BAB I Bab 2 New
BAB I Bab 2 New
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini jumlah Chronic Kidney Disease (CKD) sudah
bertambah banyak dari tahun ke tahun. Jumlah kejadian CKD didunia
tahun 2010 menurut USRDS terutama di Amerika rata-rata
prevalensinya 10-13% atau sekitar 25 juta orang yang terkena PGK.
Sedangkan di Indonesia tahun 2010 prevalensinya 12,5% atau 18 juta
orang dewasa yang terkena PGK (Thata, Mohani & Widodo, 2010).
Menurut Firmansyah (2010) data Dinas Kesehatan Jateng jumlah
penderita CKD di Jawa Tengah tahun 2004 sekitar 169 kasus.
Ginjal adalah salah satu organ utama sistem kemih atau uriner
(tractus urinarius) yang berfungsi menyaring dan membuang cairan
sampah metabolisme dari dalam tubuh. Fungsi ginjal secara umum
antara lain yaitu sebagai ultrafiltrasi yaitu proses ginjal dalam
menghasilkan urine, keseimbangan elektrolit, pemeliharaan
keseimbangan asam basa, eritropoiesis yaitu fungsi ginjal dalam
produksi eritrosit, regulasi kalsium dan fosfor atau mengatur kalsium
serum dan fosfor, regulasi tekanan darah, ekresi sisa metabolik dan
toksin menurut Baradewo,Wilfriad & Yakobus (2009). Sedangkan
menurut Syamsir (2009) Chronic Kidney Disease (CKD) itu sendiri
adalah kasus penurunan fungsi ginjal yang terjadi secara akut
(kambuhan) maupun kronis (menahun).
Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) menurut
Mansjoer (2000) terjadi apabila kedua ginjal sudah tidak mampu
mempertahankan lingkungan dalam yang cocok untuk kelangsungan
hidup. Kerusakan pada kedua ginjal bersifat ireversibel. CKD
disebabkan oleh berbagai penyakit. Sedangkan menurut Price dan
Wilson (2006) penyebab CKD antara lain penyakit infeksi, penyakit
peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan jaringan ikat,
gangguan kongenital dan hederiter, penyakit metabolik, nefropati
toksik, nefropati obstruktif.
Penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan timbulnya berbagai
manifestasi yang komplek, diantaranya, penumpukan cairan, edema
paru, edema perifer, kelebihan toksik uremik bertanggung jawab
terhadap perikarditis dan iritasi, sepanjang saluran gastrointestinal dari
mulut sampai anus. gangguan keseimbangan biokimia (hiperkalemia,
hiponatremi, asidosis metabolik), gangguan keseimbangan kalsium
dan fosfat lama kelamaan mengakibatkan demineralisasi tulang
neuropati perifer, pruritus, pernafasan dangkal, anoreksia, mual dan
muntah, kelemahan dan keletihan.
Timbulnya berbagai manifestasi klinis pada gangguan CKD
menyebabkan timbulnya masalah bio-psiko-sosio-kultural spiritual.
Oleh karena itu pasien CKD perlu dilakukan asuhan keperawatan
dengan tepat. Peran perawat sangat penting dalam merawat pasien
CKD antara lain sebagai pemberi pelayanan kesehatan, pendidik,
pemberi asuhan keperawatan, pembaharu, pengorganisasi pelayanan
kesehatan yang khususnya adalah sebagai pemberi asuhan
keperawatan. Dari hasil laporan ruang ICU RSUD Salatiga selama tiga
bulan terakhir prevalensi penyakit CKD sebanyak 40% setelah
penyakit stroke dan AMI.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis tertarik
untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang bagaimana “ Asuhan
Keperawatan dengan CKD yang mengalami gagal nafas di IGD RSUD
Abdul Wahab Sjahranie Samarinda ”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan “ Asuhan Keperawatan dengan
CKD yang mengalami gagal nafas di IGD RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda”
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengkajian selama memberikan “ Asuhan
Keperawatan dengan CKD yang mengalami gagal nafas di IGD
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”
b. Mengetahui diagnosa keperawatan selama memberikan “ Asuhan
Keperawatan dengan CKD yang mengalami gagal nafas di IGD
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”
c. Mengetahui rencana tindakan selama memberikan “ Asuhan
Keperawatan dengan CKD yang mengalami gagal nafas di IGD
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”
d. Mengetahui implementasi selama memberikan “ Asuhan
Keperawatan dengan CKD yang mengalami gagal nafas di IGD
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda”
e. Mengetahui evaluasi pada “ Asuhan Keperawatan dengan CKD
yang mengalami gagal nafas di IGD RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda”.
D. Manfaat Penulisan
Laporan kasus ini dibuat dengan harapan dapat memberikan manfaat
bagi:
1. Bagi Rumah sakit
Memberikan sumbangan pemikiran atau pengetahuan tentang asuhan
keperawatan pada pasien CKD, sehingga institusi rumah sakit
diharapkan mampu meningkatkan pelayanan kesehatan bagi penderita
CKD yang berada di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda .
2. Bagi Perawat
Memberikan tambahan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit CKD yang berada di RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda.
3. Bagi Instansi Pendidikan
Sebagai salah satu sumber literatur asuhan keperawatan pada
penderita CKD.
4. Bagi Masyarakat
Memberikan pengetahuan bagi masyarakat umum tentang penyakit
CKD.
5. Bagi pembaca
Menambah wawasan tentang kesehatan khususnya tentang penyakit
mata yaitu CKD.
BAB II
LAPORAN PENDHULUAN
2. Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi,
yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015).
Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit
peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi saat
perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau
pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih yang berulang.
3. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun
perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan
berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural
dan fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factor.Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti
peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa
sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan
fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi.
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai
bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi
di ginjal pada DM (Wilson,2005). Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada
keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi
arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon
Pathway
4. Klasifikasi
Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan
kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya.Klasifikasi ini ditujukan untuk
memfasilitasi penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan
peningkatan kualitas pada evaluasi, dan juga manajemen CKD (National Kidney
Foundation, 2002). Berikut adalah klasifikasi stadium CKD:
Tabel Stadium CKD.
Stadium Deskripsi GFR
(mL/menit/1.73 m2)
3a Penurunan sedang
fungsi ginjal 45-59
3b Penurunan sedang
fungsi ginjal 30-44
4 Penurunan fungsi
ginjal berat 15-29
6. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai dengan
penyakit yang mendasari, sindrom uremia dan gejala kompikasi.Pada stadium
dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal dimana GFR masih normal atau
justru meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan.Ketika GFR
sebesar 30%, barulah terasa keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual,
nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan.Sampai pada GFR di bawah
30%, pasien menunjukkan gejala uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya.Pasien juga mudah terserang
infeksi, terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan air.Pada GFR di bawah
15%, maka timbul gejala dan komplikasi serius dan pasien membutuhkan
RRT.
7. Indikasi Hemodialisis
Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu : hemodialisis
emergency atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut
tindakan dialisis dilakukan pada : Kegawatan ginjal dengan keadaan klinis
uremik berat, overhidrasi, oliguria (produksi urine <200 ml/12 jam), anuria
(produksi urine <50 ml/12 jam), hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan
EKG, biasanya K >6,5 mmol/I), asidosis berat (PH <7,1 atau bikarbonat <12
meq/I), uremia (BUN >150 mg/dL), ensefalopati uremikum, neuropati/miopati
uremikum, perikarditis uremikum, disnatremia berat (Na>160 atau <115
mmol/I), hipertermia, keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa
melewati membran dialisis.
Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan
berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin
hemodialisis, dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt, keadaan pasien yang
mempunyai GFR <15 ml/mnt tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap
baru perlu dimulai jika dijumpai salah satu dari : 1) GFR <15 ml/mnt,
tergantung gejala klinis, 2) gejala uremia meliputi: lethargi, anoreksia, nausea
dan muntah, 3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot, 4) hipertensi
yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan, 5) komplikasi metabolik
yang refrakter (Daugirdas et al., 2007).
8. Komplikasi Hemodialisis
Hemodialisis merupakan tindakan untuk mengganti sebagian dari
fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal
tahap akhir stadium akhir. Walaupun tindakan hemodialisis saat ini mengalami
perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang
mengalami masalah medis saat menjalani hemodialisis. Komplikasi yang
sering terjadi pada penderita yang menjalani hemodialisis adalah gangguan
hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya
ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat hemodialisis. Hipotensi intradialitik
terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani hemodialisis regular, namun
sekitar 5-15% dari pasien hemodialisis tekanan darahnya justru meningkat.
Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension
(Agarwal & Light, 2010).
a. Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya
adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada,
sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Bieber & Himmelfarb,
2013; Sudoyo et al., 2009).
Komplikasi Penyebab
b. Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu
penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, Renal
osteodystrophy, Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses,
gangguan perdarahan, infeksi, amiloidosis, dan Acquired cystic kidney disease
(Bieber & Himmelfarb, 2013).
Terjadinya gangguan pada fungsi tubuh pasien hemodialisis,
menyebabkan pasien harus melakukan penyesuaian diri secara terus menerus
selama sisa hidupnya. Bagi pasien hemodialisis, penyesuaian ini mencakup
keterbatasan dalam memanfaatkan kemampuan fisik dan motorik, penyesuaian
terhadap perubahan fisik dan pola hidup, ketergantungan secara fisik dan
ekonomi pada orang lain serta ketergantungan pada mesin dialisa selama sisa
hidup. Menurut Moos dan Schaefer dalam Sarafino (2006) mengatakan bahwa
perubahan dalam kehidupan merupakan salah satu pemicu terjadinya depresi.
9. Penegakan Diagnosis
Kerusakan ginjal dapat dideteksi secara langsung maupun tidak
langsung.Bukti langsung kerusakan ginjal dapat ditemukan pada pencitraan
atau pemeriksaan histopatologi biopsi ginjal. Pencitraan meliputi
ultrasonografi, computed tomography (CT), magnetic resonance imaging
(MRI), dan isotope scanning dapat mendeteksi beberapa kelainan struktural
pada ginjal. Histopatologi biopsi renal sangat berguna untuk menentukan
penyakit glomerular yang mendasari (Scottish Intercollegiate Guidelines
Network,2010). Bukti tidak langsung pada kerusakan ginjal dapat disimpulkan
dari urinalisis.Inflamasi atau abnormalitas fungsi glomerulus menyebabkan
kebocoran sel darah merah atau protein.Hal ini dideteksi dengan adanya
hematuria atau proteinuria (Scottish Intercollegiate Guidelines Network,
2008).
10. Penatalaksaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan
stadium penyakit pasien tersebut (National Kidney Foundation, 2010).
Perencanaan tatalaksana pasien CKD dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Stadium GFR Rencana Tatalaksana
(mL/menit/1,73m2)
1 ≥ 90 Observasi, kontrol tekanan darah
Indikator skala :
1.
Berat
2.
Cukup berat
3.
Sedang
4.
Ringan
5.
Tidak ada
Doagnosa Keperawatan NOC NIC
Mual Mual dan Muntah 1. Anjurkan untuk
De Definisi : fenomena subjektif ttg Setelah dilakukan tindakan miinum air hangat
2. Jelaskan terjadinya
rasa tidak nyaman pd bagian keperawatan selama 4 jam
mual
lambung yg dapat atau tidak diharapkan didapan hasil :
3. Anjurkan untuk
dapat menyebabkan muntah. Kriteria hasil :
kompres di perut
- Klien melaporkan mual
B berkurang (4)
- Enggan terhadap makanan Indikator skala :
- Rasa asam di lambung 1.Parah
- Sensasi muntah 2.Banyak
3.Cukup
4.Sedikit
5.Tidak ada
Doagnosa Keperawatan NOC NIC
Intoleransi Aktivitas Setelah dilakukan tindakan Observasi TTV
keperawatan selama 4 jam 1.Monitor intake dan
diharapkan didapan hasil : asupan nutrisi
Kriteria hasil : 2.Bantu klien duduk di
- Ttv dalam batas normal (3) samping tempat tidur
Indikator skala : jika klien tidak
1. Berat mampu berpindah
2. Cukup berat secara mandiri
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
DAFTAR PUSTAKA
Beiber, S.D. dan Himmelfarb, J. 2013. Hemodialysis. In: Schrier’s Disease of the Kidney. 9th
edition. Coffman, T.M., Falk, R.J., Molitoris, B.A., Neilson, E.C., Schrier, R.W.
editors. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia:2473-505.
Daugirdas, J.T., Blake, P.G., Ing, T.S. 2007. Handbook of Dialysis. 4th ed. Phildelphia.
Lipincott William & Wilkins.
Mutaqqin, Arif & Kumala Sari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Kusuma, Hardhi & Amin, Huda Nurarif. (2012). Handbook for Health Student. Yogyakarta:
Mediaction Publishing.