OLEH :
MUTHMAINNA LAKIBU
1804028
A. Definisi Pneumonia
Pneumonia merupakan suatu proses peradangan dimana terdapat
konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat.
Pertukaran gas tidak dapat terjadi berlangsung pada daerah yang mengalami
konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi.
Hiposekmia dapat terjadi tergantung banyaknya jumlah alveoli yang rusak.
Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agens infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang
sering menyebabkan kematian di Amerika Serikat. Dengan pria menduduki
peringkat ke-empat pria dan wanita menempati peringkat ke-lima sebagai
akibat hospitalisasi.
Pneumonia adalah radang parenkim paru. Kebanyakan kasus pneumonia
disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab nonifeksi
yang kadang-kadang perlu dipertimbangkan.
B. Etiologi
Pneumonia dibedakan menjadi beberapa jenis berdasarkan penyebabnya
antara lain yaitu :
C. Patofisiologi
Paru terlindungi dari infeksi melalui beberapa mekanisme: filtrasi di
partikel hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks epiglottis, ekspulsi
benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial oleh
mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag elveolar, netralisasi kuman
oleh substansi imun local dan drainase melalui sistem limfatik. Faktor
predisposisi pneumonia: aspirasi, gangguan imun, septisema, malnutrisi,
campak, pertussis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuscular,
kontaminasi perinatal dan gangguan klirens mucus atau sekresi seperti
pada fibrosis kistik, benda asing atau disfungsi silier.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah,
aspirasi benda asing, transplasental atau selama persalinan pada neonatur.
Umumnya pneumonia terjadi akibat inhalasi atau aspirasi mikroorganisme,
sebagian kecil terjadi melalui aliran darah (hematogen). Secara klinis sulit
membedakan pneumonia bakteri dan virus. Bronkopneumonia merupakan
jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil. Pneumonia lobaris
lebih sering ditemukan dengan pertambahan umur. Pada pneumonia berat
bisa terjadi hiposekmia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis
metabolik, dan gagal napas.
PATHWAY
Akumulasi sputum
di jalan napas
Suplai O2 menurun
Mk: Bersihan jalan Tertelan di labung
napas tidak efektif
dan pola napas Mk: Toleransi
tidak teratur Keseimbangan asam
Aktivitas basa terganggu
Mk: kebutuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
D. Manifestasi klinis
Klasifikasi pneumonia berdasarkan penyebabnya:
a) Pneumonia Bacterial,
b) Pneumonia Atipikal,
c) Pneumonia akibat virus.
Pneumonia bacterial (atau pneumokokus) secara khas diawali dengan
awitan menggigil, demam yang timbul dengan cepat (39,5°C sampai 40,5°C
[101°F sampai 105°F], dan nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk yang
dicetuskan oleh bernapas dan batuk. Pasien sangat sakit dengan takipnea
sangat jelas (25 sampai 45 kali/menit) disertai dengan pernapasan
mendengkur, pernapassan cuping hidung, dan penggunaan otot-otot aksesori
pernapasan.
Pneumonia atipikal beragam dalam gejalanya, tergantung pada
organisme penyebab. Banyak pasien mengalami infeksi saluran pernapasan
atas (kongesti nasal, sakit tenggorok), dan awitan gejala pneumonianya
bertahap. Gejala yang menonjol adalah sakit kepala, demam tingkat rendah,
nyeri pleuritis, myalgia, ruam, dan faringitis. Setelah beberapa hari, sputum
mukoid atau mukopurulen dikeluarkan.
Nadi cepat dan bersambung (bounding). Nadi biasanya meningkat
sekitar 10kali/menit untuk setiap kenaikan satu derajat Celcius. Bradikardia
relative untuk suatu demam tingkatan tertentu dapat menandakan infeksi
virus, infeksi Micoplasma, atau infeksi dengan spesies Legionella.
Pada banyak kasus pneumonia, pipi berwarna kemerahan, warna mata
menjadi lebih terang, dan bibir serta bidang kuku sianotik. Pasien lebih
menyukai untuk duduk tegak di tempat tidur dengan condong kearah depan,
mencoba untuk mencapai pertukaran gas yang adekuat tanpa mencoba untuk
batuk atau napas dalam. Pasien banyak mengeluarkan keringat. Sputum
purulent dan bukan merupakan indicator yang dapat dipercaya diari eriologi.
Sputum berbusa, bersemu darah sering dihasilkan pada pneumonia
pneumokokus, stafilokokus, Klebsiella, dan streptokokus. Pneumonia
Klebsiella sering juga mempunyai sputum yang kental; sputum H.
Influenzae biasanya berwarna hijau.
Tanda-tanda lain terjadi pada pasien dengan kondisi seperti kanker, atau
pada mereka yang menjalani pengobatan dengan imunosupresan, yang
menurunkan daya tahan terhadap infeksi dan terhadap organisme yang
sebelumnya tidak dianggap pathogen serius. Pasien demikian menunjukkan
deman, krekles, dan temuan fisik yang menandai area solid (konsolidasi)
pada lobus-lobus paru, termasuk peningkatan fremitus taktil, perkusi pekak,
bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, egofoni (bunyi mengembik yang
terauskultasi), dan bisikan pektoriloquy (bunyi bisikan yang terauskultasi
melalui dinding dada). Perubahan ini terjadi karena bunyi ditranmisikan
lebih baik melalui jaringan padat atau tebal (konsolidasi) ketimbang melalui
jaringan normal.
Pada pasien lansia atau mereka yang menderita PPOM, gejala –gejala
dapat berkembang secara tersembunyi. Sputum purulent mungkin menjadi
satu-satunya tanda pneumonia pada pasien ini. Sangat sulit untuk
mendeteksi perubahan yang halus pada kondisi mereka karena telah
mengalami gangguan fungsi paru yang serius.
Pneumonia akibat virus. Kebanyakan virus pneumonia didahului gejala-
gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan batuk. Seringkali
anggota keluarga yang lain sakit. Walaupun biasanya ada demam, suhu
biasanya lebih rendah daripada pneumonia bakteri. Takipnea, yang disertai
dengan retraksi intercostal, subcostal, dan suprasentral; pelebaran cuping
hidung; dan penggunaan otot tambahan sering ada. Infeksi berat dapat
disertai dengan sianosis dan kelelahan pernapasan. Auskultasi dada dapat
menampakkan ronki dan mengi yang luas, tetapi ronki dan mengi ini sukar
dilokalisasi sumbernya dari suara yang kebetulan ini pada anak yang amat
muda dengan dada hipersonor. Pneumonia virus tidak dapat secara tepat
dibedakan dari penyakit mikoplasma atas dasar klinis murni dan kadang-
kadang mungkin sukar dibedakan dari pneumonia bakteri. Lagipula, bukti
adanya infeksi virus ada pada banyak penderita yang telah konfirmasi
pneumonia bakteri.
E. Penatalaksanaan
Konsolidasi atau area yang menebal dalam paru-paru yang akan tampak
pada rontgen dada mencakup area berbecak atau keseluruhan lobus
(pneumonia lobaris). Pada pemeriksaan fisik, temuan akan beragam
tergantung pada keparahan pneumonia. Temuan tersebut dapat mencakup
bunyi napas bronkovesikular atau bronkial, krekles, peningkatan fremitus,
egofoni positif, dan pekak pada perkusi.
Pengobatan pneumonia termasuk pemberian antibiotic yang sesuai
seperti yang ditetapkan oleh hasil pewarnaan Gram. Penisilin G merupakan
antibiotic pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif lainnya
termasuk eritromasin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan ketiga,
penisilin lainnya, dan trimethoprim sulfametoksazol (Bactrim).
Pneumonia mikoplasma memberikan respons terhadap eritromasin,
tetrasiklin, dan derivate tetrasiklin (doksisiklin). Pneumonia atipikal lainnya
mempunyai penyebab virus, dan kebanyakan tidak memberikan respon
terhadap antimicrobial. Pneumocystis carinii memberikan respon terhadap
pentamidin dan trimethoprim-sulfametoksazol (Bactrim, TMP-SMZ).
Inhalasi lembab, hangat sangat membantu dalam menghilangkan iritasi
bronkial. Asuhan keperawatan dan pengobatan ( dengan pengecualian terapi
antimkrobial) sama dengan yang diberikan untuk pasien yang mengalami
pneumonia akibat bakteri.
Pasien menjalani tirah baring sampai infeksi menunjukkan tanda-tanda
penyembuhan. Jika dirawat di rumah sakit, pasien diamati dengan cermat
dan secara kontinu sampai kondisi klinis membaik.
Jika terjadi hipoksemia, pasien diberikan oksigen. Analisa gas darah
arteri dilakukan untuk menentukan kebutuhan oksigen dan untuk
mengevaluasi keefektifan terapi oksigen. Oksigen dengan konsentrasi tinggi
merupakan kontraindikasi pada pasien dengan PPOM karena oksigen ini
dapat memperburuk ventilasi alveolar dengan menggantikan dorongan
ventilasi yang masih tersisa dan mengarah pada dekompensasi. Tindakan
dukungan pernapasan seperti intibasi endotrakeal, inspirasi oksigen
konsentrasi tinggi, ventilasi mekanis, dan tekanan ekspirasi akhir positif
(PEEP) mungkin diperlukan untuk beberapa pasien tersebut.
F. Komplikasi
Potensial komplikasi pneumonia yang mungkin terjadi :
1) Hipotensi dan syok
Syok dan gagal pernapasan. Pasien biasanya memberikan respos
terhadap pengobatan dalam 24 sampai 48 jam setelah terapi antibiotic
diberikan. Komplikasi pneumonia mencakup hipertensi dan syok serta gagal
pernapasan (terutama pada penyakit baksteri gram negative yang menyerang
lansia).
Komplikasi ini ditemukan terutama pada pasien yang tidak mendapat
pengobatan spesifik, mendapat pengobatan yang tidak mencukupi atau
menunda pengobatan atau terapi antimikroba dimana oragnisme
penginfeksinya resisten, atau pada mereka dengan penyakit sebelumnya
yang menyulitkan pneumonia.
Jika pasien sakit parah, tetapi agresif dapat mencakup dukungan
hemodinamik dan ventilitator untuk melawan kolaps perifer dan
mempertahankan tekanan darah arteri. Agens vasopressor mungkin
diberikan secara intravena dengan infus kontinu dan dengan kecepata yang
disesuaikan dengan respon tekanan. Kortikosteroid mungkin diberikan
secara parenteral untuk melawan syok dan toksisitas pada pasien dengan
pneumonia yang menderita sakit sangat parah dan pada mereka yang
menghadapi bahaya terserang infeksi. Pasien mungkin membutuhkan
intubasi endotrakea dan ventilasi mekanik. Gagal jantung kongestif,
distritmia jantung, pericarditis, dan miokarditis juga merupakan komplikasi
pneumonia yang mengarah pada syok.
2) Gagal pernapasan
Efek pneumonia terhadap paru-paru pada orang yang menderita
pneumonia sering kesulitan bernafas,dan itu tidak mungkin bagi mereka
untuk tetap cukup bernafas tanpa bantuan agar tetap hidup. Bantuan
pernapasan non-invasiv yang dapat membantu seperti mesin untuk jalan
nafas dengan bilevel tekanan positif, dalam kasus lain pemasangan
endotracheal tube kalau perlu dan ventilator dapat digunakan untuk
membantu pernafasan. Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh
pencetus akut respiratory distress.
3) Atelectasis
Atelectasis adalah suatu kondisi dimana paru-paru tidak dapat
mengebang secara sempurna. Atelectasis (akibat obstruksi bronkus oleh
penumpukan sekresi) dapat terjadi pada sembarang fase dari pneumonia
akut.
4) Efusi pleural
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan
dalam pleura berupa transudate atau eksudat yang diakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura
viseralis.Efusi pleural, dimana cairan terkumpul dalam rongga pleural cukup
umum terjadi dan dapat menandakan dimulainya epiema (cairan purulent di
dalam ruang pleura). Torasentesis diagnostic biasanya perlu dilakukan untuk
menegakkan efusi pleura. Setelah efusi pleura terlihat dala gambaran
rontgen dada, mungkin dipasang selang dada untuk mengatasi infeksi pleura
dengan membuat drainase yang tepat dari empyema.
5) Delirium
Delirium adalah kemungkinan komplikasi lain dan dianggap sebagai
kedaruratan medis ketika hal ini terjadi. Keadaan ini mungkin disebabkan
oleh hipoksia, meningitis, atau sindrom putus zat alcohol. Pasien dengan
delirium dberikan oksigen, hidrasi yang adekuat, dan sediasi riangan sesuai
yang diresepkan dan diobservasi dengan konstan.
6) Superinfeksi
Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis antibiotic yang sangat
besar, seperti penisilin, atau dengan penggunaan kombinasi antibiotic. Jika
pasien membaik dan demam menghilang setelah diberikan terapi antibiotic,
tetapi selanjutnya terjadi peningkatan suhu tubuh disertai dengan batuk dan
adanya bukti penyesuaian pneumonia, kemungkinannya adalah superinfeksi.
Antibiotic diganti dengan penyesuaian atau dihentikan sama sekali pada
beberapa kasus.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Tn. J.K DENGAN
PNEUMONIA DI RUANG IRINA F JANTUNG
RSUP Prof. Dr. R.D KANDOU MANADO
A. IDENTIFIKASI
I. KLIEN
Nama : Tn. J.K
Tempat/tgl Lahir : 16 september 1968 (50 tahun)
Jenis kelamin : laki –laki
Status perkawinan : sudah menikah
Agama : Kristen Protestan
Bahasa : Indonesia/bahasa daerah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Alamat rumah : pineleng
B. DATA MEDIK
I. Di kirim oleh ; UGD
II. Diagnosa Medik
- Saat masuk : Pneumonia
- Saat penggkajian : Pneumnia, PPOK, CHF
C. KEADAAN UMUM
II.Tanda-tanda vital
a. Kesadaran
- Kualitatif : Compos mentis
- Kuantitatif :
Respon Bicara 5 15
GENOGRAM
Ket : pasien mengatakan dalam keluarga ayah klien pernah menderita penyakit
seperti klien
D. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN
1. POLA PERSEPSI DAN MANAJEMEN KESEHATAN
Riwayat penyakit yang pernah dialami :
a. Data Subjektif
o Keadaan Sebelum Sakit : Keluarga Klien mengatakan klien tidak
memiliki riwayat kecelakaan, klien tidak pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya.
o Data Objektif
o Observasi
Kulit kepala : tampak berminyak
Rongga mulut : norrmal
Pemeriksaan Fisik
-
Keadaan rambut : berminyak
-
Hidrasi kulit : lembap
-
Hidung : normal
-
Rongga mulut : normal
3. POLA ELIMINASI
Keadaan sebelum sakit : klien mengatakan pola eliminasi klien normal
Aktivitas harian :
Makan : mandiri
Mobilisasi : mandiri
Ambulasi : mandiri
BAK : mandiri
BAB : mandiri
Keadaan setelah ssakit : Keluarga mengatakan klien susah tidur dan jam tidur
tidak teratur.
TERAPI PENGOBATAN
NAMA OBAT DOSIS
Aspilet 80 gr
copidogrrel 75 mg
lovenox 60 mg
atorvastatiin 40 g
furosemid 20 m
alupurinol 100gr
axitromixin 500 g
lamsopecinde 30 g
KSR 600 grr
spironolactan 25 gr
nitrokaf 2,5 gr
rocolfar 0,5 grr
paracetamol 500
E. ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
Data subyektif :
- klien mengatakan
meras lemah
Sekresi, edema, procopasma Intoleransi
2. - Klien mengeluh nyerri Akumulasi sputum
lutut kanan Suplai 02 menurun Aktivitas
Intoleransi aktivitas
Data obyektif
F. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalannn napas tiidak efektif berhubungan dengan akumulasi
sekret
H. IMPLEMENTASI
D/P
I. EVALUASI
HARI/
NO EVALUASI
TANGGAL
- Pasien mengatakan sudah mulai
mampu benapas dengan mudaah
S - Pasien mengatakan masih lemah utuk
melakukan akivitas sehari-hari secara
mandiri
Selasa, Keesadaran : compos mentis
1
02 april 2019 GCS : 15
O TTV :
TD : 100/70 mmHg N : 78x/menit
R : 24x/menit S : 36 c
A Masalah teratasi sebagian
P Lanjutkan intervensi
Rabu, - Pasien mengatakan sudah mampu
03 april 2019 bernapas dengan mudah
- Pasien mengatakan sputum sudah
S
berkurang
- Pasien megatakan sudah mullai makan
dan melakukan eliminasi mandiri
Keesadaran : compos mentis
GCS : 15
TTV :
2 O
TD : 120/80 mmHg N : 84x/menit
R : 22x/menit S : 37 c
Pasien sudah tidak tampak lemah
P Lanjutkan intervensi
S -
Jumat,
3 055 april O Pasien pulang