Anda di halaman 1dari 14

1.

Pengertian Biodiversitas
A. Pengertian Keanekaragaman Hayati
Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah keanekaragaman organisme yang
menunjukkan kesuluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada daerah.
Keanekaragaman makhluk hidup ini merupakan kekayaan bumi yang meliputi hewan,
tumbuhan, mikroorganisme dan semua gen yang terkandung di dalamnya, serta ekosistem
yang dibangunnya.
Berdasarkan pengertiannya, keanekaragaman hayati dapat dibedakan menjadi tiga
macam yaitu keanekaragaman gen (genetik), keanekaragaman spesies (jenis), dan
Keanekaragaman ekosistem.
B. Tingkat Keanekaragaman Hayati
1) Keanekaragaman Tingkat Gen
Keanekaragaman gen adalah variasi atau perbedaan gen yang terjadi dalam
suatu jenis atau spesies mahluk hidup. Contohnya, buah durian (Durio ziberhinus)
ada yang berkulit tebal, berkulit tipis, berdaging buah tebal, berdaging buah tipis,
berbiji besar, atau berbiji kecil. Sementara keanekaragaman genetik pada spesies
hewan, misalnya warna rambut pada kucing (Felis silvestris catus) ada yang
berwarna hitam, putih, abu-abu, dan cokelat.
Keanekaragaman sifat genetik pada suatu organisme dikendalikan oleh gen-
gen yang terdapat di dalam kromosom yang di milikinya. Kromosom tersebut
diperoleh dari kedua induknya dari pewarisan sifat. Namun demikian, ekspresi gen
suatu organisme juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat hidupnya.
Peningkatan keanekaraman gen dapat terjadi melalui hibridisasi atau
perkawinan silang antara organisme satu spesies yang berbeda sifat, atau melalui
proses domestikasi atau budidaya hewan atau tumbuhan liar oleh manusia. Dengan
hibridisasi akan diperoleh sifat genetik baru dari organisme-organisme pada satu
spesies. Keanekaragaman gen pada organisme dalam satu spesies disebut varietas
atau ras.
2) Keanekaragaman Tingkat Jenis (Spesies)
Keanekaragaman jenis atau spesies adalah perbedaan yang dapat ditemukan
pada komunitas atau kelompok berbagai spesies yang hidup disuatu tempat.
Contohnya disuatu halaman terdapat pohon mangga, kelapa, jeruk, rambutan, bunga
mawar, melati, cempaka, jahe, kunyit, burung, kumbang, lebah, semut, kupu-kupuu,
dan cacing.
3) Keanekaragaman Tingkat Ekosistem
Ekosistem terbentuk karena berbagai kelompok spesies menyesuaikan diri
dengan lingkungannya, kemudian terjadi hubungan yang saling mempengaruhi antara
satu spesies dengan spesies lain, dan juga antara spesies dengan lingkungan abiotik
tempat hidupnya, misalnya : suhu, udara air, tanah, kelembapan, cahaya matahari,
dan mineral.
Ekosistem bervariasi sesuai spesies pembentuknya, misalnya ekosistem alami
antara lain : hutan, rawa, terumbu karang, laut dalam, padang lamun (antara terumbu
karang dengan mangrove), mangrove (hutan bakau), pantai pasir, pantai batu, estuari
(muara sungai), danau, sungai, padang pasir, dan padang rumput. Jenis organisme
yang menyusun setiap ekosistem juga berbeda beda misalnya pada ekosistem sungai
terdapat ikan, kepiting, udang, ular, dan ganggang air tawar.
Keanekaragaman ekosistem di suatu wilayah ditentukan oleh berbagai faktor,
antara lain posisi tempat berdasarkan garis lintang, ketinggian tempat, iklim, cahaya
matahari, kelembapan, suhu, dan kondisi tanah.
C. Fungsi dan Manfaat Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Keanekaragaman Hayati Indonesia merupakan anugrah terbesar dati Tuhan Yang
Maha Kuasa. Keanekaragaman hayati memiliki beberapa fungsi, yaitu sebagai berikut.
1.) Nilai Ekonomi Keanekaragaman Hayati
Nilai ekonomi keanekaragaman hayati merupakan nilai kemanfaatan dari
berbagai sumber hayati yang dapat menghasilkan keuntungan bagi penggunaanya,
yaitu dapat di perjual belikan. Keanekaragaman hayati yang memiliki nilai ekonomi
antara lain sebagai bahan pangan, obat-obatan, kosmetik, sandang, papan, dan
memiliki aspek budaya.
a. Keanekaragaman hayati sebagai sumber bahan pangan.
Keanekaragaman hayati di jadikan sebagai makanan pokok yang di konsumsi
oleh manusia misalnya dari tumbuhan yaitu padi, jangung, singkong, ubi jalar,
talas kentang, sorgum dan lain lain sedangkan dari hewan misalnya daging sapi,
daging ayam, ikan laut dan telur.
b. Keanekaragaman hayati sebagai sumber bahan obat-obatan\
Keanekaragaman hayati yang berasal dari tumbuhan sebagai sumber obat-
obatan, misalnya : mengkudu untuk menurunkan tekanan darah tinggi, kina
untuk obat malaria, buah merah untuk mengobati kanker, kolesterol tinggi, dan
diabetes. Sedangkan yang berasal dari hewan contohnya madu lebah
dimanfaatkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh, dan bagian daging dan
lemak ular dipercaya dapat mengobati penyakit kulit
c. Keanekaragaman hayati sebagai sumber bahan kosmetik
Beberapa tumbuhan digunakan untuk kosmetika, antara lain sebagai berikut
misalnya : Bunga mawar, melati, cendana, kenanga, dan kemuning
dimanfaatkan untuk wewangian (parfum). Kemuning, bengkoang, alpukat, dan
beras digunakan sebagai lulur tradisional untuk menghaluskan kulit. Sedangkan
urang aring, mangkokan, pandan, minyak kelapa, dan lidah buaya digunakan
untuk pelumas dan penghitam rambut.
d. Keanekaragaman hayati sebagai sumber bahan sandang
Keanekaragaman hayati yang dijadikan sumber sandang, misalnya : rami,
kapas, pisang hutan atau abaca, dan jute, dimanfaatkan seratnya untuk membuat
kain atau bahan pakaian, ulat sutera untuk membuat kain sutera yang memiliki
nilai ekonomi sangat tinggi, kulit sapi dan kambing untuk membuat jaket, bulu
burung untuk membuat aksesoris pakaian.
e. Keanekaragaman hayati sebagai sumber bahan papan.
Sebagai bahan papan, keanekaragaman hayati dimanfaatkan untuk membuat
rumah dan sejenisnya misalnya kayu jati, kelapa, nangka, meranti keruing,
rasamala, ulin dan bambu dimanfaatkan kayunya untuk membuat jendela, pintu,
tiang dan atap rumah.
f. Keanekaragaman hayati sebagai aspek budaya
Beberapa upacara ritual keagamaan dan kepercayaan antara lain : Budaya
nyeka (ziarah kubur) pada masyarakat jawa menggunakan bunga mawar,
kenanga, kuntil, dan melati. Umat islam menggunakan heawan ternak seperti
sapi, kambing dan kerbau pada hari qurban. Upacara ngaben di Bali
menggunakan 39 jenis tumbuhan yang mengandung minyak atsiri yang berbau
harum, antara lain kenanga, melati, cempaka, pandan, sirih, dan cendana.

2. Prinsip Dasar Taksonom


A. DETERMINASI
1) PENGERTIAN DETERMINASI
Kunci determinasi atau kunci dikotom adalah cara atau langkah untuk
mengenali organisme dan mengelompokkannya pada takson makhluk hidup. Kunci
dikotomis terdiri dari sederetan pernyataan yang terdiri dari dua baris untuk
mengelompokkan atau menggolongkan makhluk hidup, dan berisi deskripsi dari ciri-
ciri organisme yang disajikan dengan ciri yang berlawanan.
Kunci determinasi pertama kali diperkenalkan oleh Carolus Linnaeus, tetapi
sebenarnya Lammarck (1778) yang pernah menggunakan kunci modern untuk
identifikasi.
2) MEMBUAT KUNCI DETERMINASI
Untuk membuat kunci determinasi perlu memperhatikan hal-hal berikut.
a. Kunci harus dikotom (berlawanan), sehingga satu bagian dapat diterima,
sedangkan yang lain ditolak
b. Ciri yang dimasukkan mudah diamati
c. Deskripsi karakter dengan istilah umum sehingga dapat dimengerti orang
d. Menggunakan kalimat sesingkat mungkin
e. Setiap kuplet diberi nomor
f. Kata pertama dari setiap pernyataan dalam satu kuplet harus identik
Contoh: Tumbuhan memiliki bunga …………….
Tumbuhan tidak memiliki bunga ……….
g. Hindari pemakaian kisaran yang tumpang tindih atau hal-hal yang bersifat relatif
dalam kuplet
Contoh: Panjang daun 4 – 8 cm
Daun besar atau kecil\
Salah satu kunci identifikasi disusun dengan menggunakan ciri-ciri taksonomi
yang saling berlawanan. Tiap langkah dalam kunci tersebut terdiri atas dua alternatif
(dua ciri yang saling berlawanan).
3) CARA MENGGUNAKAN KUNCI DETERMINASI
Kunci determinasi dibuat secara bertahap, sampai bangsa saja, suku, marga,
atau jenis dan seterusnya. Ciri-ciri tumbuhan disusun sedemikian rupa sehingga
selangkah demi selangkah si pemakai kunci dipaksa memilih satu di antara dua atau
beberapa sifat yang bertentangan. Demikian seterusnya, hingga akhirnya diperoleh
suatu jawaban berupa identitas tumbuhan yang diinginkan. Cara menggunakan kunci
determinasi meliputi beberapa tahapan berikut ini.

1. Bacalah dengan teliti kunci determinasi mulai dari permulaan, yaitu nomor 1a.
2. Cocokkan ciri-ciri tersebut pada kunci determinasi dengan ciri yang terdapat
pada makhluk hidup yang diamati.
3. Jika ciri-ciri pada kunci tidak sesuai dengan ciri makhluk hidup yang diamati,
harus beralih pada pernyataan yang ada di bawahnya dengan nomor yang sesuai.
Misalnya, pernyataan 1a tidak sesuai, beralihlah ke pernyataan 1b.
4. Jika ciri-ciri yang terdapat pada kunci determinasi sesuai dengan ciri yang
dimiliki organisme yang diamati, catatlah nomornya. Lanjutkan pembacaan
kunci pada nomor yang sesuai dengan nomor yang tertulis di belakang setiap
pernyataan pada kunci.
5. Jika salah satu pernyataan ada yang cocok atau sesuai dengan makhluk hidup
yang diamati, alternatif lainnya akan gugur. Sebagai contoh, kunci determinasi
memuat pilihan:
a. tumbuhan berupa herba, atau
b. tumbuhan berkayu.
Jika yang dipilih adalah 1a (tumbuhan berupa herba), pilihan 1b gugur.
6. Begitu seterusnya hingga diperoleh nama famili, ordo, kelas, dan divisio atau
filum dari makhluk hidup yang diamati.

B. KLASIFIKASI
1. SEJARAH KLASIFIKASI
Alam semesta terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik (makhluk
hidup) jumlahnya sangat banyak dan sangat beraneka ragam. Mulai dari laut, dataran
rendah, sampai di pegunungan, terdapat makhluk hidup yang jumlahnya banyak dan
sangat beraneka ragam. Karena jumlahnya banyak dan beraneka ragam, maka kita akan
mengalami kesulitan dalam mengenali dan mempelajari makhluk hidup. Untuk
mempermudah dalam mengenali dan mempelajari makhluk hidup maka diperlukan cara.
Cara untuk mempermudah kita dalam mengenali dan mempelajari makhluk hidup disebut
Sistem Klasifikasi (penggolongan / pengelompokan).
Klasifikasi hewan adalah pengelompokan berdasarkan kesamaan bentuk dan fungsi
pada tubuh hewan. Tujuan klasifikasi itu sendiri adalah untuk memudahkan mengenali
jenis- jenis hewan serta memudahkan komunikasi di dalam biologi. Klasifikasi hewan
bersifat dinamis. Hal itu disebabkan beberapa kemungkinan seperti adanya perkembangan
pengetahuan tentang hewan, penggunaan karakter yang berbeda dalam klasifikasi.
Klasifikasi hewan didasarkan atas persamaan dan perbedaan karakter tertentu pada hewan
yang bersangkutan.
Perkembangan klasifikasi hewan secara garis besar dibagi menjadi empat tahap yaitu
klasifikasi masa sebelum Linnaeus (pra-Linnaeus), klasifikasi sistem Linnaeus, klasifikasi
sistem 3 kingdom, dan klasifikasi sistem 5 kingdom.
1. Sistem Klasifikasi Pra-Linnaeus
Sistem klasifikasi ini dilakukan dengan melihat kesamaan bentuk luar dari
tubuh makhluk hidup (morfologi). Makhluk hidup pada masa ini dibedakan menjadi
dua kelompok seperti konsep Aristoteles yang mengklasifikasikan makhluk hidup
menjadi 2 yaitu tumbuhan dan hewan. Hewan-hewan yang memiliki bentuk tubuh
yang sama dikelompokkan menjadi satu kelompok tersendiri. Selain itu hewan juga
dikelompokkan berdasarkan kegunaannya masing-masing. Pengelompokan hewan
didasarkan pada ciri-ciri lalu ditentukan macamnya dan diberikan nama sesuai
dengan isyarat yang dimiliki. Proses-proses ini dilakukan tanpa kesadaran dan
berlangsung dalam waktu yang sangat cepat. Pada masa pra-Linnaeus juga belum ada
publikasi tentang klasifikasi hewan.
2. Sistem Klasifikasi Linnaeus (Sistem 2 Kingdom)
Taksonomi Linnaeus adalah suatu sistem klasifikasi ilmiah yang
mengelompokkan organisme ke dalam suatu hirarki. Sistem ini dirintis pada abad ke-
18 oleh Carolus Linnaeus, seorang ilmuwan Swedia, terutama melalui dua bukunya
Systema Naturae dan Species Plantarum. Menurut sistem ini, klasifikasi diawali
dengan tiga kerajaan besar, yang selanjutnya dibagi lagi menjadi kelas dan ordo.
Ordo kemudian dibagi lagi menjadi genus dan selanjutnya spesies. Dia seorang
ilmuwan Swedia yang meletakkan dasar tatanama biologi. Ia dikenal sebagai "bapak
taksonomi modern" dan juga merupakan salah satu bapak ekologi modern.
Linnaeus ialah ahli botani yang paling dihormati pada masanya, dan ia juga
terkenal dengan kemampuan bahasanya. Linnaeus adalahi ahli Zoologi, botani dan
juga seorang dokter.
Makalahnya mengenai taksonomi berjudul Systema Naturae. Di dalamnya,
penggunaan deskripsi resmi - physalis amno ramosissime ramis angulosis glabris
foliis dentoserratis - diganti olehnya menjadi nama genus-species yang ringkas dan
akrab pada zaman sekarang - Physalis angulata - dan penggolongan taksa lebih tinggi
dibuat secara berurutan. Linnaeus adalah pelopor sisstem binomial nomenklature atau
sistem tata nama ganda. Linnaeus meneruskan kerja dalam sistem klasifikasi serta
memperluas pula pada Kerajaan (Regnum) Hewan dan Kerajaan Mineral.
Sumbangan utama Linnaeus bagi ilmu taksonomi ialah pembuatan konvensi
penamaan organisme hidup yang diterima secara universal dalam dunia ilmiah—
karya Linnaeus tersebut menjadi titik awal tatanama biologi. Selain itu, Linnaeus
mengembangkan, selama pengembangan besar pengetahuan sejarah alam pada abad
ke- 18, hal yang sekarang disebut sebagai taksonomi Linnaeus, yaitu sistem
klasifikasi ilmiah yang kini digunakan secara luas dalam biologi.
Sistem Linnaeus mengklasifikasikan alam dalam hirarki atau tingkatan-
tingkatan, dimulai dengan dua "kerajaan" atau kingdom yaitu Animalia dan Plantae.
Kerajaan dibagi ke dalam Kelas dan masing-masing Kelas terbagi dalam Ordo, yang
dibagi dalam Genera (bentuk tunggal: genus), yang dibagi dalam Spesies. Di bawah
tingkatan spesies, Linnaeus kadang menyebutkan takson yang tidak diberinya nama
(untuk tumbuhan, hal ini sekarang dinamai "varietas").
Linnaeus menamai taksa dengan sesuatu yang mengena pada ciri khusus taksa
tersebut. Sebagai contoh, manusia adalah Homo sapiens, tetapi ia juga menyatakan
bahwa ada species manusia kedua, Homo troglotydes (bermakna "orang goa", yang ia
maksudkan untuk simpanse dan sekarang ditempatkan dalam genus berbeda (bukan
Homo) melainkan Pan troglotydes). Kelompok mamalia dinamai berdasarkan
kelenjar susu (mammae) karena salah satu definisi karakteristik mamalia adalah
bahwa mereka merawat bayinya. (Dari beberapa perbedaan antara mamalia dan
hewan lain, Linnaeus lebih memilih hal ini karena pandangannya pada pentingnya
keberadaan induk betina.)
Hanya sistem pengelompokan hewan oleh Linnaeus yang masih tetap
digunakan hingga kini, dan pengelompokan itu sendiri sudah banyak berubah sejak
dicetuskan oleh Linnaeus sebagaimana prinsip-prinsip yang melandasi
pengelompokan itu juga banyak berubah. Namun demikian, Linnaeus tetap dianggap
berjasa mengembangkan gagasan struktur hirarki klasifikasi yang didasari oleh sifat-
sifat teramati. Rincian dasar tentang hal yang dapat dianggap sah secara ilmiah untuk
disebut 'sifat teramati' itu sendiri telah berubah seiring bertambahnya pengetahuan
(contohnya, DNA yang pada masa hidup Linnaeus tidak dikenal telah terbukti
bermanfaat dalam mengklasifikasikan dan menentukan hubungan organisme hidup
satu dengan lainnya), namun prinsip-prinsip dasarnya tetap masuk akal.
3. Sistem Klasifikasi 3 Kingdom
Ketika makhluk hidup bersel satu ditemukan, temuan baru ini dipecah ke dalam
dua kerajaan: yang dapat bergerak ke dalam filum Protozoa, sementara alga dan
bakteri ke dalam divisi Thallophyta atau Protophyta. Namun ada beberapa makhluk
yang dimasukkan ke dalam filum dan divisi, seperti alga yang dapat
bergerak,Euglena, dan jamur lendir yang mirip amuba. Karena dasar inilah, Ernst
Haeckel pada tahun 1866 menyarankan adanya kerajaan ketiga, yaitu Protista untuk
menampung makhluk hidup yang tidak memiliki ciri klasifikasi yang jelas. Kerajaan
ketiga in baru populer belakangan ini (kadang dengan sebutan Protoctista). Protista
adalah organisme yang memiliki sifat-sifat tumbuhan dan hewan sekaligus.
4. Sistem Klasifikasi 4 Kingdom
Ada dua tokoh yang mengklasifikasikan makhluk hidup menjadi sistem 4
kingdom yaitu Copeland dan Whittaker. Hanya saja dasar yang digunakan oleh
keduanya berbeda sehingga dihasilkan klasifikasi makhluk hidup yang berbeda pula.
Copeland membagi menjadi empat Kingdom yaitu Monera, Protoctista, Metaphyta
dan Metazoa. Monera adalah organisme yang belum memiliki membran inti dan
membran organel sel atau bersifat prokariotik. Berbeda dengan Protista/Protoctista
yang bersifat Eukariotik. Metaphyta adalah tumbuhan yang mengalami masa
perkembangan embrio, begitu juga Metazoa adalah kelompok hewan yang
mengalami masa perkembangan embrio dalam siklus hidupnya. Sedangkan
Whittakers membagi hewan menjadi beberapa kingdom: Animalia, Plantae, Fungi
dan Protista. Fungi dijadikan kingdom tersendiri karena fungi memiliki perbedaan
dari tumbuhan. Fungi bukan organisme autotrof layaknya tumbuhan melainkan
organisme yang heterotrof yaitu tidak dapat mensintesis makanannya sendiri.

5. Sistem Klasifikasi 5 Kingdom


Tokoh pencetus adanya klasifikasi 5 Kingdom adalah Robert H . Whittaker. Dia
menggolongkan makhluk hidup menjadi Animalia, Plantae, Fungi, Protista dan
Monera.
Ciri-ciri pada sistem 5 kingdom :
a. Kingdom Monera : Prokariot, Autotrof dan Heterotrof, Uniseluler dan
Multiseluler
b. Kingdom Protista : Eukariot, Autotrof dan Heterotrof, Uniseluler dan Multiselule
c. Kingdom Fungi : Eukariot, Heterotrof, Uniseluler dan Multiseluler
d. Kingdom Plantae : Eukariot, Autotrof, Multiseluler
e. Kingdom Animalia : Eukariot, Heterotrof, Multiseluler

2. KEGUNAAN KLASIFIKASI
Sampai saat ini, jumlah makhluk hidup semakin banyak dan beraneka ragam, baik
dalam hal ukuran, bentuk, struktur tubuh, maupun cara hidupnya. Karena begitu
kompleksnya, tak mungkin klasifikasi mahluk hidup tersebut hanya menggunakan cara-
cara sederhana seperti telah dijelaskan di depan. Sistem klasifikasi makhluk hidup terus
berkembang seperti perkembangan ilmu-ilmu lain.
Oleh karena itu, sistem klasifikasi makhluk hidup dipelajari tersendiri dalam cabang
ilmu biologi, yaitu taksonomi yang khusus membahas sistem pengelompokan makhluk
hidup. Seperti kita ketahui bersama bahwa klasifikasi merupakan suatu cara
pengelompokan makhluk hidup yang didasarkan pada ciri-ciri tertentu. Sebenarnya,
Tujuan dari klasifikasi makhluk hidup adalah:
a. mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan persamaan ciri-ciri yang dimiliki;
b. mendeskripsikan ciri-ciri suatu jenis makhluk hidup untuk membedakannya dengan
makhluk hidup dari jenis yang lain;
c. mengetahui hubungan kekerabatan antarmakhluk hidup;
d. memberi nama makhluk hidup yang belum diketahui namanya.

Berdasarkan tujuan tersebut, sistem klasifikasi makhluk hidup memiliki manfaat


seperti berikut.
a. Memudahkan kita dalam mempelajari makhluk hidup yang sangat beraneka ragam.
Jika ingin mengamati jantung dari anggota Aves, apakah Anda akan membuka
seluruh jantung semua jenis burung/Aves? Tentu tidak mungkin. Bayangkan, betapa
repotnya bila kita harus melakukan hal itu. Untuk itu, Anda cukup hanya mengamati
jantung dari salah satu anggota Aves, misalnya burung dara.
b. Mengetahui hubungan kekerabatan antara makhluk hidup satu dengan yang lain.
Apabila Anda mengamati hewan kelelawar, elang, dan marmot, apakah kelelawar
termasuk golongan Mamalia sama seperti marmot? Jika kita amati dengan saksama,
maka kelelawar memiliki kesamaan dengan marmot, yaitu termasuk hewan menyusui
(Mamalia), kesamaan lainnya adalah bereproduksi dengan beranak. Walaupun
kelelawar dan elang memiliki sayap untuk bisa terbang di udara, tetapi elang
mempunyai perbedaan, yaitu tidak menyusui, melainkan bertelur, sehingga elang
termasuk kelompok Aves (burung)

C. NOMENKLATUR
Binomial Nomenklatur yang diciptakan oleh Carolus Linnaeus. Binomial
nomenklatur artinya penamaan dengan dua kata. Jadi semua makhluk hidup diberi nama
yang terdiri atas 2 kata dari Bahasa Latin atau yang dilatinkan. Lihat contoh berikut:
 Padi : Oryza sativa
 Jagung : Zea mays
 Kucing : Felix domestica
 Macan : Felix tigris
 Macan tutul : Phantera pardus

Perhatikan bahwa nama makhluk hidup di atas terdiri atas 2 kata, dengan pokok
peraturan sebagai berikut:

 Kata pertama menunjukkan tingkat Genus, dan kata kedua menunjukkan tingkat
Spesies.
 Nama tingkat genus ditulis dengan huruf awal kapital (huruf) besar, dan nama tingkat
spesies ditulis dengan huruf awal huruf kecil
 Jika ditulis dengan huruf tegak kedua kata harus digarisbawahi (misalnya Oryza sativa)
atau ditulis miring/italic (misalnya Oryza sativa)
 Apabila nama terdiri atas lebih dari dua kata, maka kata kedua dan berikutnya harus
digabung atau diberi tanda penghubung. Misalnya: Hibiscus rosasinensis atau Hibiscus
rosa-sinensis.
 Jika memiliki subspesies, nama tersebut ditambahkan pada kata ketiga. Jadi, pada
subspesies terdiri atas tiga kata. Sistem penamaan yang terdiri atas tiga suku kata disebut
Trinomial nomenklatur, contohnya, Felix maniculata domestica (kucing
rumah/piaraan
 Nama species juga mencantumkan inisial pemberi nama species tersebut, contohnya Zea
mays L. (yang memberi nama jagung adalah Linnaeus)

Tata Cara Pemberian Nama Ilmiah


1) Sistem Binomial Nomenclature
Pada pertengahan abad ke-18 (1707-1778) Carolus Linnaeus
mengajukkan sistem penamaan makhluk hidup dalam tulisannya “Systema
nature” dengan istilah “Binomial nomenclatur” (bi= dua, nomen=nama) yang
artinya tata nama seluruh organisme ditandai dengan nama ilmiah yang terdiri
dari dua kata latin atau yang dilatinkan. Bahasa latin dipilih karena bahasa ini
dimengerti semua ilmuwan pada saat itu dan tidak ada perubahan tata bahasa
atau kosa katanya.
Kata pertama pada sistem penamanaan makluk hidup menunjukkan
genus, yang penulisannya dimulai dengan hurup besar, sedangkan kata kedua
merupakan “epitethon spesificum“ artinya penunjukkan jenis (spesies) yang
penulisannya dimulai dengan huruf kecil. Misalnya untuk nama ilmiah jagung
Zea mays. Zea menunjukkan genus, sedangkan mays merupakan ciri
khususnya, yang berarti sejenis hewan yang dipelihara di dalam rumah
(domestik).
2) Aturan Pemberian Nama Ilmiah
Peraturan nama ilmiah memuat aturan sebagai berikut:

a. Setiap organisme mempunyai nama ilmiah tertentu.


b. Untuk nama ilmiah digunakan bahasa latin atau yang dilatinkan.
c. Tidak ada dua organisme atau lebih yang mempunyai nama spesies yang
sama atau hampir sama.
d. Nama genus harus terdiri dari satu kata dan penulisannya selalu dimulai
dengan hurup besar
e. Nama spesies terdiri dari dua kata. Kata pertama merupakan nama genus
dan kata kedua merupakan petunjuk spesies.
f. Penulisan nama spesies harus ditulis menggunakan huruf miring atau
digaris bawahi. Garis bawah kata pertama dan kedua harus terpisah.
Selain itu juga dapat dicetak tebal. Contoh nama ilmiah padi:
g. Nama penemu boleh dicantumkan dibelakang nama spesies, seperti:
Oryza sativa L., Rosa hybrida Hort, dsb. L dan Hort merupakan singkatan
nama atau nama penemunya.
h. Untuk pemberian nama suku (famili) terdiri dari satu kata majemuk
dibentuk dari salah satu nama genus yang dibawahinya ditambah akhiran
–ceae untuk tumbuhan dan akhiran –idea untuk hewan.
i. Jika tidak diketahui penunjukkan jenis (spesies) maka nama spesiesnya
adalah setelah genus ditulis sp. dengan huruf kecil dan tidak dicetak
miring, digaris bawah atau dicetak tebal.

3. Ancaman dan pelestarian biodiversitas di Indonesia


Hilangnya keanekaragaman hayati dapat disebabkan oleh banyak faktor yang dikaitkan
dengan aktivitas manusia terhadap ekosistem. Aktivitas manusia mengakibatkan kerusakan/
hilangnya habitat, selain itu juga masuknya spesies invasif, polusi, eksploitasi berlebihan yang
akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati (LIPI,
2014).
a. Perubahan Habitat
Perubahan dan hilangnya habitat merupakan transformasi ekosistem alam yang
menentukan, tidak hanya hilangnya spesies tumbuhan tetapi juga dapat menyebabkan
penurunan spesies binatang. Di Indonesia, dari tahun 2000 hingga 2009 terjadi penurunan
luas hutan lahan kering primer sebanyak 10 juta ha. Perubahan tata guna lahan menyebabkan
perubahan tutupan lahan yang akhirnya berakibat pada hilangnya biota.
b. Masuknya Spesies Asing
Masuknya spesies asing yang semula untuk tujuan sebagai tanaman hias, pakan ternak,
hortikultura, hewan peliharaan, sering kali menjadi invasif dan sangat berpengaruh pada
hilangnya spesies lokal. Spesies yang berasal dari daerah lokal tertentu yang masuk ke
lingkungan alam yang baru dapat menyebabkan berbagai bentuk ketidakseimbangan dalam
jejaring ekologi. Sebagai contoh masuknya ikan mujair (Oreochronis mossambicus)
memusnahkan ikan endemik di Danau Poso moncong bebek (Adreanichthys kruytii) dan
Xenopoecilus sarasinorumm.
c. Polusi
Polusi udara, air dan tanah merupakan aktivitas manusia yang mempengaruhi
lingkungan alam dan berdampak negatif secara langsung atau tidak langsung terhadap
keberadaan biota. Polusi mengubah aliran energi, kimia dan konstitusi fisik lingkungan dan
kelimpahan spesies di suatu ekosistem.
d. Eksploitasi yang berlebihan
Pembunuhan flora/ fauna karena nilai manfaat yang terkandung di dalamnya yang
didorong oleh perdagangan yang tidak bertanggung jawab. Salah satu contoh adalah
kehilangan jenis flora endemis di Sulawesi. Kehilangan kehati Indonesia jenis endemis
Sulawesi diketahui terjadi penurunan antara 83-94%. IUCN 2013 telah mengeluarkan data
tentang satwa dan tumbuhan liar yang terancam punah dan masuk dalam kategori red list. Di
dalam data tersebut dinyatakan 1 spesies flora dan 2 fauna di Indonesia dinyatakan punah di
alam.
e. Perubahan iklim
Perubahan iklim berdampak pada perubahan distribusi biota dan hilangnya biota.
Pemanasan permukaan bumi mempengaruhi pola distribusi biota dari dataran rendah ke
dataran tinggi. Misalnya Anoa dataran rendah mulai berpindah ke daerah dataran tinggi
karena habitatnya di dataran rendah di Sulawesi sudah berubah sehingga Anoa mencari
habitat baru untuk tempat hidupnya, walaupun sebenarnya sudah ada Anoa yang memang
hidup di dataran tinggi. Yang menjadi pertanyaan apakah kedua kelompok Anoa tersebut
bisa hidup bersama di habitat yang sama ataukah Anoa dataran tinggi mencari habitat baru
juga. Contoh lain adalah dengan adanya perubahan iklim akan berdampak pada sistem
perbunggan tumbuhan sehingga musim berbunga dan berbuah tumbuhan menjadi berubah.
Hal ini dapat menyebabkan perubahan pada pola perilaku pollinator dan hewan lainnya yang
hidupnya sangat bergantung pada adanya buah dan bunga.
Dengan menurunnya keanekaragaman hayati, manusia perlu melakukan upaya dan aktivitas
yang dapat melestarikan dan mengembangkan keanekaragaman hayati. Ada dua cara pelestarian
keanekaragaman hayati di Indonesia, yaitu pelestarian In situ dan Ek situ
1) Pelestarian In situ, yaitu suatu upaya pelestarian sumber daya alam hayati di habitat atau tempat
aslinya. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan karakteristik tumbuhan atau hewan tertentu
sangat membahayakan kelestariannya apabila dipindahkan ketempat lainnya. Contohnya
sebagai berikut.

a. Suaka margasatwa untuk komodo di Taman Nasional Komodo, Pulau Komodo.


b. Suaka margasatwa untuk badak bercula satu di Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa Barat.
c. Pelestarian bunga Rafflesia di Taman Nasional Bengkulu.
d. Pelestarian terumbu karang di Bunaken

2) Pelestarian ek situ, yaitu suatu upaya pelestarian yang dilakukan dengan memindahkan ke
tempat lain yang lebih cocok bagi perkembangan kehidupannya. Contohnya sebagai berikut.

a. Kebun Raya dan Kebun Koleksi untuk menyeleksi berbagai tumbuhan langka dalam rangka
melestarikan plasma nuftah.
b. Penangkaran jalak bali di kebun binatang Wonokromo. Salah satu cara untuk ikut
melestarikan keanekaragaman hayati secara nyata dan untuk pemenuhan kebutuhan dapur
dan tanaman obat maka kita dapat membuat kebun tanaman obat, baik di sekolah ataupun di
rumah kita sendiri. Dengan menggalakkan kebun tanaman obat ini, diharapkan tidak akan
terjadi kelangkaan tanaman obat akibat kecenderungan mengkonsumsi obat-obatan kimia
dan meninggalkan fungsi tanaman obat-obatan tradisional bagi kesehatan kita.

Keberadaan keanekaragaman hayati ini tidak akan selalu tetap keadaannya, baik
jumlah serta jenisnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam faktor, seperti perburuan,
kerusakan ekosistem, serta pemanfaatan yang berlebihan. Pemanfaatan keanekaragaman
hayati untuk berbagai keperluan secara berlebihan ini ditandai dengan semakin langkanya
beberapa jenis flora dan fauna. Hal ini disebabkan rusaknya habitat dan ekosistem yang
ditempati flora dan fauna tersebut.

Ketidakseimbangan tersebut apabila dibiarkan, dapat mengancam keanekaragaman


hayati. Oleh karenanya, kegiatan-kegiatan yang dapat menyebabkan kerusakan kekayaan
hayati di Indonesia ini harus dicegah. Pemerintah pun tidak tinggal diam, hal ini dapat dilihat
dari undang-undang yang dikeluarkan pemerintah mengenai konservasi (pengawetan)
sumber daya hayati yaitu Undang-Undang No. 23 tahun 1997 tentang pengolahan
lingkungan hidup. Dari undang-undang tersebut pengolahan lingkungan hidup diharapkan
dapat bermanfaat serta berkelanjutan. Berikut ini upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk
melestarikan keanekaragaman hayati di Indonesia antara lain sebagai berikut:
a) Perlindungan alam

Alam merupakan tempat manusia hidup sekaligus tempat untuk memperoleh


bahan kebutuhannya. Dari alam, manusia mendapatkan makanan dan energi.
Kebutuhan manusia yang diperoleh dari lingkungannya bukan hanya sesaat, melainkan
selama spesies itu ada sehingga kebutuhan itu tetap ada, bahkan makin meningkat.
Untuk dapat menyediakan kebutuhan hidup secara berkesinambungan itu, manusia
harus selalu berusaha menjaga kelestarian keanekaragaman hayati.
Perlindungan dan pelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia telah dilaksanakan
semenjak pemerintahan Hindia Belanda, tepatnya tahun 1912, yang berpusat di Bogor.
Setelah merdeka, perlindungan alam dilaksanakan oleh Departemen Kehutanan dan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I.

Perlindungan alam dapat dikelompokkan menjadi perlindungan alam umum dan


perlindungan alam khusus.

Perlindungan alam secara umum berarti melindungi semua komponen alam secara
keseluruhan yang meliputi kesatuan flora, fauna, dan tanahnya. Perlindungan alam
secara umum dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu sebagai berikut:

 Perlindungan alam ketat adalah perlindungan alam yang tidak memperbolehkan


campur tangan manusia dalam usaha perlindungannya. Biasanya daerah ini
digunakan untuk kepentingan ilmiah atau penelitian, misalnya, Taman Nasional
Ujung Kulon dan Pulau Panaitan
 Perlindungan alam terbimbing adalah perlindungan alam di bawah bimbingan para
ahli, misalnya di kebun raya dan taman nasional
 Taman nasional. Biasanya meliputi daerah yang luas, tidak boleh ada bangunan
tempat tinggal maupun industri, dan biasanya berfungsi sebagai tempat rekreasi.
Beberapa contoh taman nasional yaitu Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(+ 15.000 ha), Taman Nasional Kerinci Seblat (+ 1,5 juta ha), dan Taman Nasional
Meru Betiri (+ 50.000 ha). Ciri-ciri taman nasional, antara lain: (a) tersedianya
kawasan yang cukup luas bagi pengembangan satu atau lebih ekosistem yang tidak
banyak dijamah oleh manusia. Dalam kawasan ini berkembang jenis tanaman dan
hewan yang memiliki nilai ilmiah; (b) karena kepentingannya yang khas bagi ilmu
pengetahuan, pengelolaannya berada di tangan pemerintah; (c) karena memiliki
unsur ilmu pengetahuan dan daya tarik ilmiah, kawasan ini dapat dikunjungi dan
dikelola untuk kemanfaatan manusia, tanpa mengubah ciri-ciri ekosistem.

Perlindungan alam khusus berarti melindungi unsur alam tertentu. Sebagai contoh
perlindungan botani untuk melindungi tumbuhan tertentu; perlindungan zoologi untuk
melindungi hewan tertentu; perlindungan geologi untuk melindungi formasi geologi tertentu;
perlindungan antropologi untuk melindungi suku bangsa tertentu; dan perlindungan suaka
margasatwa untuk melindungi hewan tertentu.
b) Pengawetan hutan
Hutan adalah ciptaan Tuhan yang merupakan sumber keanekaragaman hayati yang
sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia dan makhluk lainnya sehingga kita
harus memelihara keaslian hutan tersebut. Akan tetapi, akhir-akhir ini manusia
cenderung melakukan perusakan hutan. Hutan yang terpelihara dengan baik dapat
memperkaya hidup manusia secara material dan spiritual sehingga manusia harus
berusaha untuk memelihara semaksimal mungkin keanekaragam hayati tersebut.
Adapun tujuan dari pengawetan hutan, antara lain, sebagai berikut:
 Menjaga keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna, dengan mencegah
tindakan manusia yang dapat merusak macam-macam flora dan fauna yang masih
asli
 Menjaga keseimbangan air di musim penghujan dan musim kemarau. Humus
menggemburkan tanah. Tanah yang gembur mampu menahan air hujan. Selain itu,
pada musim kemarau, sungai dan sumur tetap berair karena air-air tanah itu keluar
sebagai mata air
 Mencegah erosi. Permukaan tanah mudah tererosi. Tanah terlindung oleh humus
dan terikat akar. Pada saat terjadi hujan humus akan menghambat terlemparnya
butiran-butiran tanah permukaan dari tempatnya sehingga terhindarlah dari erosi
 Mencegah banjir. Terjadinya erosi akibat hutan gundul menyebabkan berkurangnya
humus serta pendangkalan sungai dan danau sehingga dapat terjadi banjir pada
musim penghujan
 Sumber perekonomian. Penyediaan kayu untuk berbagai industri terpentin dan rotan
merupakan hasil hutan yang sangat besar pengaruhnya terhadap perekonomian
Indonesia
 Tindakan yang dapat dilakukan untuk pengawetan hutan diantaranya sebagai
berikut:
 Tidak melakukan penebangan pohon di hutan secara semena-mena, tetapi dilakukan
dengan sistem tebang pilih
 Mengusahakan agar penebangan pohon diimbangi dengan penanaman kembali
 Mengadakan peremajaan hutan dan reboisasi, yaitu menanami kembali bekas hutan
yang telah rusak
 Mencegah kebakaran. Kerusakan hutan yang paling besar terjadi karena kebakaran.
Jika terjadi kebakaran hutan, harus diusahakan pemadaman secepat mungkin

c. Perlindungan margasatwa
Menjaga keanekaragaman hayati dan keseimbangan ekosistem, harus diusahakan
agar tidak ada satu atau lebih komponen ekosistem yang mengalami kepunahan. Oleh
sebab itu, usaha pelestarian keanekaragaman hayati harus dilakukan secara terpadu,
artinya dalam suatu pelestarian itu, seluruh komponen ekosistem harus dilestarikan
secara keseluruhan. Sikap manusia sangat berpengaruh terhadap perlindungan
satwasatwa langka yang mulai terancam kepunahan ini. Manusia harus sadar bahwa
makhluk hidup apa pun jika telah punah, keberadaannya di alam tidak dimungkinkan
lagi. Upaya untuk melestarikan hewan-hewan langka adalah sebagai berikut
 Membuat undang-undang perburuan dengan aturan-aturannya yang meliputi batas-
batas daerah perburuan, masa berburu, jumlah hewan yang boleh diburu, jenis
hewan, umur, jenis kelamin hewan, dan yang paling penting adalah hasil buruan
tidak untuk diperjualbelikan
 Membiakkan hewan-hewan langka yang hampir punah, misalnya dengan
mengisolasi hewan-hewan tertentu, memelihara, dan membiakkannya kemudian
dilepaskan kembali ke asalnya
 Memindahkan hewan langka yang hampir punah ke tempat lain yang habitatnya
lebih sesuai dan lebih aman
 Mengambil telur hewan-hewan tertentu pada saat tertentu untuk kemudian
menetaskannya, membiakkannya, dan mengembalikannya ke habitat semula

Anda mungkin juga menyukai