Anda di halaman 1dari 18

Erythema Multiform Minor – Report of a Case with Review of Literature

Abstrak
Eritema Multiform (EM) adalah kondisi akut, yang ditandai dengan munculnya
target khusus seperti lesi pada kulit. Hal ini dipicu oleh berbagai kondisi termasuk
infeksi, penggunaan narkoba, vaksin, dan lain-lain. Ia memiliki spektrum
manifestasi varian dari ringan hingga fulminatik yang menciptakan dilema dalam
mendiagnosis. Insiden terjadinya EM diperkirakan anara 0,01 dan 1%. Prevalensi
EM pada rongga mulut bervariasi dari 35% sampai 65% di antara pasien dengan
lesi kulit. Namun, pada pasien di mana EM didiagnosis dengan lesi oral,
prevalensi lesi kulit hanya berkisar antara 25% hingga 33%. Penelitian ini
melaporkan kasus eritema multiform minor pada pasien pria berusia 30 tahun
yang diberikan dengan topikal kortikosteroid dengan remisi lengkap.

Pendahuluan
Eritema Multiform merupakan reaksi hipersensitivitas mukokutan akut dengan
berbagai macam etiologi. Ferdinand Von Hebra menggambarkan EM pada tahun
1866 sebagai penyakit kulit akut dan terbatas secara simetris yang tersebar dengan
pola konsentris berulang yang khas dalam bentuk “lesi target”. Ditandai dengan
adanya erupsi kulit, dengan atau tanpa lesi membran mukosa oral atau lainnya.
EM dapat disebabkan oleh asupan obat atau beberapa infeksi, khususnya infeksi
virus herpes simplek (HSV), yang telah diidentifikasi hingga 70% dari kasus
eritema multiform.

Terdiri dari varian dalam kisaran varian ringan, exanthematous, self-


limited, dan kulit dengan keterlibatan oral paling sedikit yang dikenal sebagai EM
minor; untuk varian yang lebih parah, fulminasi dan progresif dengan nekrosis
epitel mukokutan yang luas dikenal sebagai sindrom Steven-Johnson (SJS) dan
toksik nekrolisis epidermal (TEN); oleh karena itu disebut sebagai multiform.
Klasifikasi klinis dari gangguan ini adalah variable, sehingga sulit untuk membuat
diagnosis definitif.

1
Laporan Kasus
Pasien laki-laki berusia 30 tahun datang ke dokter gigi dengan keluhan terdapat
ulserasi multipel pada mukosa rongga mulut disertai rasa sakit sejak satu minggu
yang lalu. Rasa sakit terjadi secara tiba-tiba dan terus-menerus serta rasa sakit
lebih berat saat makan atau minum. Lesi pertama kali muncul di palatum dan
setelah beberapa hari lesi yang sama muncul di mukosa mulut lainnya. Pasien
juga mengeluhkan adanya darah pada sputum (dahak). Seperti yang dikatakan
oleh pasien, lesi hanya muncul di mukosa mulut, tidak muncul di mukosa atau
permukaan kulit lainnya. Pasien juga memiliki riwayat demam selama tiga hari
sebelum lesi muncul. Pasien tidak memiliki riwayat lesi yang sama sebelumnya
dan tidak ada riwayat medis, dental, stres, atau obat-obatan. Pasien memiliki
kebiasaan konsumsi alkohol tiga sampai empat kali tiap minggu.

Pada pemeriksaan ekstraoral menunjukkan adanya erosi multipel disertai


kulit yang mengeras (bloody crusting) pada seluruh bibir bawah. Pada
pemeriksaan intraoral terdapat ulserasi eritema multipel yang besar dengan tepi
yang ireguler dan dilapisi oleh pseudomembran berwarna kekuningan pada
seluruh permukaan mukosa bukal sisi kanan dan kiri, mukosa labial atas dan
bawah, mukosa vestibular, dasar mulut, palatum, dan permukaan lateral, ventral,
dan ujung lidah.

Gambar 1. Bloody crusting pada seluruh bibir bawah dan ulserasi eritema multipel yang
besar dengan tepi yang ireguler dan dilapisi oleh pseudomembran berwarna kekuningan
pada seluruh mukosa mulut.

2
Pada palpasi ulser terasa dangkal, lunak, dan mudah berdarah. Tidak
terdapat bulla pada mukosa intraoral. Ada riwayat akut disertai demam dan bloody
crusting pada bibir yang mengarah pada diagnosis eritema multiform minor.
Diagnosis bandingnya adalah pemphigus vulgaris, erosive lichen planus, dan
stomatitis alergi.

Biopsi insisi dilakukan dari mukosa bukal sisi kanan dan lokasi
perilesional. Pewarnaan jaringan dilakukan dengan hematoxylin, eosin, dan direct
immunofluorescence. Pada pewarnaan H dan E menunjukkan ulserasi pada epitel
ditandai dengan adanya vesikel subepitelial dan keratinosit basal nekrotik.
Jaringan konektif menunjukkan adanya mature stroma dengan infiltrasi
inflamatori kronis.

Gambar 2. H dan E section (40x) menunjukkan vesikel subepitelial dan keratinosit basal
nekrotik.

3
Gambar 3. Kunjungan kembali setelah 7 hari menunjukkan
penyembuhan lesi.

Gambaran keseluruhan menunjukkan eritema multiforme. Imunofluoresensi


langsung mengungkapkan deposisi IgG non spesifik pada epitel. IgA, IgM dan C3
negatif. Diagnosis eritema multiforme dapat ditetapkan setelah riwayat penyakit,
temuan klinis dan histopatologi dibuat. Pasien diresepkan dengan triamcinolone
acetonide 0,1% untuk diaplikasikan pada seluruh mukosa mulut tiga kali sehari
setelah makan selama 15 hari. Pasien datang kembali setelah 7 hari (Gambar. 3)
dan kemudian setelah 15 hari (gbr. 4). Pasien merespon dengan baik terhadap
terapi yang diberikan dengan 90% lesi sembuh setelah 7 hari dan penyembuhan
total terlihat setelah 15 hari.

Gambar 4. Kunjungan kembali setelah 15 hari menunjukkan


penyembuhan total lesi

4
Diskusi
Istilah eritema multiform (EM) adalah kondisi klinis yang mencerminkan
morfologis spektrum luas dari lesi. Usia antara 20 dan 40 tahun adalah usia
puncak penyakit ini sering timbul meskipun 20% dari kasus terjadi pada anak-
anak. Lesi oral disertai dengan vesikel dan bula yang pecah dengan cepat yang
menyebabkan pengelupasan difus dan ulserasi pada seluruh permukaan kulit dan
membran mucous.

Eritema multiform telah dilaporkan dipicu oleh banyak agen, khususnya


virus, terutama virus herpes simpleks (HSV), virus herpes lainnya (virus varicella
zoster, cytomegalovirus, Epstein-Barrvirus), adenovirus, enterovirus (virus
Coxsackie B5, echovirus), virus hepatitis (A, B dan C), influenza, paravaccinia,
parvovirus B19, poliomyelitis, vaccinia dan variola semuanya terlibat. Obat-
obatan seperti sulphonamides (mis.Cotrimoxazole), sefalosporin,
aminopenicillins, quinolones, chlormezanone, barbiturat, oxicam obat
antiinflamasi non steroid, antikonvulsan, inhibitor protease, allopurinol atau
bahkan kortikosteroid mungkin terlibat. Makanan yang mengandung aditif atau
bahan kimia seperti benzoat, nitrobenzene, parfum juga telah dilaporkan sebagai
agen etiologi. Lebih dari 50% pasien memiliki etiologi yang tidak diketahui
dengan stres atau faktor emosional sebagai kategori terbesar kedua. Pada kasus ini
pasien memiliki riwayat demam ringan sebelum timbulnya lesi intraoral yang
dapat menunjukkan etiologi virus.

Patogenesis yang tepat tidak diketahui. Telah dikemukakan bahwa EM


dihasilkan dari reaksi imun yang diperantarai sel-T terhadap zat pengendap, yang
mengarah pada serangan imunologis sitotoksik pada keratinosit yang
mengekspresikan antigen sendiri, yang kemudian mengarah pada vesikulasi
subepitel dan intra epitel; yang menyebabkan melepuh dan erosi luas. Pemahaman
yang lebih baik tentang peristiwa molekuler dan imunologis yang mendasari HSV
terkait EM (HAEM) dan perbedaan utama mereka sehubungan dengan EM yang
diinduksi obat telah disediakan oleh penelitian terbaru. Disarankan bahwa
perkembangan penyakit dimulai dengan infeksi HSV dari sel-sel kulit epitel, dan

5
kemudian beredar sel CD34 mononuklear (prekursor sel Langerhans). Ini
mengangkut fragmen HSV-DNA ke situs kulit yang jauh, di mana kerusakan
epidermal yang dimediasi kekebalan terjadi karena produksi interferon-γ (IFN-γ).
Sebaliknya, pada EM yang diinduksi obat, tumor necrosis factor alpha (TNF-α)
menginduksi apoptosis keratinosit yang dilepaskan dari keratinosit, makrofag, dan
monosit yang menyebabkan kerusakan jaringan. Sejumlah pasien EM telah
dilaporkan memiliki otoantibodi terhadap desmoplakins I dan II dan otoantibodi
antiepidermal. Selain respon imun seluler, mekanisme imun humoral mungkin
terlibat dalam patogenesis penyakit mirip EM.

Kesimpulan
Manajemen EM bisa sulit. Elemen penting dalam perawatan EM adalah
penghentian semua faktor etiologi. Selain itu, penatalaksanaan penyakit
tergantung pada faktor-faktor lain, seperti keberadaan penyakit mukosa,
perkembangan penyakit secara berulang dan tingkat keparahan penyakit secara
keseluruhan. Bentuk ringan biasanya sembuh dalam 2-6 minggu; perawatan luka
lokal, analgesik topikal atau anestesi untuk mengontrol rasa sakit dan diet cair
sering diindikasikan dalam situasi ini. Untuk kasus yang lebih parah, manajemen
intensif dengan terapi cairan intravena mungkin diperlukan. Antihistamin oral dan
steroid topikal mungkin juga diperlukan untuk meredakan gejala. Kortikosteroid
sistemik telah berhasil digunakan pada beberapa pasien.

6
PEMBAHASAN

1.1 Definisi
Eritema multiform (EM) adalah reaksi hipersensitivitas kulit dan mukosa
dengan lesi yang khas dan dipicu oleh rangsangan antigenik tertentu. Eritema
multiform merupakan kondisi akut, kadang berulang, pada kulit dan membran
mukosa yang di manifestasikan sebagai lesi papular, bulosa, dan nekrotik.1

1.2 Etiologi
Umumnya tidak diketahui. Mungkin bisa terjadi berupa reaksi terhadap
mikroorganisme (herpes simplek, mikoplasma); obat (sulfonadime).2

1.3 Patofisiologi
Erythema Multiforme merupakan reaksi imun atau reaksi hipersensitivitas yang
mekanismenya terkait dengan kompleks antigen-antibodi yang disebabkan oleh
infeksi atau obat-obatan. Pada infeksi, lebih sering disebabkan oleh infeksi
Herpes Simplex Virus.2,3
Pada Herpes Associated Erythema Multiform (HAEM), ekspresi gen HSV
dalam kulit memicu aktivasi sel CD4+ Th1 (sel T helper yang terlibat dalam
imunitas) yang menghasilkan interferon-gamma (IFN-γ) sebagai respon
terhadap antigen virus. Pelepasan IFN- γ akan memulai lisis keratinosit yang
terinfeksi HSV. Hal ini menyebabkan kerusakan epidermal.2,4 Sementara
erythema multiform yang disebabkan oleh obat-obatan, akan memicu
pelepasan tumor necrosis factor-α (TNF-α) sehingga terjadi apoptosis
keratinosit.4

7
Gambar 5. Patogenesis erythema multiforme2

1.4 Klasifikasi
Berdasarkan tingkat keparahan dan derajat mukosa yang terlibat, erythema
multiforme dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:2
1. Erythema Multiforme Minor
- Biasanya hanya melibatkan satu lokasi, misalnya hanya rongga
mulut atau kulit.
- Ditandai dengan adanya iris atau lesi target.
2. Erythema Multiforme Mayor
- Biasanya dimulai 1-3 minggu setelah mengonsumsi obat, dan
bertahan selama 1-2 minggu sebelum muncul pada mukokutaneus,
dan disertai gejala seperti flu, sakit tenggorokan, sakit kepala,
arthralgia, myalgia, dan demam.
- Hampir melibatkan seluruh mukosa rongga mulut
- Dan daerah yang terlibat lebih luas seperti dapat terjadi pada kulit,
mata, genital, faring, laring, dan esofagus.
- Lesi dapat berbentuk bulla atau ruam dan dapat disertai pneumonia
atau arthritis.

8
1.5 Diagnosis banding

1. Pemphigus Vulgaris (PV)


Definisi dan Etiologi
Pemphigus berasal dari bahasa Yunani yaitu Pemphis (bubble or blister)
merupakan suatu grup penyakit mukokutaneus autoimun yang berpotensi
mengancam jiwa. Pemphigus vulgaris adalah penyakit autoimun berupa
bula yang bersifat kronik, akan ditemukan antibodi IgG yang bersirkulasi
dan terikat pada permukaan sel keratinosit, menyebabkan timbulnya suatu
reaksi pemisahan sel-sel epidermis diakibatkan karena tidak adanya kohesi
antara sel-sel epidermis. Proses ini disebut akantolisis dan akhirnya
terbentuk bula suprabasal.5
Penyebab pasti dari PV tidak diketahui, namun ada beberapa faktor
predisposisi terjadinya PV yaitu:5
1. Faktor genetic
2. PV sering terjadi pada pasien yang memiliki penyakit autoimun lain
seperti myasthemia gravis. Beberapa kasus PV dilaporkan pada pasien
yang memiliki kelainan autoimun multipel atau adanya neoplasma
seperti lympoma.
3. Obat- obatan seperti captopril, dilaporkan dapat menginduksi
terjadinya PV meskipun hal ini jarang terjadi.

Manifestasi Klinis
Luka klasik untuk pemphigus adalah bulla berdinding tipis pada mukosa
atau kulit normal. Bulla cepat pecah namun terus menyebar secara periperal,
sehingga meninggalkan area kulit terbuka yang besar. Tanda khas dari
penyakit ini dapat diperoleh dengan memberi tekanan pada bulla yang utuh.
Pada pasien dengan PV, bulla terbentuk di lapisan suprabasal karena
hilangnya jembatan interselluler pada bagian paling bawah epidermis.
Tanda khas lain dari penyakit ini adalah penekanan diantara dua bulla
dengan ujung jari, mengakibatkan permukaan kulit yang terlihat normal

9
terkelupas. Fenomena ini, disebut tanda Nikolsky, dihasilkan dari lapisan
atas kulit tertarik menjauh dari lapisan basal. Tanda Nikolsky paling sering
dikaitkan dengan pemphigus namun juga dapat terjadi pada epidermolysis
bullosa.6
Penyakit fulminan akut merupakan keadaan yang terjadi akibat adanya
kerusakan dan kematian sel secara masif. Penyakit fulminan akut dapat
terjadi pada beberapa pasien yang menderita pemphigus, tetapi pada
sebagian besar kasus, perkembangan penyakit lambat, biasanya perlu
beberapa bulan sampai berkembang secara utuh.

Gambar 6. Bulla pada kulit pasien PV.6

Manifestasi Oral
Delapan puluh sampai 90% pasien dengan PV kadang-kadang selama
perkembangan penyakitnya memperlihatkan lesi oral sebagai tanda
pertamanya. Lesi oral dapat dimulai dengan bulla klasik pada daerah yang tak
terinflamasi, lebih seringnya dokter melihat ulser dangkal irregular karena
bullanya sudah pecah. Lapisan tipis epitel mengelupas dengan pola yang
irregular, meninggalkan permukaan yang gundul. Pinggiran dari lesi meluas
ke perifer setelah beberapa minggu hingga memperlihatkan bentuk yang besar
di mukosa oral. Umumnya lesi mulai terbentuk di mukosa bukal, yaitu pada
area bekas trauma di sekitar lengkung oklusal. Palatum dan gingiva adalah
tempat yang umum dalam perkembangannya.6

10
Pada umumnya, lesi oral muncul 4 bulan lebih dulu sebelum lesi
pada kulit terlihat. Jika perawatan dimulai selama masa ini, penyakit dapat
lebih mudah di kontrol dan kesempatan untuk kesembuhannya lebih tinggi.
Seringnya, diagnosa awal terlewatkan, dan lesi salah terdiagnosa menjadi
infeksi herpes atau kandidiasis. Beberapa pasien PV yang juga menderita
kandidiasis, menyebabkan gambaran klinis lesi pemphigus tidak terlihat.
Beberapa pasien pemphigus memiliki bekas luka pada mukosa oral yang
memberikan hasil negatif pada direct immunoflouresence.6
Pemphigus harus dapat dibedakan dari infeksi virus, erythema
multiform atau kategori RAS. Lesi pemphigus tidak membulat dan simetris
seperti lesi RAS melainkan tidak beraturan dan terkadang memiliki epitel
detached pada perifer.6
Dalam kasus yang sama, lesi mungkin berawal dari gingiva dan
disebut deskuamatif gingivitis. Diagnosis dari deskuamatif gingivitis dapat
dilakukan dengan biopsi untuk membedakannya dari pemphigoid bullous,
membran mukus pemphigoid, dan erosif lichen planus.6

Gambar 7. Lesi PV pada mukosa palatal.2

2. Steven- Johnson Syndrome (SJS)


Definisi
Sindrom Stevens-Johnson (SJS) adalah gangguan mucocutaneous yang
diinduksi obat dan terkait dengan morbiditas yang tinggi dan prognosis

11
buruk. SJS dan TEN yang disebabkan obat, biasanya mulai timbul dua
sampai tiga minggu setelah mulai terapi tetapi dapat terjadi lebih cepat.6
SJS adalah salah satu tampilan klinis dari reaksi obat yang parah
pada kulit.Terdapat klasifikasi terhadap eritema multiforme (EM), SJS,
dan epidermal toksik nekrolisis (TEN) berdasarkan variasi keparahan. EM
minor biasanya selflimited dan disebabkan infeksi. Drug-induced EM,
disebut EM-major, dapat berkembang menjadi SJS atau, ketika sangat
parah menjadi TEN. SJS adalah gangguan bulosa, dengan ulserasi,
purpura, demam, dan keterlibatan membran mukosa lebih dari dua lokasi,
serta kulit. TEN merupakan kondisi yang lebih parah dari SJS, dengan
peluruhan kulit menyerupai luka bakar tingkat tiga.6

Gambaran Klinis
SJS ditandai dengan makula purpura dan blister terdistribusi secara luas
pada tubuh dan wajah. Lesi timbul satu sampai tiga hari dengan demam
dan gejala seperti influenza. Ruam menyebar dalam hitungan jam dan
maksimal empat hari. Pada 90% pasien terjadi erosi kulit yang sakit atau
krusta pada membran mukosa. Erosi mukosa mengakibatkan gangguan
alimentation, fotofobia, dan sakit saat buang air kecil. Epitel
gastrointestinal dapat terlibat, sehingga terjadi diare. Difus pneumonitis
interstitial dan keterlibatan epitel trakeobronkial dapat terjadi,
mengakibatkan gangguan pernapasan. Sekitar 85% pasien memiliki
kelainan mata, yang paling sering terjadi adalah konjungtivitis kataralis
(radang konjungtiva) . Peningkatan ringan enzim hati dapat terjadi.6
Luasnya daerah epidermal yang terlibat membedakan SJS dari
TEN. Di SJS, blister terjadi pada kulit di bawah 10% dari luas permukaan
tubuh (BSA). TEN terjadi pada epidermal yang lebih luas pada lebih dari
30% BSA, mengarah pada Nikolsky’s sign yang positif. Kasus dengan
daerah yang terlibat antara 10% dan 30% dari BSA disebut juga SJS-
TEN.6

12
3. Toxic Epidermal Necrolysis (TEN)
Definisi dan Etiologi
Toxic Epidermal Necrolysis (TEN) atau penyakit Lyell adalah penyakit
kulit dan membran mukosa yang sangat parah akibat reaksi hipersensitif.7
Etiologi TEN adalah reaksi hipersensitif terhadap obat. TEN memiliki
prognosis yang buruk.7

Gambaran Klinis
TEN biasanya dimulai demam tingkat rendah, malaise, arthralgia, sensasi
terbakar pada konjungtiva, kulit menjadi lunak, dan muncul eritema.
Setelah 24 jam, muncul blister dan kulit mulai mengelupas sehingga
seluruh seluruh permukaan tubuh menjadi melepuh. Hasil pemeriksaan
Nicolsky’s sign positif. Manifestasi rongga mulut terdiri eritema difuse,
vesikel, dan erosi pada bibir dan perioral yang sangat nyeri, lesi tersebut
juga muncul pada mukosa bukal, lidah, dan palatum. Kemudian terdapat
lesi pada okular, genital, dan membran mukosa.7

13
Gambar 8. Perbedaan EM, SJS, TEN

14
Gambar 9. Perbedaan EM, SJS, TEN.8

1.6 Gambaran klinis


Sekitar 70% pasien EM memiliki lesi oral dan mereka mungkin mendahului
lesi pada epitel skuamosa berlapis lain dan kadang-kadang mungkin satu-
satunya manifestasi dari proses penyakit.9 EM biasanya memengaruhi individu
usia 20 hingga 40 tahun. Lesi oral disertai dengan vesikel yang cepat pecah dan
bula, yang menyebabkan peluruhan difus dan ulserasi keseluruhan permukaan

15
selaput lendir. Ulserasi berulang akut dapat menambah gangguan sistemik dan
pola hidup.10
EM dapat muncul dalam beberapa cara mulai dari bentuk yang lebih
ringan, EM minor, yang membatasi diri, untuk EM mayor, Sindrom Stevens-
Johnson, dan TEN, bentuk penyakit yang progresif dan agresif. Peradangan
pada rongga mulut menyerupai lesi EM khas pertama kali dijelaskan oleh
Kenneth pada tahun 1968. Durasi siklus episodik EM oral berkisar dari 10 hari
hingga 42 hari. Dalam studi saat ini kasus, lesi terbatas pada bibir dan oral dan
mukosa tidak kambuh selama enam bulan pertama tindak lanjut.11
Lesi intraoral secara khas terlihat pada mukosa non-keratin
mempengaruhi bagian anterior rongga mulut. Keterlibatan bibir hampir
menyeluruh dan mukosa alveolar dan palatum. Bibir menjadi bengkak dan
pecah-pecah, ulserasi di permukaan, dan tampak encrustations berdarah
menjadi ciri khas dalam mendiagnosis. Diffuse, macula multiple dan lepuh atau
bula terbentuk pada mukosa mulut dan pecah untuk membentuk ulserasi
superfisial dan pseudomembran. Berbeda dengan lesi kulit, lesi oral sering
bergejala dan mungkin menghambat bicara dan pengunyahan. Daerah mukosa
lainnya seperti okular, hidung, faring, laring, pernapasan bawah, dan anogenital
mungkin terlibat.10

1.7 Perawatan
Pengobatan eritema multiformis berfokus pada eliminasi pemicu eritema
multiformis serta penanganan gejala-gejala yang timbul. Oleh karena itu,
identifikasi pemicu eritema multiformis adalah langkah diagnosis yang sangat
penting untuk memberikan metode pengobatan yang efektif. Khusus pada
penderita eritema multiformis mayor, pasien dapat menjalani perawatan rawat
inap di rumah sakit. Tujuannya adalah untuk mencegah dan mengobati
komplikasi dari eritema multiformis, serta menjaga keseimbangan cairan tubuh
pasien.12
Jika diketahui penyebab eritema multiformis adalah virus, maka pasien
dapat diberikan antiviral, seperti acyclovir oral atau suntikan, terutama yang

16
diakibatkan oleh virus Herpes simplex. Jika penyebab eritema multiformis
adalah bakteri, maka pasien dapat diberikan antibiotik untuk menangani infeksi
bakteri pemicu eritema multiformis. Jika penyebab eritema multiformis adalah
obat-obatan tertentu, pasien harus segera menghentikan konsumsi obat
tersebut.12

Untuk mengobati gejala-gejala eritema multiformis, pasien dapat diberikan


penanganan seperti:12

 Antihistamin dan kortikosteroid topikal untuk mengatasi gatal-gatal.


 Obat kumur yang mengandung anti nyeri serta antiseptik untuk
mengurangi rasa sakit dan mencegah infeksi sekunder pada rongga
mulut.
 Kortikosteroid oral. Obat ini dapat diberikan pada tahap awal
pengobatan eritema multiformis mayor.

Beberapa obat yang dapat diberikan untuk mengatasi eritema multiformis yang
muncul berkali-kali (rekuren), antara lain adalah:12

 Azathioprine.
 Dapsone.
 Thalidomide.
 Cyclosporine.
 Mycophenolate mofetil.
 Obat antimalaria, seperti hydroxychloroquine.

Eritema multiformis umumnya akan sembuh dengan sendirinya tanpa


meninggalkan bekas luka dengan masa penyembuhan sekitar 2-3 minggu.
Namun untuk kasus eritema multiformis mayor, masa penyembuhan dapat
berlangsung hingga 6 minggu.12

17
Daftar Pustaka
1. Hafsi W, Badri T. Erythema Multiforme. NCBI Bookshelf: A service of the
National Library of Medicine. 2019.
2. Scully Crispian. Oral and maxillofacial medicine the basis of diagnosis and
treatment second edition. Philadelphia: Elsevier; 2008.
3. Regezi Joseph, Sciubba James, Jordan Richard. Oral pathology clinical
pathologic correlations. Missouri: Saunders; 2003.
4. Bajaj Puneet, Sabharwal Robin, PK Mohammed Rajesh, Garg Deepti, Kapoor
Charu. Erythema multiforme classification and immunipathogenesis. J Adv
Med Dent Scie:2013;1(2);p.40-47.
5. Lubis R.D. 2008. Gambaran histopatologis pemphigus vulgaris. Departmen
Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran : Universitas
Sumatera Utara.
6. Greenberg, M. S., Glick, M., Ship, J. A., & ebrary, I. Burket's oral
medicine(Eleventh edition.). Hamilton, Ont.: BC Decker; 2008.
7. Laskaris George. Treatment of Oral Disease: A Concise Textbook, Thieme:
2005.
8. Journal of Investigative Dermatology 115:149–153, 2000
9. Krishnankutty KN, Chaudhuri K, Ashok L. Erythema multiforme: a case
series and review of literature. Open Access J Trans Med Res.
2018;2(4):124‒130. DOI: 10.15406/oajtmr.2018.02.00052
10. Rashmitha A, Gotoor SG, Muppirala S, Raju DR. Erythema multiforme: A
case report. J Indian Acad Oral Med Radiol 2017;29:154.
11. Sajad Ahmad Buch, Subhas G Babu, Renita Lorina Castelino, Shruthi Rao,
Kumuda Rao, Devika S Pillai. A Rare Case of Oral Erythema Multiforme: A
Case Report with a Literature Review. J Dent Indones. 2017;24(2):57.
12. Sokumbi, O. Wetter, DA. Clinical Features, Diagnosis, and Treatment of
Erythema. 2012.

18

Anda mungkin juga menyukai