Gastroenteritis Edit
Gastroenteritis Edit
Definisi
Menurut IDAI 2010 diare akut adalah BAB pada byi atau anak lebih dari 3 kali perhari,
disrtai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang
berlangsung kurang dari satu minggu.1 sedangkan menurut WHO diare cair akut adalah suatu
keadaan dimana diare lebih dari 3 kali sehari yang berlangsung kurang dari 14 hari dan tidak
mengandung darah.2 Menurut Nelson diare didefenisikan sebagai volume BAB cair yang sangat
banyak dalam sehari (10ml feses/ kgBB/ hari).3
Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi BAB nya lebih dari 3-4 kali perhari. keadaan
inti tidak dapat disebut diare dan bersifat fisiologis selama berat badan bayi meningkat normal.
Sehingga untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif defines diare adalah meningkatnya
frekuensi BAB atau konsistennya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal.kadang-kadang
pada anak-anak yang BAB kurang dari 3 kali, tetapi konsistensinya cair ini sudah bisa disebut
diare.1
Epidemiologi
Etiologi
Penyebab diare akut pada anak secara garis besar dapat disebabkan oleh gastroenteritis,
keracunan makanan karena antibiotika dan infeksi sistemik. Etiologi diare pada 25 tahun yang
lalu sebagian besar belum diketahui, akan tetapi kini, telah lebih dari 80% penyebabnya
diketahui. Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang
dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi2.
Penyebab utama oleh virus yang terutama ialah Rotavirus (40 – 60%) sedangkan virus
lainya ialah virus Norwalk, Astrovirus, Cacivirus, Coronavirus, Minirotavirus. Bakteri yang
dapat menyebabkan diare adalah Aeromonas hydrophilia, Bacillus cereus, Compylobacter jejuni,
Clostridium defficile,Clostridium perfringens, E coli, Pleisiomonas, Shigelloides, Salmonella
spp, staphylococus aureus, vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica, Sedangkan penyebab
diare oleh parasit adalah Balantidium coli, Capillaria phiplippinensis, Cryptosporodium,
Entamoba hystolitica, Giardia lambdia, Isospora billi, Fasiolopsis buski, Sarcocystis suihominis,
Strongiloides stercorlis, dan trichuris trichiura. 4, 5
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak yaitu
Rotavirus, Escherichia coli, Shigella, Campylobacter jejuni, dan Cryptosporidium.
A) Rotavirus.
Rotavirus pertama kali ditemukan oleh Bishop (1973) di Australia pada biopsi duodenum
penderita diare dengan menggunakan mikroskop elektron. Ternyata kemudian Rotavirus
ditemukan di seluruh dunia sebagai penyebab diare akut yang paling sering, terutama pada bayi
dan anak usia 6-24 bulan. Di Indonesia, berdasarkan penelitian di beberapa Rumah Sakit di
Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung berkisar 40-60% diare akut disebabkan oleh Rotavirus.
Akibat infeksi Rotavirus ini pada usus terjadi kerusakan sel epitel mukosa usus, infeksi
sel-sel radang pada lamina propia, pemendekan jonjot usus, pembengkakan mitokondria, dan
bentuk mikrovili (brush border) yang tidak teratur. Sebagai akibat dari semua ini adalah
terjadinya gangguan absorpsi cairan/elektrolit pada usus halus dan juga akan terjadi gangguan
pencernaan (digesti) dari makanan terutama karbohidrat karena defisiensi enzim disakaridase
akibat kerusakan epitel mukosa usus tadi.
B) Escherichia coli.
E. coli menyebabkan sekitar 25% diare di negara berkembang dan juga merupakan
penyebab diare kedua setelah Rotavirus pada bayi dan anak. Pada saat ini telah dikenal 5
golongan E.coli yang dapat menyebabkan diare, yaitu ETEC (Enteropathogenic Escherichia
coli), EPEC (Enteropathogenic Eschericia coli), EIEC (Enteroinvasive Eschericia coli), EAEC
(Enteroadherent Escherichia coli), dan EHEC (Enterohemorrhagic Escherichia coli).2
ETEC. ETEC merupakan penyebab utama diare dehidrasi di negara berkembang.
Transmisinya melalui makanan (makanan sapihan/makanan pendamping), dan minuman yang
telah terkontaminasi. Pada ETEC dikenal 2 faktor virulen, yaitu 1) faktor kolonisasi, yang
menyebabkan ETEC dapat melekat pada sel epitel usus halus (enterosit) dan 2) enterotoksin. Gen
untuk faktor kolonisasi dan enterotoksin terdapat dalam plasmid, yang dapat ditransmisikan ke
bakteri E.coli lain. Terdapat 2 macam toksin yang dihasilkan oleh ETEC, yaitu toksin yang tidak
tahan panas (heat labile toxin = LT) dan toksin yang tahan panas (heat stable toxin = ST). Toksin
LT menyebabkan diare dengan jalan merangsang aktivitas enzim adenil siklase seperti halnya
toksin kolera sehingga akan meningkatkan akumulasi cAMP, sedangkan toksin ST melalui
enzim guanil siklase yang akan meningkatkan akumulasi cGMP. Baik cAMP maupun cGMP
akan menyebabkan perangsangan sekresi cairan ke lumen usus sehingga terjadi diare. Bakteri
ETEC dapat menghasilkan LT saja, ST saja atau kedua-duanya. ETEC tidak menyebabkan
kerusakan rambut getar (mikrovili) atau menembus mukosa usus halus (invasif). Diare biasanya
berlangsung terbatas antara 3-5 hari, tetapi dapat juga lebih lama (menetap, persisten).2
EPEC. EPEC dapat menyebabkan diare berair disertai muntah dan panas pada bayi dan
anak dibawah usia 2 tahun. Di dalam usus, bakteri ini membentuk koloni melekat pada mukosa
usus, akan tetapi tidak mampu menembus dinding usus. Melekatnya bakteri ini pada mukosa
usus karena adanya plasmid. Bakteri ini cepat berkembang biak dengan membentuk toksin yang
melekat erat pada mukosa usus sehingga timbul diare pada bayi dan sering menimbulkan prolong
diarrhea terutama bagi mereka yang tidak minum ASI.
EIEC. EIEC biasanya apatogen, tetapi sering pula menyebabkan letusan kecil (KLB)
diare karena keracunan makanan (food borne). Secara biokimiawi dan serologis bakteri ini
menyerupai Shigella spp., dapat menembus mukosa usus halus, berkembang biak di dalam
kolonosit (sel epitel kolon) dan menyebabkan disentri basiler. Dalam tinja penderita, sering
ditemukan eritrosit dan leukosit.2
EAEC. EAEC merupakan golongan E.coli yang mampu melekat dengan kuat pada
mukosa usus halus dan menyebabkan perubahan morfologis. Diduga bakteri ini mengeluarkan
sitotoksin, dapat menyebabkan diare berair sampai lebih dari 7 hari (prolonged diarrhea).2
EHEC. EHEC merupakan E.coli serotipe 0157 : H7, yang dikenal dapat menyebabkan
kolitis hemoragik. Transmisinya melalui makanan, berupa daging yang dimasak kurang matang.
Diarenya disertai sakit perut hebat (kolik, kram) tanpa atau disertai sedikit panas, diare cair
disertai darah. EHEC menghasilkan sitotoksin yang dapat menyebabkan edem dan perdarahan
usus besar.2
C) Shigella spp.
Infeksi Shigella pada manusia dapat menyebabkan keadaan mulai dari asimptomatik
sampai dengan disentri hebat disertai dengan demam, kejang-kejang, toksis, tenesmus ani, dan
tinja yang berlendir dan darah. Golongan Shigella yang sering menyerang manusia di daerah
tropis adalah Shigella dysentri, Shigella flexnori, sedangkan Shigella sonnei lebih sering terjadi
di daerah sub tropis.2
Patogenesis terjadinya diare oleh Shigella spp. Ini adalah karena kemampuannya
mengadakan invasi ke epitel sel mukosa usus. Disini dia berkembang biak dan mengeluarkan
leksotoksin yang bersifat merusak sel (sitotoksin). Daerah yang sering diserang adalah bagian
terminal dari ileum dan kolon. Akibat invasi dari bakteri ini terjadi infiltrasi sel-sel PMN dan
kerusakan sel epitel mukosa sehingga timbul ulkus kecil-kecil di daerah invasi yang
menyebabkan sel-sel darah merah, plasma protein, sel darah putih, masuk ke dalam lumen usus
dan akhirnya keluar bersama tinja.2
D) Campylobacter jejuni.
C. jejuni merupakan penyebab 5-10% diare di dunia. Di Indonesia prevalensinya sekitar
5,3%. Selain diare yang disertai dengan lendir dan darah, juga terdapat gejala sakit perut
disekitar pusat, yang kemudian menjalar ke kanan bawah dan rasa nyerinya menetap di tempat
tersebut (seperti pada apendisitis akut). C. jejuni mengeluarkan 2 macam toksin yaitu sitotoksin
dan toksin LT.2
Tempat infeksi yang paling sering dari C. jejuni ini adalah jejenum, ileum, dan colon.
Terdapat kelainan pada mukosa usus, peradangan, edema, pembesaran kelenjar limfe
mesenterium dan adanya cairan bebas di cavum peritonei. Jonjot usus halus ditemukan
memendek dan melebar tetapi tidak konsisten. Ileum mengalami nekrosis hemoragik karena
invasi bakteri ke dinding usus sehingga pada tinja dapat ditemukan adanya darah dan sel-sel
radang.2
E) Cryptosporodium.
Cryptosporodium pada saat ini sedang populer dan dianggap sebagai penyebab diare
terbanyak yang disebabkan oleh parasit. Dahulu dikenal hanya patogen pada binatang saja.
Cryptosporodium merupakan golongan coccidium, sering menyebabkan diare pada manusia
yang menderita imunodefisiensi, misalnya pada penderita AIDS. Di negara berkembang
Cryptosporodium merupakan 4-11% penyebab diare pada anak. Penularan melalui oro-fekal dan
biasanya diare bersifat akut. Mulainya karena terjadi kerusakan mukosa usus oleh perlekatan
parasit pada mikrovilus enterosit, sehingga terjadi gangguan absorpsi makanan.
Sebuah studi tentang maslah diare akut yang terjadi karena infeksi pada anak di bawah 3
tahun di Cina, India, Meksiko, Myanmar, Burma dan Pakistan, hanya tiga agen infektif yang
secara konsisten atau secara pokok ditemukan meningkat pada anak penderita diare. Agen ini
adalah Rotavirus,Shigella spp dan E. Coli enterotoksigenik Rotavirus jelas merupakan penyebab
diare akut yang paling sering diidentifikasi pada anak dalam komunitas tropis dan iklim sedang.6
Diare dapat disebabkan oleh alergi atau intoleransi makanan tertentu seperti susu, produk susu,
makanan asing terdapat individu tertentu yang pedas atau tidak sesuai kondisi usus dapat pula
disebabkan oleh keracunan makanan dan bahan-bahan kimia. Beberapa macam obat, terutama
antibiotika dapat juga menjadi penyebab diare. Antibiotika akan menekan flora normal usus
sehingga organisme yang tidak biasa atau yang kebal antibiotika akan berkembang bebas.5,6 Di
samping itu sifat farmakokinetik dari obat itu sendiri juga memegang peranan penting.
Patofisiologi / Patogenesis
Patogenesis
Secara umum, diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi.
Terdapat beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare:
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi2
Patogenesis:
Patofisiologi
Secara umum, diare disebabkan karena 2 hal, yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
pada proses sekresi. Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon
lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Terdapat gangguan pada usus halus atau kolon yang
mengakibatkan terjadinya penurunan pada proses absorpsi atau peningkatan proses sekresi. Diare
juga dapat terjadi akibat gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.2
Diare akibat gangguan absorpsi atau diare osmotik dapat disebabkan karena : a)
Konsumsi magnesium hidroksida, sehingga menurunkan fungsi absorpsi usus; b) Defisiensi
sukrase-isomaltase; c) Adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada
usus halus bagian proksimal akan bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat
adanya perbedaan tekanan osmotik antara lumen usus dan darah, maka pada segmen jejunum
yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen hehunum, dan air akan terkumpul di
dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal.2
Diare akibat malabsorpsi umum biasanya disebabkan akibat kerusakan sel (yang secara
normal akan menyerap Na dan air) daoat disebabkan oleh infeksi virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Dapat juga disebabkan akibat inflamatory bowel
disease idiopatik, toksin, atau obat-obatan tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang
menyebabkan malabsorpsi usus halus adalah atrofi villi..2
Diare akibat gangguan sekresi atau diare sekretorik dapat terjadi karena hiperplasia
kripta, luminal secretagogues, dan blood-borne secretagogeus. Hiperplasia kripta umumnya akan
menyebabkan atrofi villi. Pada luminal secretagogues, sekresi lumen dipengaruhi oleh
enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu
bentuk dihidroxyl, serta asam lemak rantai panjang. Pada blood-borne secretagogeus, diare
umumnya disebabkan karena enterotoksin E. Coli atau Cholera.2
Diare akibat gangguan peristaltik disebabkan karena adanya perubahan motilitas usus
yang akan berpengaruh terhadap absorpsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas,
keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh
berlebihan yang pada akhirnya dapat menuebabkan diare. Diare akibat hiperperistaltik pada anak
jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon iritable
pada bayi.2
Diare akibat inflamasi dapat terjadi akibat hilangnya sel-sel epitel dan kerusakan tight
junction, sehingga menyebabkan air, elektrolit, mukus dan protein menumpuk di dalam lumen.
Biasanya diare akibat inflamasi berkaitan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare
sekretorik. Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek
infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorpsi
dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003 menunjukkan bahwa
peranan bakteri enteral patogen pada diare terlerak pada perubahan barrier tight junction oleh
toksin atau produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction.
Pengaruh dari salah satu atau kedua hal tersebut akan menyebabkan terjadinya hipersekresi
klorida yang akan diikuti oleh natrium dan air.2
Diare yang terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan
IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan. Reaksi
tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac
diseasedan protein loss enteropaties. Mediator-mediator kimia hasil dari respon imun akan
menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi
klorida diikuti oleh natrium dan air.2
Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologic. 2
A. Gejala gastrointestinal berupa :
Diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.
B. Gejala neurologic dari infeksi usus bisa berupa :
paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat), hipotoni dan kelemahan otot (C.
botulinum).
Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab.
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - -
muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - Tenesmus Sering kramp
kramp kolik kramp
Nyeri kepala - + + - - -
Lamanya 5-7 hari > 7 hari 3-7 hari 2-3 hari variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai
dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa. Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan
defisit air dan atau keseimbangan elektrolit. Dehidrasi ringan bila penurunan berat badan kurang
dari 5%,dehidrasi sedang bila penurunan berat badan antara 5%-10% dan dhidrasi berat bila
penurunan lebih dari 10%.4
Derajat Dehidrasi
Diagnosis
Anamnesis
Cara mendiagnosis pasien diare adalah dengan menentukan tiga hal berikut : 1)
Persistensinya; 2) Etiologi; 3) Derajat dehidrasi. Hal-hal ini dapat diketahui melalui anamnesa
yang terperinci.1
Untuk menentukan persistensinya, perlu ditanyakan kepada orang tua pasien, sudah
berapa lama pasien menderita diare. Apakah sudah lebih dari 14 hari atau belum, sehingga
nantinya dapat ditentukan apakah diare pada pasien termasuk diare akut atau diare persisten. Hal
ini berkaitan dengan tatalaksana diare yang berkaitan dengan penyulit ataupun komplikasi dari
diare tersebut.1
Untuk menentukan etiologi, diagnosis klinis diare akut berdarah hanya berdasarkan
adanya darah yang dapat dilihat secara kasat mata pada tinja. Hal ini dapat ditanyakan pada
orang tua pasien maupun dilihat sendiri oleh dokter. Pada beberapa episode Shigellosis, diare
pada awalnya lebih cair dan menjadi berdarah setelah 1-2 hari. Diare cair ini dapat sangat berat
dan menimbulkan dehidrasi. Seringkali disertai demam, nyeri perut, nyeri pada rektum, dan
tenesmus.1
Untuk menentukan derajat dehidrasi dapat dilakukan dengan anamnesis yang teliti,
terutama pada asupan peroral, frekuensi miksi/urin, frekuensi serta volume tinja dan muntah
yang keluar. Tanyakan juga apakah pasien sudah pernah periksa dan apakah pasien
mengkonsumsi obat tertentu sebelumnya.1
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa hal-hal sebagai berikut : berat badan, suhu
tubuh, frekuensi denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda untama dehidrasi seperti kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen, serta tanda-
tanda tambahan lainnya seperti ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata cowong atau tidak, ada
atau tidaknya air mata, keadaan bibir, mukosa dan lidah.2,3,4 Karena seringnya defekasi, anus dan
sekitarnya lecet karena tinja makin lama makin asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi
dari pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsorpsi oleh usus.3
Pernapasan yang cepat dan dalam merupakan indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada dapat ditemukan pada keadaan hipokalemi. Dilakukan
juga pemeriksaan pada ekstremitas berupa capillary refill untuk menentukan derajat dehidrasi
yang terjadi.
Derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan :
a. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi Ringan- Dehidrasi Berat,
dehidrasi, Sedang, Kehilangan Kehilangan BB > 9%
Kehilangan BB <3% BB 3%-9%
Kesadaran Baik Normal, lelah, Apatis, letargi, tidak
gelisah, irritable sadar
Denyut jantung Normal Normal-meningkat Takikardia,
bradikardia pada
kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal-melemah Lemah, kecil, tak
teraba
Pernapasan Normal Normal-cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cowong Sangat cowong
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill Normal Memanjang Memanjang, minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang minimal
Laboratorium
2. Pemeriksaan makroskopik
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare
meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan.
A. Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin
virus, protozoa, atau disebabkan oleh infeksi di luar saluran gastrointestinal.
B. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebakan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa
atau parasit usus seperti: E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura.
Test yang dilakukan di laboratorium riset Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC,
EAEC, PCR untuk genus virulen
3. Pemeriksaan mikroskopik
Untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan informasi tentang penyebab diare,
letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa. Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai
respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan
tinja menunjukkan adanya kuman invasive atau kuman yang memproduksi sitotoksin seperti
Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.difficile, Y. enterolytica, V. parahaemolyticus dan
kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosut yang ditemukan pada umumnya adalah
leukosit PMN, kecuali pada S. typhii leukosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis
terdapat leukosit pada tinjanya, pasien yang terinfeksi dengan E. hystolitica pada umumnya
leukosit pada tinja minimal. Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi
leukosit dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur
atau parait kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian ke daerah resiko tinggi, kultur tinja
negative untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised.
Penatalaksanaan
Terapi Cairan
Departemen menetapkan Lima pilar pilar penatalaksanaan diarebagi semua kasus diare
pada anak balita baik yang dirawat d rumah maupun di rumah saikt :2
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
4. Antibiotik selektif
5. Nasihat kepada orang tua
1. Rehidrasi denga oralit baru, dapat mengurangi rasa mual dan muntah
Diare karena virus tersebut tidak menyebakan kekurangan elektrolit seberat pada disentri.
Karena itu, para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat osmolaritas yang
lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati osmolaritas plasma, sehingga kurang
menyebabkan risiko terjadinya hipernatremia. 2
A. Berikut ini adalah tatalaksana rehidrasi sesuai dengan derajat dehidrasi :
1. Tatalaksana Rehidrasi pada Pasien Diare Tanpa Dehidrasi :4
RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DI RUMAH
(Pencegahan Dehidrasi)
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :
- Teruskan mengobati anak diare di rumah.
- Berikan terapi awal bila terkena diare.
MENERANGKAN EMPAT CARA TERAPI DIARE DI RUMAH
1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK
MENCEGAH DEHIDRASI
- Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti oralit, makanan yang cair
(seperti sup, air tajin) dan kalau tidak ada air matang gunakan larutan oralit untuk anak,
seperti dijelaskan di bawah ( Catatan : jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum
makan makanan padat, lebih baik diberi oralit dan air matang daripada makanan cair.
- Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan oralit seperti di bawah.
- Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.
Berikut ini adalah komposisi dari Oralit Baru yang direkomendasikan oleh WHO dan UNICEF
untuk diare akut non-kolera pada anak :
TIDAK
Catatan :
Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa
ibu dapat menhaga pengembalian cairan yang hilang dengan memberi oralit.
Bila umur anak di atas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah saudara, pikirkan
kemungkinan kolera dan berikan antibiotik yang tepat secara oral setelah anak sadar.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturur-turut
Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Pemberian zinc yang dilakukan di
awal masa diare selam 10 hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas
pasien. Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera dapat
menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan.2
3. ASI dan makanan tetap diteruskan
Sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat untuk mencegah
kehilangan berat badan serta pengganti nutrisis yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan
akan berkurang. Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.2
4. Antibiotik jangan diberikan
Kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau kolera. Pemberian antibiotic yang tidak
rasional justru akan memperpanjang lamanya diare karena akan megganggu keseimbangan flora
usus dan Clostridium difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan.2
5. Nasihat pada ibu atau pengasuh
Kembali segera jika demam, tinja berdarah, berulang, makan atau minum sedikit, sangat
halus, diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari.2
Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat beberapa pertimbangan
terapi:
a. Terapi cairan dan elektrolit
b. Terapi diet
c. Terapi non spesifik dengan antidiare
d. Terapi spesifik dengan antimikroba
Terapi Cairan dan Pemberian Makanan ada Diare tanpa Penyulit
Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral
sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak :
75 ml/kg bb/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat minum sebanyak
5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak .
Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 10ml/kgbb setiap
diare atau muntah.5
Secara ringkas kelompok Ahli gastroenterologi dunia memberikan 9 pilar yang perlu
diperhatikan dalam penatalaksanaan diare akut dehidrasi ringan sedang pada anak, yaitu2 :
1. Menggunakan CRO ( Cairan rehidrasi oral )
2. Cairan hipotonik
3. Rehidrasi oral cepat 3 – 4 jam
4. Realiminasi cepat dengan makanan normal
5. Tidak dibenarkan memberikan susu formula khusus
6. Tidak dibenarkan memberikan susu yang diencerkan
7. ASI diteruskan
8. Suplemen dnegan CRO ( CRO rumatan )
9. Anti diare tidak diperlukan
B. Dehidrasi Berat
Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan
menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh ( somnolen-koma, pernafasan Kussmaul,
gangguan dinamik sirkulasi ) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian
cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut 3,4,5 :
1. Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam
2. Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2-1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2-2½ jam
3. Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita
akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut
waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana
biasanya . Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera
dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan
agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai
biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan
parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.
C. Pemilihan jenis cairan
Cairan Parenteral dibutuhkan terutama untuk dehidrasi berat dengan atau tanpa syok,
sehingga dapat mengembalikan dengan cepat volume darahnya, serta memperbaiki renjatan
hipovolemiknya. Cairan Ringer Laktat (RL) adalah cairan yang banyak diperdagangkan dan
mengandung konsentrasi natrium yang tepat serta cukup laktat yang akan dimetabolisme menjadi
bikarbonat. Namun demikian kosentrasi kaliumnya rendah dan tidak mengandung glukosa untuk
mencegah hipoglikemia. Cairan NaCL dengan atau tanpa dekstrosa dapat dipakai, tetapi tidak
mengandung elektrolit yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup. Jenis cairan parenteral yang
saat ini beredar dan dapat memenuhi kebutuhan sebagai cairan pengganti diare dengan dehidrasi
adalah Ka-EN 3B.16 Sejumlah cairan rehidrasi oral dengan osmolaliti 210 – 268 mmol/1 dengan
Na berkisar 50 – 75 mEg/L, memperlihatkan efikasi pada diare anak dengan kolera atau tanpa
kolera.3
Osmolalitas
Glukosa(g/L) Na+(mEq/L) CI-(mEq/L) K+(mEq/L) Basa(mEq/L)
(mOsm/L)
NaCl 0,45
428 50 77 77 - -
%+D5
NaCl
253 50 38,5 38,5 - -
0,225%+D5
Standard WHO-
311 111 90 80 20 Citrat 10
ORS
Reduced
osmalarity 245 70 75 65 20 Citrat 10
WHO-ORS
EPSGAN
213 60 60 70 20 Citrat 3
recommendation
Terapi Medikamentosa
Antibiotik tidak diberikan pada kasus diare cair akut, karena sebagian besar diare infeksi
disebabkan oleh rotavirus yang bersifat self limited dan tidak dapat dibunuh oleh antibiotik.1,2
Pemberian antibiotik dilakukan atas indikasi yaitu pada diare berdarah dan kolera.1,2,4
Pada disentri diberikan antibiotika oral selama 5 hari yang masih sensitif terhadap
Shigella menurut pola kuman setempat. Dahulu semua kasus disentri pada tahap awal diberi
antibiotika kotrimoksazol dengan dosis 5-8mg/KgBB/hari. Namun saat ini telah banyak strain
Shigella yang resisten terhadap amplisilin, amoksisilin, mentronidazol,tetrasiklin, golongan
aminoglikosida, kloramfenikol, sulfonamid, dan kotromoksazol sehingga WHO tidak
merekomendasikan penggunaan obat tersebut. Obat pilihan untuk pengobatan disentri
berdasarkan WHO 2005 adalah golongan Quinolon seperti siprofloksasin dengan dosis 30-
50mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 5 hari. Pemantauan dilakukan setelah 2 hari
pengobatan, dilihat apakah ada perbaikan tanda-tanda seperti tidak adanya demam, diare
berkurang, darah dalam feses berkurang dan peningkatan nafsu makan. Jika tidak ada perbaikan,
maka amati adanya penyulit, hentikan pemberian antibiotik sebelumnya dan berikan antibiotik
yang sensitif terhadap Shigella berdasarkan area.1
A. Antibiotika pada diare
Komplikasi
Ganguan elektrolit
a. Hipernatremi
Hipernatremi (NA >155 mEq/L) koreksi penurunan Na dilakukan secara bertahap dengan
pemberian cairan dekstrose 5% ½ salin. Penurunan kadar Na tidak boleh lebih dari 10 mEq
perhari dikarenakan bisa menyebabkan edema otak.4
b. Hiponatremi
Hiponatremi (Na < 130 mEq/L) kadar natrium diperiksa ulang seteah rehidrasi selesai,
apabila masih dijumpai hiponatremi dilakukan koresks sebagai berikut : 125- Kadar Na serum x
0,6 x berat badan , diberikan dalam 24 jam.4
c. Hiperkalemi
Hiperkalemi (K>5 mEq/L) koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas
sebanyak 10% sebanyak 0.5-1 ml/ kgBB i.v secara perlahan-lahan 5-10 menit, sambal dimonitor
irama jantung dengan EKG.4
d. Hipokalemi
Hipokalemi (K<3,5 mEq/L) koresi dilakukan menurut kadar Kaliym. Nila kadar K 2,5-
3,5 mEq/L, berikan KCl 75 mEq/kgBB peroral perhari dibagi 3 dosis. Bila kadar K<2,5 mEq/L
berikan KCl melalui drip intravena dengan dosis 3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2
mEq/kgBB/24 jam pertama, lalu 3,5 – kadar K terukurx BB 9kg)x 0,4 +1/6 x 2 mEq x BB dalam
20 jam berikutnya.4
Pencegahan
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare kuman-kuman pathogen penyebab
diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab
diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti
efektif, meliputi:
A. Pemberian ASI yang benar
B. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI
C. Penggunaan air bersih yang cukup
D. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan
sebelum makan
E. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga
F. Membuang tinja bayi yang benar
2) Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu (host)
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan
dapat mengurangi resiko diare, antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan member makan dalam jumlah
yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak
c. Imunisasi campak
Vaksin Rotavirus
Vaksin rotavirus yang beredar di Indonesia saat ini ada 2 macam. Pertama Rotateq
diberikan sebanyak 3 dosis : pemberian pertama pada usia 6-14 minggu dan pemberian kedua
setelah 4-8 minggu kemudian dosis ke3 maksimal pada usia 8 bulan. Kedua Rotarix diberikan 2
dosis : dosis pertama diberikan pada usia 10 minggu dan dosis kedua pada usia 14 minggu
(maksimal pada usia 6 bulan). Apabila bayi belum diimunisasi pada usia lebih dari 6-8 bulan,
maka tidak perlu diberikan karena belum ada studi keamanannya.Kejadian Ikutan Pasca
Imunisasi (KIPI), reaksi KIPI dilaporkan adalah demam, feses berdarah, muntah, diare, nyeri
perut, gastroenteritis, atau dehidrasi. 6
Prognosis
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi
antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare hasilnya sangat baik dengan morbiditas dan
mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah dapat/sanggup
membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun diare masih berlangsung dan
diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta sudah diketahui dan diobati
Analisa Kasus
Telah dirawat seorang anak laki-laki berusia 2 tahun 4 bulan 21 hari dengan berat badan
12 kg. Anak masuk dari IGD dengan diagnose Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang.
Anak didiagnosa Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang karena dari anamnesis didapatkan
dengan keluhan BAB cair sebanyak 3 kali seharinya seminggu smrs, tidak ada ampas. Menurut
IDAI 2010 diare akut adalah BAB pada bayi atau anak lebih dari 3 kali per hari, disertai
perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung
kurang dari satu minggu. Dedangkan menurut WHO diare cair akut adalah suatu keadaan dimana
diare lebih dari 3 kali sehari yang berlangsung kurang dari 14 hari dan tidak mengandung darah.
Menurut IDAI pada bayi uang minum ASI sering frekuensi BABnya memang lebih dari
3-4 kali perhari. keadaan ini tidak dapat disebut diare dan bersifat fisiologis selama berat badan
bayi meningkat normal. Sehingga untuk bayi yang minum ASI secara ekslusif definisi diare
adalah meningkatnya frekuensi BAB atau konsistensinya menjadi cair yang manurut ibunya
abnormal. Pasien tersebut dapat dikatakan mengalami diare karena frekuensi BABnya lebih
sering dari biasanya dengan perubahan konsistensinya dimana cair tidak ada ampas, namun tidak
ada lendir maupun darah, serta tidak begitu bau. Sekali BAB kurang lebih sebanyak seperempat
sampai setengah gelas aqua.
Selain BAB cair, pasien juga mengalami keluhan penyerta yaitu demam sepanjang
harisejak 1 minggu SMRS, muntah sebanyak 3 kali perharinya, pasien merasakan haus terus
menerus, sehingga pasien minta minum terus. Menurut IDAI infeksi usus dapat menimbulkan
tanda dan gejala gastrointestinal berupa diare, kram perut dan muntah sedangkan manifestasi
sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya. Mual dan muntah adalah gejala non spesifik
akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna
bagian atas seperti virus atau bakteri yang memproduksi enterotoksin. Penderita dengan diare
cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida dan bikarbonat.
Kehilangan air dan elektrolit ini akan bertambah bila ada muntah. Hal ini di dapat menyebabkan
dehidrasi yang merupakan keadaan paling berbahaya karena menjadi penyebab utama morbiditas
dan mortalitas penderita diare. Bila terdapat demam dapat diakibatkan karena proses peradangan
atau akibat dehidrasi, dimana demam umum terjadi pada penderita dengan diare inflamasi.
Pada RPS, pagi hari SMRS demam anak belum turun dan keluhan BAB cair tidak
membaik, anak masih rewel. Mata anak tampak cekung namun anak minum dengan lahap.
Keluhan yang disampaikan oleh ibu pasien sesuai dengan kriteria dehidrasi akibat diare derajat
ringan sedang. Dimana menurut IDAI, tanda-tanda atau gejala anak dengan klasifikasi diare
dengan tingkat dehidrasi ringan atau sedang yaitu terdapat dua atau lebih tanda ini : (1) rewel,
gelisah, (2) mata cekung, (3) minum dengan lahap, haus, (4) cubitan kulit kembali lambat.
Terdapat banyak penyebab diare akut pada anak menurut IDAI, dimana sebagian besar
kasus penyebabnya adalah infeksi akut intestinum yang disebabkan oleh virus, bakteri atau
parasit. Di negara berkembang patogen penyebab penting diare akut pada anak yaitu Rotavirus,
Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella dengan Rotavirus menjadi penyebab tersering diare.
Sifat tinja yang timbul berbeda-beda sesuai dengan patogen penyebab.1 Misalnya menurut WHO
diare akibat virus feses tidak mengandung lendir maupun darah, sedangkan disentri ada diare
berdarah (terlihat atau dilaporkan). Pada kolera tinja khas seperti air cucian beras yang sering
dan banyak cepat menimbulkan dehidrasi berat.6
Diare pada pasien anak ini kemungkinan disebabkan oleh virus karena pada pemeriksaan
darah rutin leukosit ditemukan dengan kadar normal dan pemeriksaan feses tidak ditemukan
adanya bakteri.
Untuk penatalaksanaan yang didapatkan anak saat datang adalah IVFD KAEN 3B + 10
mEq KCL/12 jam, Zinc 10 mg/5ml 1x 2 cth, Paracetamol syrup 120 mg/5 ml 4 x 1 cth,
Domperidon syrup 5mg/5ml 3x1/2 cth.
Komplikasi yang dapat muncul dari diare adalah gangguan elektrolit seperti
hypernatremia, hiponatremi, hiperkalemi, dan hipokalemi. Pada hasil laboratorium anak
didapatkan hypokalemia. Dikatakan hypokalemia bila kadar K <3.5 mEq/L. koreksi dilakukan
menurut kadar K.
Bila kadar kalium 2,5 – 3,5 mEq/L : diberian per oral 75 mcg/kgBB/hari dibagi
dalam 3 dosis
Bila kadar kalium < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip ( tidak boleh
dibolus) diberikan dalam 2 kali. 4 jam pertama diberikan ( 3,5 – kadar K terukur x
BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB ). 20 jam berikutnya diberikan ( 3,5 – kadar K terukur x
BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB )
Hipokalemia sendiri dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi
ginjal, dan aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi
dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama dan sesudah
diare.2
Pengobatan diare dehidrasi ringan sedang menurut IDAI adalah dengan terapi rehidrasi
oral. Penderita diare dengan dehidrasi ringan sedang harus dirawat disarana kesehatan segera
diberikan terapi rehidrasi oral dengan oralit. Jumlah oralit yang diberikan pada 3 jam pertama
adalah 75ml/kgBB. Bila berat badan tidak diketahui meskipun cara ini kurang tepat perkiraan
kekurangan cairan dapat ditentukan dengan menggunakan umur penderita, yaitu untuk umur
kurang dari 1 tahun adalah 300 ml, 1-5 tahun adalah 600 ml, dan > 5 tahun adalah 1200 ml,
rentang volume cairan ini adalah perkiraan, volume yang sesungguhnya diberikan dengan
menilai rasa haus penderita dan memantau tanda-tanda dehidrasi. Bila penderita masih haus dan
masih ingin minum harus diberi lagi. Setelah 3 jam keadaan penderita dievaluasi apakah
membaik, tetap, atau memburuk. Bila keadaan penderita membaik dan dehidrasi teratasi
pengobatan dilanjutkan dengan cara seperti pengobatan diare tanpa dehidrasi yaitu untuk anak
usia < 1 tahun adalah 50-100 ml/ kali mencret atau muntah dan anak > 1 tahun 200 ml / kali
mencret atau muntah. Sedangkan bila dehidrasi tidak teratasi dan keadaan umum anak menjadi
lemah dan malas minum, berikan terapi untuk diare dengan dehidrasi derajat berat.2
DAFTAR PUSTAKA