Anda di halaman 1dari 6

4

2. TINJAUAN PUSTAKA
Rekayasa Genetika

Sejarah rekayasa genetika dimulai sejak Mendel menemukan faktor yang


diturunkan. Ketika Oswald Avery (1944) menemukan fakta bahwa DNA
(Deoxyribonucleic acid) membawa materi genetik, makin banyak penelitian yang
dilakukan terhadap DNA. Ilmu terapan ini dapat dianggap sebagai cabang biologi
maupun sebagai ilmu-ilmu rekayasa (keteknikan). Dapat dianggap, awal mulanya
adalah dari usaha-usaha yang dilakukan untuk menyingkap material yang
diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Ketika orang mengetahui
bahwa kromosom adalah material yang membawa bahan terwariskan itu (disebut
gen) maka itulah awal mula ilmu ini. Rekayasa genetika merupakan kegiatan
memanipulasi gen untuk mendapatkan produk baru dengan cara membuat DNA
rekombinan melalui penyisipan gen. DNA rekombinan adalah DNA yang
urutannya telah direkombinasikan agar memiliki sifat-sifat atau fungsi yang kita
inginkan sehingga organisme penerimanya mengekspresikan sifat atau melakukan
fungsi yang kita inginkan tersebut. Beberapa tahapan yang digunakan dalam
rekayasa genetika yaitu isolasi DNA, manipulasi DNA, perbanyakan DNA dan
visualisasi hasil manipulasi DNA, DNA rekombinan, dan kloning gen (Muladno,
2002).
Kloning merupakan suatu teknik untuk menghasilkan banyak salinan dari
satu gen tunggal, kromosom, atau keseluruhan individu. Kloning DNA adalah
memasukkan DNA asing ke dalam plasmid suatu sel bakteri. DNA yang
dimasukkan ini akan bereplikasi dan diturunkan pada sel anak pada waktu sel
tersebut membelah. Jadi gen asing ini tetap melakukan fungsi seperti sel asalnya,
walaupun berada pada sel bakteri (Muladno, 2002; Nur Azhar, 2008).
Teknologi DNA rekombinan telah memungkinkan bagi kita untuk
mengisolasi DNA dari berbagai organisme, menggabungkan DNA yang berasal
dari organisme yang berbeda sehingga terbentuk DNA rekombinan, memasukkan
DNA rekombinan ke dalam sel organisme prokariot maupun eukariot hingga
DNA rekombinan tersebut dapat bereplikasi dan dapat diekspresikan. Sekarang
teknologi ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan dan desakan manusia.
Manfaat dari teknologi ini telah dirasakan bagi kehidupan manusia sehari-hari
maupun bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Beberapa jenis obat-obatan,
vaksin, bahan pangan, bahan pakaian dan lainnya telah diproduksi dengan
memanfaatkan teknologi DNA rekombinan.

Ekspresi Gen
Ekspresi gen ialah proses penterjemahan informasi yang terkandung pada
struktur gen menjadi proses metabolisme atau pola kehidupan organisme. Gen
berperanan dalam proses kehidupan melalui pengendalian pembentukan enzim
dan protein (Jusuf, 2001).
Gen-gen mengkode protein, dan protein menentukan fungsi sel. Ribuan gen
diekspresikan dalam sel tertentu dan menentukan apa yang dapat dikerjakan oleh
sel. Ekspresi gen eukariot merupakan proses bagaiman informasi yang ada di
dalam DNA bisa disalin melalui proses transkripsi dalam organisme eukariot. Di
5

dalam organisme eukariot ada tahapan proses tertentu sebelum menghasilkan


RNA, yaitu RNA processing, kemudian diikuti tahap translasi yang akhirnya
menghasilkan polipeptida. Jika dalam proses tersebut ada tahapan yang tidak
terjadi, maka dalam hal ini tidak termasuk dalam kategori bahwa gen tersebut
telah terekspresi atau dengan kata lain tidak terjadi ekspresi gen. Jadi ekspresi gen
terbagi menjadi dua tahapan, yaitu transfer informasi genetik dari DNA ke dalam
RNA (transkripsi), dan selanjutnya penterjemahan informasi genetik yang
terdapat pada RNA ke dalam polipeptida (translasi) (Jusuf, 2001).
Gen dapat diekspresikan, jika dikelilingi oleh kumpulan signal (isyarat)
yang dapat dikenal oleh sel tuan rumah. Signal-signal tersebut (yang biasanya
merupakan urutan nukleotida pendek) akan memberitahukan adanya gen dan
memberikan instruksi untuk alat-alat transkripsi dan translasi sel. Tiga signal yang
paling penting adalah: 1) Promotor, yang menandai titik dimulainya transkripsi
gen. 2) Terminator, yang menandai titik pada ujung gen tempat trankripsi gen
berhenti. 3) Tempat ikatan ribosom (ribosome binding site), merupakan urutan
nukleotida pendek yang dikenal oleh ribosom sebagai titik tempat ribosom harus
melekat pada mRNA (Praseno, 1991).

Interferon (IFN)
Suatu unsur penting dalam sistem kekebalan alamiah adalah interferon
(IFN), yang juga ikut mengatur sistem kekebalan yang didapat. Interferon adalah
salah satu protein dari famili sitokin. Sitokin merupakan kelompok protein
regulator dengan berat molekul rendah dan disekresikan oleh sel darah putih dan
beberapa sel lain di dalam tubuh akibat adanya suatu rangsangan. Sitokin
berikatan pada reseptor spesifik dari membran sel target. Sejarah penemuan IFN
dimulai pada tahun 1954 ketika Nagano dan Kojima menemukannya pada virus di
kelinci. Tiga tahun kemudian Isaacs dan Lindenmann berhasil menemukan
molekul yang serupa pada kultur sel ayam yang diinfeksi dengan virus influenza.
Molekul tersebut kemudian diberi nama interferon (Butler, 1987).
Fungsi umum dari kelompok protein ini adalah sebagai messenger
intraselluler yang memicu terjadinya aktivitas biologi setelah berikatan ke
reseptor sel taget (Kuby, 1994). Interferon dapat dikelompokkan menjadi tiga
jenis, yaitu IFN alfa (α), beta (β), dan gamma (γ). Ketiganya memiliki efek
biologi yang sama pada sel, namun berbeda dalam strukrur dan berat molekulnya.
Interferon α dihasilkan oleh leukosit dan berperan sebagai molekul antiviral.
Sedangkan IFN β dihasilkan oleh fibroblas dan dapat bekerja pada hampir semua
sel di dalam tubuh manusia. Interferon α dan β mempunyai reseptor yang sama
sehingga keduanya disebut IFN tipe I. Interferon γ dihasilkan oleh limfosil sel T
helper dan hanya bekerja pada sel-sel tertentu, seperti makrofaga, sel endotelial,
fibroblas, sel T sitotoksik dan limfosit B (Kontsek & Kontsekova,1997).
Interferon γ disebut juga IFN tipe II. Sejak ditemukan oleh Isaac dan Lindenann
(1957), IFN dikenal memiliki daya antivirus. Pengaruh IFN telah nyata beberapa
jam setelah infeksi virus, jauh lebih cepat sebelum mekanisme imun lainnya
berfungsi. Beberapa karakter human IFN dapat dilihat pada tabel 1.
6

Tabel 1 Tipe dan Karakteristik human Interferon

Interferon (IFN) Tipe I


Interferon tipe I dinamakan leukosit IFN (IFN-α) dan fibroblast IFN (IFN-
β). Sifat fisikokimia IFN ini adalah stabil pada suhu 65°C dan pH 2. Reseptor
yang dikenali oleh IFN tipe I dapat dikelompokkan menjadi dua subunit, yaitu
IFNAR-1 dan IFNAR-2 (Jonasch & Franck, 2001). Mikroorganisme seperti virus,
bakteri, mycoplasma, protozoa, bakterial lipopolysaccharide (LPS), RNA double-
stranded dan mitogen menginduksi produksi IFN tipe I (Meager, 2006).

Mekanisme Kerja IFN tipe I


Interferon terbentuk karena rangsangan virus, disamping itu sebagai akibat
induksi oleh beberapa mikroorganisme, asam nukleat, antigen, mitogen dan
polimer sintetik (Peters 1989). IFN tidak menghambat virus secara langsung,
namun melalui mekanisme pencegahan replikasi pada sel-sel sekitar sel yang
terinfeksi. Pencegahan replikasi dilakukan melalui pengikatan IFN pada reseptor
permukaan sel yang mengaktifkan gen-gen pengkode protein yang menghalangi
replikasi virus.
Interferon yang telah diproduksi bekerja melalui beberapa mekanisme
utama sebagai berikut:

1. Efek antivirus
Interferon segera terikat pada reseptor spesifik pada permukaan sel. Ikatan
ini mengaktifkan 2 macam enzim, yaitu: protein kinase yang membantu
fosforilasi dua macam protein Alfa 1 dan elf-2 alfa. Kedua protein ini
menghambat sintesis protein virus. Enzim kedua adalah 2’,5’
oligoadenylate (2’,5’ A) synthetase, yang membentuk oligonukleotida
rantai pendek. Oligonukleotida ini selanjutnya merangsang enzim
ribonuklease yang menyebabkan degradasi RNA virus (Peters, 1989).
7

2. Efek Immunomodulasi
Intereron memperbaiki sistem imun, baik sistem kekebalan alamiah
maupun sistem kekebalan yang didapat melalui beberapa jalan: 1).
Meningkatkan fagositosis makrofag dan daya sitotoksik sel Natural killer
(NK), 2). Meningkatkan ekspresi Human Leukocyte antigen (HLA) pada
permukaan sel yang terinfeksi oleh virus. HLA tersebut bersama antigen
virus pada permukaan sel akan dikenali oleh limfosit T sitotoksik yang
menyebabkan lisis sel, 3). Ikut dalam lymphokine cascade dan produksi
interleukin 1 dan 2 (Peters, 1989; Thomas, 1988).

3. Efek antiproliferatif
Interferon menghambat proliferasi sel tumor dengan mekanisme yang
masih belum jelas. Dalam pengamatan pada biakan jaringan ternyata sifat
contact inhibition sel dipulihkan. Efek ini menekan daya metastasis tumor
(Peters, 1989).

Gambar 1. Mekanisme aksi IFN tipe I

Interferon alfa (IFN-α)


Protein IFNα  adalah IFN tipe I dan merupakan monomer. Sedikitnya
terdapat 15 gen fungsional pada genom manusia yang mengkode protein-protein
IFN-α. Secara umum protein ini memiliki hampir 90% kesamaan dalam urutan
asam aminonya. Protein IFN-α mengandung 166 asam amino (kecuali IFN-α2,
mempunyai 165 asam amino karena mengalami delesi pada posisi asam amino
44), dan 23 asam amino peptida signal. Protein ini mempunyai berat molekul
antara 19-26 kDa, dan empat residu sistein yang membentuk 2 jembatan disulfida
Ikatan disulfida ini terjadi antara sistein pada 1/98 dan 29/138. Ikatan disulfida
29/138 penting untuk aktivitas biologi dari protein, sedangkan ikatan pada 1/98
tidak berpengaruh terhadap aktivitas proteinnya (Morehead et al. 1984). Natural
human interferon-α2 adalah O-glikosilasi protein (Thr-106) ( Gunther et al.
1991). Famili IFNα ini merupakan kelas paling dominan dari IFN yang
dihasilkan oleh leukosit darah yang terstimulasi. Gen hifn-α berlokasi pada
kromosom nomor 9 manusia dan tidak mengandung sekuens intron seperti yang
banyak ditemukan pada gen-gen eukariotik lain (Stuart & Sidney, 1993).Sebagian
8

besar IFNα tidak memiliki rantai samping karbohidrat, namun beberapa


merupakan glikoprotein dengan derajat glikosilasi berbeda.
Human interferon alfa (hIFN-α) telah banyak diaplikasikan untuk protein
terapetik karena memiliki aktivitas antiviral, antiproliferativ dan
immunomodulator. Lokus gen hifn-α2 terdiri atas tiga allelik, yaitu hifn-α2a, hifn-
α2b dan hifn-α2c (Ceaglio et al.2010). Dua rekombinan IFN-α (2a dan 2b) pada
tahun 1986 telah diakui oleh US FDA sebagai protein terapetik untuk treatmen
Hepatitis dan kanker. Diketahui hIFN-α2a adalah yang paling banyak digunakan
secara klinis untuk mengatasi Hepatitis B dan C kronis (Ferenci, 1993) dan
beberapa jenis kanker seperti melanoma, AIDS dan angioblastama.

Interferon- α2a (IFN-α2a)


Protein IFN-α2a memiliki 166 asam amino yang merupakan protein aktif.
Jika dilihat dari strukturnya IFN-α2a hampir memiliki persamaan struktur dengan
IFN α-2b dan murine interferon-β. Perbedaan antara IFN α-2a dengan IFN α-2b
terletak pada asam amino nomor 23, untuk IFN pertama asam amino nomor 23
adalah lisin (K) sedangkan IFN kedua adalah arginin (R) (Klaus et al. 1997).
Kerangka baca terbuka gen ifn-α2a terdiri atas 522 pasang basa.

Produksi Interferon-α2a dengan Teknologi DNA Rekombinan


Sediaan IFNα2a sudah tersedia secara komersial, misalnya Roferon A.
Umumnya protein ini diproduksi dalam E. coli (Meager, 2006). Melalui teknologi
DNA rekombinan gen hifn-α2a diperoleh dengan mengisolasi mRNA ifn-α2a
yang diproduksi di sel leukosit. Selanjutnya mRNA diubah menjadi cDNA ifn-
α2a dengan metode RT PCR. cDNA diligasi dengan vektor kloning dan hasil
ligasi ditransformasikan ke dalam E. coli.

Yeast Pichia pastoris


Pichia pastoris termasuk kelompok yeast metilotropik yang menggunakan
metanol sebagai sumber energi dan sumber karbonnya. Yeast ini jika
ditumbuhkan pada media yang mengandung metanol, maka enzim yang terlibat
dalam metabolisme metanol akan terinduksi dengan kuat dan organel-organel
yang terikat pada membran seperti peroksisom akan bertambah secara besar-
besaran. Kondisi inilah yang sangat menarik untuk menjadikan yeast metilotropik
sebagai inang untuk memproduksi protein heterologous (Yurimoto et al. 2011).
Jalur metabolisme metanol pada yeast metilotropik adalah melalui
mekanisme pada Gambar 1. Tahap pertama metanol dioksidasi menggunakan
oksigen molekuler oleh alcohol oxidase (AOD) menjadi formaldehid dan
hidrogen peroksida, dimana kedua produk ini merupakan senyawa toksik.
Formaldehid merupakan pusat dari mekanisme selanjutnya karena dari
formaldehid ini akan terbentuk dua cabang, yaitu jalur asimilasi dan disimilasi.
Sebagian formaldehid akan berubah menjadi xylulose 5-phosphate (Xu5P)
dengan bantuan dihydroxyacetone synthase (DAS). Pada tahap ini juga dihasilkan
dihydroxyacetone (DHA) dan glyceraldehyde 3-phosphate (GAP), yang terlibat
dalam sintesis materi-materi sel dan regenerasi Xu5P. AOD dan DAS terletak di
9

dalam peroksisom bersama dengan catalase (CTA), dan akan merusak hidrogen
peroksida menjadi oksigen dan H2O. DHA dan GAP terasimilasi di dalam sitosol.
DHA difosforilasi oleh dihydroxyacetone kinase (DHAK), selanjutnya
dihydroxyacetone phosphate (DHAP) dan GAP membentuk fructose 1,6-
bisphosphate yang kemudian digunakan untuk regenerasi Xu5P dan untuk
biosintesis material-material sel. Sebagian lagi formaldehid dioksidasi menjadi
CO2 pada jalur disimilasi sitosol. Formaldehid digenerasi oleh reaksi
nonenzimatik AOD dengan mereduksi glutathione (GSH) menjadi S-
hydrroxymethyl glutathione (S-HMG). S-HMG kemudian dioksidasi menjadi CO2
melalui jalur oksidasi GSH di sitosol. CO2 kemudian dibuang ke alam (Yurimoto
et al. 2011).

Gambar 2. Jalur metabolisme metanol pada P. pastoris

Pada P. pastoris metanol bukan hanya sebagai sumber karbon dan energi
tetapi juga merupakan induser untuk mengekspresikan protein rekombinan.
Keberadaan metanol menginduksi kerja promotor alcohol oxidase 1 (AOX1)
(Zhang et al.2000). Sistem ekspresi menggunakan P. pastoris telah banyak
digunakan. Keuntungan menggunakan yeast P. pastoris untuk ekspresi
heterologous protein diantaranya adalah ekspresi yang efisien dengan
menggunakan metanol inducible alcohol oxidase gene (AOX1) promoter dan
tingkat ekspresi protein rekombinan yang sangat tinggi, sekresi yang efisien, dan
proses fermentasi pada densitas sel yang sangat tinggi. Hal ini akan membuat
downstream processing akan menjadi sangat efisien(Cregg et al.2000).

Anda mungkin juga menyukai