Pertanyaan ini mungkin banyak keluar dari para pemilik dan pengelola rumah sakit,
mampukah rumah sakit tetap eksis dan tumbuh dengan pasien BPJS ? jawabannya
adalah, Mampu!!! Jika strategi dan implementasinya tepat.
Sebagai pengelola rumah sakit kiranya wajib menentukan bisnis model, sehingga apa yang
dilakukan dilapangan dan akibatnya pada dampak resiko tidak besar. Katakanlah saat ini
rumah sakit sudah bekerjasama dengan BPJS, namun demikian tetap harus
mempertimbangkan dan menentukan arah kebijakan rumah sakit mau seperti apa dan
dibawa kemana.
A. Segmen Pelanggan
Lakukan segmentasi pelanggan, apakah rumah sakit anda terdiri dari pasien jaminan
BPJS, Asuransi lainnya, dan Biaya Pribadi. Presentasikan dan kelompokan masing-
masing pelanggan tersebut dengan menggunakan peta pelaggan.
B. Proposisi Nilai
nilai apa yang akan diberikan oleh rumah sakit kepada pasien yang dilayani, dengan
keunggulan, atau mutu dan kualitas, atau bahkan perbedaan yang menonjol dari
rumah sakit lainnya.
C. Saluran Pemasaran
Saluran pemasaran pada rumah sakit salah satunya adalah bagaimana bisa membuat
dan mensepakati system rujukan pasien dari PPK 1 ke rumah sakit dan selanjutnya ke
rujukan keatasnya jika diperlukan. Ini tentu harus menjadi kesepakatan dan
pemahaman aturan JKN itu sendiri, tidak terjadi Fraud baik dari sisi Masyarakat,
Rumah sakit maupun BPJS itu sendiri.
D. Hubungan Pelanggan
Pentingnya hubungan pelanggan dalam hal ini masyarakat sebagai pasien rumah
sakit. Hubungan baik itu bisa berupa penyuluhan kepada masyarakat, edukasi,
santunan dan sampai pada pengobatan gratis dan sebagainya. Namun hal yang paling
penting dari arti hubungan pelanggan adalah bagaimana rumah sakit mampu
melayani pasien BPJS dengan PRIMA.
E. Hitung Pendapatan
Menghitung pendapatan tentu saja merupakan aktifitas yang biasa dilakukan oleh
semua bisnis. Namun untuk BPJS perlu lebih cermat dan hati-hati dalam melakukan
penghitungan. BPJS sebaiknya jangan di hitung secara Parsial atau satu persatu
pasien melainkan harus dengan Periodik / rentang waktu tertentu sehingga rumah
sakit akan bisa melihat nilai keuntungan rumah sakit.
F. Sumber Utama
Apa yang dimaksud dengan sumber utama ? sumber utama adalah kunci pendapatan
utama rumah sakit saat ini. Jika rumah sakit porsentasenya BPJS lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien umum katakanlah 80% - 20% maka sumber utama
rumah sakit adalah pasien BPJS. Manajemen rumah sakit harus sadar betul, bahwa
pendapatan utama mereka dari BPJS. Kesadaran ini harus bisa diterima oleh semua
komponen mulai dari pimpinan, staf dan dokter serta perawat. Jika semuanya sudah
memiliki kesadara sama maka, kebijakan remunerasi juga tentunya akan
menyesuaikan dengan pendapatan. Sebagai contoh, jika pasien BPJS akan sangat sulit
bagi rumah sakit jika Dokter yang dibayar harus disamakan honornya dengan pasien
jaminan biaya pribadi. Jadi saat rumah sakit menerima pasien BPJS sudah harus
disiapkan perhitungan honorarium yang menyesuaikan tariff BPJS sehingga tidak
terjadi kerugian bagi rumah sakit.
G. Aktifitas Kunci
Clinical Pathway Urutan optimal dan waktu intervensi oleh dokter, perawat dan
disiplin lainnya untuk diagnosis atau prosedur tertentu, yang dirancang untuk
meminimalkan penundaan dan sumber daya pemanfaatan dan untuk memaksimalkan
kualitas pelayanan. Aktifitas kunci adalah aktifitas penting dalam proses tersebut.
Jika rumah sakit Type D ya rumah sakit harus melayani pasien sesuai dengan kelas
rujukannya. Atau sebaliknya rumah sakit karena tidak mau rugi maka pasien main
rujuk ke rumah sakit diatasnya. Saat penerimaan pasien rumah sakit harus
menggunakan
H. Mitra Utama
Rumah sakit harus memiliki hubungan harmonis dengan mitra kunci atau mitra
utama, dalam hal ini mitra utama rumah sakit adalah Pemerintah, Dokter, Farmasi
dan Karyawan. Perusahaan yang bekerjasama dan semua mitra yang dianggap turut
serta memiliki peran lebih dalam berbisnis.
I. Struktur Biaya
Struktur biaya dalam pengelolaan rumah sakit harus benar secara kaidah akuntasi
keuangan, mampu memilah pembiyaan yang prioritas dan yang tidak. Diharapkan
didukung dengan system dan teknologi informasi yang memadai akan memudahkan
pengelola rumah sakit dalam melihat performance keuangan bisnisnya.
STRATEGI KOMPETITIF
Dalam menjalankan rumah sakit pengelola harus menemukan strategi apa yang ingin
dibuat, apakah Low Cost / berbiaya rendah, atau pelayanan bermutu ? atau focus pada
segmen pelanggan tertentu ? petakan pelanggan kemudian tentukan strategi apa yang
akan digunakan.
STRATEGI FUNGSIONAL
b. Strategi Operasional
c. Strategi Pemasaran
d. Strategi Keuangan
Setelah menentukan Strategi bisnis dan menentukan model bisnis hal yang paling
penting adalah peran Pimpinan dalam menjalankan bisnis rumah sakit. Perubahan
kebijakan yang sangat cepat perlu pemimpin yang kuat, baik secara pribadi, analisa
bisnis dalam mengambil keputusan. Sebaik apapun strategi yang dibuat, sehebat
apapun sumber daya manusia yang dimiliki tanpa pimpinan yang kuat itu semua tidak
akan menjadi apa-apa. Pimpinan yang memiliki visi dan misi serta konsisten pada
keputusan strateginya akan lebih mudah melalui trubulensi perubahan. Arahan,
pembinaan dan komunikasi yang terjaga akan membangun tim yang handal dan
mampu melihat dampak resiko bisnis dengan baik, mencipatakan budaya organisasi
yang optimis. Dengan demikian phenomena tentang BPJS akan bisa diterima bahkan
bisa membawa rumah sakit tumbuh dan berkembang.
2. Demografi
b. Jenis Kelamin
c. Pendapatan
3. Segmentasi Psikografik
a. Kelas Sosial
Kelas sosial ternyata mempunyai pengaruh kuat pada pemilihan jenis mobil,
pakaian, perabot rumah tangga, properti, dan rumah. Pemasar menggunakan
variabel kelas sosial sebagai segmentasi pasar mereka.
b. Gaya Hidup
Minat manusia dalam berbagai barang dipengaruhi oleh gaya hidupnya, dan
barang yang mereka beli mencerminkan gaya hidup tersebut. Atas dasar itu,
banyak pemasar atau produsen yang mensegmentasi pasarnya berdasarkan
gaya hidup konsumennya. Sebagai misal, banyak produsen pakaian remaja
yang mengembang-kan desain produknya sesuai dengan selera dan gaya
hidup remaja.
c. Kepribadian
c. Status Pengguna
d. Tingkat Pemakaian
e. Status Loyalitas
4. Strategi Pemasaran
Tjiptono, (2007: 47), mendefinisikan startegi pemasaran sebagai alat fundamental yang
direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing
yang berkesinambungan. Perusahaan harus dapat melakukan strategi pemasaran yang tepat agar
dapat melayani seluruh pelanggan yang jumlahnya tidak sedikit serta memiliki kebutuhan dan
keinginan yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan perusahaan harus dapat mengidentifikasi
pasar yang dapat dilayani secara efektif melalui segmen-segmen pasar, lalu membuat target pasar
yang jelas dan memposisikan perusahaan terhadap pesaingnya (Kartajaya, 2004: 10).
Setiap perusahaan selalu menggunakan strategi pemasaran untuk meningkatkan dan
memperluas pasarnya. Langkah-langkah yang dapat ditempuh menurut Kartajaya (2007: 10)
adalah :
1) Mengidentifikasi dan memilah-milah kelompok pembeli yang berbeda-beda yang mungkin
meminta produk dan bauran pemasaran tersendiri.
2) Memilih satu atau lebih segmen pasar untuk memasuki pasar (membidik pasar sasaran).
3) Membentuk dan mengkomunikasikan manfaat utama yang membedakan produk perusahaan
dengan produk lainnya di pasar (penetapan posisi pasar).
Segmenting, Targeting, dan Positioning
Segmentasi Pasar
Kasali (2001: 119) mendefinisikan segmentasi pasar sebagai suatu proses untuk membagi-bagi
atau mengkelompok-kelompokkan pasar yang heterogen ke dalam kelompok-kelompok
”potential customer”, yang memiliki kesamaan kebutuhan dan atau kesamaan karakter yang
memiliki respon yang sama dalam membelanjakan uangnya. Menurut Kotler dan Armstrong
(2006: 226), ada empat variabel utama yang bisa digunakan sebagai dasar – dasar
pengelompokkan pasar yaitu variabel demografi, geografi, psikografi, dan perilaku.
Target Pasar
Kasali (2001: 371) menyatakan targeting atau menetapkan target pasar adalah persoalan
bagaimana memilih, meyeleksi, dan menjangkau pasar. Produk dari targeting adalah target
market (pasar sasaran), yaitu satu atau beberapa segmen pasar yang akan menjadi fokus kegiatan-
kegiatan pemasaran. Kriteria yang harus dipenuhi untuk mendapatkan pasar sasaran yang optimal
ada empat (Kasali, 2001: 375) yaitu:
1) Responsif. Pasar sasaran harus responsif terhadap produk dan program-program pemasaran
yang dikembangkan. Kalau pasar tidak merespon, tentu harus dicari tahu mengapa hal itu terjadi.
2) Potensi penjualan. Potensi penjualan harus cukup luas. Semakin besar pasar sasaran, semakin
besar nilainya. Besarnya tidak hanya ditentukan jumlah populasi, tetapi juga daya beli dan
keinginan pasar untuk memiliki produk tersebut.
3) Pertumbuhan memadai. Pasar tidak dapat dengan segera bereaksi. Pasar tumbuh perlahan-
lahan sampai akhirnya meluncur dengan pesat dan mencapai titik pendewasaannya.
4) Jangkauan media. Pasar sasaran dapat dicapai dengan optimal kalau pemasar tepat memilih
media untuk mempromosikan dan memperkenalkan pasarnya.
Memposisikan Produk
Tjiptono (2002: 110) menyatakan ada tujuh pendekatan yang dapat digunakan untuk
melakukan positioning yaitu:
1) Positioning berdasarkan atribut, ciri-ciri atau manfaat bagi pelanggan (attribute positioning),
yaitu dengan jalan mengasosiasikan suatu produk dengan manfaat bagi pelanggan.
2) Positioning berdasarkan harga dan kualitas (price and quality positioning), yaitu posisioning
yang berusaha menciptakan kesan/citra berkualitas tinggi lewat harga tinggi atau sebaliknya
menekankan harga murah sebagai indikator nilai.
3) Positioning yang dilandasi dengan aspek penggunaan atau aplikasi (use application positioning).
4) Positioning berdasarkan pemakai produk (user positioning) yaitu mengaitkan produk dengan
kepribadian atau tipe pemakai.
5) Positioning berdasarkan kelas produk tertentu (product class positioning), misalnya permen
kopiko yang diposisikan sebagai kopi dalam bentuk permen, bukan permen rasa kopi.
6) Positioning berkenaan dengan pesaing (competitor positioning) yaitu dikaitkan dengan
posisi persaingan terhadap pesaing utama.
7) Positioning berdasarkan manfaat (benefit positioning).