Anda di halaman 1dari 6

Apakah semua peraturan hidup

berbangsa dan bernegara (peraturan-


perundangan) sudah mengacaui pada
nilai-nilai Pancasila?

Jawabannya adalah Tidak

UU Tidak Sesuai Pancasila Perlu Judivicial Review

Guru Besar Fakultas Hukum UGM, Prof. Dr. Sudjito, S.H., mendesak
Mahkamah Konstitusi (MK) RI untuk secara aktif melakukan judivicial
review terhadap semua peraturan perundang-undangan yang ditengarai
bermasalah dan tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Menurutnya,
MK tidak harus menunggu gugatan dari masyarakat untuk dapat
melakukan judivicial review. Selama ini, MK lebih banyak menunggu,
terlalu pasif. Lebih aktif, tidak cukup hanya menunggu jika ada gugatan,
kata Sudjito kepada wartawan di kantor Pusat Studi Pancasila, Rabu
(28/9).

Pernyataan itu dikemukakan Sudjito dalam rangka kegiatan Seminar


€˜Pancasila, Konstitusi, dan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, yang
berlangsung di MM UGM, 30 September-1 Oktober 2011. Sudjito
menambahkan MK harus berperan dalam mengawal pelaksanaan
konstitusi untuk penyelenggaraan hidup bernegara. Pasalnya, tidak semua
konstitusi yang sesuai dengan paradigma dan falsafah Pancasila serta
UUD 1945. Apabila semua UU tersebut masih saja dijalankan,
dikhawatirkan kegiatan penyelenggaraan negara dijalankan melalui UU
yang bermasalah. Banyak hukum dan UU yang bermasalah, tapi tetap
dijalankan terus. Tren seperti itu seolah sampai saat ini masih tetap terus
berlangsung sehingga penyelenggaraan negara ini dijalankan dari
peraturan perundang-undangan yang cacat, katanya.
Sudjito juga menyayangkan kalangan kelompok masyarakat dan akademisi
yang masih kurang peduli terhadap permasalahan peraturan perundang-
undangan. Namun demikian, hal itu tidak hanya menjadi tanggung jawab
masyarakat dan akademisi semata, tetapi juga MK untuk mengawal
pelaksanaan konstitusi.

Sudjito sempat menyinggung tentang carut-marut berbagai kasus hukum


yang mencuat belakang ini karena kondisi para aparat penegak hukum
yang tidak profesional dalam menjalankan perannya. Tidak menutup
kemungkinan ada yang bermain-main dengan hukum, yang ditunjukkan
dengan sikap aparat penegak hukum kurang profesional dan jauh dari
moralitas, tambahnya.

Ketua Tim Ahli Pusat Studi Pancasila, Prof. Dr. dr. Sutaryo, Sp.A(K),
menuturkan permasalahan bidang hukum yang terjadi saat ini disebabkan
oleh banyak produk hukum yang lahir tidak berlandaskan pada filosofis
Pancasila. Sementara itu, Heri Santoso, S.S., M.Hum., peneliti PSP lainnya,
mengatakan banyak peraturan perundang-undangan, peraturan
pemerintah, dan peraturan presiden yang dianggap bermasalah. Ia
mengutip hasil penelitian yang disampaikan dalam Kongres Pancasila II
yang berlangsung di Bali pada 2010 lalu, yakni bahwa dari 80 UU yang
diteliti, sekitar 60 UU atau 80 persen hanya menyebut Pancasila dan UUD
1945 secara langsung pada alinea pembukaan. Namun, belum pada pasal
per pasal. Dari jumlah itu, 19 UU atau 21 persennya sama sekali tidak
menyebut Pancasila dan UUD 1945, katanya.

Ditambahkan Heri, dalam penelitian tersebut juga disebutkan ada 23 perda


tingkat provinsi dan kabupaten yang tidak menyebutkan Pancasila dalam
konsideran sebagai landasan ideologi. (Humas UGM/Gusti Grehenson)

Contoh Pasal UUD 1945 yang bertentangan


dengan Pancasila

Pasal 33 ayat (4) UUD 1945: “Perekonomian nasional diselenggarakan


berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, emandirian, serta
dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi
nasional.”
Pasal ini bertentangan dengan Pancasila sila ke-5 yang berbunyi “Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Karena pada ayat (1), (2), dan (3)
dapat disimpulkan bahwa perekonomian di Indonesia merupakan usaha
bersama berdasarkan asas kekeluargaan sehingga cabang-cabang
produksi serta bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya adalah milik negara yang berguna untuk kemakmuran rakyat
Indonesia.
Contoh kasus: Perusahaan asal Amerika PT. Freeport yang bergerak di
bidang tambang, pada masa pemerintahan presiden Soeharto berhasil
menghasut presiden dan mengadakan perjanjian untuk mendirikan
perusahaannya di tanah Papua, dikarenakan di Papua potensi sumber
daya alamnya (emas) pada masa itu sangat melimpah. Di dalam isi
perjanjiannya Indonesia hanya berhak mendapat 4% dari hasil
tambangnya sedangkan Amerika 96% dari hasil tambang tersebut. Di
dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) sudah jelas dikatakan bumi, air,
kekayaan alam yang terkandung di tanah Indonesia adalah untuk
kemakmuran rakyat Indonesia sendiri tetapi pada kenyataannya
masyarakat pribumi sendiri justru tidak menikmati hasil sumber daya
alamnya.

Pasal 1 ayat (1) UUD 1945: “Negara Indonesia adalah Negara Keatuan
yang berbentuk Republik”

Pasal 1 ayat (2) UUD 1945: “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”

Berdasar sistem demokrasi hasil amandemen kekuasaan legislatif dan


eksekutif menunjukkan reprentasi kekuasaan rakyat berhenti pada
presiden, DPR dan DPD. Apabila sebelum amandemen MPR merupakan
representasi kekuasaan dan kedaulatan dengan hasil amandemen UUD
hanya praktis melantik Presiden dan Wakil Presiden saja. Jika kedaulatan
rakyat berhenti pada presiden dan DPR maka tujuan negara terhadap
kesejahteraan rakyat sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD
1945 dan sila ke-5 Pancasila akan mustahil terwujud.

Pasal 22E UUD 1945 yang mengatur tentang Pemilihan Umum


bertentangan dengan sila ke-4 yang berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” karena
pasal 22E UUD 1945 merupakan proses demikrasi berprinsip liberalisme-
individualisme, semua dilaksanakan secara langsung tanpa memberi
ruang musyawarah dan mufakat. dimana ideologi negara Indonesia yaitu
Pancasila bukan menjadi patokan lagi, melainkan berpacu pada UUD
1945. Bilamana dalam pembuatan undang-undang seharusnya tidak satu
butir pasalpun yang menyimpang dari ideologi bangsa kita yaitu Pancasila
yang lahir terlebih sebelum Undang-Undang Dasar.
Contoh kasus: Adanya pemilihan umum yang bersifat individual dan pada
pelaksanaannya tidak mengacu pada sila ke-4. Jika negara kita berpatok
pada Pancasila seharusnya kita memilih seorang pemimpin tanpa adanya
pemilu, melainkan dengan musyawarah dan kesepakatan bersama yang
dalam hal ini hasil kesepakatan kita dalam memilih seorang pemimpin
diwakilkan oleh DPR.

Contoh Pelanggaran Hak warga negara lainnya adalah :


1. Contoh kasus pelanggaran hak warga negara yang pertama. adalah proses
penegakan hukum masih belum optimal dilakukan, contohnya masih sering terjadi
kasus salah tangkap, perbedaan perlakuan oknum aparat penegak hukum terhadap
para pelanggar hukum yang sering terjadi dengan dasar kekayaan, jabatan, dan
sebagainya. Hal itu merupakan bukti bahwa pasal 27 ayat 1 UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa "segala warga negara bersamaan
kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintah itu dengan tidak ada kecualinya", belum sepenuh dilaksanakan. Seperti
yang pernah sering kita dengar Orang yang melakukan tindak pidana bisa bebas
karena faktor kekayaan untuk menyogok oknum penegak hukum.

2. Contoh kasus pelanggaran hak warga negara yang kedua di era globalisasi saat
ini kemiskina dan angka penganguran di indonesia masih cukup tinggi. padahal ada
pasal 27 ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi "tiap-
tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penhidupan yang layak bagi
kemanusiaan" belum sepenuhnya terlaksanakan juga.

3. Contoh kasus pelanggaran hak warga negara yang ketiga Sering terjadi kasus
pelanggaran hak manusia seperti pemerkosaan, pembunuhan, penculikan,
kekerasan rumah tangga, dan sebagainya. Padahal hak asasi manusia sudah di
jamin keberadaanya oleh Pasal 28 A - 28 J UUD Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

4. Contoh kasus pelanggaran hak warga negara selanjutnya seperti masih terjadi
tindakan kekerasan mengatas namakan agama, misalnya penyerangan tempat
peribadahan. Padahal pasal 29 ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menegaskan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamnya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya itu.

5. Contoh kasus pelanggaran hak warga negara di bidang pendidikan di indonesia


angka putus sekolah masih cukup tinggi kasus ini sering terjadi di desa-desa yang
terpencil karena faktor biaya, mengidentifikasi belum terlaksananya secara
sepenuhnya amanat pasal 31 ayat 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
yang berbunyi "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan".

6. Contoh kasus pelanggaran hak warga negara yang terakhir adalah pelanggaran
hak cipta, contohnys peredaran VCD/DVD bajakan, perilaku plagiat
(mencopy/mengyalin tanpa menyertakan sumber yang jelas) dalam membuat
sebuah karya, dan sebagainya.

Contoh-contoh yang diuraikan diatas membuktikan bahwa tidak terpenuhinya hak


warga negara karena adanya kelalaian atau pengingkaran dalam pemenuhan
kewajiban sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan ketentuan perundang-undangan lainnya. Hal tersebut jika
tidak segara diatasi maka dapat menganggu kelancaran proses pembangunan yang
sedang dilaksanakan untuk negara kita supaya menjadi negara yang maju, makmur,
dan sentosa. Hal ini menandakan bahwa masih banyak peraturan perundang-
undang yang belum dijalankan sepenuhnya oleh negara (Pemerintah). Sehingga
terkesan negara masih pilih kasih dan berat sebelah terhadap kelompok dan
golongan tertentu. Ketidakadilan yang terjadi di masyarakat mengindikasikan bahwa
peraturan yang ada hanya berlaku untuk kaum lemah dan tidak berlaku untuk
penguasa atau orang kaya. Yang kaya akan semakin kaya dan yang miskin akan
semakin miskin dan tertindas. Bentuk-bentuk ketidakadilan ini dapat disimpulkan
sebagai bukti bahwa penerapan nilai-nilai Pancasila sampai detik ini belum
seutuhnya dilaksanakan dan diamalkan dengan baik. Peraturan perundang-
undangan belum mencerminkan nilai-nilai pancasila.

Anda mungkin juga menyukai