Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TIROIDEKTOMI

1. Konsep Dasar
a. Anatomi Fisiologi
Kelenjar tiroid merupakan organ kecil pada anterior leher bagian
bawah, di antara muskulus sternokleidomastoideus, yang terdiri dari dua
buah lobus lateral yang dihubungkan oleh sebuah istmus (Price & Wilson,
2006). Kelenjar tiroid terletak di leher, dibawah kartilago krikoid dan
berbentuk seperti huruf H (Black & Hawks, 2009).

Sumber : .biologiedukasi 2016

Kelenjar Tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yang berbeda,


yaitu Tiroksin (T4), Triiodotironin (T3) yang keduanya disebut dengan
satu nama, hormon Tiroid dan Kalsitonin. Triiodotironin (T3) memiliki
efek yang cepat dalam jaringan. Dibutuhkan waktu 3 hari untuk T3 dan 11
hari bagi T4 dalam mencapai titik puncak efek pada jaringan. Sehingga T3
merupakan bentuk aktif dari hormon tiroid (Black & Hawks, 2009).
Pelepasan hormon tiroid T3 dan T4 distimulasi oleh Tirotropin atau TSH
(Thyroid Stimulating Hormon) yang disekresi oleh kelenjar hipofisis
(Braverman dkk, 2010). Pengeluaran TSH diatur oleh TRH (Thyrotropin
Releasing Hormon) yang disekresikan oleh hipotalamus. Penurunan suhu
tubuh dapat meningkatkan sekresi TRH. Pengeluaran TSH begantung pada
kadar T3 dan T4 yang biasa disebut sebagai pengendalian umpan balik
atau feedback control . Kalsitonin merupakan hormon penting lain yang
disekresi kelenjar tiroid yang tidak dikendalikan oleh TSH. Fungsi
Kalsitonin adalah menjaga keseimbangan kadar kalsium plasma dengan
meningkatkan jumlah penumpukan kalsium pada tulang dan menurunkan
reabsorpsi kalsium pada ginjal, dengan demikian kadar kalsium plasma
tidak menjadi tinggi (Black & Hawks, 2009). Yodium berperan penting
dalam pembentukan hormon tiroid (Brunner & Suddarth, 2002). Yodium
yang telah terserap dalam darah dari GI track akan diambil oleh kelenjar
tiroid dan akan dipekatkan dalam sel kelenjar tiroid. Molekul yodium yang
telah diambil akan bereaksi dengan tirosin (asam amino) untuk
membentuk hormon tiroid. Kelenjar tiroid mengatur fungsi metabolisme
tubuh, dimana tubuh menghasilkan energi yang berasal dari nutrisi dan
oksigen yang mempengaruhi fungsi tubuh penting, seperti tingkat
kebutuhan energi dan detak jantung (ATA, 2013). Selain itu kelenjar tiroid
juga berfungsi meningkatkan kadar karbohidrat, meningkatkan ukuran dan
kepadatan mitokondria, meningkatkan sintesis protein dan meningkatkan
pertumbuhan pada anak-anak. Sel-sel sasaran untuk hormon tiroid adalah
hampir semua sel di dalam tubuh. Fungsi hormon tiroid antara lain (Black
& Hawks, 2009).:
1. Merangsang laju metabolik sel-sel sasaran dengan meningkatkan
metabolisme protein,lemak, dan karbohidrat,
2. Merangsang kecepatan pompa natrium-kalium di sel sasaran,
3. Meningkatkan responsivitas sel-sel sasaran terhadap katekolamin
sehingga meningkatkan frekuensi jantung,
4. Meningkatkan responsivitas emosi,
5. Meningkatkan kecepatan depolarisasi otot rangka, yang meningkatkan
kecepatan kontraksi otot rangka,
6. Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal
semua sel tubuh dan dibutuhkan untuk fungsi hormon pertumbuhan,
b. Pengertian
Pembesaran pada kelenjar tiroid biasa disebut sebagai struma
nodosa atau struma. Pembesaran pada tiroid yang disebabkan akibat
adanya nodul, disebut struma nodosa (Tonacchera, Pinchera & Vitty,
2009). Biasanya dianggap membesar bila kelenjar tiroid lebih dari 2x
ukuran normal. Pembesaran ini dapat terjadi pada kelenjar yang normal
(eutirodisme), pasien yang kekurangan hormon tiroid (hipotiroidisme) atau
kelebihan produksi hormon (hipertiroidisme) (Black and Hawks, 2009).
Menurut Penelitian Framingham, setiap orang berisiko 5-10% untuk
menderita struma nodosa dan perempuan berisiko 4 kali lipat disbanding
laki-laki (Incidence and Prevalence Data, 2012). Kebutuhan hormon tiroid
meningkat pada masa pertumbuhan, masa kehamilan dan menyusui. Pada
umumnya struma nodosa banyak terjadi pada remaja, wanita hamil dan ibu
menyusui. Struma nodosa terdapat dua jenis, toxic dan non toxic.
Struma nodusa non toxic merupakan struma nodusa tanpa disertai
tanda- tanda hipertiroidisme (Hermus& Huysmans, 2004). Pada penyakit
struma nodusa non toxic tiroid membesar dengan lambat. Struma nodosa
toxic ialah keadaan dimana kelenjar tiroid yang mengandung nodul tiroid
yang mempunyai fungsi yang otonomik, yang menghasilkan suatu keadaan
hipertiroid. Dampak struma nodosa terhadap tubuh dapat mempengaruhi
kedudukan organ-organ di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar
tiroid terdapat trakea dan esophagus. Struma nodosa dapat mengarah ke
dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara sehingga
terjadi kesulitan bernapas dan disfagia (Rehman, dkk 2006). Hal tersebut
akan berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta
cairan dan elektrolit. Bila pembesaran keluar maka akan memberi bentuk
leher yang besar dapat asimetris atau tidak, jarang disertai kesulitan
bernapas dan disfagia.
Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal
yaitu (Roy, 2011):
1. Berdasarkan jumlah nodul: bila jumlah nodul hanya satu disebut struma
nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut struma
multinodosa.
2. Berdasarkan kemampuan menyerap yodium radioaktif, ada tiga bentuk
nodul tiroid yaitu nodul dingin, hangat, dan panas. Nodul dingin apabila
penangkapan yodium tidak ada atau kurang dibandingkan dengan
bagian tiroid sekitarnya. Hal ini menunjukkan aktivitas yang rendah.
Nodul hangat apabila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya. Ini
berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid lainnya. Dan nodul
panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari sekitarnya. Keadaan
ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.
3. Berdasarkan konsistensinya lunak, kistik, keras dan sangat keras.

Struma nodosa memiliki beberapa stadium, yaitu (Lewinski, 2002) :


1. Derajat 0 : tidak teraba pada pemeriksaan
2. Derajat I : teraba pada pemeriksaan, terlihat jika kepala ditegakkan
3. Derajat II : mudah terlihat pada posisi kepala normal
4. Derajat III : terlihat pada jarak jauh.

Berdasakan fisiologisnya struma nodosa dapat diklasifikasikan


sebagai berikut (Rehman, dkk, 2006) :
a) Eutiroidisme
Eutiroidisme adalah suatu keadaan hipertrofi pada kelenjar tiroid yang
disebabkan stimulasi kelenjar tiroid yang berada di bawah normal
sedangkan kelenjar hipofisis menghasilkan TSH dalam jumlah yang
meningkat. Struma nodosa atau struma semacam ini biasanya tidak
menimbulkan gejala kecuali pembesaran pada leher yang jika terjadi
secara berlebihan dapat mengakibatkan kompresi trakea.
b) Hipotiroidisme
Hipotiroidisme adalah kelainan struktural atau fungsional kelenjar tiroid
sehingga sintesis dari hormon tiroid menjadi berkurang. Kegagalan dari
kelenjar untuk mempertahankan kadar plasma yang cukup dari hormon.
Beberapa pasien hipotiroidisme mempunyai kelenjar yang mengalami
atrofi atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan/ablasi
radioisotop atau akibat destruksi oleh antibodi autoimun yang beredar
dalam sirkulasi. Gejala hipotiroidisme adalah penambahan berat badan,
sensitif terhadap udara dingin, dementia, sulit berkonsentrasi, gerakan
lamban, konstipasi, kulit kasar, rambut rontok, mensturasi berlebihan,
pendengaran terganggu dan penurunan kemampuan bicara
c) Hipertiroidisme
Dikenal juga sebagai tirotoxicosis atau Graves yang dapat didefenisikan
sebagai respon jaringan-jaringan tubuh terhadap pengaruh metabolik
hormon tiroid yang berlebihan. Keadaan ini dapat timbul spontan atau
adanya sejenis antibodi dalam darah yang merangsang kelenjar tiroid,
sehingga tidak hanya produksi hormone yang berlebihan tetapi ukuran
kelenjar tiroid menjadi besar. Gejala hipertiroidisme berupa berat badan
menurun, nafsu makan meningkat, keringat berlebihan, kelelahan, lebih
suka udara dingin, sesak napas. Selain itu juga terdapat gejala jantung
berdebar-debar, tremor pada tungkai bagian atas, mata melotot
(eksoftalamus), diare, haid tidak teratur, rambut rontok, dan atrofi otot.

Secara klinis pemeriksaan klinis struma nodosa dapat dibedakan


menjadi (Tonacchera, dkk, 2009):
a) Struma nodosa toxic
Struma nodosa toxic dapat dibedakan atas dua yaitu struma nodosa
diffusa toxic dan struma nodosa nodusa toxic. Istilah diffusa dan nodusa
lebih mengarah kepada perubahan bentuk anatomi dimana struma
nodosa diffusa toxic akan menyebar luas ke jaringan lain. Jika tidak
diberikan tindakan medis sementara nodusa akan memperlihatkan
benjolan yang secara klinik teraba satu atau lebih benjolan (struma
nodosa multinodular toxic). Struma nodosa diffusa toxic (tiroktosikosis)
merupakan hipermetabolisme karena jaringan tubuh dipengaruhi oleh
hormon tiroid yang berlebihan dalam darah. Penyebab tersering adalah
penyakit Grave (gondok eksoftalmik/exophtalmic struma nodosa),
bentuk tiroktosikosis yang paling banyak ditemukan diantara
hipertiroidisme lainnya. Perjalanan penyakitnya tidak disadari oleh
pasien meskipun telah diiidap selama berbulan-bulan. Antibodi yang
berbentuk reseptor TSH beredar dalam sirkulasi darah, mengaktifkan
reseptor tersebut dan menyebabkan kelenjar tiroid hiperaktif.
b) Struma nodosa non toxic
Struma nodosa non toxic sama halnya dengan struma nodosa toxic yang
dibagi menjadi struma nodosa diffusa non toxic dan struma nodosa
nodusa non toxic. Struma nodosa non toxic disebabkan oleh
kekurangan yodium yang kronik. Struma nodosa ini disebut sebagai
simpel struma nodosa, struma nodosa endemik, atau struma nodosa
koloid yang sering ditemukan di daerah yang air minumya kurang
sekali mengandung yodium dan goitrogen yang menghambat sintesa
hormon oleh zat kimia.

c. Etiologi

Penyebab utama struma nodosa ialah karena kekurangan yodium


(Black and Hawks, 2009). Defisiensi yodium dapat menghambat
pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar. Hal tersebut memungkinkan
hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah yang berlebihan. TSH
kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin dalam
jumlah yang besar ke dalam folikel, dan kelenjar menjadi bertambah besar.
Penyebab lainnya karena adanya cacat genetic yang merusak metabolisme
yodium, konsumsi goitrogen yang tinggi (yang terdapat pada obat, agen
lingkungan, makanan, sayuran), kerusakan hormone kelenjar tiroid,
gangguan hormonal dan riwayat radiasi pada kepala dan leher (Rehman
dkk, 2006).
Hal yang mendasari pertumbuhan nodul pada struma nodosa non
toxic adalah respon dari sel-sel folikular tiroid yang heterogen dalam satu
kelenjar tiroid pada tiap individu. Dalam satu kelenjar tiroid yang normal,
sensitivitas sel-sel dalam folikel yang sama terhadap stimulus TSH dan
faktor perumbuhan lain (IGF dan EGF) sangat bervariasi. Terdapat sel-sel
autonom yang dapat bereplikasi tanpa stimulasi TSH dan sel-sel sangat
sensitif TSH yang lebih cepat bereplikasi. Selsel akan bereplikasi
menghasilkan sel dengan sifat yang sama. Sel-sel folikel dengan daya
replikasi yang tinggi ini tidak tersebar merata dalam satu kelenjar tiroid
sehingga akan tumbuh nodul-nodul.

d. Tanda dan Gejala


Beberapa penderita struma nodosa non toxic tidak memiliki gejala
sama sekali. Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang
dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan
sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan seperti ini jantung
menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, dan
kelelahan. Beberapa diantaranya mengeluh adanya gangguan menelan,
gangguan pernapasan, rasa tidak nyaman di area leher, dan suara yang
serak. Pemeriksaan fisik struma nodosa non toxic berfokus pada inspeksi
dan palpasi leher untuk menentukan ukuran dan bentuk nodular. Inspeksi
dilakukan oleh pemeriksa yang berada di depan penderita yang berada
pada posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher sedikit terbuka.
Jika terdapat pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa
komponen yaitu lokasi, ukuran, jumlah nodul, bentuk (diffus atau noduler
kecil), gerakan pada saat pasien diminta untuk menelan dan pulpasi pada
permukaan pembengkakan. Pemeriksaan dengan metode palpasi dimana
pasien diminta untuk duduk, leher dalam posisi fleksi. Pemeriksa berdiri di
belakang pasien dan meraba tiroid dengan menggunakan ibu jari kedua
tangan pada tengkuk penderita. Struma nodosa tidak termasuk kanker
tiroid, tapi tujuan utama dari evaluasi klinis adalah untuk meminimalkan
risiko terhadap kanker tiroid.
e. Komplikasi
kegagalan Setiap pembedahan dapat menimbulkan komplikasi,
termasuk tiroidektomi. Komplikasi pasca operasi utama yang berhubungan
dengan cedera berulang pada saraf laring superior dan kelenjar paratiroid.
Devaskularisasi, trauma, dan eksisi sengaja dari satu atau lebih kelenjar
paratiroid dapat menyebabkan hipoparatiroidisme dan hipokalsemia, yang
dapat bersifat sementara atau permanen. Pemeriksaan yang teliti tentang
anatomi dan suplai darah ke kelenjar paratiroid yang adekuat sangat
penting untuk menghindari komplikasi ini. Namun, prosedur ini umumnya
dapat ditoleransi dengan baik dan dapat dilakukan dengan cacat minimal
(Bliss et al, 2000). Komplikasi lain yang dapat timbul pasca tiroidektomi
adalah perdarahan, thyrotoxic strom, edema pada laring, pneumothoraks,
hipokalsemia, hematoma, kelumpuhan syaraf laringeus reccurens, dan
hipotiroidisme (Grace & Borley, 2007).
Tindakan tiroidektomi dapat menyebabkan keadaan
hipotiroidisme, yaitu suatu keadaan terjadinyakelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormon dalam jumlah adekuat, keadaan ini ditandai dengan
adanya lesu, cepat lelah, kulit kering dan kasar, produksi keringat
berkurang, serta kulit terlihat pucat. Tanda-tanda yang harus diobservasi
pasca tiroidektomi adalah hipokalsemia yang ditandai dengan adanya rasa
kebas, kesemutan pada bibir, jari-jari tangan dan kaki, dan kedutan otot
pada area wajah (Urbano, FL, 2000). Keadaan hipolakalsemia
menunjukkan perlunya penggantian kalsium dalam tubuh. Komplikasi lain
yang mungkin terjadi adalah kelumpuhan nervus laringeus reccurens yang
menyebabkan suara serak. Jika dilakukan tiroidektomi total, pasien perlu
diberikan informasi mengenai obat pengganti hormon tiroid, seperti
natrium levotiroksin (Synthroid), natrium liotironin (Cytomel) dan obat-
obatan ini harus diminum selamanya.
f. Patofisiologi (Narasi & Skema)
Yodium merupakan bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk
pembentukan hormon tiroid. Bahan yang mengandung yodium diserap
usus, masuk kedalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh
kelenjar tiroid. Dalam kelenjar, yodium dioksida menjadi bentuk yang
aktif yang distimulasikan oleh Tiroid Stimulating Hormon (TSH)
kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel
koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk
tiroksin (T4) dan molekul triiodotironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukan
pengaturan umpan balik negatif dari seksesi TSH dan bekerja langsung
pada tirotropihypofisis, sedangkan T3 merupakan hormon metabolic yang
tidak aktif. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan
pembentukan T4 dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar
tiroid dapat bertambah berat sekitar 300-500 gram.
Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis,
pelepasan dan metabolisme tiroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin
(T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan
TSH oleh kelenjar hipofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran
kelenjar tiroid. Biasanya tiroid mulai membesar pada usia muda dan
berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena
pertumbuhannya berangsurangsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala
kecuali benjolan di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa
dapat hidup dengan strumanya tanpa keluhan. Walaupun sebagian struma
nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol kebagian depan,
sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya
bilateral.
1. Karsinoma tiroid
2. Gondok
3. Hipertiroidisme
4. Hiperparatiroidisme

Gangguan hormonal Kelainan Metabolik Kongenital Defisiensi yodium


Pencemaran air tanah
• Masa pertumbuhan
• Kehamilan
• Laktasi
• Penggunaan KB hormonal Menghambat pembentukan hormone
Menghambat sintesa hormon tiroid tiroid

Gangguan sekresi toksin


Kebutuhan tiroksin Hipotiroidisme
Kerja kelenjar tiroid
Kadar TSH
Kelelahan
Hyperplasia tiroid
Risiko perdarahan
Tiroidektomi /
Menekan eshopagus dan trakea insisi pada daerah
tiroid Resiko cedera

Obstruksi jalan napas Suara parau Disfagia Resiko infeksi

Nyeri
Bersihan jalan napas tidak Gangguan komunikasi
efektif verbal
Intake inadekuat Gangguan menelan Kerusakan komunikasi verbal

Ketidakseimbangan nutrisi
Bersihan jalan napas tidak efektif
kurang dari kebutuhan
tubuh
g. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan struma dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Penatalaksanaan Konservatif
a) Pemberian Tiroksin dan obat Anti-Tiroid.
Tiroksin digunakan untuk menyusutkan ukuran struma, selama ini
diyakini bahwa pertumbuhan sel kanker tiroid dipengaruhi hormon
TSH. Oleh karena itu untuk menekan TSH serendah mungkin
diberikan hormone tiroksin (T4) ini juga diberikan untuk mengatasi
hipotiroidisme yang terjadi sesudah operasi pengangkatan kelenjar
tiroid. Obat anti-tiroid (tionamid) yang digunakan saat ini adalah
propiltiourasil (PTU) dan metimasol/karbimasol.
b) Terapi Yodium Radioaktif .
Yodium radioaktif memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi
pada kelenjar tiroid sehingga menghasilkan ablasi jaringan. Pasien
yang tidak mau dioperasi maka pemberian yodium radioaktif dapat
mengurangi gondok sekitar 50 %. Yodium radioaktif tersebut
berkumpul dalam kelenjar tiroid sehingga memperkecil penyinaran
terhadap jaringan tubuh lainnya. Terapi ini tidak meningkatkan
resiko kanker, leukimia, atau kelainan genetik. Yodium radioaktif
diberikan dalam bentuk kapsul atau cairan yang harus diminum di
rumah sakit, obat ini ini biasanya diberikan empat minggu setelah
operasi, sebelum pemberian obat tiroksin.
2. Penatalaksanaan Operatif
a) Tiroidektomi
Tindakan pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat kelenjar
tiroid adalah tiroidektomi, meliputi subtotal ataupun total.
Tiroidektomi subtotal akan menyisakan jaringan atau pengangkatan
5/6 kelenjar tiroid, sedangkan tiroidektomi total, yaitu pengangkatan
jaringan seluruh lobus termasuk istmus (Sudoyo, A., dkk., 2009).
Tiroidektomi merupakan prosedur bedah yang relative aman dengan
morbiditas kurang dari 5 %. Menurut Lang (2010), terdapat 6 jenis
tiroidektomi, yaitu:
1) Lobektomi tiroid parsial, yaitu pengangkatan bagian atas atau
bawah satu lobus
2) Lobektomi tiroid, yaitu pengangkatan seluruh lobus
3) Lobektomi tiroid dengan isthmusectomy, yaitu pengangkatan satu
lobus dan istmus
4) Subtotal tiroidektomi, yaitu pengangkatan satu lobus, istmus dan
sebagian besar lobus lainnya.
5) Total tiroidektomi, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar.
6) Tiroidektomi total radikal, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar
dan kelenjar limfatik servikal.

2. Konsep Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian secara pasien bedah saat kembali ke unit terdiri atas :
1) Respirasi
Kepatenan jalan napas, kedalaman, frekuensi, bunyi napas
2) Sirkulasi
Tanda-tanda vital: T/D, suhu, nadi, kondisi kulit : dingin, basah,
sianotis
3) Neurologi :
Tingkat respons, neurosensori, fungsi bicara : kualitas dan tonasi
4) Drainase :
Mengantisipasi perdarahan : Perhatikan cairan drainase yang keluar
khususnya 24 jam pertama pasca operasi. Inspeksi balutan luka.
5) Kenyamanan
Tipe nyeri dan lokasi, mual dan muntah, perubahan posisi yang
dibutuhkan
6) Keselamatan : Kebutuhan akan pagar tempat tidur

b. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d obstruksi trakea,
pembengkakan, perdarahan, spasme laryngeal
2) Kerusakan komunikasi verbal b/d cedera pita suara/kerusakan saraf
laring, edema jaringan, nyeri
3) Resiko tinggi terhadap cidera b/d ketidakseimbangan kimia,
stimulasi SSP berlebihan
4) Nyeri akut b/d interupsi/manipulasi bedah terhadap jaringan/otot,
edema pasca operasi

c. Intervensi dan Rasional


1) Bersihan jalan napas tidak efektif b/d obstruksi trakea,
pembengkakan, perdarahan, spasme laryngeal
Tujuan : mempertahankan jalan napas paten, aspirasi dicegah

Kriteria Hasil : Menunjukkan jalan napas paten/bersih, Suara napas


normal, Tidak tampak adanya penggunaan otot bantu pernapasan,
TTV dalam batas normal (RR : 12-20 kali/menit)
Intervensi:
Mandiri
a) Pantau frekuensi pernapasan, kedalaman dan kerja pernapasan
Rasional : Pernapasan secara normal kadang-kadang cepat,
tetapi berkembangnya distress pada pernapasan merupakan
indikasi kompresi trakea karena edema atau perdarahan
b) Auskultasi suara napas, catat adanya suara ronki
Rasional : ronki merupakan indikasi adanya obstruksi/spasme
laryngeal yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat
c) Kaji adanya dyspnea, stridor, “berkokok” dan sianosis.
Perhatikan kualitas suara
Rasional : indicator obstruksi trakea/spasme laring yang
membutuhkan evaluasi dan intervensi segera
d) Bantu dalam perubahan posisi, latihan napas dalam dan/batuk
efektif sesuai indikasi
Rasional : mempertahankan kebersihan jalan napas dan
ventilasi
e) Lakukan penghisapan pada mulut dan trakea sesuai dengan
indikasi, catat warna dan karakteristik sputum
Rasional : edema dan nyeri dapat mengganggu kemampuan
pasien untuk mengeluarkan dan membersihkan jalan napas
sendiri
f) Lakukan penilaian ulang terhadap balutan secara teratur
Rasional : jika terjadi perdarahan, balutan bagian anterior
mungkin akan tampak kering karena darah
tertampung/terkumpul pada daerah yang tergantung
Kolaborasi/Delegatif
g) Kolaborasi/delegatif dalam pemberian inhalasi uap
Rasional : menurunkan rasa tidak nyaman karena sakit
tenggorokan dan edema jaringan, dan meningkatkan
pengenceran sekresi

2) Kerusakan komunikasi verbal b/d cedera pita suara/kerusakan saraf


laring, edema jaringan, nyeri
Tujuan : mampu menciptakan metode komunikasi dimana
kebutuhan dapat dipahami
Kriteria Hasil: Terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan
klien terpenuhi
Mandiri
a) Kaji fungsi bicara secara periodik, anjurkan untuk tidak
berbicara terus menerus
Rasional : suara serak dan sakit tenggorokan karena edema
jaringan atau kerusakan karena pembedahan pasa saraf laryngeal
dan berakhir dalam beberapa hari. Kerusakan saraf permanen
dapat terjadi (jarang) yang menyebabkan paralisis pita suara
dan/atau penekanan pada trakea
b) Pertahankan komunikasi yang sederhana, beri pertanyaan yang
hanya memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”
Rasional : menurunkan kebutuhan berespon, mengurangi
bicara
c) Berikan metode komunikasi alternative yang sesuai
Rasional : memfasilitasi ekspresi yang dibutuhkan
d) Antisipasi kebutuhan sebaik mungkin. Kunjungi pasien secara
teratur
Rasional : menurunkan ansietas dan kebutuhan pasien untuk
berkomunikasi
e) Pertahankan lingkungan yang tenang
Rasional : meningkatkan kemampuan mendengarkan
komunikasi perlahan dan menurunkan kerasnya suara yang
harus diucapkan pasien untuk dapat didengarkan

3) Resiko tinggi terhadap cidera b/d ketidakseimbangan kimia,


stimulasi SSP berlebihan
Tujuan : mendemonstrasikan tak ada cedera dengan komplikasi
minimal/terkontrol
Kriteria Hasil : Klien terbebas dari cedera
Mandiri
a) Pantau tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh,
takikardia, disritmia, distress pernapasan, sianosis
(berkembangnya edema paru)
b) Evaluasi refleks secara periodic. Observasi adanya peka
rangsang, misalnya gerakan tersentak, kebas, parestesia, tanda
Chvostek dan Trousseau positif, adanya kejang
c) Pertahankan penghalang tempat tidur terpasang
Kolaborasi/Delegatif
d) Kolaborasi/delegatif dalam pemberian obat sesuai indikasi :
1) Kalsium (glukonat, laktat)
R/ untuk memperbaiki kekurangan yang biasanya sementara
tetapi mungkin juga menjadi permanen
2) Agen ikatan-fosfat
R/ membantu sepenuhnya dalam menurunkan kadar fosfor
yang meningkat berhubungan dengan hipokalsemia
3) Sedative
R/ meningkatkan istirahat, menurunkan stimulasi dari luar
4) Antikonvulsan
Mengendalukan kejang sampai terapi yang dilakukan
memberikan hasil yang memuaskan

4) Nyeri akut b/d interupsi/manipulasi bedah terhadap jaringan/otot,


edema pasca operasi
Tujuan: Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
Kriteria Hasil: Klien mampu mengontrol nyeri, Melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, Tanda
vital dalam rentang normal (TD : TDS <120 mmHg, TDD <80
mmHg, nadi 60-100 kali/menit, respirasi 12-20 kali/menit)
Mandiri
a) Kaji tanda-tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal,
catat lokasi, intensitas (skala 0-10) dan lamanya
Rasional : bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri,
menentukan pilihan intervensi, menentukan efektivitas terapi
b) Letakkan pasien dalam posisi semi fowler dan sokong
kepala/leher dengan bantal pasir atau bantal kecil
Rasional : mencegah hiperekstensi leher dan melindungi
integritas garis jahitan
c) Pertahankan leher/kepala dalam posisi netral dan sokong selama
perubahan posisi
Rasional : mencegah stress pada garis jahitan dan
menurunkan tegangan otot
d) Anjurkan pasien untuk menggunakan tekhnik relaksasi napas
dalam
Rasional : membantu untuk memfokuskan kembali perhatian
dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri/rasa tidak nyaman
secara efektif.
Kolaborasi/Delegatif
e) Kolaborasi/delegatif dalam pemberian obat analgetik sesuai
indikasi
Rasional : menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman,
meningkatkan istirahat

d. Evaluasi
Dalam evaluasi terhadap pasien dengan tiroidektomi secara
umum dapat dinilai dari mempertahankan jalan napas paten, aspirasi
dicegah, mampu menciptakan metode komunikasi dimana kebutuhan
dapat dipahami, mendemonstrasikan tak ada cedera dengan komplikasi
minimal/terkontrol dan melaporkan nyeri hilang/terkontrol.
Daftar Pustaka
Black & Hawks. (2009). Medical-surgical nursing : clinical management for
positive outcomes.8th Edition. Saunders Elsevier

Braverman,, L.E., Pearce, E.N., Leung, A. (2010). Role of iodine in thyroid


physiology. Expert Reviews Endocrinol Metabolism. 5(4), 593-602. USA
: Boston University Medical Center.

Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 2.


Jakarta : EGC.

Doengoes, M.E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : EGC.

Grace., PA & Borley., N.R. (2007). Surgery at a glance. Edisi 3. Alih bahasa
dr. Vidhia Umami. Jakarta : Erlangga Medical Series.

Lang, BH. (2010). Minimally invasive thyroid and parathyroid operations :


surgical techniques and pearls. Journal of Advances in Surgery. 44,1. 185
– 198

Newton, S., Hickey, M., Marrs, J. (2009). Mosby’s oncology nursing advisor :
a comprehensive guide to clinical practice. Canada : Elsevier.

Potter & Perry.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Edisi 4.Jakarta :


EGC

Sudoyo, dkk. (2009). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta :
Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai