Adelia Safitri
2. Eksel
EBP Untuk meningkatkan keselamatan pasien. EBP penggunaan bukti ilmiah terbaik di
kelas yang terintegrasi dengan pengalaman klinis yang menggabungkan nilai dan prefensi
pasien dalam praktik perawatan pasien profesional. (HAUSER, JUNET 2011 : 1) Evidance
Based Practice (EBP) merupakan proses penggunaan bukti-bukti terbaik yang jelas, tegas dan
berkesinambungan guna pembuatan keputusan klinik dalam merawat individu pasien
(Nurhayati, 2015). Evidence Based Practice (EBP) keperawatan adalah proses untuk
menentukan, menilai, dan mengaplikasikan bukti ilmiah terbaik dari literature keperawatan
maupun medis untuk meningkatkan kualitas pelayanan pasien. Dengan kata lain, EBP
merupakan salah satu langkah empiris untuk mengetahui lebih lanjut apakah suatu penelitian
dapat diimplementasikan pada lahan praktek yang berfokus pada metode dengan critical
thinking dan menggunakan data dan penelitian yang tersedia secara maksimal. Keselamatan
pasien (safety patient) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih
aman meliputi asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan
resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak
lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau
tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes No 1691, 2011). Adapun
Model EBP yaitu :
1. Model Stetler
Model Stetler dikembangkan pertama kali tahun 1976 kemudian diperbaiki tahun 1994 dan
revisi terakhir 2001. Model ini terdiri dari 5 tahapan dalam menerapkan Evidence Base
Practice Nursing.
2. Model IOWA
Model IOWA diawali dengan adanya trigger atau masalah. Trigger bisa berupa knowledge
focus atau problem focus. Jika masalah yang ada menjadi prioritas organisasi, maka baru
dibentuklah tim. Tim terdiri atas dokter, perawat dan tenaga kesehatan lain yang tertarik
dan paham dalam penelitian. Langkah berikutnya adalah minsintesis bukti-bukti yang
ada.Apabila bukti yang kuat sudah diperoleh, maka segera dilakukan uji coba dan hasilnya
harus dievaluasi dan didiseminasikan.
Peran perawat melayani penting dalam memastikan dan menyediakan praktik berbasis
fakta. Mereka harus terus-menerus mengajukan pertanyaan, “Apa fakta untuk intervensi ini?”
atau “Bagaimana kita memberikan praktik terbaik?” dan “Apakah ini hasil terbaik yang dicapai
untuk pasien, keluarga dan perawat?” Perawat juga posisi yang baik dengan anggota tim
kesehatan lain untuk mengidentifikasi masalah klinis dan menggunakan bukti yang ada untuk
meningkatkan praktik. Banyak kesempatan yang ada bagi perawat untuk mempertanyakan
praktik keperawatan saat itu dan penggunaan bukti untuk melakukan perawatan lebih efektif.
Mengapa EBP penting untuk praktik keperawatan :
Adapun Hambatan dari perawat untuk menggunakan penelitian dalam praktik sehari-hari
telah dikutip dalam berbagai penelitian, diantaranya (Clifford &Murray, 2001) antara lain. :
1. Kurangnya nilai untuk penelitian dalam praktek.
2. Kesulitan alam mengubah praktek.
3. Kurangnya dukungan administratif.
4. Kurangnya mentor berpengetahuan.
5. Kurangnya waktu untuk melakukan penelitian.
6. Kurangnya pendidikan tentang proses penelitian
7. Kurangnya kesadaran tentang praktek penelitian atau berbasis bukti.
8. Laporan Penelitian/artikel tidak tersedia.
9. Kesulitan mengakses laporan penelitian dan artikel.
10. Tidak ada waktu dalam bekerja untuk membaca penelitian.
11. Kompleksitas laporan penelitian.
12. Kurangnya pengetahuan tentang EBP dan kritik dari artikel.
13. Merasa kewalahan.
Dari informasi yang kami dapat dari beberapa penelitian yaitu pengembangan EBP di
keperawatan bukan sesuatu hal mudah dilakukan, selain perawat harus ahli dalam riset, perawat
juga harus mempunyai pengalaman klinik yang lama dan mempunyai kemampuan berpikir kritis
yang baik. Sehingga penerapan EBP dan riset klinis merupakan tantangan bagi perawat agar
dapat memberikan tindakan keperawatan yang lebih tepat dan akuntabel, EBP juga sangat
penting bagi perawatan kesehatan profesional karena berbagaialasan, salah satunya sebagai
perawatan pasien yang efektif. Penelitian telahmenyimpulkan bahwa keselamatan pasien
meningkat saat perawatan kesehatan yangdidasari pada bukti dari penelitian yang dirancang
dengan baik dibandingkan tradisi. Menurut Undang-undang No 29 pasal 1 tahun 2004 pasien
merupakan setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Safety
merupakan derajat dimana pengembangan organisasi, peralatan, bersikap tidak membahayakan,
atau mengurangi resiko pada pasien staff, atau pengunjung.
Untuk mengurangi resiko dan mencegah cedera dalam upaya peningkatan keselamatan
pasien maka perawat dalam melakukan praktiknya baik itu di rumah sakit maupun di dalam
praktik mandiri setiap prosedur dalam upaya keselamatan pasien diperlukan Evidance Based
Practice merupakan bukti ilmiah terbaik dari literature keperawatan maupun medis untuk
meningkatkan kualitas pelayanan pasien dimana dalam praktiknya dalam pemberian asuhan
keperawatan diharapkan dapat mengidentifikasi dan memahami.
Adapun penelitian untuk membuktikan pentingnya IBP dalam penginkatan pasien safety,
Riset Evidanced Based Practice Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ns. Niken Safitri Dyan K,
S.Kep., M.Si.Med dan Ns. Henni Kusuma, S.Kep., M.Kep. Sp.Kep.M.B pada tanggal 21 Juni
2014 tentang Aplikasi Evidanced Based Practice dalam Meningkatkan Patient Safety dalam
penelitian ini dijelasakna tetang aplikasi Evidanced Based Nursing pada IPSG (International
Patient Safety Goal) jadi dia menjelaskan tentang safety merupakan derajat dimana
pengembangan organisasi, peralatan, bersikap tidak membahayakan, atau mengurangi resiko
pada pasien staff, atau pengunjung.
Patient safety merupakan pencegahan untuk tidak merugikan pasien. Dan juga Kualitas pasien
merupakan derajat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan untuk individu maupun populasi
yang ditentukan dari outcomes kesehatan dan konsisten berdasarkan penilaian pengetahuan
profesional.
Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Patient
safety adalah salah satu komponen kritis dari mutu pelayanan kesehatan. Banyak kesalahan
pelayanan dikaitkan dengan budaya patient safety. Catatan tentang kesalahan pelayanan di
berbagai negara menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, sementara di Indonesia belum
ada catatan resmi. Patient safety adalah konsep pasien yang sedang dalam pelayanan
kesehatan dapat mencapai dampak yang diharapkan. patient safety (keselamatan pasien)
belum menjadi budaya yang harus diperhatikan oleh rumah sakit di Indonesia. Perubahan
paradigma dalam lembaga pelayanan kesehatan yang saat ini beralih pada patient centered
care belum benar-benar dijalankan dengan baik. Masih ada rumah sakit yang berorientasi
pada kepentingann manajemen yang pada akhirnya melupakan keselamatan pasien di rumah
sakit. Undang-undang Kesehatan no 36 tahun 2009 sudah dengan jelas bahwa rumah sakit
saat ini harus mengutamakan keselamatan pasien diatas kepentingan yang lain sehingga
sudah seharusnya rumah sakit berkewajiban menerapkan budaya keselamatan pasien.
Apabila masih ada rumah sakit yang mengabaikan keselamatan pasien sudah seharusnya
diberi sanksi yang berat baik untuk rumah sakit maupun petugas pelayanan kesehatan.
Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, pihak rumah sakit bahkan petugas pelayanan
kesehatan tidak mendapat sanksi apapun sehingga menjadikan penegakan hukum kesehatan
di Indonesia masih sangat lemah. Sudah seharusnya apabila terjadi kelalaian bahkan
kesengajaan dari pihak rumah sakit yang mengakibatkan terancamnya keselamatan pasien
maka tidak hanya sanksi internal tetapi juga sudah masuk ke ranah pidana. Inilah yang
sampai saat ini belum berjalan sehingga masyarakat yang dirugikan karena lemahnya
penegakan hukum yang pada akhirnya kasusnya menguap begitu saja.
Ada beberapa faktor yang menajdi penyebab kenapa budaya keselamatan pasien belum
benar-benar diterapkan di berbagai rumah sakit.
1. Rendahnya tingkat kepedulian petugas kesehatan terhadap pasien, hal ini bisa dilihat
dengan masih ditemukannya kejadian diskriminasi yang dialami oleh pasien terutama
dari masyarakat yang tidak mampu.
2. Beban kerja petugas kesehatan yang masih terlampaui berat terutama perawat.
Perawatlah yang bertanggung jawab terkait asuhan keperawatan kepada pasien
sedangkan disisi lain masih ada rumah sakit yang memiliki keterbatasan jumlah perawat
yang menjadikan beban kerja mereka meningkat. Selain perawat, saat ini di Indonesia
juga masih kekurangan dokter terutama dokter spesialis serta distribusi yang tidak
merata. Ini berdampak pada mutu pelayanan yang tidak sama di setiap rumah sakit.
3. orientasi pragmatisme para petugas kesehatan yang saat ini masih melekat disebagian
petugas kesehatan. Masih ditemukan para petugas kesehatan yang hanya berorientasi
untuk mencari materi/keuntungan semata tanpa mempedulikan keselamatan pasien.
Keempat, lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan terhadap para
petugas kesehatan. Lemahnya pengawasan sendiri dikarenakan beberapa faktor mulai
dari terbatasnya personel yang dimiliki dinas kesehatan sampai rendahnya bargaining
position dinas kesehatan.
4. Penerapan budaya keselamatan pasien merupakan cerminan mutu dan jaminan bagi
penerima layanan kesehatan untuk terbebas dari risiko pada proses pemberian layanan
kesehatan. Keselamatan pasien sebagai suatu sistem diharapkan memberikan asuhan
kepada pasien dengan lebih aman, melakukan tindakan sesuai dengan standar, dan
mencegah cedera akibat kesalahan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
harusnya dilakukan. Keselamatan pasien bukan merupakan tanggung jawab perorangan
dokter atau perawat yang selalu bersentuhan langsung dengan pasien melainkan seluruh
tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada pasien.
MEMBANGUN BUDAYA KESELAMATAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
Keselamtan pasien rumah sakit merupakan suatu dimana rumah sakit membuat asuhan
pasien lebih aman. Hal ini termasuk: asesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya resiko.
Sistem ini memncegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan
suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Membangun budaya keselamatan pasien di RS dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
1. Seluruh personel RS memiliki kesadaran yang konstan dan aktif tentang hal yang
potensial menimbulkan kesalahan.
2. Baik staf maupun organisasi RS mampu membicarakan kesalahan, belajar dari
kesalahan tersebut dan mengambil tindakan perbaikan.
3. Bersikap terbuka dan adil / jujur dalam membagi informasi secara terbuka dan bebas,
dan penanganan adil bagi staf bila insiden terjadi.
4. Pimpinan terkait menerangkan bahwa penyebab insiden keselamatan
pasien tidak dapat dihubungkan dengan sederhana ke staf yang terlibat.
Semua insiden berkaitan juga dengan sistem tempat orang itu bekerja.
5. Perubahan nilai, keyakinan dan perilaku menuju keselamatan pasien
penting bukan hanya bagi staf, melainkan juga semua orang yang bekerja di RS serta
pasien dan keluarganya. Tanyakan apa yang bisa mereka bantu untuk meningkatkan
keselamatan pasien RS.
6. Penjelasan/pemahaman tentang aktivitas organisasi RS yang bersifat resiko tinggi dan
rentan kesalahan.
7. Lingkungan yang bebas menyalahkan, sehingga orang dapat melapor kesalahan tanpa
penghukuman.
8. Pimpinan wajib berkomitmen mendukung dan memberikan
penghargaan kepada staf yang melaporkan insiden keselamatan pasien, bahkan meskipun
kemudian dinyatakan salah.
9. Komunikasi antar staf dan tingkatan harus sering terjadi dan tulus.
10. Terdapat keterbukaan tentang kesalahan dan masalah bila terjadi pelaporan.
11. Pembelajaran organisasi. Tanggapan atas suatu masalah lebih
difokuskan untuk meningkatkan kinerja sistem daripada untuk menyalahkan seseorang.
12. Seluruh staf harus tahu apa yang harus dilakukan bila menemui
insiden: mencatat, melapor, dianalisis, memperoleh feed back, belajar dan mencegah
pengulangan.
Adverse Events dalam dunia kesehatan adalah suatu dampak atau pengaruh yang
merugikan dan tidak diinginkan, yang timbul sebagai hasil dari suatu pengobatan atau
intervensi lain seperti pembedahan. Suatu pengaruh atau dampak negatif disebut sebagai efek
samping ketika hal itu timbul sebagai efek sekunder dari efek terapi utamanya. Jika efek itu
muncul sebagai hasil dari dosis atau prosedur yang tidak tepat maka disebut sebagai
kesalahan medis. (WIKIPEDIA) prosedur invasif Prosedur medis yang menyerang
(memasuki) tubuh, biasanya dengan memotong atau menusuk kulit atau dengan memasukkan
instrumen ke dalam tubuh. Penyebab utama timbulnya efek samping dalam tindakan invasif
adalah buruknya pencegahan infeksi, manajemen pasien, serta koordinasi dan komunikasi