Anda di halaman 1dari 24

PENGARUH PENGGUNAAN TEMBAGA SEBAGAI KATALIS PADA

SALURAN BUANG SEPEDA MOTOR YAMAHA VEGA ZR TERHADAP


EMISI GAS BUANG HIDROKARBON

Rahmat Ikhsan

Abstract

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: Mengetahui pengaruh penambahan katalis tembaga pada
saluran buang yamaha vega ZR dan menyelidiki pada jumlah lilitan berapakah kadar emisi gas
buang HC yang paling rendah dengan penambahan katalis tembaga pada saluran buang Yamaha
Vega ZR tahun. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Populasi dalam penelitian ini
adalah sepeda motor Yamaha Vega ZR. Data penelitian ini adalah berupa angka yang
menunjukkan kadar emisi gas buang Hidrokarbon (HC). Teknik yang dilakukan adalah teknik
analisis data untuk mengetahui pengaruh penggunaan tembaga sebagai katalis terhadap kadar
emisi gas buang HC dan mengetahui pada lilitan berapakah kadar gas buang HC yang paling
rendah. Dari hasil penelitian ini tedapat penurunan kadar emisi gas buang HC karena pengaruh
penggunaan katalis tembaga, dimana penurunan kadar gas HC yang paling banyak terdapat pada
lilitan 180 kawat tembaga, yang mana penurunannya sebesar 78.23 % pada putaran 2000.

Kata kunci: Katalis tembaga, emisi gas buang HC


EMISI GAS BUANG YANG DIHASILKAN KENDARAAN BERMOTOR

ABSTRAK

Penggunaan kendaraan bermotor semakin bertambah dengan pesat, begitu pula emisi gas buang
yang dihasilkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar emisi gas buang dari kendaraan
bermotor. Salah satu inovasi yang dapat diambil adalah penambahan zat aditif dengan premium. Untuk
melihat pengaruh campuran premium dengan variasi penambahan zat aditif terhadap emisi gas buang
yang dihasilkan dilakukan pengujian empat jenis bahan bakar yaitu premium tanpa zat aditif, campuran
premium dengan zat aditif 5 ml, 7 ml dan 9 ml.

Pengujian dilakukan pada motor Yamaha Vega. Hasil pengujian menunjukan bahwa penambahan
zat aditif menurunkan kadar emisi gas buang CO sebesar 1.402 %, kadar HC sebesar 32.8 ppm, dan
mengalami peningkatan kadar CO2 sebesar 0.333 %, kadar O2 sebesar 1.407 % dari kadar rata – rata
emisi gas buang yang menggunakan premium tanpa zat aditif, menggunakan campuran premium dengan
zat aditif 5 ml,7 ml dan 9 ml. Disini diperoleh penurunan dan peningkatan kadar emisi gas buang yang
paling baik pada penggunaan campuran premium dengan zat aditif 9 ml untuk penurunan kadar CO, HC
dan peningkatan kadar O2, serta peningkatan kadar CO2 pada penggunaan campuran premium dengan
zat aditif 7 ml.

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Polusi udara kota di beberapa kota besar di Indonesia telah sangat memprihatinkan. Beberapa
hasil penelitian tentang polusi udara dengan segala resikonya telah dipublikasikan, termasuk resiko
kanker darah. Namun, jarang disadari entah berapa ribu warga kota yang meninggal setiap tahunnya
karena infeksi saluran pernapasan, asma, maupun kanker paru-paru akibat polusi udara kota. Meskipun
sesekali telah turun hujan langit di kota-kota besar di Indonesia tidak biru lagi. Udara kota telah dipenuhi
oleh jelaga dan gas-gas yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Diperkirakan dalam sepuluh tahun
mendatang terjadi peningkatan jumlah penderita penyakit paru-paru dan saluran pernapasan. Bukan
hanya infeksi saluran pernapasan akut yang kini menempati urutan pertama dalam pola penyakit
diberbagai wilayah di Indonesia, tetapi juga meningkatnya jumlah penderita penyakit asma dan kanker
paru-paru.
Di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara
mencapai 60-70%. Sedangkan kontribusi gas buang dari cerobong asap industri hanya berkisar 10-15%,
sisanya berasal dari sumber pembakaran lain,misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah,
kebakaran hutan, dll. Semuanya diemisikan oleh kendaraan bermotor. WHO memperkirakan bahwa 70%
penduduk kota di dunia pernah menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sedagkan 10%
sisanya menghirup udara yang bersifat marginal. Akibatnya fatal bagi bayi dan anak-anak. Orang dewasa
yang beresiko tinggi, misalnya wanita hamil, usia lanjut, serta orang yang telah memiliki riwayat penyakit
paru dan saluran pernapasan menahun. Celakanya, para penderita maupun keluarganya tidak menyadari
bahwa berbagai akibat negatif tersebut berasal dari polusi udara akibat emisi kendaraan bermotor yang
semakin memprihatinkan.

1. Tujuan

1 Mengetahui dampak polusi udara bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi.

2. Menemukan solusi yang tepat untuk mengatasi emisi gas buang.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan Uraian diatas maka dalam karya ilmiah ini akan diangkat permasalahan:

1. Apa sajakah dampak emisi gas buang bagi kelangsungan hidup makhluk hidup di bumi?

2. Bagaimana solusi yang tepat untuk mengatasi emisi gas buang?

2. LANDASAN PUSTAKA

1. Klasifikasi emisi gas buang

Asap yang mengepul dari knalpot kendaraan bermotor tidak hanya mencemari udara di langit
Jakarta, tapi juga meningkatkan suhu di kota metropolis ini. Makanya, Pemda DKI lantas mengumumkan
Program Langit Biru. Suatu kerangka kerja berisi ajakan kepada pengguna kendaraan bermesin untuk
secara rutin memeriksakan tingkat emisi gas buang dari kendaraannya dan menggunakan bahan bakar
yang ramah lingkungan alias berkadar timbal rendah. Sebegitu runyamkah urusan gas buang ini sampai-
sampai harus dibuat regulasi baru? Jawabnya tentu saja ya. Emisi dari pelayaran internasional telah
mempengaruhi komposisi kimia atmosfir secara signifikan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap
iklim di bumi. Seperti diketahui, emisi gas buang dari cerobong asap kapal mesin mengandung CO2, NOx,
SOx, CO, hidrokarbon dan partikel-partikel berat lainnya. Gas buang ini bereaksi dengan udara dan
menimbulkkan reaksi kimia yang lambat laun berpengaruh terhadap komposisi kimia atmosfir bumi.
Perubahan ini menimbulkan efek rumah kaca (green house effect) yang menyebabkan temperatur udara
meningkat. NOx, CO dan hidro karbon dari cerobong kapal ditengarai memiliki kontribusi terhadap
rusaknya lapisan ozon paling bawah (ground level ozon) yang membahayakan kesehatan manusia dan
tumbuh-tumbuhan di bumi. Pengukuran satelit terhadap kandungan NO2 dari Global Ozone Monitoring
Experiment (GOME) di atas Samudra Hindia dan dari Instrument Scanning Imaging Absorption Spectro
Meter for Atmospheric Cartography (SCIAMACHY) yang dipasang pada satelit ENVISAT di atas Laut Merah
dan Samudra Hindia dengan jelas menunjukkan hal ini.

2. Penyebab emisi gas buang

Secara langsung dan tak langsung emisi menyumbangkan lebih dari 35%. Tidak semua gas beracun
dapat menyebabkan emisi CO2 dari waktu ke waktu terus meningkat baik pada tingkat global, regional,
nasional pada suatu negara maupun lokal untuk suatu kawasan. Hal ini terjadi karena semakin besarnya
penggunaan energi dari bahan organik (fosil), perubahan tataguna lahan dan kebakaran hutan, serta
peningkatan kegiatan antropogenik.

Walaupun emisi CO2 dikatakan besar, tetapi sampai saat ini belum terdapat alat untuk
mengakumulasi emisi CO2 ini. Kalaupun ada baru terbatas pada emisi yang dihasilkan oleh kebakaran
hutan yang terdapat di Sulawesi Tengah dan Kalimantan Tengah. Alat ukur yang terdapat saat ini baik di
tepi jalan raya atau dari satelit, bukan mengukur emisi CO2 tetapi konsentrasi dari CO2. Antara emisi dan
konsentrasi berbeda baik definisi maupun satuannya.

Pemanasan global merupakan peristiwa meningkatnya temperatur rata-rata di seluruh


permukaan bumi yang disebabkan karena akumulasi panas di atmosfer yang disebabkan oleh efek rumah
kaca. Efek Rumah Kaca ialah fenomena menghangatnya bumi karena radiasi sinar matahari dari
permukaan bumi dipantulkan kembali ke angkasa yang terperangkap oleh "selimut" dari gas-gas CO2
(karbon dioksida), CH4 (metana), N2O (nitrogen dioksida), PFCS (perfluorokarbon), HFCS
(hidrofluorokarbon), dan SF6(sulfurheksafluorida). Hubungan Perubahan Iklim, Efek Rumah Kaca, dan
Pemanasan Global adalah Efek Rumah Kaca menyebabkan terjadinya Pemanasan Global yang dapat
menyebabkan Perubahan Iklim. Hubungan di antara ketiganya adalah hubungan sebab-akibat.

Pemanasan global dan perubahan iklim saat ini menjadi hal terhangat yang paling banyak
dibicarakan oleh masyarakat dunia. Bahkan telah dilakukan konferensi rutin tentang perubahan iklim yang
diikuti oleh negara-negara di seluruh dunia. Di dalam konferensi tersebut membahas mengenai penyebab
dan cara untuk mengatasi maupun mengurangi perubahan iklimyang terjadi di bumi kita ini.

3. Dampak emisi gas buang

Sistem transportasi merupakan urat nadi perkotaan, memiliki peran dalam mendukung dinamika
kehidupan perkotaan. Jumlah kendaraan selalu meningkat dari waktu ke waktu. Hasil penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa setiap kendaraan yang beroperasi memberikan kontribusi 2.718,19
Ïg/m3 gas karbonmonoksida (CO) pada udara. Semakin tinggi kepadatan lalu lintas akan semakin tinggi
juga emisi karbon monoksida yang diberikan. Penyebaran emisi ini terpapar hingga jarak 50 m searah
dengan kecepatan angin untuk gas dan hingga jarak 250 m untuk partikel padat (Mursid R, et al, Jurnal
Kimia Lingkungan, 2007).

Terjadinya kemacetan lalu lintas akan memperbesar emisi gas karbonmonoksida (CO) karena
terjadi pembakaran yang tidak sempurna, hingga hampir 6 kali bila lalu lintas tidak mengalami kemacetan.
Paparan tersebut yang memberikan beban kepada masyarakat di sekitar jalan, baik pemukim, pengasong,
polisi lalu litas, maupun pekerja di pinggir jalan, karena mereka menghirup karbonmonoksida (CO) setiap
harinya. Gangguan sesak napas, pusing-pusing, kehilangan kesadaran hingga penurunan tingkat
kecerdasan merupakan dampak langsung paparan bahan pencemar terhadap tubuh manusia. Masyarakat
yang memiliki risiko paling tinggi adalah mereka yang memiliki aktivitas tinggi di sekitar jalan (pedagang
kaki lima, polisi, pemukim di sekitar jalan, dan sopir). Kelompok masyarakat tersebut memiliki kerentanan
tinggi dari paparan gas karbon monoksida (CO).

4. Solusi emisi gas buang

Pelestarian lingkungan hidup menjadi perhatian utama negara-negara di dunia saat ini. Isu
lingkungan hidup dan pemanasan global memang menjadi fokus perhatian di banyak negara. Pasalnya
emisi gas buang kendaraan bermotor menghasilkan beberapa jenis zat yang berbahaya bagi kesehatan
manusia, seperti karbon monoksida (CO), oksida sulfur (SOx) dan oksida nitrogen (Nox). Peraturan yang
lebih ketat akan emisi gas buang kendaraan pun diluncurkan guna menciptakan dunia yang sehat.
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia telah mengeluarkan beberapa regulasi dalam hal ini
keputusan menteri yang berkaitan tentang baku mutu emisi di tanah air. Berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-35/MENLH/10/1993 tentang ambang batas emisi gas buang
kendaraan bermotor, kandungan CO pada mobil ditentukan maksimum 4,5 persen dan 3.000 ppm untuk
HC (hidrokarbon) Pada prinsipnya, setiap pembakaran kendaraan akan menghasilkan CO2 (sebagai
sampah) dan O2 terpakai (sebagai pembakar). Dalam pembakaran yang sempurna, CO2 harus tinggi dan
O2 rendah. CO2 merupakan indikasi dari tingkat efisiensi pembakaran mesin bensin. Pada mesin mobil
generasi lama, pencampuran bahan bakar dengan udara diproses oleh karburator. Kelemahan mesin
kendaraan karburator, akurasi campuran (bahan bakar dan udara) umumnya rendah karena kondisi
permukaan bahan bakar dalam float chamber carburator mempengaruhi rasio campurannya. Sementara
pada mesin kendaraan modern sudah menggunakan sistem injeksi, yaitu menggunakan manajemen EFI
(electronic fuel injection) atau ECI-Multi (multi-point fuel injection). ECI-Multi atau EFI bekerja secara
computerized dalam mengatur campuran bahan bakar dengan udara atas informasi dari beberapa sensor,
mengatur saat pembakaran (ignition timing) dan tepat di setiap RPM (putaran mesin per menit).

Kendaraan yang menggunakan mesin EFI juga mampu mengoreksi emisi gas buang dengan
perangkat EGR (exhaust gas recyrculating). Selain penemuan terbaru pada sistem pembakaran, saat ini
pula dikembangkan sarana transportasi mobil hibrida yang hemat energi. Lahirnya konsep mobil hibrida
bertujuan untuk mengendalikan laju penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang menghasilkan gas CO2.
Gas buangan hasil pembakaran kendaraan bermotor memberikan kontribusi 20% dari total gas buangan
pemakai energi fosil. Kondisi ini memberikan pengaruh terhadap kerusakan lingkungan. Teknologi mobil
hibrida ini sangat diharapkan karena memiliki efek berkurangnya emisi CO2 ke lingkungan. Teknologi
hibrida ini sebagaimana namanya, adalah sebuah teknologi yang mencangkok atau menggabungkan dua
sumber energi mobil dari BBM dan listrik yang dihasilkan dari motor elektrik. Selain itu tidak menutup
kemungkinan teknologi ini adalah gabungan penggunaan energi baterei dan energi dari motor elektrik
atau antara energi lainnya. Kombinasi sumber energi untuk teknologi hibrida akan mewarnai teknologi
eco-car di masa datang.
3. DATA DAN HASIL PENGAMATAN

Tabel 1. Sumber dan Standar Kesehatan Emisi Gas Buang

Pencemar Sumber Keterangan

Karbon monoksida Buangan kendaraan Standar kesehatan: 10


(CO) bermotor; beberapa mg/m3 (9 ppm)
proses industri

Sulfur dioksida (S02) Panas dan fasilitas Standar kesehatan: 80


pembangkit listrik ug/m3 (0.03 ppm)

Partikulat Matter Buangan kendaraan Standar kesehatan: 50


bermotor; beberapa ug/m3 selama 1 tahun;
proses industri 150 ug/m3

Nitrogen dioksida Buangan kendaraan Standar kesehatan: 100


(N02) bermotor; panas dan pg/m3 (0.05 ppm) selama
fasilitas 1 jam

Ozon (03) Terbentuk di atmosfir Standar kesehatan: 235


ug/m3 (0.12 ppm) selama
1 jam

Tabel 1 memperlihatkan sumber emisi dan standar kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah melalui
keputusan Bapedal. BPLHD Propinsi DKI Jakarta pun mencatat bahwa adanya penurunan yang signifikan
jumlah hari dalam kategori baik untuk dihirup dari tahun ke tahun sangat mengkhawatirkan. Dimana pada
tahun 2000 kategori udara yang baik sekitar 32% (117 hari dalam satu tahun) dan di tahun 2003 turun
menjadi hanya 6.85% (25 hari dalam satu tahun). Hal ini menandakan Indonesia sudah seharusnya
memperketat peraturan tentang pengurangan emisi baik sektor industri maupun sektor transportasi
darat/laut. Selain itu tentunya penemuan-penemuan teknologi baru pengurangan emisi dilanjutkan
dengan pengaplikasiannya di masyarakat menjadi suatu prioritas utama bagi pengendalian polusi udara
di Indonesia.

4. PEMBAHASAN / ANALISIS

Di Indonesia, kurang lebih 70% pencemaran udara disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor.
Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang dapat menimbulkan dampak negatif, baik
terhadap kesehatan manusia maupun terhadap lingkungan, seperti timbal/timah hitam (Pb), suspended
particulate matter (SPM), oksida nitrogen (NOx), hidrokarbon (HC), karbon monoksida (CO), dan oksida
fotokimia (Ox). Kendaraan bermotor menyumbang hampir 100% timbal, 13-44% suspended particulate
matter (SPM), 71-89% hidrokarbon, 34-73% NOx, dan hampir seluruh karbon monoksida (CO) ke udara
Jakarta. Sumber utama debu berasal dari pembakaran sampah rumah tangga, di mana mencakup 41%
dari sumber debu di Jakarta. Sektor industri merupakan sumber utama dari sulfur dioksida. Di tempat-
tempat padat di Jakarta konsentrasi timbal bisa 100 kali dari ambang batas.

Asap kendaraan merupakan sumber utama bagi karbon monoksida di berbagai perkotaan. Data
mengungkapkan bahwa 60% pencemaran udara di Jakarta disebabkan karena benda bergerak atau
transportasi umum yang berbahan bakar solar terutama berasal dari Metromini. Formasi CO merupakan
fungsi dari rasio kebutuhan udara dan bahan bakar dalam proses pembakaran di dalam ruang bakar mesin
diesel. Percampuran yang baik antara udara dan bahan bakar terutama yang terjadi pada mesin-mesin
yang menggunakan Turbocharge merupakan salah satu strategi untuk meminimalkan emisi CO. Karbon
monoksida yang meningkat di berbagai perkotaan dapat mengakibatkan turunnya berat janin dan
meningkatkan jumlah kematian bayi serta kerusakan otak. Karena itu strategi penurunan kadar karbon
monoksida akan tergantung pada pengendalian emisi seperti pengggunaan bahan katalis yang mengubah
bahan karbon monoksida menjadi karbon dioksida dan penggunaan bahan bakar terbarukan yang rendah
polusi bagi kendaraan bermotor.

Setiap kendaraan akan menghasilkan gas sisa pembakaran sesuai dengan cara pengoperasian
mesin. Pada kondisi kendaraan hidup stasioner memberikan emisi lebih besar dibandingkan dengan
kendaraan berjalan. Secara umum, reaksi pembakaran bahan bakar fosil secara sempurna pada proses
kendaraan bermotor.

Pada saat proses pembakaran tidak sempurna maka tidak seluruh hidrokarbon teroksidasi,
sehingga masih menyisakan hidrokarbon (HC) dan gas karbonmonoksida (CO) dengan proporsi lebih
besar.Pada kasus mobil Esemka, tingginya emisi gas hidrokarbon (HC) dan karbonmonoksida (CO)
kemungkinan disebabkan sistem pada mesin belum mampu melakukan pembakaran secara sempurna,
sehingga menghasil gas CO dan HC melebihi baku mutu. Karbonmonoksida (CO) memberikan dampak
lebih dominan dibandingkan dengan hidrokarbon (HC) maupun NOx.

Pengaruh

Tingginya karbon monoksida dari hasil uji emisi mobil Esemka, lebih memberikan dampak
membahayakan dibandingkan dengan hidrokarbon (HC). Hidrokarbon (HC) yang merupakan bahan bakar
utama kendaraan bermotor tidak semua teroksidasi secara sempurna. Indikasi tingginya HC pada emisi
mobil Esemka menunjukkan bahwa mesin belum memiliki kemampuan optimal dalam mengubah bahan
bakar manjadi energy dan manyisakan emisi.

Di antara senyawa- senyawa yang terkandung di dalam gas kendaraan bermotor yang dapat
menimbulkan pengaruh sistemik, yang paling penting adalah karbon monoksida dan timbal. Pengaruh
langsung dari kedua zat di atas terhadap kehidupan manusia dan bentuk kehidupan lainnya sangat
berbeda-beda, dari pengaruh yang berat (mematikan) sampai pengaruh yang ringan (menimbulkan
perasaan jengkel). Adanya zat pencemar di udara mempunyai kecenderungan untuk menaikkan jumlah
penderita atau memperberat penyakit kanker paru-paru, emphysema, TBC, pneumonia, bronkitis, asma,
dan bahkan influensa.

Gas CO tidak berbau, tidak berasa, sehingga kehadiranya tidak dapat dirasakan secara kasat mata.
Justru sifat ini yang sangat berbahaya karena manusia yang terpapar tidak merasakan, akan tetapi akan
terkena dampak secara mematikan. Senyawa CO sangat mudah berkaitan dengan hemoglobin (Hb), bila
dibandingkan dengan daya ikat oksigen dengan Hb, maka daya ikat CO adalah240 kali daya ikat oksigen.

Fungsi oksigen untuk jaringan tubuh adalah untuk pelengkap proses pembakaran yang
menghasilkan tenaga. Menurunnya kemampuan darah mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh
jaringan tubuh menyebabnya turunnya tenaga yang dihasilkan oleh metabolisme sel-sel (pertukaran
zatantar sel).
Karena tidak berbau, maka pengguna tidak menyadari bila ada ancaman gas CO. keterlambatan
menghindar dari paparan CO menyebabkan oksigen dalam darah tergantikan kendudukannya oleh CO.
bila konsentrasi hingga sekitar 80 ppm, maka ancaman kematian akan besar. Mari renungkan bersama.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa asap kendaraan bermotor memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap kesehatan masyarakat.
Namun, pengaruh dari pencemaran/polusi udara khususnya akibat kendaraan bermotor tidak
sepenuhnya dapat dibuktikan karena sulit dipahami dan bersifat kumulatif.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut :

1. Pemerintah hendaknya lebih serius memperhatikan tentang pengendalian pencemaran udara terutama
dengan lebih intensif melakukan pemeriksaan gas buang (uji emisi) kendaraan bermotor baik untuk roda
dua maupun roda empat (pribadi maupun dinas) dan mensosialisasikan pentingnya perawatan kendaraan
bermotor.

2. Pemerintah sebaiknya menetapkan Hari Bebas Kendaraan Bermotor (HBKB) yang pernah dilaksanakan
di Jakarta dimana seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali hanya diperbolehkan menggunakan
sepeda.

3. Masyarakat hendaknya memiliki prinsip hemat dalam mengonsumsi kendaraan bermotor dengan
mengurangi jumlah kendaraan pribadi dan menggunakan kendaraan umum.

4. Kepada semua masyarakat yang berkompeten agar menciptakan bahan bakar alternatif yang lebih
ramah lingkungan seperti CNG (Compressed Natural Gas), LPG, dan minyak nabati
Sudah uji emisi belum?
Lazimnya kalau di bengkel, sekalian Tune-Up, sembari diakhiri dengan istilah Setel/Check CO.
Bukan hanya soal masalah pencemaran lingkungan, tapi dari uji emisi kita bisa mengetahui
apakah ada kerusakan pada mobil kita dan tentunya bisa membuat hemat BBM.

Dalam mendukung usaha pelestarian lingkungan hidup, negara-negara di dunia mulai menyadari
bahwa gas buang kendaraan merupakan salah satu polutan atau sumber pencemaran udara
terbesar oleh karena itu, gas buang kendaraan harus dibuat “sebersih― mungkin agar tidak
mencemari udara.

Pada negara-negara yang memiliki standar emisi gas buang kendaraan yang ketat, ada 5 unsur
dalam gas buang kendaraan yang akan diukur yaitu senyawa HC, CO, CO2, O2 dan senyawa
NOx. Sedangkan pada negara-negara yang standar emisinya tidak terlalu ketat, hanya mengukur
4 unsur dalam gas buang yaitu senyawa HC, CO, CO2 dan O2.

Emisi Senyawa Hidrokarbon


Bensin adalah senyawa hidrokarbon, jadi setiap HC yang didapat di gas buang kendaraan
menunjukkan adanya bensin yang tidak terbakar dan terbuang bersama sisa pembakaran. Apabila
suatu senyawa hidrokarbon terbakar sempurna (bereaksi dengan oksigen) maka hasil reaksi
pembakaran tersebut adalah karbondioksida (CO2) dan air(H¬2O). Walaupun rasio
perbandingan antara udara dan bensin (AFR=Air-to-Fuel-Ratio) sudah tepat dan didukung oleh
desain ruang bakar mesin saat ini yang sudah mendekati ideal, tetapi tetap saja sebagian dari
bensin seolah-olah tetap dapat “bersembunyi― dari api saat terjadi proses pembakaran dan
menyebabkan emisi HC pada ujung knalpot cukup tinggi.

Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan Catalytic Converter (CC), emisi HC yang dapat
ditolerir adalah 500 ppm dan untuk mobil yang dilengkapi dengan CC, emisi HC yang dapat
ditolerir adalah 50 ppm.

Emisi HC ini dapat ditekan dengan cara memberikan tambahan panas dan oksigen diluar ruang
bakar untuk menuntaskan proses pembakaran. Proses injeksi oksigen tepat setelah exhaust port
akan dapat menekan emisi HC secara drastis. Saat ini, beberapa mesin mobil sudah dilengkapi
dengan electronic air injection reaction pump yang langsung bekerja saat cold-start untuk
menurunkan emisi HC sesaat sebelum CC mencapai suhu kerja ideal.

Apabila emisi HC tinggi, menunjukkan ada 3 kemungkinan penyebabnya yaitu CC yang tidak
berfungsi, AFR yang tidak tepat (terlalu kaya) atau bensin tidak terbakar dengan sempurna di
ruang bakar. Apabila mobil dilengkapi dengan CC, maka harus dilakukan pengujian terlebih
dahulu terhadap CC denganc ara mengukur perbedaan suhu antara inlet CC dan outletnya.
Seharusnya suhu di outlet akan lebih tinggi minimal 10% daripada inletnya.

Apabila CC bekerja dengan normal tapi HC tetap tinggi, maka hal ini menunjukkan gejala bahwa
AFR yang tidak tepat atau terjadi misfire. AFR yang terlalu kaya akan menyebabkan emisi HC
menjadi tinggi. Ini bias disebabkan antara lain kebocoran fuel pressure regulator, setelan
karburator tidak tepat, filter udara yang tersumbat, sensor temperature mesin yang tidak normal
dan sebagainya yang dapat membuat AFR terlalu kaya. Injector yang kotor atau fuel pressure
yang terlalu rendah dapat membuat butiran bensin menjadi terlalu besar untuk terbakar dengna
sempurna dan ini juga akan membuat emisi HC menjadi tinggi. Apapun alasannya, AFR yang
terlalu kaya juga akan membuat emisi CO menjadi tinggi dan bahkan menyebabkan outlet dari
CC mengalami overheat, tetapi CO dan HC yang tinggi juga bisa disebabkan oleh rembasnya
pelumas ke ruang bakar.

Apabila hanya HC yang tinggi, maka harus ditelusuri penyebab yang membuat ECU
memerintahkan injector untuk menyemprotkan bensin hanya sedikit sehingga AFR terlalu kurus
yang menyebabkan terjadinya intermittent misfire. Pada mobil yang masih menggunakan
karburator, penyebab misfire antara lain adalah kabel busi yang tidak baik, timing pengapian
yang terlalu mundur, kebocoran udara disekitar intake manifold atau mechanical problem yang
menyebabkan angka kompresi mesin rendah.

Untuk mobil yang dilengkapi dengan sistem EFI dan CC, gejala misfire ini harus segera diatasi
karena apabila didiamkan, ECU akan terus menerus berusaha membuat AFR menjadi kaya
karena membaca bahwa masih ada oksigen yang tidak terbakar ini. Akibatnya CC akan
mengalami overheat.

Emisi Karbon Monoksida (CO)


Gas karbonmonoksida adalah gas yang relative tidak stabil dan cenderung bereaksi dengan unsur
lain. Karbon monoksida, dapat diubah dengan mudah menjadi CO2 dengan bantuan sedikit
oksigen dan panas. Saat mesin bekerja dengan AFR yang tepat, emisi CO pada ujung knalpot
berkisar 0.5% sampai 1% untuk mesin yang dilengkapi dengan sistem injeksi atau sekitar 2.5%
untuk mesin yang masih menggunakan karburator. Dengan bantuan air injection system atau CC,
maka CO dapat dibuat serendah mungkin mendekati 0%.

Apabila AFR sedikit saja lebih kaya dari angka idealnya (AFR ideal = lambda = 1.00) maka
emisi CO akan naik secara drastis. Jadi tingginya angka CO menunjukkan bahwa AFR terlalu
kaya dan ini bisa disebabkan antara lain karena masalah di fuel injection system seperti fuel
pressure yang terlalu tinggi, sensor suhu mesin yang tidak normal, air filter yang kotor, PCV
system yang tidak normal, karburator yang kotor atau setelannya yang tidak tepat.

– www.saft7.com –

Emisi Karbon Dioksida (CO2)


Konsentrasi CO2 menunjukkan secara langsung status proses pembakaran di ruang bakar.
Semakin tinggi maka semakin baik. Saat AFR berada di angka ideal, emisi CO2 berkisar antara
12% sampai 15%. Apabila AFR terlalu kurus atau terlalu kaya, maka emisi CO2 akan turun
secara drastis. Apabila CO2 berada dibawah 12%, maka kita harus melihat emisi lainnya yang
menunjukkan apakah AFR terlalu kaya atau terlalu kurus.

Perlu diingat bahwa sumber dari CO2 ini hanya ruang bakar dan CC. Apabila CO2 terlalu rendah
tapi CO dan HC normal, menunjukkan adanya kebocoran exhaust pipe.

Oksigen (O2)
Konsentrasi dari oksigen di gas buang kendaraan berbanding terbalik dengan konsentrasi CO2.
Untuk mendapatkan proses pembakaran yang sempurna, maka kadar oksigen yang masuk ke
ruang bakar harus mencukupi untuk setiap molekul hidrokarbon.

Dalam ruang bakar, campuran udara dan bensin dapat terbakar dengan sempurna apabila bentuk
dari ruang bakar tersebut melengkung secara sempurna. Kondisi ini memungkinkan molekul
bensin dan molekul udara dapat dengan mudah bertemu untuk bereaksi dengan sempurna pada
proses pembakaran. Tapi sayangnya, ruang bakar tidak dapat sempurna melengkung dan halus
sehingga memungkinkan molekul bensin seolah-olah bersembunyi dari molekul oksigen dan
menyebabkan proses pembakaran tidak terjadi dengan sempurna.

Untuk mengurangi emisi HC, maka dibutuhkan sedikit tambahan udara atau oksigen untuk
memastikan bahwa semua molekul bensin dapat “bertemu― dengan molekul oksigen untuk
bereaksi dengan sempurna. Ini berarti AFR 14,7:1 (lambda = 1.00) sebenarnya merupakan
kondisi yang sedikit kurus. Inilah yang menyebabkan oksigen dalam gas buang akan berkisar
antara 0.5% sampai 1%. Pada mesin yang dilengkapi dengan CC, kondisi ini akan baik karena
membantu fungsi CC untuk mengubah CO dan HC menjadi CO2.

Mesin tetap dapat bekerja dengan baik walaupun AFR terlalu kurus bahkan hingga AFR
mencapai 16:1. Tapi dalam kondisi seperti ini akan timbul efek lain seperti mesin cenderung
knocking, suhu mesin bertambah dan emisi senyawa NOx juga akan meningkat drastis.

Normalnya konsentrasi oksigen di gas buang adalah sekitar 1.2% atau lebih kecil bahkan
mungkin 0%. Tapi kita harus berhati-hati apabila konsentrasi oksigen mencapai 0%. Ini
menunjukkan bahwa semua oksigen dapat terpakai semua dalam proses pembakaran dan ini
dapat berarti bahwa AFR cenderung kaya. Dalam kondisi demikian, rendahnya konsentrasi
oksigen akan berbarengan dengan tingginya emisi CO. Apabila konsentrasi oksigen tinggi dapat
berarti AFR terlalu kurus tapi juga dapat menunjukkan beberapa hal lain. Apabila dibarengi
dengan tingginya CO dan HC, maka pada mobil yang dilengkapi dengan CC berarti CC
mengalami kerusakan. Untuk mobil yang tidak dilengkapi dengan CC, bila oksigen terlalu tinggi
dan lainnya rendah berarti ada kebocoran di exhaust sytem.

Emisi senyawa NOx

Selain keempat gas diatas, emisi NOx tidak dipentingkan dalam melakukan diagnose terhadap
mesin. Senyawa NOx adalah ikatan kimia antara unsur nitrogen dan oksigen. Dalam kondisi
normal atmosphere, nitrogen adalah gas inert yang amat stabil yang tidak akan berikatan dengan
unsur lain. Tetapi dalam kondisi suhu tinggi dan tekanan tinggi dalam ruang bakar, nitrogen akan
memecah ikatannya dan berikatan dengan oksigen.

Senyawa NOx ini sangat tidak stabil dan bila terlepas ke udara bebas, akan berikatan dengan
oksigen untuk membentuk NO2. Inilah yang amat berbahaya karena senyawa ini amat beracun
dan bila terkena air akan membentuk asam nitrat.

Tingginya konsentrasi senyawa NOx disebabkan karena tingginya konsentrasi oksigen ditambah
dengan tingginya suhu ruang bakar. Untuk menjaga agar konsentrasi NOx tidak tinggi maka
diperlukan kontrol secara tepat terhadap AFR dan suhu ruang bakar harus dijaga agar tidak
terlalu tinggi baik dengan EGR maupun long valve overlap. Normalnya NOx pada saat idle tidak
melebihi 100 ppm. Apabila AFR terlalu kurus, timing pengapian yang terlalu tinggi atau sebab
lainnya yang menyebabkan suhu ruang bakar meningkat, akan meningkatkan konsentrasi NOx
dan ini tidak akan dapat diatasi oleh CC atau sistem EGR yang canggih sekalipun.

Tumpukan kerak karbon yang berada di ruang bakar juga akan meningkatkan kompresi mesin
dan dapat menyebabkan timbulnya titik panas yang dapat meningkatkan kadar NOx. Mesin yang
sering detonasi juga akan menyebabkan tingginya konsentrasi NOx.

Untuk memudahkan kita menganalisa kondisi mesin, kita dapat memakai penjelasan dibawah
sebagai alat bantu :

1. Emisi CO tinggi, menunjukkan kondisi dimana AFR terlalu kaya (lambda < 1.00). Secara
umum CO menunjukkan angka efisiensi dari pembakaran di ruang bakar. Tingginya emisi CO
disebabkan karena kurangnya oksigen untuk menghasilkan pembakaran yang tuntas dan
sempurna. Hal-hal yang menyebabkan AFR terlalu kaya antara lain : - Idle speed terlalu rendah.
- Setelan pelampung karburator yang tidak tepat menyebabkan bensin terlalu banyak. - Air filter
yang kotor. - Pelumas mesin yang terlalu kotor atau terkontaminasi berat. - Charcoal Canister
yang jenuh. - PCV valve yang tidak bekerja. - Kinerja fuel delivery system yang tidak normal. -
Air intake temperature sensor yang tidak normal. - Coolant temperature sensor yang tidak
normal. - Catalytic Converter yang tidak bekerja. 2. Normal CO. Apabila AFR berada dekat
atau tepat pada titik ideal (AFR 14,7 atau lambda = 1.00) maka emisi CO tidak akan lebih
dari 1% pada mesin dengan sistem injeksi atau 2.5% pada mesin dengan karburator.

3. CO terlalu rendah. Sebenarnya tidak ada batasan dimana CO dikatakan terlalu rendah.
Konsentrasi CO terkadang masih terlihat “normal― walaupun mesin sudah bekerja
dengan campuran yang amat kurus.

– www.saft7.com –

4.Emisi HC tinggi. Umumnya kondisi ini menunjukkan adanya kelebihan bensin yang
tidak terbakar yang disebabkan karena kegagalan sistem pengapian atau pembakaran
yang tidak sempurna. Konsentrasi HC diukur dalam satuan ppm (part per million).
Penyebab umumnya adalah sistem pengapian yang tidak mumpuni, kebocoran di intake
manifold, dan masalah di AFR.

Penyebab lainnya adalah :


– Pembakaran yang tidak sempurna karena busi yang sudah rusak.
– Timing pengapian yang terlalu mundur.
– Kabel busi yang rusak.
– Kompresi mesin yang rendah.
– Kebocoran pada intake.
– Kesalahan pembacaan data oleh ECU sehingga menyebabkan AFR terlalu kaya.
5. Kosentrasi Oksigen. Menunjukkan jumlah udara yang masuk ke ruang bakar
berbanding dengan jumlah bensin. Angka ideal untuk oksigen pada emisi gas buang
adalah berkisar antara 1% hingga 2%.

6. Konsentrasi oksigen tinggi. Ini menunjukkan bahwa AFR terlalu kurus.

Kondisi yang menyebabkan antara lain :


– AFR yang tidak tepat.
– Kebocoran pada saluran intake
– Kegagalan pada sistem pengapian yang menyebabkan misfire

7. Konsentrasi oksigen rendah. Kondisi ini menunjukkan bahwa AFR terlalu kaya.

8. Konsentrasi CO2 tinggi. Kondisi ini menunjukkan bahwa AFR berada dekat atau tepat
pada kondisi ideal.

9. Konsentrasi CO2 rendah. Kondisi ini menunjukkan bahwa AFR terlalu kurus atau
terlalu kaya dan kebocoran pada exhaust system.

10. Konsentrasi senyawa NOx. Senyawa NOx termasuk nitrit oksida (NO) atau nitrat
oksida (NO2) akan terbentuk bila suhu ruang bakar mencapai lebih dari 2500 derajat
Farenheit (1350 oC). Senyawa ini juga dapat terbentuk apabila mesin mendapat beban
berat.

11. Konsentrasi NOx tinggi.

Kondisi ini menunjukkan :


– EGR Valve tidak bekerja.
– AFR terlalu kurus.
– Spark Advancer yang tidak bekerja.
– Thermostatic Air Heater yang macet.
– Kerusakan pada cold air duct.
– Tingginya deposit kerak di ruang bakar.
– Catalytic Converter yang tidak normal.

12. Konsentrasi NOx rendah. Sebenarnya tidak ada batasan yang menyatakan emisi
senyawa NOx terlalu rendah. Umumnya NOx adalah 0 ppm saat mesin idle.

Berikutnya adalah tabel untuk membantu kita membaca kemungkinan yang terjadi pada
mesin berdasarkan kombinasi emisi gas buang yang ada :
EMISI GAS BUANG DAN PERMASALAHANNYA

Last Updated on Friday, 25 April 2014 Published Date Written by sasongko

EMISI GAS BUANG DAN PERMASALAHANNYA


By : Sasongko. Widyaiswara Madya Dept Otomotif

Kendaraan bermotor telah lama menjadi salah satu sumber pencemar udara di banyak kota
besar dunia, gas-gas beracun dari jutaan knalpot setiap harinya menimbulkan masalah serius di
banyak negara tak terkecuali Indonesia, kendaraan berbahan bakar bensin menjadi salah satu
sumber pencemar udara terbesar melebihi industri dan rumah tangga. Erwin (2006)
menyebutkan bahwa polusi udara dari kendaraan bermotor, pembangkit tenaga listrik, industri
dan rumah tangga menyumbang 70 % dengan komposisi kuantitas karbonmonoksid(CO) 99 %,
hidrokarbon(HC) sebanyak 89 %, dan oksida nitrogen(Nox) sebanyak 73 % serta partikulat
lainnya yang meliputi timah hitam,sulfur oksida dan partikel debu.

Sugiarto (2006) menyatakan bahwa dari data WHO sekitar 3 juta orang meninggal karena
polusi udara setiap tahun atau sekitar 5 % dari 55 juta orang meninggal setiap tahun di dunia.
1,5 juta orang yang meninggal sebelum waktunya terjadi di kota-kota Asia, kehidupan yang
produktif diperpendek oleh masalah kesehatan yang disebabkan menghirup udara yang kotor.

Komite penghapusan bensin bertimbal menyebutkan bahwa pada tahun 2002 Jakarta
merupakan kota nomor 3 terpolusi di dunia setelah Mexico dan Bangkok. Sugiarto (2006),
Ubaydillah (2009) menyatakan bahwa kota Mexico dan Bangkok sudah tidak masuk dalam
katagori 5 besar kota terpolusi di dunia, 5 kota terpolusi dari 15 kota terpolusi di dunia terdapat di
Asia urutan kota-kota tersebut adalah no.1. Katmandu, Nepal, no.2. New Dehli, India, no.3.
Jakarta, Indonesia no.4. Chongqing China, no.5. Calcutta, India, sepertiga dari pencemaran
karbondioksida(CO) di dunia dikeluarkan dari daerah ini.

Sudrajad (2005) menyatakan data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) hasil
pemantauan kualitas udara di 10 kota di Indonesia, melalui 33 stasiun dan 9 stasiun
bergerak(mobil pemantau udara) terdapat beberapa kota yang diketahui masuk dalam kategori
tidak sehat yakni Jakarta (26 titik), Semarang (1 titik), Surabaya (3 titik), Bandung (1 titik), Medan
(6 titik), Pontianak (16 titik), Palangkaraya (4 titik), dan Pekan Baru (14 titik). Satu lokasi di Jakarta
yang diketahui merupakan daerah kategori sangat tidak sehat berdasarkan pantauan lapangan.
Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang semakin meningkat dengan berbagai merk dan
tipe akan meningkatkan konsumsi pemakaian bahan bakar minyak dan menimbulkan efek
pencemaran udara, kenaikan konsumsi BBM sangat wajar jika melihat data Gabungan Industri
Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyatakan jumlah penjualan kendaraan bermotor
meningkat cukup signifikan sejak empat tahun terakhir.
Jumlah kendaraan di Indonesia berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Republik
Indonesia mulai tahun 2009 sampai dengan 2012 menunjukkan adanya kenaikan jumlah
kendaraan yang luar biasa.
Tabel data jumlah kendaraan bermotor di Indonesia
No Jenis 2009 20010 2011 2012
1 Mobil 7.910.407 8.891.041 9.548.866 10.432.259
2 Bus 2.160.973 2.250.109 2.254.109 2.273.821
3 Truk 4.452.343 4.687.789 4.958.738 5.286.061
4 Sepeda motor 52.767.093 61.078.188 68.839.341 76.381.183
Jumlah total 67.290.816 76.907.127 85.601.054 94.373.324

Data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.

Melihat permasalahan tersebut maka sudah menjadi suatu keharusan bagi pemerintah dan
industri kendaraan bermotor serta masyarakat di Indonesia untuk menyadari sedini mungkin efek
bahaya yang ditimbulkan oleh polutan emisi gas buang dan secara bersama-sama
mengupayakan suatu tindakan bagaimana agar udara yang terhirup bisa berkurang dari
pencemaran yang diakibatkan oleh polutan emisi gas buang serta ramah lingkungan.

Proses pembakaran motor bensin yang terdiri atas unsur bensin (Heptane C7H16 dan Iso
Oktana C8H18 ) dengan udara ( O2, N2, dan unsur yang lain) akan menghasilkan emisi gas buang
yang meliputi Hidrokarbon (HC), Carbon Monoxid (CO), Carbon Dioxid (CO2), Nitrogen Oxid
(NOx) Tetra Ethyl Lead/Timah Hitam (Pb),dan Sulfur/belerang (SO2) serta bahan partikulat yang
lainnya. (Spuller, 1987. Petter, 1989. Robert, 1993.)
Adapun karakteristik dari emisi gas buang adalah :

A. HC atau Hidrokarbon

Hidrokarbon(HC) merupakan unsur senyawa bahan bakar bensin, HC yang ada pada gas
buang adalah dari senyawa bahan bakar yang tidak terbakar habis dalam proses pembakaran
motor, HC diukur dalam satuan ppm (part permillion) (Robert, 1993. Weller, 1989. Spuller,
1987.). Hidrokarbon total yang ada di atmosfir menunjukkan korelasi yang positif dengan
kepadatan lalu lintas, kebanyakan hidrokarbon yang dilepas adalah metan.

Hidrokarbon merupakan gas toxid bagi manusia, hidrokarbon yang bersifat karsinogenik
dapat berbahaya karena hidrokarbon didalam udara mengalami reaksi foto kimia sehingga dapat
berubah menjadi gas yang lebih berbahaya dari pada asalnya (menjadi peroxiasetil nitrat, keton,
dan aldihida) sehingga hidro karbon pada konsentrasi yang sedang sampai tinggi dapat
menyebabkan gangguan kesehatan terutama pada selaput lendir, mata, hidung dan tenggorokan
dan jika terakumulasi dalam waktu yang agak lama hidrokarbon juga berpotensial menyebabkan
penyakit kanker. (Spuller, 1987. Petter, 1989. Robert, 1993. Soemirat, 2004 )

Hidrokarbon yang tinggi dapat disebabkan gangguan pada sistem pengapian, misalnya
kabel busi yang jelek, koil yang jelek, busi yang jelek, saat pengapian terlalu maju serta tekanan
kompresi yang rendah, sehingga dengan adanya gangguan tersebut diatas akan mengakibatkan
pembakaran yang tidak sempurna dan menghasilkan emisi HC yang besar.
B. CO atau Karbonmonoksid

Karbonmonoksid(CO) merupakan senyawa gas beracun yang terbentuk akibat


pembakaran yang tidak sempurna dalam proses kerja motor, gas CO merupakan gas yang relatif
tidak stabil dan cenderung bereaksi dengan unsur lain, CO dapat diubah dengan mudah menjadi
karbon dioksida(CO2) dengan bantuan sedikit oksigen dan panas, CO diukur dalam satuan %
pervolume atau dalam ppm tetapi dalam industri otomotif sesuai dengan alat ukur yang digunakan
sering diukur dalam satuan % per volume (Spuller, 1987. Weller, 1989. Robert, 1993,
Anonymoys,1994)

Karbonmonoksid(CO) akan menyebabkan berkurangnya kemampuan darah dalam


menyerap oksigen yang dibutuhkan organ tubuh yang sangat vital yakni otak, paru dan jantung
serta jaringan tubuh, akibat dari adanya kandungan CO dalam aliran darah (karena kestabilan
karboksimoglobin kira-kira 140 kali kestabilan oksimoglobin sehingga darah akan lebih mudah
mengikat CO daripada O2 yang secara otomotis fungsi darah sebagai pengangkut oksigen untuk
bagian vital tubuh menjadi terganggu). CO pada kadar konsentrasi yang rendah sampai sedang
akan dapat menimbulkan efek penyakit Cardiovascular effect (adanya ancaman kesehatan akibat
menghirup CO dalam konsentrasi rendah) serta ancaman yang serius bagi penderita penyakit
jantung seperti angina, clogged arteries, sedangkan efek menghirup CO pada konsentrasi
sedang sampai tinggi dapat menyebabkan langsung gangguan pada penglihatan, kemampuan
konsentrasi dalam bekerja, kesulitan dalam menyelesaikan rangkaian tugas, dalam konsentrasi
yang tinggi dapat menyebabkan kematian (Spuller, 1987, Petter, 1989, Robert, 1993, Wardana
,2001, Soemirat, 2004 ).

Kadar CO yang besar diakibatkan oleh perbandingan campuran antara bahan bakar bensin
dan udara tidak sesuai, dimana kandungan bensin terlalu banyak, tetapi disini walaupun
kandungan bahan bakar bensin terlalu banyak tetapi masih dapat terbakar sehingga
menghasilkan emisi CO yang besar, CO besar dapat disebabkan oleh kesalahan dalam
penyetelan karburator sehingga homogenitas campuran menjadi jelek, filter udara yang kotor juga
akan mengurangi jumlah udara yang masuk kedalam silinder.

C. NOx atau Nitrogen Oksid

Adalah unsur dari Nitrgen Oksida (NO) dan Nitrogen Oksida (NO2) tetapi dalam dunia
otomotif sering dinyatakan dalam NOx saja, NOx juga merupakan senyawa gas beracun yang
ditimbulkan dari proses pembakaran yang tidak sempurna serta juga diakibatkan oleh suhu
pembakaran diruang bakar yang cukup tinggi (Spuller, 1987. Weller,1989. Robert, 1993)

NOx adalah gas toksid bagi manusia, efek yang terjadi tergantung pada dosis serta
lamanya pemaparan yang diterima seseorang, pada konsentrasi berkisar 50 – 100 ppm dan
terpapar dalam waktu beberapa saja orang dapat terkena peradangan paru-paru, pada fase ini
orang masih sembuh kembali dalam waktu 6 hingga 8 minggu, pada konsentrasi 150 – 200 ppm
dapat menyebabkan pemampatan broncholi dan disebut bronchilitis fibrosis obliterns, orang
dapat meninggal dunia dalm waktu 3 – 5 minggu setelah pemaparan, konsentrasi 500 ppm dapat
mematikan dalam waktu 2 – 10 hari.(Wakdbott, GeorgeL. 1973 dalam Soemirat, 2004)

D. Pb atau Timah Hitam

Timah hitam(Pb) merupakan senyawa beracun yang terkandung dalam bahan bakar
bensin dengan tujuan untuk menaikkan angka oktan bensin sehingga pada waktu pembakaran
dalam proses kerja motor tidak mudah terjadi detonasi atau knocking (Spuller, et, al. 1987).
Timah hitam adalah neurotoksin racun penyerang syaraf bersifat akumulatif yang dapat merusak
pertumbuhan otak pada anak-anak. Pada saat ini kandungan Pb/timbal dalam premium masih
ada walaupun dalam kandungan yang sangat kecil ( 0,013 gr/l) untuk premium tanpa timbal dan
0,3 gr/l untuk premium dengan timbal, data dari Pertamina (Anonymoys,2014)

Studi mengungkapkan bahwa dampak timah hitam sangat berbahaya pada anak-anak
karena berpotensi menurunkan tingkat kecerdasan (IQ), selain itu timah hitam (Pb) sebagai salah
satu komponen polutan udara mempunyai efek toksit yang luas pada manusia dan hewan dengan
mengganggu fungsi ginjal, saluran pencemaan, sistem saraf pada remaja, menurunkan fertilitas,
menurunkan jumlah spermatozoa dan meningkatkan spermatozoa abnormal serta aborsi
spontan. (Anonymous, 2001)

Timah hitam (Pb) adalah metal kehitaman yang bersifat racun sistemik, keracuanan Pb akan
menimbulkan gejala-gejala rasa logam di mulut, garis hitam pada gusi, anorexia, muntah-muntah,
kolik, encephlitis, wrist drop, irritable, perubahan kepribadian, kelumpuhan dan kebutaan,
basophilic stippling dari sel darah merah merupakan gejala patognomonis bagi keracunan Pb,
gejala lain adalah berupa anemia dan albuminuria. Pb organik cenderung menyebabkan
encepahlopathy, pada keracunan akut terjadi gejala mengines dan cerebral diikuti dengan stupor,
koma dan kematian.(McKinney, Jammes. D. 1980 dalam Soemirat. 2004)

E. CO2 atau Karbon Dioksida

Karbon dioksida(CO2) merupakan senyawa yang tidak beracun dari hasil pembakaran
motor pada kondisi pembakaran yang baik akan dihasilkan CO2 yang tinggi (min 12% volume),
peningkatan CO2 di atmosfer akan membawa dampak terhadap pemanasan global melalui efek
rumah kaca, Menurut penelitian Intergovernmental Panel on Climate Change, emisi CO2
antropogenik / hasil kegiatan manusia total adalah 7,1 Giga ton karbon per tahum (Weller, 1989.
Sumarwoto, 1992. Robert, 1993;).

Sumbangan Indonesia pada emisi CO2 sedunia adalah sekitar 1,3%, dan sumbangan ini
terus meningkat karena meningkatnya konsumsi energi menyusutnya luas lahan hutan dan
kebakaran hutan, kadar CO2 dalam atmosfer pelan-pelan naik dari 280 ppm dalam periode
praindustri yaitu sebelum tahun 1750 menjadi 358 ppm pada tahun 1994 (Soemarwoto, 2001 ),
tingkat emisi gas rumah kaca cenderung meningkat dari waktu ke waktu akibat meningkatnya
aktivitas manusia setelah era industri.

Apabila laju peningkatan emisi gas rumah kaca ini tidak diturunkan maka dikhawatirkan
dalam waktu seratus tahun mendatang, konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer akan meningkat
dua kali lipat dari konsentrasi saat ini serta dapat meningkatkan suhu udara global sampai 6,5
°C, peningkatan suhu global sebesar ini akan menyebabkan terganggunya kondisi iklim global
dan aktivitas biologis di muka bumi (Boer, 2002 dalam Soemarno, 2006).

F. SO2 atau Sulfur

Pembakaran bahan bakar, gas dan batubara mengandung sulfur tinggi, dan diperkirakan
memberi kontribusi sebanyak sepertiga dari seluruh gas SO2 atmosfir pertahun, akan tetapi
karena hampir seluruhnya berasal dari buangan industri dan kendaraan bermotor maka hal ini
dianggap cukup gawat, apabila pembakaran bahan bakar fosil ini bertambah di kemudian hari,
maka dalam waktu singkat sumber-sumber buatan ini akan dapat memproduksi lebih banyak
SO2 dari pada sumber alamiah, didalam udara sulfur dioksida mengalami reaksi fotokimia dan
berubah menjadi berbagai macam senyawa sebelum jatuh ke permukaan bumi, gas SO2
misalnya dapat teroksidasi menjadi –SO3 yang mempunyai sifat iritian yang lebih kuat daripada
SO2. Selain itu –SO3 ini bekerja sinergistik dengan SO2 yang selanjutnya baik SO2 mapun –
SO3 dapat bereaksi dengan air dan menjadi asam sulfat yang merupakan iritan yang kuat, jumlah
SO2 dalam udara sangat bervariasi dengan musim maupun dengan keadaan cuaca sehingga
didapat varisasi yang tidak menentu (Soemirat, 2004).

Wakdbott dan George L (1973) dalam Soemirat (2004) menyatakan bahwa SO2 dikenal
sebagai gas yang tidak berwarna bersifat iritan yang kuat bagi kulit dan lendir, pada konsentrasi
6 – 12 ppm SO2 mudah diserap oleh selapu lendir saluran pernapasan.

Selain berpengaruh terhadap kesehatan manusia sulfur dioksida(SO2) juga berpengaruh


terhadap tanaman, hewan dan gedung-gedung yang mempunyai arti sejarah, patung-patung
bernilai seni dapat rusak karena SO2 mudah menjadi H2SO4 yang bersifat korosif, demikian juga
yang terjadi pada knalpot kendaraan seringkali terjadi korosi(keropos) yang tidak disadari oleh
para pemilik kendaraan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2001.http//:www.geogle.com/portofolio bahan bakar cair/universitas

Indonesia. Desember, 24, 2006.

Anonymous. 2004. Komite Penghapusan Bensin Bertimbal. April, 30, 2004


Anonymous. 2006. http//: www.bps.go.id Badan Pusat Statistik Republik Indonesia Jumlah
Kendaraan Bermotor 2009 – 2012. Jakarta. Januari , 5, 2012
Anonymous. 2014. http://triwisibolang.blogspot.com/2012/12/apakah-bensin-premium-bebas-
timbal.htm. januari. 29. 2014
Heisler Heinz. 1994. Advanced Engine Technology, The College of Notrh West London,
Willesden Centre, London UK. p 688-710.
Juhara Erwin. 2006 Demi Anak-anak Kita Kurangi pemakaian Kendaraan Bermotor, Pikiran
Rakyat Bandung
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.045 th 1997. tentang Indeks Standar
Pencemaran Udara
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.23 /10/ th 1997. tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah No. 41 th 1999. tentang Pengendalian Pencemaran Udara

Petter A Weller. 1989. Fachkunde Fahrzeugtechnik, Holland+Johenshands Germany. p 107 –


173

Robert, 1993. Automotive Band Book, VDI Verlag Germany. p 108 -184
Roekmijati, 2002. Senyawa Aditif Pengganti TEL, Kilang edisi, IMGP.
Soemarno, 2006. Materi Kuliah PAT “ Hutan – Ozon – Pemanasan Global, Boer, 2002 ”
Sumarwoto Otto. 1994. Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global, PT Gramedia Pustaka
Utama. p 217 - 218
Spuller, 1987. Bahan Bakar Step IV, VEDC Malang. 61 15 45 90. p 1-4
Soemirat Juli. 1994. Kesehatan Lingkungan.Gadjahmada University Press
Ubaydilah, 2009. Fenomena Hutan Beton dan Polusi, http://antasari.net.com September, 9,2009
Wardana.Wisnu Arya.2001, Dampak Pencemaran Lingkungan.PT Andi Yogya p 23-26

Anda mungkin juga menyukai