks Primitif
Palmomental : (-)/(-)
- Salivasi : normal
7. Columna Vertebralis
Kelainan Lokal
14
- Nyeri tekan/ketuk : tde
- Fleksi : dbn
- Ekstensi : dbn
- Rotasi : dbn
Keterangan :
- N : normal
8. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 15,5 g/dL
Siriraj Skor :
Kesadaran 2,5 x 0 1
Muntah 2x1 2
Sakit kepala 2x1 2
Ateroma Marker (Diabetes, 2x0 0
15
Angina, klaudikasio
intermiten)
Diastolik 0,1 x 120 +12
Konstanta ˗12 -12
Total 5,0
Skor Siriraj > +1 = serebral hemoragik
VI. DIAGNOSIS
VII. PENATALAKSANAAN
1. Head up 30°
3. IVFD RL 20 tts/menit
6. Po Neulin Ps 2 x 1tab
16
VIII. PROGNOSIS
IX. FOLLOW UP
Gambaran CT-Scan : Tampak lesi hiperdens kecil di pons sisi kiri, volume
17
Oblongata, Cerebellum dan kedua hemicerebri intak. Midline Normal. Fossa
Hasil Laboratorium Kimia Darah tanggal 3 April 2019 Pkl. 08.02 Wita
HDL : 73 mg/dl
Trigliserida : 98 mg/dl
18
Pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor : S1 & S2 tunggal, bisisng (-), murmur (-)
Pulmo : Sn. Vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (+/+)
Abdomen : Bising usus (+) normal, H/L/M tidak teraba
Ekstremitas : edem parese akral hangat
- - - - + +
- - - - + +
Status Neurologis :
Kesadaran : CM, GCS : 4-5-6
Pupil : Bulat, isokor, Ө 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+)
MS : KK (-), L (-), K (-), Br I (-), Br II (-)
NC :-
Motorik : Hemiparese dextra
RF : BPR (+/+) TPR (+/+), KPR (+/+), APR (+/+), BHR (-/-)
RP : Babs (+/-), chad (-/-), hoffman (-/-) tromner (-/-)
SSO : BAB (+) BAK (+) salivasi (+) keringat (+)
P/ Head up 30°
1. IVFD RL 20 tts/menit
4. Po Neulin Ps 2 x 1tab
19
5. Po Simvastatin 1 x 20mg
6. Po Candesartan 1 x 8mg
7. Po Allopurinol 1x300mg
- - - - + +
- - - - + +
Status Neurologis :
Kesadaran : CM, GCS : 4-5-6
Pupil : Bulat, isokor, Ө 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+)
20
MS : KK (-), L (-), K (-), Br I (-), Br II (-)
NC :-
Motorik : Hemiparese dextra
RF : BPR (+/+) TPR (+/+), KPR (+/+), APR (+/+), BHR (-/-)
RP : Babs (+/-), chad (-/-), hoffman (-/-) tromner (-/-)
SSO : BAB (+) BAK (+) salivasi (+) keringat (+)
P/ Head up 30°
1. IVFD RL 20 tts/menit
4. Po Neulin Ps 2 x 1tab
5. Po Simvastatin 1 x 20mg
6. Po Candesartan 1 x 8mg
7. Po Allopurinol 1x300mg
21
Peningkatan JVP (-)
Pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor : S1 & S2 tunggal, bisisng (-), murmur (-)
Pulmo : Sn. Vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (+/+)
Abdomen : Bising usus (+) normal, H/L/M tidak teraba
Ekstremitas : edem parese akral hangat
- - - - + +
- - - - + +
Status Neurologis :
Kesadaran : CM, GCS : 4-5-6
Pupil : Bulat, isokor, Ө 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+)
MS : KK (-), L (-), K (-), Br I (-), Br II (-)
NC :-
Motorik : Hemiparese dextra
RF : BPR (+/+) TPR (+/+), KPR (+/+), APR (+/+), BHR (-/-)
RP : Babs (-/-), chad (-/-), hoffman (-/-) tromner (-/-)
SSO : BAB (+) BAK (+) salivasi (+) keringat (+)
P/ Head up 30°
1. IVFD RL 20 tts/menit
4. Po Neulin Ps 2 x 1tab
5. Po Simvastatin 1 x 20mg
22
6. Po Candesartan 1 x 8mg
7. Po Allopurinol 1x300mg
S/ Keluhan (-)
O/ Status Internus
TD = 140/90 mmHg RR = 22 x/menit
N = 88 x/menit T = 36,8oC
K/L : Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Peningkatan JVP (-)
Pembesaran KGB (-)
Thorax : Cor : S1 & S2 tunggal, bisisng (-), murmur (-)
Pulmo : Sn. Vesikuler, wheezing (-/-), rhonki (+/+)
Abdomen : Bising usus (+) normal, H/L/M tidak teraba
Ekstremitas : edem parese akral hangat
- - - - + +
- - - - + +
Status Neurologis :
Kesadaran : CM, GCS : 4-5-6
Pupil : Bulat, isokor, Ө 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+)
23
MS : KK (-), L (-), K (-), Br I (-), Br II (-)
NC :-
Motorik : Hemiparese dextra
RF : BPR (+/+) TPR (+/+), KPR (+/+), APR (+/+), BHR (-/-)
RP : Babs (-/-), chad (-/-), hoffman (-/-) tromner (-/-)
SSO : BAB (+) BAK (+) salivasi (+) keringat (+)
P/ BLPL
Reham Medik
24
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
25
intraserebral. M o r t a l i t a s d a n m o r b i d i t a s p a d a s t r o k e h e m o r a g i k l e b i h
b e r a t d a r i p a d a s t r o k e iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja
pasien yang mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. S e l a i n
i t u a d a s e k i t a r 4 0 - 8 0 % a k h i r n y a meninggal pada 30 hari pertama
setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama. Penelitian
menunjukkan dari 251 penderita stroke, a d a 4 7 % wanita dan 53% kali-laki dengan
rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur
lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome
yang lebih buruk. [2]
26
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Seks Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi
Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.
27
Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi, menunjukkan
bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan risiko stroke untuk
segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
28
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
29
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.
A. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral paling sering terjadi ketika tekanan darah tinggi
kronis melemahkan arteri kecil, menyebabkannya robek. Penggunakan kokain atau
amfetamin dapat menyebabkan tekanan darah dan perdarahan sementara tapi sangat
tinggi. Pada beberapa orang tua, sebuah protein abnormal yang disebut amiloid
30
terakumulasi di arteri otak. Akumulasi ini (disebut angiopati amiloid) melemahkan
arteri dan dapat menyebabkan perdarahan.[6]
Penyebab umum yang kurang termasuk kelainan pembuluh darah saat lahir,
luka, tumor, peradangan pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan
penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Pendarahan gangguan
dan penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko kematian dari perdarahan
intraserebral.[6]
B. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid biasanya hasil dari cedera kepala. Namun,
perdarahan karena cedera kepala menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dianggap sebagai stroke.[6]
Perdarahan subaraknoid dianggap stroke hanya jika terjadi secara spontan
yaitu, ketika perdarahan tidak hasil dari kekuatan-kekuatan eksternal, seperti
kecelakaan atau jatuh. Sebuah perdarahan spontan biasanya hasil dari pecahnya
aneurisma mendadak di sebuah arteri otak, yaitu pada bagian aneurisma yang
menonjol di daerah yang lemah dari dinding arteri itu.[6]
Aneurisma biasanya terjadi di percabangan arteri. Aneurisma dapat muncul
pada saat kelahiran (bawaan), atau dapat berkembang kemudian, yaitu setelah
bertahun-tahun dimana tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri.
Kebanyakan perdarahan subaraknoid adalah hasil dari aneurisma kongenital.7
Mekanisme lain yang kurang umum adalah perdarahan subaraknoid dari
pecahnya koneksi abnormal antara arteri dan vena (malformasi arteri) di dalam atau
di sekitar otak. Sebuah malformasi arteri dapat muncul pada saat kelahiran, tetapi
biasanya hanya diidentifikasi jika gejala berkembang. Jarang sekali suatu bentuk
bekuan darah pada katup jantung yang terinfeksi, perjalanan (menjadi emboli) ke
arteri yang memasok otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. arteri
kemudian dapat melemah dan pecah.[6]
31
hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area
otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi
energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia
dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya.[7]
Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan
lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi,
meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel
menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai
oleh pembuluh darah tersebut.[7]
Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan
kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia)
akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya
adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect.[7]
Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit
sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus
kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan
terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis
karena kerusakan dari sistem limbik.[7]
Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral
parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan
memori.[7]
Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di
daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior
tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus
optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans
posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik.[7]
Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas
dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat
menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata.
Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan:[7]
32
Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf
vestibular).
Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan
tetraplegia (traktus piramidal).
Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian
wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan
traktus spinotalamikus).
Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus
salivarus), singultus (formasio retikularis).
Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada
kehilangan persarafan simpatis).
Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot
lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]),
strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]).
Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun
kesadaran tetap dipertahankan).
33
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan muntah,
hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari semua
empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau nistagmus,
kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan kontralateral tubuh.[2]
A. Perdarahan Intraserebral
Sebuah perdarahan intraserebral dimulai tiba-tiba. Di sekitar setengah dari jumlah
penderita, serangan dimulai dengan sakit kepala parah, sering selama aktivitas.
Namun, pada orang tua, sakit kepala mungkin ringan atau tidak ada. Gejala
disfungsi otak menggambarkan perkembangan yang terus memburuk sebagai
perdarahan. Beberapa gejala, seperti kelemahan, kelumpuhan, hilangnya sensasi,
dan mati rasa, sering hanya mempengaruhi satu sisi tubuh. Orang mungkin tidak
dapat berbicara atau menjadi bingung. Visi dapat terganggu atau hilang. Mata dapat
menunjukkan arah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Mual, muntah, kejang, dan
hilangnya kesadaran yang umum dan dapat terjadi dalam beberapa detik untuk
menit.[8]
B. Perdarahan Subaraknoid
Sebelum robek, aneurisma yang biasanya tidak menimbulkan gejala kecuali
menekan pada saraf atau kebocoran sejumlah kecil darah, biasanya sebelum pecah
besar (yang menyebabkan sakit kepala), menghasilkan tanda-tanda peringatan,
seperti berikut:[8]
Sakit kepala, yang mungkin luar biasa tiba-tiba dan parah (kadang-kadang
disebut sakit kepala halilintar)
Sakit pada mata atau daerah fasial
Penglihatan ganda
Kehilangan penglihatan tepi
Tanda-tanda peringatan dapat terjadi menit ke minggu sebelum pecahnya aneurisma.
Individu harus melaporkan setiap sakit kepala yang tidak biasa ke dokter segera.[8]
34
Aneurisma yang pecah biasanya menyebabkan sakit kepala, tiba-tiba parah
dan mencapai puncak dalam beberapa detik. Hal ini sering diikuti dengan
kehilangan kesadaran singkat. Hampir setengah dari orang yang terkena meninggal
sebelum mencapai rumah sakit. Beberapa orang tetap berada dalam koma atau tidak
sadar dan sebagian lainnya bangun, merasa bingung, dan mengantuk. Dalam
beberapa jam atau bahkan menit, penderita mungkin menjadi tidak responsif dan
sulit untuk dibangunkan. [8]
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan serebrospinal di sekitar otak
mengiritasi lapisan jaringan yang menutupi otak (meninges), menyebabkan leher
kaku serta sakit kepala terus, sering dengan muntah, pusing, dan nyeri pinggang. [2]
Sekitar 25% dari orang yang mengalami gejala-gejala yang mengindikasikan
kerusakan pada bagian tertentu dari otak, seperti berikut: [2,8]
Kelemahan atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh (paling umum)
Kehilangan sensasi pada satu sisi tubuh
Kesulitan memahami dan menggunakan bahasa
Gangguan berat dapat berkembang dan menjadi permanen dalam beberapa
menit atau jam. Demam adalah gejala umum selama 5 sampai 10 hari pertama.
Sebuah perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan beberapa masalah serius
lainnya, seperti: [2,8]
Hydrocephalus: Dalam waktu 24 jam, darah dari perdarahan subaraknoid
dapat membeku. Darah beku dapat mencegah cairan di sekitar otak (cairan
serebrospinal) dari pengeringan seperti biasanya tidak. Akibatnya, darah
terakumulasi dalam otak, peningkatan tekanan dalam tengkorak.
Hydrocephalus mungkin akan menyebabkan gejala seperti sakit kepala,
mengantuk, kebingungan, mual, dan muntah-muntah dan dapat
meningkatkan risiko koma dan kematian.
Vasospasme: Sekitar 3 sampai 10 hari setelah pendarahan itu, arteri di otak
dapat kontrak (kejang), membatasi aliran darah ke otak. Kemudian, jaringan
otak tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat mati, seperti pada
stroke iskemik. Vasospasm dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke
iskemik, seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh,
35
kesulitan menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi
terganggu.
Pecah kedua: Kadang-kadang pecah kedua terjadi, biasanya dalam
seminggu.
36
Sistem grading yang dipakai antara lain :
Hunt & Hess Grading of Sub-Arachnoid Hemorrhage
Grade Kriteria
I Asimptomatik atau minimal sakit keoala atau leher kaku
II Sakit kepala sedang hingga berat, kaku kuduk, tidak ada defisit
neurologis
III Mengantuk, kebingungan, atau gejala fokal ringan
IV Stupor, hemiparese sedang hingga berat, kadang ada gejala
deselerasi awal
V Koma
Sistem skoring pada no 1 dan 2 dipakai pada kasus SAH primer akibat
rupturnya aneurisma. [10]
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mendukung diagnosis stroke dan
menyingkirkan diagnosis bandingnya. Laboratorium yang dapat dilakukan pada
penderita stroke diantaranya adalah hitung darah lengkap, profil pembekuan darah,
kadar elektrolit, dan kadar serum glukosa. [2]
Pemeriksaan pencitraan juga diperlukan dalam diagnosis. Pencitraan otak
adalah langkah penting dalam evaluasi pasien dan harus didapatkan dalam basis
kedaruratan. Pencitraan otak membantu dalam diagnosis adanya perdarahan, serta
dapat menidentifikasi komplikasi seperti perdarahan intraventrikular, edem otak, dan
hidrosefalus. Baik CT non kontras ataupun MRI otak merupakan pilihan yang dapat
digunakan.2
CT non kontras otak dapat digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dari stroke iskemik. Pencitraan ini berguna untuk membedakan stroke dari patologi
37
intrakranial lainnya. CT non kontras dapat mengidentifikasi secara virtual hematoma
yang berdiameter lebih dari 1 cm.2
MRI telah terbukti dapat mengidentifikasi stroke lebih cepat dan lebih bisa
diandalkan daripada CT scan, terutama stroke iskemik. MRI dapat mengidentifikasi
malformasi vaskular yang mendasari atau lesi yang menyebabkan perdarahan.2
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah elektrokardiogram (EKG)
untuk memulai memonitor aktivitas hantung. Disritmia jantung dan iskemia miokard
memiliki kejadian signifikan dengan stroke.2
Oleh karena tidak seluruh Rumah Sakit memiliki alat-alat di atas, maka
untuk memudahkan pemeriksaan dapat dilakukan dengan sistem lain, misalnya
sistem skoring yaitu sistem yang berdasarkan gejala klinis yang ada pada saat pasien
masuk Rumah Sakit. Sistem skoring yang sering digunakan antara lain:
Versi orisinal:
= (0.80 x kesadaran) + (0.66 x muntah) + (0.33 x sakit kepala) + (0.33x tekanan darah
diastolik) – (0.99 x atheromal) – 3.71.
Versi disederhanakan:
= (2.5 x kesadaran) + (2 x muntah) + ( 2 x sakit kepala) + (0.1 x tekanan darah diastolik) –
(3 x atheroma) – 12.
Kesadaran:
Sadar = 0; mengantuk, stupor = 1; semikoma, koma = 2
Muntah: tidak = 0 ; ya = 1
Sakit kepala dalam 2 jam: tidak = 0 ; ya = 1
Tanda-tanda ateroma: tidak ada = 0 ; 1 atau lebih tanda ateroma = 1
(anamnesis diabetes; angina; klaudikasio intermitten)
Pembacaan:
Skor > 1 : Perdarahan otak
< -1: Infark otak
Sensivitas : Untuk perdarahan: 89.3%.
Untuk infark: 93.2%.
Ketepatan diagnostic : 90.3%.
38
Stroke dapat didiagnosa banding dengan penyakit-penyakit lain seperti:
ensefalitis, meningitis, migrain, neoplasma otak, hipernatremia, stroke iskemik,
perdarahan subaraknoid, hematoma subdural, kedaruratan hipertensif, hipoglikemia,
labirinitis, dan Transient Ischemic Attack (TIA).2
39
b. Reversal of anticoagulation 1
Pasien PIS akibat dari pemakaian warfarin harus secepatnya diberikan
fresh frozen plasma atau prothrombic complex concentrate dan vitamin
K.
Prothrombic-complex concentrates suatu konsentrat dari vitamin K
dependent coagulation factor II, VII, IX, dan X, menormalkan INR lebih
cepat dibandingkan FFP dan dengan jumlah volume lebih rendah
sehingga aman untuk jantung dan ginjal.
Dosis tunggal intravena rFVIIa 10-90µg/kg pada pasien PIS yang
memakai warfarin dapat menormalkan INR dalam beberapa menit.
Pemberian obat ini harus tetap diikuti dengan coagulation-factor
replacement dan vitamin K karena efeknya hanya beberapa jam.
Pasien PIS akibat penggunaan unfractionated atau low moleculer weight
heparin diberikan Protamine Sulfat, dan pasien dengan trombositopenia
atau adanya gangguan fungsi platelet dapat diberikan dosis tunggal
Desmopressin, transfusi platelet, atau keduanya.
Pada pasien yang memang harus menggunakan antikoagulan maka
pemberian obat dapat dimulai pada hari ke-7-14 setelah erjadinya
perdarahan.
c. Tindakan bedah pada PIS berdasarkan EBM
Keputusan mengenai apakah dioperasi dan kapan dioperasi masih tetap
kontroversial.
Tidak dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan kecil (<10cm3) atau defisit neurologis
minimal.
Pasien dengan GCS <4. Meskipun pasien GCS <4 dengan perdarahan
intraserebral disertai kompresi batang otak masih mungkin untuk life
saving.
40
Dioperasi bila: 1
Pasien dengan perdarahan serebelar >3cm dengan perburukan klinis
atau kompresi batang otak dan hidrosefalus dari obstruksi ventrikel
harus secepatnya dibedah.
PIS dengan lesi struktural seperti aneurisma malformasi AV atau
angioma cavernosa dibedah jika mempunyai harapan outcome yang
baik dan lesi strukturnya terjangkau.
Pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang s/d besar yang
memburuk.
Pembedahan untuk mengevakuasi hematoma terhadap pasien usia
muda dengan perdarahan lobar yang luas (>50cm3) masih
menguntungkan.
41
Hindari pemakaian sedatif yang berlebhan karena aan menyulitkan
penilaian status neurologi.
42
vasospasme. Calcium antagonist lainnya yang diberikan secara oral atau
intravena tidak bermakna.
b. Pengobatan dengan hyperdinamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic-hypertensive-hemodilution, dengan tujuan mempertahankan
“cerebral perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia
serebral akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya
perdarahan ulang pada pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
c. Fibrinolitik intracisternal, antioksidan, dan anti-inflamasi tidak begitu
bermakna.
d. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada
pasien-pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
e. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sebagai berikut:
Pencegahan vasospasme:
Nimodipine 60 mg per oral 4 kali sehari.
3% NaCl IV 50 mL 3 kali sehari.
Jaga keseimbangan cairan.
Delayed vasospasm:
Stop Nimodipine, antihipertensi, dan diuretika.
Berikan 5% Albumin 250 mL IV.
Pasang Swan-Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure
12-14 mmHg.
Jaga cardiac index sekitar 4 L/menit/m2.
Berikan Dobutamine 2-15 µg/kg/menit.
5. Antifibrinolitik
Obat-obat anti-fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-obat yang sering
dipakai adalah epsilon aminocaproic acid dengan dosis 36 g/hari atau tranexamid
acid dengan dosis 6-12 g/hari.1
43
6. Antihipertensi 1
a. Jaga Mean Arterial Pressure (MAP) sekitar 110 mmHg atau tekanan darah
sistolik (TDS) tidak lebih dari 160 dan tekanan darah diastolic (TDD) 90
mmHg (sebelum tindakan operasi aneurisma clipping).
b. Obat-obat antihipertensi diberikan bila TDS lebih dari 160 mmHg dan TDD
lebih dari 90 mmHg atau MAP diatas 130 mmHg.
c. Obat antihipertensi yang dapat dipakai adalah Labetalol (IV) 0,5-2 mg/menit
sampai mencapai maksimal 20 mg/jam atau esmolol infuse dosisnya 50-200
mcg/kg/menit. Pemakaian nitroprussid tidak danjurkan karena menyebabkan
vasodilatasi dan memberikan efek takikardi.
d. Untuk menjaga TDS jangan meurun (di bawah 120 mmHg) dapat diberikan
vasopressors, dimana hal ini untuk melindungi jaringan iskemik penumbra
yang mungkin terjadi akibat vasospasme.
7. Hiponatremi
Bila Natrium di bawah 120 mEq/L berikan NaCl 0,9% IV 2-3 L/hari. Bila perlu
diberikan NaCl hipertonik 3% 50 mL, 3 kali sehari. Diharapkan dapat terkoreksi
0,5-1 mEq/L/jam dan tidak melebihi 130 mEq/L dalam 48 jam pertama.1
Ada yang menambahkan fludrokortison dengan dosis 0,4 mg/hari oral atau
0,4 mg dalam 200 mL glukosa 5% IV 2 kali sehari. Cairan hipotonis sebaiknya
dihindari karena menyebabkan hiponatremi. Pembatasan cairan tidak dianjurkan
untuk pengobatan hiponatremi.1
8. Kejang
Resiko kejang pada PSA tidak selalu terjadi, sehingga pemberian antikonvulsan
tidak direkomendasikan secara rutin, hanya dipertimbangkan pada pasien-pasien
yang mungkin timbul kejang, umpamanya pada hematom yang luas, aneurisma
arteri serebri media, kesadaran yang tidak membaik. Akan tetapi untuk menghindari
risiko perdarahan ulang yang disebabkan kejang, diberikan anti konvulsan sebagai
profilaksis.1
Dapat dipakai fenitoin dengan dosis 15-20 mg/kgBB/hari oral atau IV. Initial
dosis 100 mg oral atau IV 3 kali/hari. Dosis maintenance 300-400 mg/oral/hari
44
dengan dosis terbagi. Benzodiazepine dapat dipakai hanya untuk menghentikan
kejang.1
Penggunaan antikonvulsan jangka lama tidak rutin dianjurkan pada penderita
yang tidak kejang dan harus dipertimbangkan hanya diberikan pada penderita yang
mempunyai faktor-faktor risiko seperti kejang sebelumnya, hematom, infark, atau
aneurisma pada arteri serebri media.1
9. Hidrosefalus 1
a. Akut (obstruksi)
Dapat terjadi setelah hari pertama, namun lebih sering dalam 7 hari pertama.
Kejadiannya kira-kira 20% dari kasus, dianjurkan untuk ventrikulostomi (atau
drainase eksternal ventrikuler), walaupun kemungkinan risikonya dapat terjadi
perdarahan ulang dan infeksi.
b. Kronik (komunikan)
Sering terjadi setelah PSA. Dilakukan pengaliran cairan serebrospinal secara
temporer atau permanen seperti ventriculo-peritoneal shunt.
45
Cegah terjadinya “stress ulcer” dengan memberikan:
Antagonis H2
Antasida
Inhibitor pompa proton selama beberapa hari.
Pepsid 20 mg IV 2 kali sehari atau zantac 50 mg IV 2 kali
sehari.
Sucralfate 1 g dalam 20 mL air 3 kali sehari.
46
kelompok risiko tinggi yang berlum pernah terserang stroke. Beberapa pencegahan
yang dapat dilakukan adalah:1
Mengatur pola makan yang sehat
Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet
Pada pencehagan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian
faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang
dapat dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA, dislipidemia,
dan sebagainya.1
BAB IV
47
PEMBAHASAN
fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan
cepat, berlangsung lebih 24 jam atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya
penyebab kematian nomor tiga dalam urutan daftar penyebab kematian di Amerika
Dari segi klinis, GPDO (Gangguan Peredaran Darah Otak) dibagi atas:1
c. Stroke Hemoragik
d. GPDO lainnya
menjadi:3
media.
b. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli
48
yaitu hemiparese dextra. Pada pasien ini didapatkan adanya kelumpuhan tubuh
bagian kanan yang terjadi secara tiba-tiba Kelumpuhan anggota badan ini terjadi
perlahan mulai dari mengeluhkan sakit kepala, kelemahan anggota gerak kanan
perlahan mendadak, kemudian saat itu pasien mengalami pingsan dan muntah
diskontinuitas jaringan dan kompresi oleh hematom dan edem pada struktur sekitar
termasuk pembuluh darah otak dan pada akhirnya akan menyempitkan atau
menyumbat pembuluh darah otak sehingga terjadi iskemik pada jaringan yang
kelamin (pria lebih sering terkena), penyakit jantung, penyakit pembuluh darah tepi,
hematokrit yang tinggi, obat yang menimbulkan adiksi, anemia berat dan lain
sebagainya. (1,2,5)
49
Pada kasus ini pasien diduga menderita stroke hemoragik. Pada pasien
ditemukan hemiparesis dextra. Keluhan khas seperti sakit kepala, mual muntah
disertai tekanan darah yang tinggi .Sehingga bila dihitung menggunakan Skor stroke
Siriraj pada pasien ini nilainya adalah 5 , yang berarti terdapat kemungkinan stroke
hemoragik . (1,2)
pasien yang menderita hipertensi akan memiliki probabilitas yang tinggi dalam
otak, kompresi pembuluh darah otak atau iskemik serta akibat yang ditimbulkan
Penatalaksanaan penderita stroke pada umunya dilakukan pada fase akut (3-
6 jam), hal yang harus dilakukan adalah stabilisasi pasien. Sasaran pengobatannya
adalah untuk menyelamatkan neuron yang menderita, jangan sampai mati dan
supaya proses patologik lainnya yang menyertai tidak mengganggu atau mengancam
fungsi otak. Tindakan yang diberikan untuk memelihara aliran darah ke otak dan
memudahkan metabolisme otak dan anti edema.Sedangkan pada fase pasca akut
daerah brainstem lebih dekatnya di Pons Sinistra dengan volume perdarahan ± 2cm3
Pada pasien ini terapi yang diberikan adalah IVFD RL 20 tetes / menit . Infus
RL digunakan untuk menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit. Selain itu pasien
50
ini juga telah Citicolin 2 x 250 mg, citicolin merupakan bahan dasar dari biosintese
penderita stroke mendasar pada efek sebagai neuroprotektor serta radikal yang
diakibatkan oleh iskemik. Pada pasien ini juga diberikan injeksi Ranitidin 1 x 1
untuk melindungi permukaan lambung dan untuk mengantisipasi efek samping dari
obat analgetik. Pada pasien ini diharuskan bed rest total sampai perbaikan keadaan
umum dapat dicapai. Untuk fase pasca akut, penderita disarankan untuk menjalani
baik fisik maupun mental dengan fisioterapi, terapi wicara dan psikoterapi.2
(ADL).
DAFTAR PUSTAKA
51
1. Sidharta. 2004. Stroke dalam Neurologi Klinis dalam Praktek umum, ED 5.
Dian Rakyat: Jakarta.
52
QoKCrsAAFbxtPE1/SAH%20traumatik%20Neurona%20by%20Taufik
%20M.doc?nmid=88307927 [Tanggal: 7 April 2019]
12. Poungvarin, N. Skor Siriraj stroke dan studi validasi untuk membedakan
perdarahan intraserebral supratentorial dari infark. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1670347/. [Tanggal: 7 April
2019]
53