Anda di halaman 1dari 10

Drug Induced Erythema Multiforme: Two Case Series with

Review of Literature

Abstrak1
Erythema Multiforme (EM) merupakan inflamasi akut yang terjadi pada
mukokutan dan adanya reaksi alergi pada membrane mukosa. Namun, EM dapat
juga menyerang pada kulit dengan bentuk yang lebih parah. Manifestasi EM
bervariasi dan secara diagnosti karena infeksi (umumnya karena herpes simpleks
dan mycoplasma pneumoniae) dan juga obat yang mempengaruhi perkembangan
EM. Pada jurnal ini melaporkan 2 kasus EM dimana Natrium diklofenak dan
Amoksisilin tampaknya menjadi faktor predisposisi. Selain itu jurnal ini
membahas EM yang bersangkutan dengan praktek dokter gigi dan etiologi,
mekanisme pathogenesis serta terapinya.
Case report1
Case 1
Pasien wanita usia 23 tahun memiliki keluhan sakit terdapat ulser dan krusta
hemoragik pada bibir. Pasien tersebut mengeluh sakit dan susah untuk makan.
Tidak ada riwayat penyakit pada keluarga kecuali pasien sudah demam selama 2
minggu terakhir. Pasien sudah minum obat azithromysin dan natrium diklofenak.
Pada pemeriksaan klinis terdapat ulser berbentuk ireguler dengan warna
kekuningan pada mukosa bukal kanan dan kiri. Kelenjar submandibular
membesar dan terasa lunak.
Secara diagnostik ditemukan lesi multiple pada bagian kaki dan lesi erythematous
pada bahu tangan dan telapak tangan. Pasien dianjurkan untuk tidak
mengkonsumsi obat lagi. Lesi ini disebabkan karena riwayat mengkonsumsi obat
dengan tampilan klinis yang menunjukkan Erythema Multiforme.

1
Gambar 1. Ulser ireguler pada bibir bawah

Gambar 2. Ulser ireguler di mukosa bukal kanan dan kiri (bilateral)

Gambar 3. Lesi diseluruh permukaan kaki dan telapak kaki serta tangan dan
telapak tangan.

Case 2
Seorang pasien wanita 35 tahun dengan keluhan sakit ulser pada rongga mulut
sudah 5 hari. Tidak ada riwayat penyakit pada keluarga dan tidak mengkonsumsi
obat. Pasien memiliki riwayat bengkak pada rahang atas kiri di dekat insisif
sentral dimana pada saat itu untuk menggigit amoksisilin dan natrium diklofenak
beberapa minggu lalu dan beberapa hari kemudian setelah mengkonsumsi obat
tersebut muncul ulser pada rongga mulut dan pasien juga mengeluh sakit karena
terdapat vesikel pada mukosa bukal dan labial. Setelah 2 hari kemudian ulsernya

2
menyebar ke bibir. Pasien tidak dapat memakan makanan yang padat dan
memakan makanan cair selama 2 hari yang lalu. Pasien mengehentikan konsumsi
obat setelah muncul vesikel. Pada pemeriksaan klinis ada ulser di bibir atas dan
bawah. Pada pemeriksaan intra oral terdapat lapisan warna putih di lidah dan
palatum dan ulser diseluruh mukosa bukal. Pasien dilakukan pemeriksaan lanju
endap darah dan ditemukan 25 mm/jam dan ini dalam range yang normal dan
pemeriksaan hepatitis B dan C serta HIV negative.
Pada jurnal ini adalah menentukan hubungan antara mengkonsumi obat dengan
terjadinya lesi pada rongga mulut. Ulser muncul pada kasus ini dalam beberapa
hari setelah konsumsi obat dan terhenti karena tidak lagi konsumsi obat. Erythema
Multiforme biasanya terjadi karena infeksi dari herpes simpleks dan jarang terjadi
karena konsumsi obat.

Gambar 4. pada bagian bibir bawah

Gambar 5. Pada bagian bibir atas dan mukosa bukal

Review of literature1
Reaksi yang lebih parah karena obat-obatan dapat dimanifestasikan sebagai EM,
Steven Jhonson syndrome, anaphylactic stomatitis, lichenoid drug ractions,
intraoral fixed drug reaction. Dapat juga dimanifestasikan pada kulit yang
mengalami kemerahan dengan atau tanpa lesi di mukosa oral. EM juga dapat
terjadi karena triger oleh kontak dengan bahan-bahan kimiawi, konsumsi obat atau
infeksi bakteri atau virus. Pada umumnya EM terjadi karena infeksi herpes
simpleks virus (HSV) dan telah diidentifikasi mencapai 70% pada kasus EM.

3
Berdasarkan keparahan dan lokasi pada mukosa, EM diklasifikasikan menjadi
mayor dan minor.

History1
EM pertama kali dikenal pada tahun 1817 oleh Bateman dan Bukley, tahun 1846
America melaporkan sebagai “Herpes Iris”. Tahun 1866, Hebra menjelaskan
secara morfologi tampilan dari istilah “erythema exsudativum multiforme” dan
disebabkan karena faktor internal atau sistemik dan bukan karena faktor lokal.
Hubungan EM dengan lesi mukosa vesikobulosa pada mukosa mulut dengan
sekumpulan lesi pada kulit memiliki tampilan yang sangat membingungkan.

Etiology and Pathogenesis1


Etiologi EM masih belum jelas, tetapi diduga karena reaksi hipersensitivitas
dengan CD8+ limfosit T pada epitel yang menginduksi apoptosis keratonosit dan
menyebabkan nekrosis sel satelit.
 Infeksi virus
- Herpes simplex virus 1 and 2
- Cytomegalovirus
- Varicella zoster virus
- Hepatitis viruses
- Episten barr virus
 Infeksi bakteri
- Mycoplasma penumoniae
- Mycobacterium
- Streptococci
 Obat-obatan
- Sulfonamide
- Penicillin
- Cephalosporin
- Quinolones
- Antikovulsan
- Analgesic
 Kontak dengan bahan kimia atau makanan
- Benzoates
- Nitrobenzene
- Terphenes
- Ethanol
 Reaksi imunologi
- Pregnancy

4
- Systemic lupus
- Sarcoidosis

Clinical presentations1
EM merupakan penyakit self limiting yang mempunyai gejala ringan atau tidak
ada gejala prodromal. Pasien mengalami gatal dan terasa terbakar pada bagian
yang akan muncul EM. Biasanya lesi muncul berbentuk macula berwarna
kemerahan atau pink lalu menjadi papula dan kadang-kadang adanya pengerasan
pada kulit dibagian tengah. Karakteristiknya seperti lesi target berbentuk bulat
dengan bagian tengah berwarna lebih gelap merah, bentuk ini seperti cincin pada
kulit.
Lesi target ini tidak terlihat sampai beberapa hari setelah terjadinya onset, ketika
lesi muncul dalam berbagai morfologi secara klinis disebut erythema
“multiforme”. Selain pada kulit, telapak tangan dan telapak kaki, lesi juga dapat
muncul pada rongga mulut.
 EM minor
Lesi target yang khas, lesi target atipikal yang meninggi / membentuk bentolan,
melibatkan satu daerah mukosa dengan lesi target pada kulit. Lesi oral;
erythema ringan sampai berat, erosi dan ulserasi. Kadang-kadang dapat berefek
hanya pada mukosa oral. < 10% permukaan tubuh yang terlibat.
 EM mayor
Lesi kutaneus dan melibatkan lebih dari satu daerah mukosa dengan lesi target
pada kulit, biasanya mukosa oral yang terkena. Lesi target yang terdistribusi

5
secara simetris, tipikal (khas) maupun atipikal. Lesi oral biasanya menyebar
dan berat.
 Steven Johnson syndrome:
Perbedaan utama dari erythema multiforme mayor adalah berdasarkan
typology (jenis) dan lokasi lesi dan adanya gejala sistemik. < 10% permukaan
tubuh yang terlibat. Disertai gejala konstitusi atau gejala sistemik mirip-flu
prodromal (prodromal flu-like systemic symptoms) juga umum. Secara umum
menyebar daripada hanya melibatkan area akral. Adanya keterlibatan mukosa
yang multiple dengan scar pada lesi mukosa.
 Toxic epidermal necrolysis (TEN)
Pada kasus di mana muncul spot muncul, ditandai oleh nekrosis pada epidermis
> 30% permukaan tubuh dan macula purpuric yang menyebar (widespread
purpuricmacules) atau lesi target atipikal yang datar.
Pada kasus di mana tidak ada spot yang muncul, ditandai oleh nekrosis pada
epidermis > 10% permukaan tubuh, tidak ada macula ataupun lesi target.
 Overlapping SJS and TEN
Tidak ada lesi target tipikal; muncul target atipikal yang datar. Sampai dengan
10% – 30% permukaan tubuh terlibat. Disertai gejala konstitusi atau gejala
sistemik flu like syndrome.
 Drug related erythema multiforme
Biasanya pada mukosa rongga mulut, bibir dan konjungtiva. Awalnya bula
pecah dan menyebar luas ke bibir dan sekitarnya.
 Drug related toxic epidermal necrolysis
Toxic epidermal necrolysis (Lyell syndrome) secara klinis ditandai
epidermolysis mukokutan diawali adanya macula dan maculopapular. Secara
intraoral adanya ulserasi meluas di permukaan mukosa mulut. Toxic epidermal
ini berkaitan dengan antimikroba (sulphonamide dan thiacetazone) dan
analgesic (phenazones), antiepilepsi (allopurinol, chlormezanone, rifampicin,
fluconazole dan vancomycin).

6
Differential diagnosis1

Lesi bervariasi dan harus dipertimbangkan pada daerah rongga mulut apakah
herpes, lesi vesikobulo seperti pemphigus vulgaris atau pemohigus bulla dan
rekasi lainnya karena obat. Pada kasus ini tidak ada ulser pada gingiva. Pada kasus
1 dan 2 ulserasi meluas di mukosa non keratin.

 Urticaria : Lesi hilang dalam 24 jam, gatal lebih


parah.
 Systemic lupus erythematous : adanya gejala sistemik (ginjal, artritis dll)
 Bullous pemphigoid
 Acute herpetic stomatitis : ulkusnya lebih kecil

Laboratory finding1

Karena adanya inflamasi C reactive protein (CRP) positif. Titer antibody herpes
simplex virus dan mycoplasma meningkat pada beberapa kasus. Dalam kasus
yang melibatkan infeksi bakteri ada peningkatan neutrophil. Untuk menentukan
diagnosis biasanya dilakukan biopsy.

Histopathology1

Pemeriksaan biopsy dapat digunakan untuk memastikan diagnosis. Pada tahap


awal erythema multiroforme epidermal terdapat infiltrasi limfosit ke dalam dermo
epidermal dan degenerasi vakuola pada sel basal. Saat penyakit berkembang,
ditemukan limfosit (sel CD8+ T) menginfiltrasi ke epidermis dan terjadi nekrosis
pada sel epidermal dan subepidermal melepuh. Pada pemeriksaan histologi dan
immunostaining sering ditemukan inflamasi perivascular sedang hingga padat (
CD4+ limfosit dan histosit) dalam papilla dermis dan dermoepidermal, edema
dermal, intraepitel atau vesikula subepitel dan atau bula, degenerasi hidpropik
pada basal keratonosit dan kekebalan imun non spesifik IgM, C3 dan fibrin pada
membran. Deteksi intralesi HSV DNA melalui reaksi rantai polimerisasi serta
imunohistokimia untuk IFN-c dan TFN-a yang mana dapat membedakan untuk tes
herpes terkait EM dan EM terkait karena obat.

7
Treatment1

Penyebab EM harus diketahui terlebih dahulu. Untuk kasus EM ringan diperlukan


pemberian obat kumur dan memakan makanan lunak dan cair. Kasus EM sedang
sampai berat dapat diterapi dengan kortikosteroid dalam jangka pendek pada
pasien yang kontraindikasi. Belakangan ini obat imunosupresif (Dapsone,
Azathioprine, Levamisole) menunjukkan hasil yang baik dalam perkembangan
penyakit ini.

Conclusion1

Drug induced oral EM jarang dijelaskan pada kasus EM. EM disebabkan oleh
infeksi Herpes Simplex Virus dan jarang karena reaksi obat. Meskipun pada
mukosa mulut jarang disebabkan karena reaksi obat namun dapat terjadi lebih
parah pada kulit. Ahli patologi dan dokter umum harus dapat membedakan lesi
vesikobulosa dari EM disebabkan karena obat untuk menindaklanjuti dan
pemilihan perawatan yang tepat.

8
Pathogenesis Erythema multiforme

Patogenesis dari erythema multoforme masih belum diketahui secara pasti.


Namun sedikitnya herpes yang berkaitan dengan erythema multiforme herpes-
associated erythemamultiforme [HAEM]) muncul karena hasil dari reaksi
imunologis cell-mediated (cell-mediated immune reaction) yang berkaitan dengan
antigen herpes simplex virus (HSV) dan penyakit ini berkembang dimulai infeksi
pada sel-sel epitel kulit dan kemudian berkembang sel CD43 (sel langerhans).2
Erythema multiforme merupakan reaksi hipersensitivitas dan yang paling umum
kerena faktor infeksi terutama infeksi HSV atau karena reaksi obat antikonvulsan
atau NSAID. Kasus EM pada rongga mulut dikarenakan infeksi bakteri, virus,
jamur dan protozoa dan obat-obatan selain itu penelitian juga melaporkan karena
asam benzoate dan pengawet makanan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
EM disebabkan karena infeksi HSV terjadi 65% - 70% kasus dengan adanya
riwayat infeksi 1-3 minggu sebelum onset EM. Antigen HSV menimbulkan reaksi
hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat) yang diperentarai sel T menghasilkan
interferon γ dengan sistem kekebalan imun diperkuat oleh sel T yang lebih banyak
pada daerah tersebut. Sel T sitotostik, natural killer cells, atau sitokin
menghancurkan sel epitel.3

Secara histologi terdapat infiltrasi limfosit ke dalam dermo epidermal dan


degenerasi vakuola pada sel basal dan nekrosis epidermal mempengaruhi lapisan
basal. Epidermo dermal junction menunjukkan perubahan struktur bervariasi
mulai dari perubahan vaskuler sampai subepidermal yang melepuh. Pada tampilan
klinis terlihat adanya vesikel intraepitel atau bula, namun vesikula pada subepitel
lebih sering.4

9
DAFTAR PUSTAKA
1. Shah Sheryas, Chauhan Girish, Manjunatha B S. et al. Drug induced
erythema multiforme: two case series with review of literature. Journal of
clinical diagnostic. 2014. Vol 8(9).
2. Agarwal Rashmi, Mhapuskar Amit, Hebbale Manjula. Erythema
multiforme minor report of case with review literature. Journal of
international dental and medical research. 2016.
3. Greenberg Martin, Glick Michael, Ship Jonathan. Burket oral medicine.
11th edition. 2008. Page 53.
4. Cawson RA, Odell EW. Cawson essential of oral pathology and oral
medicine. 7th edition. 1998. Page 206.

10

Anda mungkin juga menyukai